Revisi Referat jiwa

27
Referat DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA GANGGUAN SOMATOFORM Oleh Annisa Ramlis, S.Ked Annisa Ul Hasanah, S.Ked Elsavina Rizky, S.Ked Rizqina Putri, S.Ked Pembimbing: dr. Andriza, SpKJ KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

description

referat

Transcript of Revisi Referat jiwa

Page 1: Revisi Referat jiwa

Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

GANGGUAN SOMATOFORM

Oleh

Annisa Ramlis, S.Ked

Annisa Ul Hasanah, S.Ked

Elsavina Rizky, S.Ked

Rizqina Putri, S.Ked

Pembimbing:

dr. Andriza, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN

PEKANBARU

2015

Page 2: Revisi Referat jiwa

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala, karena

atas rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul

“Diagnosis dan Tatalaksana Gangguan Somatoform.” Penulis menyusun referat

ini untuk memahami etiologi, diagnosis, penatalaksanaan dan sebagai salah satu

syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada dokter pembimbing di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran

Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru dr. Andriza, Sp.KJ atas

saran dan bimbingannya dalam menyempurnakan penulisan referat ini.

Penulis sadar pembuatan referat ini memiliki kekurangan. Saran dan kritik

yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan

semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Juni 2015

Penulis

2

Page 3: Revisi Referat jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir sebagian besar pasien datang ke pusat pelayanan primer dengan

keluhan fisik. Namun demikian, sekitar 40% dari pasien yang datang

menunjukkan keluhan utama yang tidak dapat dibuktikan dengan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang serta tidak berespon dengan terapi yang

diberikan.1 Hal ini biasa disebut dengan gangguan somatoform. Gangguan

somatoform yaitu gangguan yang mencakup interaksi antara tubuh dan pikiran,

dimana pasien mengeluhkan adanya keluhan fisik namun tidak bisa dijelaskan

pada pemeriksaan fisik maupun penunjang.2

Ciri utama gangguan somatoform ini adalah adanya keluhan-keluhan fisik

yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun

sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan dijelaskan bahwa tidak ditemukan

kelainan yang mendasari keluhannya.3 Keluhan yang berhubungan dengan sistem

pencernaan merupakan keluhan terbanyak yang ditemui pada pasien dengan

somatoform pada pelayanan primer yaitu sekitar 18,3%, lalu diikuti dengan

keluhan sistem respiratorik (16,1%), sistem kardiovaskuler (14,3%), sistem

muskuloskeletal (12,5%), sistem serebrovaskuler (9,5%), dan sisanya bidang

dermatologi (5,5%).4

Kesalahan yang sering terjadi adalah kebanyakan dokter lebih terfokus

kepada faktor fisik dan lupa bahwa penyakit seseorang tidak hanya dari segi

medis fisik saja tetapi juga bisa dari keadaan psikologis yang dipengaruhi oleh

3

Page 4: Revisi Referat jiwa

faktor lingkungan. Hal ini menyebabkan penanganan pasien tidak menyentuh sisi

kejiwaan sehingga gangguan somatoform jarang terdiagnosis pada pelayanan

primer.5 Padahal berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia Tahun 2012,

gangguan somatoform merupakan kompetensi 4A yang berarti setiap lulusan

dokter harus mampu membuat diagnosis klinis dan melakukan

penatalaksanaannya secara mandiri dan sampai tuntas.6

Agar tidak menghabis waktu, tenaga dan biaya yang banyak untuk

pemeriksaan dan terapi yang nantinya tidak memberikan hasil yang maksimal

maka diperlukan pemahaman yang baik tentang bagaimana cara mendiagnosis

pasien dengan gangguan somatoform dan tatalaksana yang dapat dilakukan. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk menarik judul diagnosis dan tatalaksana

gangguan somatoform.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Memahami cara mendiagnosis dan tatalaksana yang harus diberikan pada

pasien dengan gangguan somatoform.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran

khususnya di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa.

3. Memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian

Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit

Jiwa Tampan Pekanbaru.

4

Page 5: Revisi Referat jiwa

1.3 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu

pada beberapa literatur.

5

Page 6: Revisi Referat jiwa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gangguan Somatoform

Somatoform berasal dari bahasa Yunani, yaitu soma yang berarti tubuh.

Gangguan somatoform merupakan gangguan yang memiliki tanda serta gejala

yang berhubungan dengan tubuh, disertai dengan permintaan pemeriksaan medis,

meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokter

bahwa tidak ada kelainan apa-apa pada tubuh pasien. Selain itu, juga terlihat

adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), yaitu saat pasien kesal karena

tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya berasal

dari fisiknya dan dibutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.7

2.2 Etiologi Gangguan Somatoform

Diagnostic and Statistical Manual of Disorders (DSM-IV-TR)

mengelompokkan Gangguan Somatoform menjadi gangguan somatisasi,

gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, gangguan nyeri,

gangguan somatoform yang tidak terinci dan gangguan somatoform yang tidak

tergolongkan.8 Berikut adalah etiologi dari setiap bagian dari gangguan

somatoform tersebut:

1. Gangguan somatisasi

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai

banyak sistem organ.8 Etiologi dari gangguan somatisasi adalah:

6

Page 7: Revisi Referat jiwa

a. Faktor Psikososial

Secara psikososial, penyebab gangguan ini merupakan bentuk komunikasi

sosial yang bertujuan untuk menghindari kewajiban, mengekspresikan

emosi, atau menyimbolkan perasaan.2

b. Faktor Biologis dan Genetik

Gangguan somatisasi dapat memiliki komponen genetik. Gejala

somatisasi menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10-20% kerabat

perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi.8

2. Gangguan Konversi

Gangguan konversi ditandai dengan adanya satu atau dua keluhan

neurologis dengan etiologi sebagai berikut:8

a. Faktor Psikoanalitik

Menurut teori ini, gangguan konversi terjadi sebagai akibat oleh depresi

konflik intrapsikis yang tidak didasari dan konversi ansietas menjadi

suatu gejala fisik. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien

menyampaikan bahwa mereka butuh perhatian dan perlakuan khusus.8

b. Teori Pembelajaran

Gejala konversi dilihat sebagai bagian dari perilaku yang dipelajari saat

masa kanak-kanak dan dikedepankan sebagai cara beradaptasi dengan

situasi yang tidak mungkin.8

c. Faktor Biologis

Pemeriksaan pencitraan otak menunjukkan adanya gangguan komunikasi

antar hemisfer pada gangguan konversi karena adanya hipometabolisme

7

Page 8: Revisi Referat jiwa

di daerah hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer

nondominan.2

3. Hipokondriasis

Hipokondriasis ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada

keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik. Hipokondriasis

disebabkan oleh faktor-faktor berikut:8

a. Pasien dengan hipokondriasis memperkuat sensasi somatiknya; mereka

memiliki ambang yang lebih rendah dan toleransi yang lebih rendah

terhadap ketidaknyamanan fisik.8

b. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai pelarian yang memungkinkan

pasien menghindari kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda

tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan

kewajiban.8

c. Hipokondriasis merupakan bentuk varian dari gangguan jiwa lain

diantaranya yang paling sering adalah gangguan ansietas dan depresif

secara bersamaan.8

d. Pemikiran psikodinamik yaitu keinginan agresif dan permusuhan terhadap

orang lain dirubah menjadi keluhan fisik.8

4. Gangguan dismorfik tubuh

Penyebab pasti gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui, namun terdapat

komorbiditas yang tinggi dengan gangguan depresif, riwayat keluarga dengan

gangguan mood dan gangguan obsesif-kompulsif yang lebih tinggi dari perkiraan.8

5. Gangguan nyeri

8

Page 9: Revisi Referat jiwa

a. Faktor Psikodinamis

Pasien yang mengalami sakit dan nyeri pada tubuh namun tanpa penyebab

fisik yang dapat diidentifikasikan mungkin mengekspresikan konflik

intrapsikis secara simbolik melalui tubuh.2

b. Faktor Perilaku

Perilaku nyeri diperkuat apabila dihargai dan dihambat apabila diabaikan

dan diberi hukuman. Sebagai contoh keluhan akan semakin parah jika

dicemaskan dan diberi perhatian.2

c. Faktor Interpersonal

Nyeri yang sulit diobati telah diketahui sebagai manipulasi untuk

memperoleh keuntungan hubungan interpersonal. Keuntungan sekunder

merupakan hal terpenting dari pasien dengan gangguan nyeri.2

d. Faktor Biologis

Beberapa pasien yang menderita gangguan nyeri dan tidak gangguan

mental lainnya karena abnormalitas struktur limbik dan sensorik atau

kimiawi yang menjadi faktor predisposisi untuk mengalami nyeri.2

2.3 Klasifikasi dan Diagnosis

F.45 Gangguan Somatoform

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi:7

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

9

Page 10: Revisi Referat jiwa

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

F.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somatoform YTT

Berdasarkan DSM-IV, ada tujuh kelompok gangguan somatoform, lima

diantaranya sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan

konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang

sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:

Aksis I : Gangguan somatoform, somatisasi

Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV : Masalah dengan keluarga

Aksis V : GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang

2.4 Pedoman Diagnostik Gangguan Somatoform

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-

kali terbukti hasilnya negatif dari kelainan yang menjadi dasar keluhan.

a. F45.0 Gangguan Somatisasi

10

Page 11: Revisi Referat jiwa

Pedoman Diagnostik

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:7

1) Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak da-

pat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

sedikitnya 2 tahun.

2) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari bebarapa dokter bahwa

tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya.

3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya dimasyarakat dan keluarga, yang

berkaitan dengan sifat keluha-keluhannya dan dampak dari perilakunya

b. F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci

Pedoman Diagnostik:7

1) Keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi, dan menetap, akan tetapi

gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak

terpenuhi.

2) Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum, akan

tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.

c. F45.2 Gangguan Hipokondrik

Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:7

1) Keyakinan yg menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yg

serius yg melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yg beru-

lang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yg memadai, ataupun

adanya preokupasi yg menetap kemungkinan deformitas atau perubahan

bentuk penampakan fisiknya ( tidak sampai waham);

11

Page 12: Revisi Referat jiwa

2) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa

dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yg me-

landasi keluhan.

d. F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform

Pedoman diagnostik

Diagnosis pasti, memerlukan semua hal berikut:7

1) Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat,

tremor, muka panas/”flushing”, yg menetap dan mengganggu;

2) Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau orgab tertentu (gejala

tidak khas);

3) Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan

adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau

organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang,

maupun penjelasan dari para dokter;

4) Tidak terbukti adanya gangguan yg cukup berarti para struktur/fungsi dari

sistem atau organ yg dimaksud.

e. F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap

Pedoman diagnostik7

1) Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak da-

pat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya

gangguan fisik.

2) Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau

problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam

mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.

12

Page 13: Revisi Referat jiwa

3) Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal

maupun medis, untuk yang bersangkutan.

f. F45.8 Gangguan Somatoform lainnya

Pedoman diagnostik7

1) Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,

dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini

sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan So-

matoform Tak Terinci (F45.1) yang menunjukkan keluhan yang banyak

dan berganti-ganti

2) Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.

3) Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:

a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yg

menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.

b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (ke-

cuali sindrom Tourette);

c) Pruritus psikogenik;

d) Dismenore psikogenik;

e) “teeth grinding”

g. F45.8 Gangguan Somatoform YTT7

13

Page 14: Revisi Referat jiwa

2.5 Tatalaksana Gangguan Somatoform

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial yang digunakan untuk

terapi gangguan somatoform ini adalah : 2

1. Pengobatan yang konsisten ditangani oleh dokter yang sama

2. Buat jadwal reguler dengan interval waktu kedatangan yang memadai

3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke

masalah.

Penatalaksanaan gangguan somatoform dibagi menjadi :

1. Psikoterapi

Psikoterapi baik yang individual maupun kelompok dapat membantu

pasien mengatasi gejala-gejala, mengekspresikan emosi yang mendasari dan

mengembangkan strategi alternatif untuk mengungkapkan perasaannya. Pada

pasien dengan hipokondriasis sangat bermanfaat karena dapat memberikan

dukungan sosial dan interaksi sosial sehingga dapat menurunkan kecemasan. Cara

yang dilakukan dapat berupa : 2

a. Berfokus menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (ke-

untungan sekunder), memperbaiki kemampuan mengatasi stres dan

memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai ke-

sehatan atau penampilan seseorang.

b. Mengurangi pemikiran dan sifat pesimis pasien.

c. Terapi kognitif behavioral yaitu membantu pasien untuk mengatasi

stres atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif ( teknik behav-

ioral ), dan menyemangati pasien untuk mengevaluasi keyakinan

mereka dengan bukti yang jelas ( terapi kognitif ).

14

Page 15: Revisi Referat jiwa

d. Pemeriksaan fisik yang terjadwal dan teratur dapat membantu mene-

nangkan pasien, bahwa dokternya tidak meninggalkannya dan

keluhannya ditangani secara serius. Namun, prosedur invasif dilakukan

hanya apabila ditemukan bukti objektif untuk dilakukan tindakan terse-

but.

2. Farmakoterapi

Farmakoterapi diberikan apabila gejala mengarah pada gangguan cemas

atau depresi sehingga prinsip pengobatan menggunakan obat-obatan yang

ditujukan untuk mengurangi rasa cemas dan depresi. Pengawasan ketat terhadap

pemberian obat harus dilakukan karena pasien dengan gangguan somatisasi

cenderung menggunakan obat yang berganti-ganti dan tidak rasional. 8,10,11

Pada hipokondriasis dapat diberikan anti cemas khususnya golongan

benzodiazepin seperti Clobazam yang dapat mengatasi sindroma cemas yang

meliputi : 8,9,10

a. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistis terhadap dua

atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan seseo-

rang tidak mampu istirahat dengan tenang.

b. Paling sedikit enam dari gejala yang yang termasuk ketegangan motorik,

hiperaktivitas otonomik, kewaspadaan berlebihan dan pengungkapan yang

berkurang.

c. Hendaya dalam kehidupan sehari-hari seperti penurunan kemampuan bek-

erja, hubungan sosial, dan melakukan kegiatan yang rutin.

15

Page 16: Revisi Referat jiwa

Obat ini bekerja dengan bereaksi dengan reseptor benzodiazepin sehingga

dapat meningkatkan GABA-ergik yang keudian dapat mengurangi hiperaktivitas

dari sistem limbik sistem saraf pusat. 8,9,10

Selain itu anti depresan seperti fluoxetin untuk mengatasi depresi relatif

salah satu atau beberapa neurotransmitter aninergik pada celah sinaps neuron di

sistem saraf pusat khususnya di sistem limbik. Defisiensi ini dapat diakibatkan

oleh penekanan aktivitas neurotransmiter oleh obat anticemas. Dengan demikian

pemberian keduanya diharapkan dapat menyeimbangkan aktivitas sistem limbik

pasien. 8,9,10

Pada pasien dengan gangguan nyeri antidepresan trisiklik dan penghambat

ambilan serotonin spesifik ( SSRI ) adalah obat yang paling efektif. Keberhasilan

SSRI mendukung hipotesis bahwa serotonin mempunyai peranan penting dalam

patofisiologi terjadinya gangguan ini. Amfetamin yang mempunyai efek analgesik

dapat bermanfaat pada beberapa pasien, khususnya bila digunakan sebagai

tambahan bersama SSRI, namun dosisnya harus dipantau.2

16

Page 17: Revisi Referat jiwa

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Gangguan somatoform adalah gangguan yang mencakup interaksi antara

tubuh dan pikiran, dimana pasien mengeluhkan adanya keluhan fisik

namun tidak bisa dijelaskan pada pemeriksaan fisik maupun penunjang.

2. Gangguan somatoform menurut PPDGJ dibagi menjadi gangguan

somatisasi, gangguan smatoform tak terinci, gangguan hipokondrik,

disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap,

gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somatoform YTT.

3. Ciri utama gangguan somatoform adalah adanya keluhan-keluhan fisik

yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis,

meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan dijelaskan

bahwa tidak ditemukan kelainan yang mendasari keluhannya

4. Penatalaksanaan gangguan somatoform dibagi menjadi psikoterapi dan

farmakoterapi.

3.2 Saran

1. Perlunya pemahaman untuk membedakan gangguan somatoform dengan

gangguan fisik lainnya.

2. Perlunya pengetahuan untuk membedakan masing-maing penggolongan

gangguan somatoform.

17

Page 18: Revisi Referat jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. McCarron RM, Xiong GL, Bourgeois JA. Lippincott’s Primary Care

Psychiatry. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2009; 135-

2. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Indonesia: 2010; 265-280.

3. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa:Rujukan Ringkas dari

PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmaja: 2001.

4. Hidayat D, Ingkiriwang E, Andri, Asnawi E, Widya RS, Susanto DH.

Penggunaan Metode Dua Menit (M2M) dalam Menentukan Prevalensi

Gangguan Jiwa di Pelayanan Primer. Majalah Kedokteran Indonesia: 2010.

5. Andri. Konsep Biopsikososial pada keluhan Psikosomatik. J Indonesia

Medical Association: 2011.

6. Konsil kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia: 2012.

7. Depkes. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

III. Jakarta: 1993.

8. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC:2010.

9. Xiong G.L, Bougeois J.A, Chang C.H, Liu D., Hilty D.M Hypochondriasis:

Common Presentasions and Treatment Strategies in Primary Care and Spe-

ciality Settings. Therapy. 2007; 4(3); 323-38

10. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ke-3.

2007. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta

18