Riset Sugeng Abdullah ttg isolasi limbah B3

42
Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 0 LAPORAN PENELITIAN (Program Riset Poltekkes Semarang Tahun 2006) PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH PLASTIK Oleh : Sugeng Abdullah Nur Hilal Teguh Widiyanto DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERT0 2006

description

Pemanfaatan samapah plastik untuk bahan isolasi limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya)

Transcript of Riset Sugeng Abdullah ttg isolasi limbah B3

Page 1: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 0

LAPORAN PENELITIAN(Program Riset Poltekkes Semarang Tahun 2006)

PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHANBERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH

PLASTIK

Oleh :Sugeng Abdullah

Nur HilalTeguh Widiyanto

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN SEMARANGJURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PURWOKERT02006

Page 2: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 1

PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHAN

BERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH

PLASTIK

Oleh : Sugeng Abdullah 1), Nur Hilal 2), Teguh Widiyanto 3)

INTISARI

Dewasa ini limbah B3 ( bahan beracun dan berbahaya) dan sampah plastik merupakanpermasalah yang belum dapat dipecahkan secara paripurna. Oleh karena itu perlu dilakukanupaya penanggulangganya melalui penelitian ini.

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi –stabilisasi limbah B3. Juga untuk mengetahui jumlah dan ratio B3 dengan sampah plastikyang diperlukan dalam pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3.

Metode penelitian yang dipakai adalah percobaan semu (quasi experiment) dalam bentukpembuatan bata ukuran 3 x 15 x 30 cm dari sampah plastik yang berisi baterai bekas (limbahB3). Selanjutnya bata plastik direndam dalam aquades selama 60 hari. Air rendaman batapada hari ke1 dan ke 60 diperiksa kadar kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH, ammonia,zink, mangan dioksida dan acetylene black.

Hasil penelitian menunjukan bahwa volume sampah yang diperlukan untuk membuat bataplastik ukuran 5 x 15 x 30 cm adalah 88,7 – 94,8 liter. Ratio B3 dengan sampah plastik 0,004– 0,008 (volume) dan 0,21 – 0,45 (berat). Isolasi-stabilisasi B3 menggunakan sampahplastik mampu menghambat terjadinya pencemaran kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH,ammonia, zink, mangan dioksida dan acetylene black.

Kata kunci : sampah plastik, B3, isolasi-stabilisasi.

1), 2), 3) Dosen pada Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Politeknik Kesehatan Semarang

Page 3: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 2

PENGARUH ISOLASI DAN STABILISASI LIMBAH B3 (BAHAN

BERACUN DAN BERBAHAYA ) MENGGUNAKAN SAMPAH

PLASTIK

Oleh : Sugeng Abdullah 1), Nur Hilal 2), Teguh Widiyanto 3)

Abstract

For this time hazard waste and plastic waste problems there are not solution exactly. So,research about isolation-stabilization hazard waste with plastic waste is needed.

The research objective to find out plastic waste abality to cover (isolation) hazard waste.Neither to find amount and hazard waste with plastic waste ratio that cover hazard waste(used battery waste).

A quasy experimental is undertaken with producing 5 x 15 x 30 cm plastic block from plasticwaste that content hazard waste (used battery waste). Plastic block taken into aquades for60 days. On first dan 60th day taken with polluted level analyzed for several parametersi.e. colour, turbidity, acidity, ammonium, zink, mangan dioxide and acetylene black.

Research findings show that amount (volume) is 88,7 – 94,8 liters plastic waste needed formake 5 x 15 x 30 cm plastic block. Hhazard waste with plastic waste ratio that cover hazardwaste is 0,004 – 0,008 (volume) dan 0,21 – 0,45 (weight). Isolation hazard waste withplastic waste can prevet or inhibit pollutant (colour, turbidity, acidity, ammonium, zink,mangan dioxide and acetylene black) release to environment.

Key words : hazard, plastic waste, isolation

1), 2), 3) Staff member of Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Politeknik Kesehatan Semarang

Page 4: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 3

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan sampah adalah melakukan

kegiatan pemanfatan kembali dan daur ulang sampah plastik. Dewasa ini kegiatan tersebut

telah dilakukan para Pemulung, namun masih terbatas pada sampah plastik yang menurutnya

memiliki nilai ekonomi. Sampah plastik yang berupa kantong bekas kemasan produk belum

banyak dimanfaatkan. Justru sampah plastik seperti ini yang menjadi persoalan di TPA,

karena tidak dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme. Pelapukan sampah plastik

secara alami diperkirakan membutuhkan waktu 15 - 90 tahun. Sampah plastik yang belum

dimanfaatkan oleh para Pemulung ini memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan

isolasi B3.

Manusia akan selalu membuang sampah dari segala bentuk kegiatan yang

dilakukannya. Di samping membuang sampah umum (refuse), manusia juga membuang

sampah beracun dan berbahaya (B3). Sampah B3 membutuhkan pengelolaan dan

penanganan dengan persyaratan yang lebih ketat. Sampah B3 harus dikelola sedemikian

rupa sehingga tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan manusia dan mahluk

hidup lainnya. Upaya final terhadap pengelolaan sampah B3 adalah pembuangan akhir

(dispossal) dalam bentuk bahan yang sudah stabil. Agar sampah B3 menjadi stabil dapat

dilakukan dengan cara isolasi, sementasi / solidifikasi, glasifikasi dan sejenisnya.

Andreas Krisbayu R. (2001) menuturkan bahwa bahan berbahaya dan beracun, yang

lebih akrab dengan singkatan B3, keberadaannya di Indonesia makin hari makin

mengkhawatirkan. Lebih dari 75% bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan

Page 5: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 4

sumbangan dari sektor industri melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain

termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan

jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu 1990 – 1998

saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada tahun 1998 mencapai

8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan perkembangan industrialisasi

yang cukup pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Dari hasil proyeksi jumlah limbah

B3 yang dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan Limbah dan B3 BAPEDAL, sampai tahun

2020 akan terdapat 60 juta ton total limbah B3.

Menyadari bahwa problem B3 telah sampai pada tingkatan rumah tangga, maka

upaya pengelolaanya melibatkan seluruh komponen masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan

melalui beberapa pendekatan diantaranya adalah dengan pendekatan teknologi isolasi /

stabilisasi B3. Yulinah (1998) menyatakan bahwa beberapa teknik stabilisasi dan solidifikasi

yang digunakan diataranya adalah : (1) solidifikasi dengan semen, (2) solidifikasi dengan

kabur dan bahan potzolana, (3) “membungkus” limbah dengan bahan termoplast seperti

bitumen, parafin dan polyetilen, (4) kapsulasi dengan bahan termoset atau polymerisasi,

misalnya dengan urea formaldehide, polyester, polybutadine, (5) kapsulasi makro dengan

bahan inert, (6) glasifikasi dengan silika, (7) sementasi dengan bahan lain.

Sampah plastik yang berupa kantong bekas kemasan produk sebagian besar memiliki

sifat termoplast dan sebagian kecil bersifat termoset. Termoplast berarti bersifat lembek bila

dipanaskan dan akan keras bila didinginkan. Termoset berarti bersifat lembek ketika

dipanaskan (dibuat) dan keras bila didingan, serta tetap keras bila dipaskan kembali. Dengan

demikian sampah plastik dapat digunakan sebagai bahan untuk isolasi atau stabilisasi limbah

B3.

Page 6: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 5

Potensi sampah plastik sebagai bahan isolasi B3 perlu diketahui secara rinci melalui

kegiatan penelitian / percobaan. Oleh karena itu penelitian / percobaan isolasi dan stabilisasi

limbah b3 (bahan beracun dan berbahaya) menggunakan sampah plastik menjadi relevan

untuk dilakukan.

2. Permasalahan

a. Umum

Bagaimanakah kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi dan stabilisasi limbah B3

b. Khusus

1) Berapa jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah B3

dengan ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30Cm.

2) Berapa rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3 yang

bisa diisolasi .

3) Apakah adan perbedaan tingkat pencemaran pada limbah B3 yang diisolasi dengan yang

tidak diisolasi, apabila di rendam dalam air.

3. Tujuan

a. Tujuan umum

Mengetahui kemampuan sampah plastik untuk mengisolasi dan stabilisasi limbah B3

Page 7: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 6

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah

B3 dengan ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30Cm.

2. Mengetahui rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3

yang bisa diisolasi .

3. Mengetahui adanya perbedaan tingkat pencemaran pada limbah B3 yang diisolasi dengan

yang tidak diisolasi, apabila di rendam dalam air.

Page 8: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Limbah B3

B3 merupakan singkatan dari bahan berbahaya dan beracun, yang merupakan

terjemahan dari hazard atau hazard waste. RCRA (Yulinah, 1998) mendefinisikan B3 sebagai

limbah (padat) atau gabungan dari limbah (padat) yang karena jumlah dan konsentrasinya

atau karena sifat fisik-kimia mengakibatkan timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya

penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau penyakit yang melumpuhkan.

Dalam PP No 19 tahun 1994 disebutkan bahwa B3 adalah setiap limbah yang karena

sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya secara langsung atau tidak langsung dapat

merusak dan/atau mencemari lingkungan hidup dan/atau membahaykan kesehatan manusia.

Senada dengan dengan hal tersebut, definisi tentang B3 yang terdapat pada PP 74 tahun 2001

berbunyi : Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah

bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau Karakteristik dan Sumber

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau

merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Untuk menetapkan apakah suatu bahan dapat dikategorikan sebagai B3, lazimnya

dilakukan identifikasi. Identifikasi diawali pemeriksaan secara fisik – kimia dilaboratorium.

Selanjutnya di cocokkan dengan daftar jenis B3 yang ada. Apabila tidak cocok, biasanya

ditentukan berdasarkan sifat atau karakteristinya. Menurut pasal 5 PP No 74 Tahun 2001, B3

dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. mudah meledak (explosive); b. pengoksidasi

(oxidizing); c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable); d. sangat mudah

menyala (highly flammable); e. mudah menyala (flammable); f. amat sangat beracun

Page 9: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 8

(extremely toxic); g. sangat beracun (highly toxic); h. beracun (moderately toxic); i.

berbahaya (harmful); j. korosif (corrosive); k. bersifat iritasi (irritant); l. berbahaya bagi

lingkungan (dangerous to the environment); m. karsinogenik (carcinogenic); n. teratogenik

(teratogenic); o. mutagenik (mutagenic).

Yulinah (1998) mengemukakan bahwa beberapa sifat dan karakteristik B3

diantaranya adalah mudah menyala, korosif, reaktif, toksis, radioaktif, infeksius, fitotoksik,

teratogenik dan mutagenik.

a) Mudah menyala dicirikan dengan bahan tersebut memiliki titik nyala < 60oC, dalam

bentuk padat akan segera menyala bila terkena gesekan / tekanan, dalam bentuk gas akan

mudah terbakar bila hadir bahan oksidan, bahan tersebut mudah mengalami perubahan

kimia secara spontan.

b) Korosif ditandai dengan adanya keasaman (pH) < 2 atau ≥ 12,5 dan menyebabkan karat

pada baja sebesar 0,625 cm/th dalam temperatur 55oC.

c) Reaktif berarti bereaksi spontan, bereaksi hebat dengan air dengan membentuk kabut,

dapat membentuk gas beracun bila terkena air atau asam/basa, dapat meledak pada suhu

normal.

d) Toksik dicirikan dengan bahan tersebut memiliki LD50 (oral) terhadap tikus < 50 mg/kg

atau LC50 (inhalasi) terhadap tikus < 2mg/L atau LD50 (dermal) terhadap kelinci < 200

mg/kg atau dapat menyebabkan penyakit yang tidak tersembuhkan.

e) Radioaktif lebih diartikan sebagai radiasi pengion.

f) Infektius berarti mengandung bibit penyakit yang dapat/sangat menular.

g) Fitotoksik berarti dapat menyebabkan kerusakan pada tumbuhan

h) Teratogenik berarti dapat mengakibatkan kelainan (cacat) pada janin.

i) Mutagenik berarti dapat mengakibatkan mutasi sel, dengan akibat lebih jauh berupa

kanker atau munculnya sifat-sifat baru yang merugikan.

Page 10: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 9

Sifat dan karakteristik seperti yang sebutkan diatas, dalam beberapa kasus penetapan

B3 kemudian disederhanakan menjadi 4 kriteria yang dikenal dengan ICRT. ICRT

merupakan kependekan dari I=Ignitable (menyala), C=Corosive (berkarat), R=Reactive

(mudah bereaksi), T=Toxic (beracun). Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia

tampaknya juga mengadopsi sifat, karakteristik dan kriteria dimaksud untuk

mendeskripsikan B3.

Sumber pencemaran (limbah) B3 adalah industri manufaktur baik yang berskala besar

maupun kecil, kecelakaan dan rumah tangga. B3 dari industri manufaktur berupa bahan

yang tidak dipakai (spent material), produk sampingan, lumpur dari UPL, IPAL dan gas. Juga

produk industri yang terkontaminasi, tidak memenuhi spesifikasi, tumpahan, tersisa dalam

kontainer dan kedaluwarsa. B3 dari sumber kecelakaan misalnya tumpahan minyak dari

tanker atau instalasi nuklir yang meledak. B3 yang bersumber dari rumah tangga umumnya

berupa eks kemasan pestisida, cairan pencuci, baterai, lampu lisrik, dll. Sumber B3 bisa juga

dikelompokkan dalam sumber spesifik (dari industri atau kegiatan tertentu) dan sumber non

spesifik (dari kegiatan yang bukan proses utama, misalnya dari pemeliharaan alat, inhibitor

korosi, pelarutan kerak, dll). Jenis B3 untuk masing-masing sumber dapat diperiksa pada

lampiran PP 18 Tahun 1999

Andreas Krisbayu R. (2001) menuturkan bahwa bahan berbahaya dan beracun, yang

lebih akrab dengan singkatan B3, keberadaannya di Indonesia makin hari makin

mengkhawatirkan. Lebih dari 75% bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan

sumbangan dari sektor industri melalui limbahnya, sedangkan sisanya berasal dari sektor lain

termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada. Peningkatan

jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia antara kurun waktu 1990 – 1998

saja mencapai 100 % ( tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada tahun 1998 mencapai

8.722.696 ton ). Jumlah ini akan naik drastis seiring dengan perkembangan industrialisasi

Page 11: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 10

yang cukup pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Dari hasil proyeksi jumlah limbah

B3 yang dilakukan oleh Direktorat Pengelolaan Limbah dan B3 BAPEDAL, sampai tahun

2020 akan terdapat 60 juta ton total limbah B3.

B. Sampah Baterai Sebagai B3

Sampah baterai atau baterai bekas (zwak) mengandung bahan beracun dan berbahaya

(B3) yang komposisinya tergantung dari masing-masing jenis baterai. Terdapat beragam jenis

baterai yang digunakan masyarakat. Secara umum beberapa jenis baterai yang ada di pasaran

adalah : jenis Carbon-Zinc, Alkaline Manganese Dioxide-Zinc, Alkaline Zinc-Air (Mercury) ,

Mercuric oxide, Nickel-Cadmium, Silver Oxide-Zinc, Lithium-Manganese Dioxide. Menurut

USEPA (2002) semua jenis baterai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yakni baterai

non reachargeable ( setelah dipakai tidak bisa diisi lagi dan langsung dibuang) dan baterai

rechargeable (setelah dipakai bisa diisi kembali dan dibuang setelah rusak).

Menurut Keenan, dkk (1980) semua jenis baterai pada dasar merupakan jenis sel

primer dan sel sekunder. Sel primer adalah baterai yang selnya dibentuk dengan anoda dan

katode yang dihabiskan secara kimia ketika sel itu manghasilkan arus. Sel primer inilah yang

dikenal dengan baterai sekali pakai. Sebaliknya, sel skunder adalah sel yang elektrodenya

dapat dikembalikan seperti pada kondisi awal. Sel sekunder dikenal sebagai baterai yang

dapat di cas (charge) ulang. Menurut Keenan, dkk (1980) janis baterai yang termasuk dalam

kategori sel primer dan sel sekunder yang ada di masyarakat dan terus dikembangkan adalah

seperti yang disajikan dalam tabel 2.1.

Page 12: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 11

TABEL 2.1.

NAMA BATERAI YANG TERDAPAT DI PASARAN YANG TERUSDIKEMBANGKAN

No. Nama Sistem baterai Tipe sel

1. Sel Leclanche (sel kering) Zn | NH4Cl (aq) | MnO2 Sel primer

2. Sel Zink Oksigen Zn | KOH(aq) | O2 Sel primer

3. Sel Lithium Chlor Li | LiCl (l) |Cl2 Sel Primer

4. Sel Timbal Asam Pb | H2SO4 (aq) | PbO2 Sel sekunder

5. Se Nikel Cadmium Cd | KOH (aq) | NiOH2 Sel sekunder

6. Sel Perak - Zink Zn | KOH (aq) | Ag2O Sel sekunder

7. Sel Zink -udara Zn | KOH (aq) | air Sel sekunder

8. Sel lithium tembaga flourida Li |KPF6 (non aq) | CuF2 Sel sekunder

Sumber : Keenan, dkk (1980)

Pada dasarnya baterai terdiri dari anoda dan katoda yang didalamnya terdapat bahan

kimia elektrolit dengan komposisi sesuai jenis sel . Keenan (1980) menyatakan bahwa

konstruksi baterai merupakan perpaduan antara ilmu dan seni, sehingga dihasilkan baterai

dengan beragam bentuk, ukuran, disain, tenaga, sifat rechargeable, dan lainnya. Secara

umum anatomi baterai adalah seperti ditunjukkkan pada gambar 2.1.

Page 13: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 12

(a) (b)

Gambar 2.1. : Anatomi baterai (a) sel kering (b) sel perak-zink oksida

Sampah baterai pada akhirnya akan mencemari air tanah, karena 73 % sampah

baterai dibuang dalam tanah (land fill). Di dalam tanah, kandungan bahan beracun dan

berbahaya (B3) yang ada dalam sampah baterai akan terlarut dalam air. Tingkat pelarutan

bahan kimia yang ada dalam baterai Zink- Carbon mencapai 35 –43%. Kondisi demikian

mengakibatkan perubahan keasaman air menjadi pH 4,7 – 6. Logam berat yang ada dalam

baterai rechargeable seperti Nikel, Cadmium, Mercurt, Plumbum, Silver dan lainnya akan

ikut terlindi yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah. Pencemaran air tanah oleh

sampah baterai sudah sangat menghawatirkan. Sebagai gambaran, penggunaan baterai

rechargeable di USA medio 1996 saja mencapai 350 juta buah untuk penggunaan pada

skala rumah tangga (USEPA, 2002).

Di Indonesia penggunaan baterai rechargeble belum ada data angka yang pasti.

Demikian juga penggunaan baterai non rechargeable. Namun demikian panggunaan baterai

oleh masyarakat masih didominasi oleh baterai non rechargeable. Baterai non rechargeable

yang banyak dipakai masyarakat diantaranya adalah jenis carbon zink. Sesuai dengan yang

tercantum dalam Produk Safety Data Sheet (Energizer, 2006) komposisi baterai carbon-zink

Page 14: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 13

yang merupakan salah satu baterai non rechargeable adalah acetylene black, ammonium

chloride, mangan diokside, zink dan Zink oxide

Lebih lanjut dikemukakan oleh Energizer (2006) bahwa Acetelene black yang

merupakan serbuk hitam dan tidak berbau dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata dan

saluran pernafasan. Dalam jangka panjang bahkan dapat menyebabkan kerusakan fatal pada

organ paru-paru. Demikian halnya dengan mangan, dalam jangka panjang menghirup udara

tercemar debu mangan dapat mengakibatkan inflamasi pada jaringan paru-paru seperti

pnemonia dan kerusakan jaringan saraf. Keracunan mangan dapat terjadi terutama pada orang

yang mengalami defisiensi besi atau kurang darah.

Bedasarkan data RTECS (Eveready, 2006) beberapa bahan kimia yang ada dalam

baterai carbon-zink dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi yakni Mangan

dioksiada, Zink Cloride, Zink Okside. Robert Lauwerys, dkk (1985) mengemukakan bahwa

kontak dengan debu mangan dapat mengakibatkan penurunan tingkat fertililas pada kaum

pria. Bahan lain yang bersigat bersifat mutagenik dan karsinogenik yaitu acetylene black

dan zink chloride.

Page 15: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 14

Tingkat bahaya pada bahan kimia penyusun baterai carbon zink dapat dilihat dari

Kadar Ambang Batas di lingkungan (TLV = Threshould Limited Value) yang dapat dilihat

pada tabel berikut :

TABEL 2.2.

TINGKAT BAHAYA (TOKSISITAS) BAHAN YANG TERKANDUNGDALAM BATERAI CARBON -ZINK

Page 16: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 15

C. Isolasi – Stabilisasi B3

Yulinah (1998) menyatakan bahwa beberapa teknik isolasi-stabilisasi dan solidifikasi

limbah B3 yang digunakan diataranya adalah : (1) solidifikasi dengan semen, (2) solidifikasi

dengan kabur dan bahan potzolana, (3) “membungkus” limbah dengan bahan termoplast

seperti bitumen, parafin dan polyetilen, (4) kapsulasi dengan bahan termoset atau

polymerisasi, misalnya dengan urea formaldehide, polyester, polybutadine, (5) kapsulasi

makro dengan bahan inert, (6) glasifikasi dengan silika, (7) sementasi dengan bahan lain.

Solidifikasi diartikan sebagai sebuah teknik untuk mencampur limbah B3 dengan

bahan lain, sehingga terjadi ikatan yang mampu menjadi bahan padat yang stabil.

Solidifikasi dimaksudkan untuk mengkonversi limbah beracun menjadi massa yang secara

fisik stabil, innert, memiliki daya leaching (melarut) rendah, serta memiliki kekuatan

mekanik yang cukup memadai. Karena memiliki kekuatan mekanik yang cukup, maka

selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pengisi bangunan, reklamasi tanah atau landfill.

Isolasi merupakan tindakan untuk menyekat limbah B3 agar tidak dapat kontak dengan

lingkungan luar, sehingga B3 akan menjadi bahan yang mati dan stabil bila digunakan sebagai

bahan pengisi bangunan, pengisi tanah atau land fill.

Page 17: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 16

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Waktu penelitian

• Persiapan : Bulan Juli s/d Agustus 2006

• Pelaksanaan : Bulan September s/d Oktober 2006

• Penyelesaian : Bulan Nopember s/d Desember 2006

b. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja Jurusan Kesehatan Lingkungan

(JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang, di desa Karangmangu, kecamatan Baturraden,

Kabupaten Banyumas. Pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3 dilakukan di bengkel

kerja, dan perendaman serta pemeriksaan kadar pencemar dilakukan di laboratorium.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah semi eksperimen

3. Disain Penelitian

Disain penelitian adalah quasi experiment non random. Bagan alir jalannya penelitian

pada lampiran.

4. Populasi dan Sampel

Sampel sampah plastik diambil dari salah satu TPS di Baturraden, Kabupaten Banyumas.

Sampel air diambil pada air (aquades) rendaman limbah B3 yang diisolasi dengan

Page 18: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 17

sampah plastik dan air (aquades) rendaman limbah B3 yang tidak diisolasi dengan

sampah plastik pada hari ke 1 dan ke 60.

5. Variabel

Variabel bebas adalah Limbah B3 diisolasi sampah plastik

Variabel terikat adalah Kadar pencemar dalam air

6. Cara Pengumpulan Data

a. Bahan dan alat

sampah plastik

limbah B3 dari rumah tangga (berupa batu bateray bekas)

minyak tanah

tungku batu bara

aquades

reagent untuk pemeriksaan Ammonia, Zink, Mangan, Acetylene black.

boiler bubur plastik

cetakan batu bata dari plat besi

gayung logam

timbangan / penakar.

Spectrofometer jinjing merk Orbeco-Hellige model MP-975 berikut kelengkapannya

Komputer, printer berikut kelengkapannya.

b. Cara kerja / langkah-langkah penelitian

1). Persiapan

Pengurusan surat-surat perijinan dan persiapan lokasi penelitian

Page 19: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 18

Pembuatan instrument penelitian / alat percobaan

Uji coba instrument penelitian

Persiapan lokasi

2) Pelaksanaan

Pemilahan sampah untuk mendapatkan sampah plastik jenis termoplast

Pengepresan sampah plastik tersebut untuk mengurangi kadar air. Tekanan

pengepresan 0,22 kg/cm2, menggunakan alat sederhana sebagaimana ditunjukan

pada lampiran.

Mengukur volume atau menimbang sampah plastik (tanpa dicuci). Volume

sampah setelah dipress diukur dengan menggunakan kotak kayu berukuran 25cm x

25cm x 50 Cm. Penimbangan dilakukan dengan neraca pegas

Mengukur volume atau menimbang limbah B3. Pengukuran volume B3

menggunakan prinsip hukum Archimides, yakni menggunakana gelas ukur berisi

air, selanjutnya B3 dimasukkan kedalammya. Selisih volume air sebelum dan

sesudah diisi B3 menunjukkan volume B3. Penimbangan dilakukan dengan neraca

pegas

Membuat bubur plastik untuk isolasi – stabilisasi limbah B3, dengan cara

dipanaskan dalam boiler bubur plastik. Pemanas menggunakan kompor minyak

tanah bertekanan.

Membuat isolasi – stabilisasi limbah B3 dengan bubur plastik, berupa bata

plastik yang berisi limbah B3, menggunakan cetakan pelat besi atau aluminium

yang berukuran 5 x 15 x 30 cm. Bata plastik dibuat 2 jenis yakni jenis I bata berisi

12 buah batu bateray dengan tebal pelapisan palstik 2 – 5 mm. Jenis II berupa bata

berisi 6 buah batu bateray dengan tebal pelapisan 10 – 25 mm

Page 20: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 19

Menghitung ratio volume atau berat sampah plastik dengan limbah B3, dengan

rumus sbb:

Volume B3 (Cm3)Ratio volume : ---------------------------------------- Volume sampah plastik (Cm3)

Berat B3 (gram)Ratio berat : --------------------------- Berat sampah plastik (gram)

Perendaman B3 yang diisolasi dan yang tidak diisolasi dalam aquades. Perendaman

dilakukan selama 60 hari. Air / aquades yang digunakan untuk merendam sebanyak 6

liter setiap bata plastik dimaksud. Pada hari ke 1 dan ke 60 dilakukan pemeriksaan

kadar pencemar dalam air.

Pengukuran kadar pencemar dalam aquades rendaman bata plastik isolasi-stabilisasi

B3 meliputi parameter warna, tingkat warna, tingkat kekeruhan, pH, padatan terlarut,

ammonia, zink , Mangan dioksida dan acetylene black. Pemeriksaan dilakukan dengan

metode potensiometri dan spektofotometri. Pemeriksaan dilakukan dengan

spektrofotometer Orbeco-Hellige Model MP-975, pH tester dan TDS-meter. Prosedur

pemeriksaan adalah sebagaimana ditunjukkan pada lampiran.

3) Penyelesaian

Pengolahan dan analisis data

Penyusunan laporan

Seminar

Revisi laporan

Page 21: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 20

7.Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, klasifikasi dan tabulating. Analisis

deskriptif dilakukan terhadap komposisi/ ratio jumlah sampah plastik dengan limbah B3

yang ideal. Analisis tabel digunakan untuk mengetahui perbedaan adanya pecemaran

limbah B3 yang diisolasi dan yang tidak diisolasi.

8 Definisi Operasional

Limbah B3 yang dimaksud adalah limbah yang memiliki salah satu sifat sesuai pasal

5 PP No 74 Tahun 2001, yang biasa terdapat pada rumah tangga. Dalam hal ini dipilih

batu bateray yang sudah tidak terpakai (zwack). Sifat B3 dimaksud adalah seperti

ditunjukkan pada lampiran.

Isolasi – stabilisasi adalah kemampuan menyekat dan menahan pengaruh limbah B3

agar tidak dapat kontak dan bereaksi dengan lingkungan luar dalam kurun waktu

tertentu, sehingga dapat menghindari terjadinya pencemaran lingkungan (air). Diukur

melalui pendekatan jumlah / kadar pencemar (B3) yang dapat menerobos sekat atau

mencemari lingkungan (air).

Sampah plastik adalah semua sampah plastik jenis termoplast hasil pemilahan sampah

umum (refuse) yang diperoleh dari salah satu TPS di Baturraden.

Kadar pencemar adalah konsentrasi pencemar limbah B3 dalam air aquades yang telah

direndami bata isolasi – stabilisasi B3 yang di representasikan dalam parameter

temperatur, warna, tingkat warna, tingkat kekeruhan, pH, padatan terlarut, ammonia,

zink , Mangan dioksida dan acetylene black. Pemeriksaan dilakukan dengan

spektrofotometer Orbeco-Hellige Model MP-975, pH tester dan TDS-meter

Page 22: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 21

9. Kerangka Pikir

Aktivitas Manusia

Produk berguna Produk tidakberguna

Digunakanmanusia

SAMPAH /LIMBAH

Pemilahan Refuse B3

Sampah Plastik

Reuse &Recycling Bahan Isolasi

ISOLASI &STABILISASI

TPS

TPA

Page 23: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 22

10. Susunan Tim Peneliti

1. Penelti Utama• Nama : Sugeng Abdullah, SST, MSi• Tempat / Tgl Lahir : Kesugihan Cilacap, 16 Juli 1963• Jabatan : Lektor• Pendidikan : S2 Ilmu Lingkungan UGM Yogyakarta

2. Peneliti I• Nama : Nur Hilal, SKM, MKes• Tempat / Tgl Lahir : Luwung, 07 April 1962• Jabatan : Lektor Kepala• Pendidikan : S2 / Magister Kesehatan UGM Yogyakarta

3. Peneliti II• Nama : Teguh Widiyanto, S.Sos• Tempat / Tgl Lahir : Purbalingga, 01 Juni 1961• Jabatan : Lektor• Pendidikan : Kandidat Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP Semarang.

Page 24: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di bengkel kerja dan laboratorium Jurusan Kesehatan

Lingkungan (JKL) Purwokerto Poltekkes Semarang. Pembuatan bata plastik isolasi-

stabilisasi B3 dilakukan di bengkel kerja, sedangkan perendaman dan pemeriksaan kadar

pencemar dilakukan di laboratorium. JKL Purwokerto terletak di Desa Karangmangu,

Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas. Daerah ini memiliki ketinggian 500 M

dpl, sehingga memiliki udara sejuk.

Desa Karangmangu termasuk daerah padat penduduk. Sebagaimana penduduk di

daerah lainnya, sebagian diantaranya telah terbiasa dengan penggunaan barang-barang

elektronik yang bersumber energi dari batu bateray. Demikian juga penggunaan plastik

sebagai bahan pembungkus atau kemasan produk, sehingga sampah yang dihasilkan dari

desa Karangmangu sebagian besar juga berupa sampah plastik.

2. Kondisi cuaca

♦ Temperatur udara

♦ Kelembaban udara

: 19 –24 oC

: 70 – 85 %

Page 25: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 24

3. Karakteristik bahan baku isolasi-stabilisasi B3

a. Sampah plastik

Sampah plastik yang dipakai memiliki karakteristik sbb. :

♦ Sumber

♦ Jenis & rupa

♦ Densitas

♦ Kandungan air

♦ Tingkat kebersihan

: TPS ( dari rumah tangga)

: Termoplast berupa bekas kemasan beraneka produk

: 20,3 gram / L (tanpa pengepresan)

: 185,9 gram / L (dengan pengepresan ± 0,22 Kg/Cm2)

: < 10% (kering)

: Kotor, banyak debu/tanah menempel. Sampah plastik

tidak dilakukan pencucian.

b. Bahan Beracun dan Berbahaya (B3)

B3 yang digunakan berupa batu bateray bekas dengan spesifikasi sbb. :

♦ Ukuran

♦ Bentuk

♦ Volume

♦ Berat

♦ Merk

♦ Type

♦ Kandungan B3

: AA 1,5 Volt

: silinder

: 58 Cm3

: 64 – 69 gram

: ABC dan Eveready

: Seng - Karbon ( Zink-Carbon)

: Acetylene Black, Ammonium Chloride,

Manganese Dioxide, Zinc, Zinc Chloride.

Page 26: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 25

4. Karakteristik bata plastik isolasi-stabilisasi B3

Bata plastik dibuat 2 jenis dengan spesifikasi masing-masing ditunjukkan pada tabel

berikut :

TABEL . 4 .1.

SPESIFIKASI BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3

Karakteristik Jenis I Jenis II

♦ Ukuran bata

♦ Bentuk bata

♦ Volume bata

♦ Jumlah bateray

♦ Volume baterai

♦ Berat baterai

♦ Jumlah sampah plastik

♦ Volume sampah plastik

♦ Berat bata

♦ Tebal pelapisan plastik

pada B3

♦ Kondisi fisik bata

♦ Ratio volume B3

terhadap sampah

♦ Ratio berat B3 terhadap

sampah

5 x 15 x 30 Cm

Balok

2.250 Cm3

12 buah

696 cm3

804 gram

1.800 gram

88.670 cm3

2.650 gram

3 – 5 mm

ada banyak retakan

696: 88.670 (0,008)

804 : 1.800 (0,45)

5 x 15 x 30 Cm

Balok

2.250 Cm3

6 buah

348 cm3

402 gram

1.925 gram

94.828 cm3

2.284 gram

10 – 21 mm

ada retakan lembut

348 : 94.828 (0,004)

402 : 1.925 (0,21)

Dalam percobaan pembuatan bata plastik isolasi-stabilisasi B3 ini digunakan

kompor minyak tanah untuk pemanasan / pencairan sampah plastik / pembuatan bubur

plastik. Untuk pembuatan 1 (satu) buah bata plastik ukuran 5 x 15 x 30 cm mulai dari

pembuatan bubur plastik hingga menjadi bata membutuhkan waktu 60 –100 menit.

Page 27: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 26

5. Uji perendaman bata plastik isolasi-stabilisasi B3

Bata plastik (isolasi-stabilisasi B3) yang telah jadi, selanjutnya masing-masing jenis

direndam dalam aquades sebanyak 6 liter. Demikian juga batu bateray yang tidak

diperlakukan dengan isolasi-stabilisasi juga direndam dalam aquades 6 liter. Hasil

pemeriksaan terhadap kandungan kimia pada air rendaman tersebut disajikan pada tabel

berikut ini :

TABEL 4.2

KADAR PENCEMARAIR RENDAMAN BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3

TANGGAL 17 OKTOBER 2006 (HARI KE 1)

Kadar pencemar pada air rendaman bata plastikNo. ParameterTanpa isolasi (A) Jenis I (B) Jenis II (C)

1. Temperatur 22 oC 22 oC 22 oC

2. Warna Tak berwarna Tak berwarna Tak berwarna

3. Tingkat warna 12 TCU 12 TCU 12 TCU

4. Tingkat Kekeruhan 0 FTU 0 FTU 0 FTU

5. Padatan terlarut 4 mg/l 4 mg/l 4 mg/l

6. Keasaman (pH) 7 7 7

7. Ammonia 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

8. Zink 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

9. Mangan Dioksida 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

10. Acetylene black 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

Page 28: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 27

TABEL 4.3.

KADAR PENCEMARAIR RENDAMAN BATA PLASTIK ISOLASI-STABILISASI B3

TANGGAL 16 DESEMBER 2006 (HARI KE 60)

Kadar pencemar pada air rendaman bata plastikNo. ParameterTanpa isolasi (A) Jenis I (B) Jenis II (C)

11. Temperatur 21 oC 21 oC 21 oC

12. Warna Coklat kehitaman Tak berwarna Tak berwarna

13. Tingkat warna 442.3 TCU 75,3 TCU 50,5 TCU

14. Tingkat Kekeruhan 113,3 FTU 29,7 FTU 16,3 FTU

15. Padatan terlarut 2.180 mg/l 564,7 mg/l 228,3 mg/l

16. Keasaaman (pH) 4 5 7

17. Ammonia 14,7 mg/l 15,5 mg/l 2,6 mg/l

18. Zink 90 mg/l 76,7 mg/l 50,3 mg/l

19. Mangan Dioksida 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

20. Acetylene black 0 mg/l 0 mg/l 0 mg/l

B. Pembahasan

1. Kondisi Tempat Penelitian

Laboratorium JKL Purwokerto yang berada di desa Karangmangu, kecamatan

Baturraden, kabupaten Banyumas dengan ketinggian 500 mdpl merupakan tempat yang

cocok untuk penelitian semacam ini. Beberapa alasan yang mendukung kesesuaian

lokasi ini untuk penelitian di laboratorium JKL Purwokerto telah tersedia sarana dan

peralatan yang mendukung terlaksananya penelitian dimaksud diantaranya

spektrofotometer, TDS meter, pHmeter, Termometer.

Page 29: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 28

Ketinggian tempat 500 mdpl memberikan pengaruh secara fisiko-kimia terhadap

kondisi lingkungan sekitar. Udara terasa sejuk karena kisaran temperatur udara 19 –24 oC

dengan kelembaban 70 – 85 % memungkinkan berlangsungnya transfer gas dari udara

kedalam air atau sebaliknya pelepasan gas dari dalam air berjalan secara normal. Kondisi

demikian perlu memperoleh perhatian berkaitan dengan mekanisme pelarutan suatu zat

di dalam air sebagaimana yang terjadi dalam penelitian ini. Sebagai contoh dapat

dikemukakan tentang kemampuan pelarutan gas oksigen (O2) kedalam air yang

berhubungan dengan temperatur udara dikemukakan oleh Linsley & Franszini (1995)

sebagaimana disajikan dalam tabel 4.4.

Temperatur udara di lokasi penelitian adalah 19 –24 oC, sehingga kemampuan

oksigen melarut dalam air maksimal 9,2 mg/l. Hal ini tentu dapat difahami bahwa

oksidasi yang terjadi di dalam air percobaan dapat berlangsung secara alamiah normal

tanpa ada intervensi manusia. Artinya pengaruh udara terhadap berlangsungnya penelitian

ini adalah dapat disamakan dengan tempat lain yang memiliki keadaan yang setara.

TABEL 4.4.

KONSENTRASI KESEIMBANGAN OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR

No Temperatur udara(oC)

Konsentrasi OksigenTerlarut dalam air

(mg/l)1. 0 14,52. 5 12,73. 10 11,34. 15 10,15. 20 9,26. 25 8,47. 30 7,78. 40 6,8

Sumber : Linsley dan Franzini (1995)

Page 30: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 29

2. Karakteristik bahan baku isolasi-stabilisasi B3 (sampah plastik)

Sampah plastik yang digunakan untuk membuat bubur plastik memiliki karateristis

sebagaimana dipaparkan diatas, memungkinkan terjadinya pengikatan bahan lain selain

B3 (batu baterai). Kondisi sampah plastik yang kotor tentu memiliki zat lain yang

meninempel bersama kotoran tersebut. Debu dan kotoran pada plastik akan

mempengaruhi kekuatan ikatan antar partikel bubur plastik ketika membeku menjadi bata

plastik. Akibatnya, pada saat pendinginan akan terjadi perbedaan temperatur diantara

partikel bubur plastik. Perbedaan temperatur antar pertikel bubur plastik ketika proses

pendinginan, mengakibatkan tingkat penyusutan zat akan berbeda pula. Akibat lanjut

berupa terjadi retak pada permukaan bata plastik.

Perbedaan temperatur ketika proses pendinginan bata plastik, diduga tidak terjadi

hanya karena plastik kotor, tetapi juga oleh bahan pengisi bata plastik berupa batu baterai.

Seng yang merupakan bahan pembungkus baterai merupakan konduktor dan penyimpan

panas yang baik. Sangat mungkin terjadi akumulasi panas pada seng tersebut. Sementara

didalam baterai terdapat serbuk ammonium chlorida dan bahan lain yang bukan

merupakan konduktor panas. Ringkasnya, perbedaan panas pada serbuk amonium

chlorida, seng pembungkus dan partikel bubur plastik dapat memicu terjadinya retak-

retak di permukaan bata plastik.

Plastik dan seng bukanlah zat yang dapat menempel secara alamiah. Keduanya

memiliki daya adesi yang sangat lemah terhadap satu sama lain. Keduanya diperlukan

bahan lain atau katalis agar dapat menempel satu sama lainnya. Lem merupakan bahan

yang lazim digunakan untuk menempelkan dua bahan yang berbeda. Katalis yang bisa

Page 31: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 30

digunakan untuk menempelkan plastik pada seng diantaranya adalah panas / pemanasan.

Plastik dapat menempel pada seng pembungkus baterai melalui pemanasan menjadi

bubur plastik, tetapi ikatan keduanya tidaklah kuat. Agar diperoleh ikatan yang kuat

diperlukan katalis kimia atau bahan kimia lainnya.

3. Karakteristik bata plastik isolasi-stabilisasi B3

Kedaan bata plastik yang retak-retak dapat dimaklumi sebagaimana dijelaskan

dimuka. Besar retakan yang berbeda pada kedua jenis bata plastik tersebut, diduga akibat

tebal pelapisan yang berbeda. Kekuatan ikatan kohesi suatu bahan juga dipengaruhi

oleh ketebalan bahan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan kertas yang tipis dan kertas

yang tebal. Kertas yang tipis tentu akan muda dirobek. Tebal pelapisan plastik (bubur

plastik) ketika digunakan untuk membungkus B3 (batu baterai) akan berpengaruh

terhadap ikatan kohesi plastik tersebut. Hal itu juga terlihat dari hasil pembuatan bata

plastik sebagaimana disajikan pada tabel 4.1. Plastik jenis II yang memiliki ketebalan

pelapisan lebih besar memiliki retakan yang lebih lembut.

Retakan yang terjadi pada bata plastik merupakan kondisi yang merugikan dalam

hal mengisolasi B3 yang ada didalamnya. B3 yang ada dalam bata plastik dapat

menerobos keluar lepas di lingkungan, sehingga masih memungkinkan terjadinya

pencemaran. Sebaliknya, adanya retak pada permukaan bata plastik juga dapat bersifat

menguntungkan bila bata plastik tersebut akan direkatkan satu sama lainnya

menggunakan lem, dalam rangka pemanfaatan untuk bahan bangunan. Retakan tersebut

akan memberikan efek penguatan terhadap ikatan perekatan lem. Perekatan ikatan lem

akan semakin kuat bila kedua permukaan yang dilem kondisinya kasar (banyak retak).

Ukuran, berat, volume dan bentuk bata plastik yang dibuat sebenarnya sangat

mungkin untuk bisa digunakan sebagai bahan bangunan. Sayang sekali dalam penelitian

Page 32: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 31

ini tidak memungkinkan untuk dilakukan uji kekuatan bahan terhadap tekanan, daya

lentur, daya tarik dan daya awet. Oleh karena itu perlu dilakukan uji kekuatan kekuatan

bahan tersebut, sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat. Lebih lanjut, diharapkan

akan di temukan material baru untuk bahan bangunan dari sampah plastik.

Penanggulangan problem sampah plastik dapat sedikit terkurangi.

Penanggulangan sampah plastik dengan memanfaatkannya untuk pembuatan bata

sebagai bahan bangunan sangat prospektif. Hal itu ditunjukkan dalam hasil penelitian

dalam pembuatan bata plastik sebagaimana disajikan pada tabel 4.1. diatas. Untuk

membuat bata plastik ukuran 5 x 15 x 30 Cm dengan bahan pengisi batu baterai

dibutuhkan sampah plastik sebanyak 88.670 - 94.828 cm3 (88,7 – 94,8 liter). Kira – kira

satu drum sampah plastik dapat dibuat dua buah bata. Apabila bata tersebut semuanya

dibuat dari sampah plastik tanpa diberi bahan pengisi, dipastikan jumlah sampah

plastik yang dibutuhkan semakin banyak. Berdasarkan perhitungan, untuk membuat bata

dengan ukuran yang sama tanpa adanya bahan pengisi diperlukan sampah sebanyak

112.513 -130.542 liter. Ini berarti dapat mereduksi volume sampah plastik hingga

5.801.900 % (volume sampah plastik dikurang hingga 58.019 kali). Sebuah upaya

pengurangan timbunan sampah yang sangat signifikan.

Batu baterai sebagai B3 yang dapat diisolasi dengan bata plastik sebanyak 6 – 12

buah. Apabila dalam satu keluarga menggunakan baterai sebanyak 2 –4 buah tiap bulan,

maka terdapat 3 - 6 keluarga yang limbah B3 nya dapat diolah. Potensi pencemaran B3

oleh batu baterai dari rumah tangga dapat dikurangi.

4. Uji perendaman bata plastik

Untuk mengetahui kemampuan bata plastik dapat mengisolasi bahan pencemar

B3 dari batu baterai, dilakukan uji perendaman dalam aquades. Bila dibandingkan antara

Page 33: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 32

perendaman hari ke 1 dan hari ke 60 hasilnya tampak berbeda pada beberapa parameter

seperti yang disajikan pada tabel 4.2 dan 4.3. baterai yang tidak diisolasi dan direndam

dalam aquades selama 60 hari ternyata dapat menyebabkan pencemaran. Bahan kimia

berbahaya dapat lepas dan melarut kedalam air. Ini menjadi sangat logis, karena tingkat

pelarutan bahan kimia yang ada dalam baterai Zink- Carbon mencapai 35 –43%. Hal

ini terbukti dengan kondisi air aquades yang digunakan untuk baterai tanpa diisolasi

sampah plastik. Kekeruhan, warna, padatan terlarut, pH, Ammonia dan zink pada air

tersebuk memiliki kadar yang sangat berbeda pada hari ke 1 dan hari ke 60.

Berbeda halnya pada air yang digunakan untuk merendam bata plastik isolasi

stabilisasi B3 (baterai) baik pada jenis I dan jenis II. Isolasi sampah plastik terhadap B3

ternyata mempu menghambat pelarutan B3 yang ada dalam baterai. Ternyata bata plastik

dengan ketebalan pelapisan (isolasi) terhadap B3 sebesar 3 – 21 mm tidak mampu

mengisolasi secara total terhadap terjadinya pencemaran B3. Ketebalan isolasi 3 –21

mm masih memungkinkan terjadinya retakan yang mengakibatkan lepasnya sebagian

pencemar B3. Oleh karena itu perlu adanya kajian lebih lanjut tentang pengaruh ketebalan

isolasi sampah plastik terhadap kemampuan lepasnya bahan pencemar B3 ke lingkungan.

Ada kecenderungan semakin tebal pelapisan / isolasi sampah plastik, pencemar B3 yang

dapat lolos semakin kecil (cermati kembali tabel 4.2. dan tabel 4.3.).

Retak yang ada pada bata plastik isolasi stabilisasi B3, ternyata mampu

menghambat bahan-bahan padat terlarut dan bahan padat tersuspensi. Hal ini terbukti

pada kadar kekeruhan dan padatan terlarut pada air rendaman bata plastik jenis I dan jenis

II pada hari ke 1 dan ke 60, yang tampak berbeda. Apalagi bila dibandingkan dengan air

rendaman baterai tanpa diisolasi, kondisinya sangat berbeda.

Menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah kadar mangan dioksida dan

acetylene black pada hasil pemeriksaan air rendaman baterai tanpa isolasi dan baterai

Page 34: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 33

yang disiolasi sampah plastik, hasilnya menunjukkan tidak adanya perbedaan dan

perubahan baik pada hari ke 1 dan ke 60. Ada beberapa kemungkinan, diantaranya bahan-

bahan tersebut tidak larut dalam air atau justru membentuk senyawa baru bersama bubur

plastik sehingga menjadi bahan yang inert dan stabil. Kemungkinan lainnya adalah

instrumen (spektrofometer jinjing merk Orbeco-Hellige Model MP-975) yang dipakai

untuk mengukur kadar bahan dimaksud tidak sensitif.

Apabila bahan tersebut mampu membentuk senyawa baru yang inert dan stabil

bila bereaksi dengan bubur plastik, maka dapat dinyatakan bahwa isolasi-stabilisasi B3

menggunakan sampah plastik layak untuk direkomendasikan dipakai sebagai sebuah

alternatif penanggulangan limbah B3 (baterai) dan sampah plastik. Beberapa catatan yang

perlu disampaikan diantaranya adalah ketebalan pelapisan dalam bata plastik perlu

ditambah hingga benar-benar tidak timbul retak-retak pada bata plastik. Perlu adanya studi

komparatif tentang biaya pembuatan bata isolasi dengan sampah plastik dan bahan

lainnya yang lebih prospektif.

Page 35: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

4. Jumlah sampah plastik yang diperlukan untuk isolasi dan stabilisasi limbah B3 dengan

ukuran setara batu bata dengan dimensi 5 x 15 x 30 Cm adalah 88.670 - 94.828 cm3 (88,7

– 94,8 liter).

5. Rasio sampah plastik yang mampu ”membungkus” dengan jumlah limbah B3 yang bisa

diisolasi adalah 0,004 – 0,008 (untuk ratio volume B3 terhadap sampah plastik) dan 0,21

– 0,45 (untuk ratio berat B3 terhadap sampah plastik).

6. Melalui analisis tabel diketahui ada perbedaan tingkat pencemaran air oleh limbah B3

yang diisolasi sampah plastik dengan yang tidak diisolasi pada parameter kekeruhan,

warna, padatan terlarut, pH, ammonia dan zink. Akan tetapi tidak ada perbedaan pada

parameter mangan dioksida dan acetylene black.

B. Saran

1. Bagi para pengelola limbah B3 atau pengelola pembuangan sampah dapat menerapkan

Isolasi – stabilisiasi limbah B3 (baterai) menggunakan sampah plastik sebagai satu

alternatif penanggulangan limbah B3 dan sampah plastik. Hal ini bermanfaat untuk

menghambat terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi timbunan sampah

plastik.

2. Bagi para mahasiswa, dosen dan peneliti perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang

biaya pembuatan bata plastik isolasi stabilisasi B3 dan ketebalan isolasi sampah plastik

terhadap B3 yang mampu megisolir pencemar secara total.

Page 36: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 35

DAFTAR PUSTAKA

Andreas Krisbayu R., 2001, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Bom waktu yangterlupakan, ITS Surabaya

Departemen Kesehatan RI, tt, PerMenkes Nomor 472/MENKES/PER/VI/1996 TENTANGPengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan

Energizer (2006), Material Safety Data Sheet : Carbon – Zink Cathode Mix, EnergizerBattery Manufacturing, Inc.

Eveready (2006), Product Safety Data Sheet : Carbon Zinc Batteries, Eveready BatteryCompany, Inc. 25225 Detroit Road Westlake, OH 44145

http://www.menlh.go.id/publik/peraturan/Keputusan_Kepala/bapedal. KepKa Bapedal Nomor03/BAPEDAL/09/1995/tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3

Juli Soemirat Slamet. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada UniversityPress

Keenan, Kleinfelter dan Wood, 1980, Kimia Untuk Universitas - Terjemahan A HadyanaPudjaatmaka, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Linsley, RK dan Franzini, JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III, terjemahanDjoko Sasongko. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nazir, Moh., 1985, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nur Hilal, 2003, Identifikasi Mikroorganisme dalam Tahap Pengomposan Sampah KotaPurwokerto, JKL Purwokerto.

Robert Lauwerys, Harry Roels, Pierre Genet, Guy Toussaint, Andre Boukaert, dan SergeDeCooman, 1985, “Fertility of Male Workers Exposed to Mercury Vapor or toManganese Dust: A Questionaire Study,” Westlake, Ohio.

USEPA (2002), The Batteray Act, Enforement Allert, United State EnvironmentalProtection Agency

Yulinah (1998), Hand Out Ekotoksikologi, tidak dipublikasikan, ITS Surabaya.

Page 37: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 36

Lampiran :

Refuse(sampahumum)

Pemilahan plastiktermoplast

Pengukuran volume& penimbangan

Pemanasan plastik(pembuatan bubur

plastik)

Pencetakan bataplastik, diisi limbahB3 (bateray bekas)

Bateray bekas(limbah B3)

Bata plastik(Isolasi –

stabilisasi B3)

Direndamdalam Aquades

Direndamdalam aquades

HARI KE 1

HARI KE 60

Pengukuran / pemeriksaankadar pencemar : warna,

kekeruhan, keasaman,padatan terlarut, mangandioksida, zink, ammonia,acetylene black (sesuai

bahan penyusun baterai)

Gambar : Bagan alir penelitian isolasi- stabilisasi limbah B3

Page 38: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 37

Lampiran :

20 Cm20 Cm

Tinggi

100 Kg

Sampah plastik yg dipress

Kotak kayu

Beban berupa batuatau pasir

Gambar : Model alat pengepresan sampah plastik sederhana

Page 39: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 38

Lampiran :

SIFAT B3 (BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA)

Sesuai Bab II Pasal 5 PP No 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, yang dimaksuddengan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) adalah bahan yang memiliki salah satu sifatsebagai berikut :

a. mudah meledak (explosive);b. pengoksidasi (oxidizing);c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);d. sangat mudah menyala (highly flammable);e. mudah menyala (flammable);f. amat sangat beracun (extremely toxic);g. sangat beracun (highly toxic);h. beracun (moderately toxic);i. berbahaya (harmful);j. korosif (corrosive);k. bersifat iritasi (irritant);l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);m. karsinogenik (carcinogenic);n. teratogenik (teratogenic);o. mutagenik (mutagenic).

Page 40: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 39

Lampiran :

A. Pemeriksaan Keasaman

Bahan : Air contoh uji

Alat : Digital pH tester

Cara kerja :a) pasang bateray pada tempatnyab) Lakukan kalibrasi dengan cara : sklar dalam posisi ON, kemudian eletroda dicelupkan

pada larutan dengan nilai pH standar. Atur angka pH yang ada pada layar display pHdigital

c) sesuai dengan pH larutan tersebut.d) Cuci elektroda, kemudian celupkan pada air contoh uji. Baca nilai pH yang ada pada layar

display pH digital

Page 41: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 40

Lampiran :

Gambar : Skema bata isolalsi-stabilisasi B3

Selimut isolasi dari plastik termoplast, terbuat daribubur sampah plastik (plastik yang dipanaskan).

Limbah B3 berupa bateray bekas,dibenamkan dalam bata plastik

5 Cm

15 Cm

30 Cm

Page 42: Riset Sugeng Abdullah ttg  isolasi limbah B3

Sugeng Abdullah, Isolasi – Stabilisasi Limbah B3 Menggunakan Sampah Plastik. P. 41

Lampiran :

FOTO PENELITIAN

Foto : Perendaman bata plastik Isolasi –Stabilisasi B3

Foto : Air rendaman bata plastik hari ke1 (kiri) dan hari ke 60 (kanan)A : tanpa isolasi, B: isolasi tebal 3-5 mm, C: isolasi tebal 10-21mm