Preskas Dan Referat Jiwa

24
Presentasi Kasus dan Referat INSOMNIA Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Family Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD Dr. Zainoel Abidin - Banda Aceh Oleh : Marhami Fahriani (0607101010076) BAGIAN/SMF ILMU FAMILY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA - RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2013

Transcript of Preskas Dan Referat Jiwa

Page 1: Preskas Dan Referat Jiwa

Presentasi Kasus dan Referat

INSOMNIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Pada Bagian/SMF Ilmu Family Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

RSUD Dr. Zainoel Abidin - Banda Aceh

Oleh :

Marhami Fahriani (0607101010076)

BAGIAN/SMF ILMU FAMILY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA - RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2013

Page 2: Preskas Dan Referat Jiwa

PRESENTASI KASUS

INSOMNIA

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Warga Negara : Indonesia

Suku : Aceh

Status : Belum Menikah

Pendidikan : S1

Pekerjaan : PNS

Alamat : Desa Sukadamai, Kec. Batoh

Tanggal MRS : 9 Februari 2013

II. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan Utama : Sulit tidur

B. Riwayat gangguan sekarang:

Pasien datang dengan keluhan sulit tidur sejak 2 minggu yang lalu dan memberat dalam 3 hari terakhir. Pasien mengaku sulit untuk terjatuh tidur sehingga pasien lebih sering tertidur ketika sudah lewat tengah malam ( pukul 01.00 pagi), tetapi ketika sudah tertidur pasien tidak pernah terbangun lagi. Pasien juga mengatakan bahwa sulit berkonsentrasi, mudah lelah, dan tidak bersemangat dalam beraktivitas. Selain itu, pasien juga merasa tidak nyaman dan berat pada kepala, tetapi tidak nyeri dan lidah pasien juga terasa pahit. Pasien merokok 1 bungkus per hari dan meminum kopi 3 gelas perhari. Pasien mempunyai banyak tugas pada pekerjaannya sehingga pasien sering belum selesai mengerjakan pekerjaannya di kantor dan membawanya pulang kerumah. Hal ini membuat pasien sering bergadang untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karena sudah terbiasa bergadang, maka ketika tidak bergadang pasien akan sulit untuk terjatuh tidur.

Page 3: Preskas Dan Referat Jiwa

C. Hendaya/disfungsi

Hendaya sosial (-)

Hendaya pekerjaan (+)

Hendaya waktu senggang (-)

D. Riwayat gangguan sebelumnya

Riwayat trauma, kejang tidak ada. Riwayat penggunaan narkotik dan alkohol tidak ada. Riwayat merokok 1 bungkus perhari. Riwayat minum kopi 3 gelas perhari.

E. Riwayat kehidupan pribadi

1. Riwayat prenatal dan Natal

Pasien lahir normal, cukup bulan, di rumah, dan di bantu oleh bidan. Ibu pasien tidak pernah sakit berat selama kehamilan. Pasien anak bungsu dari 4 bersaudara.

2. Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)

Pasien mendapatkan ASI dari Ibunya hingga 2 tahun, pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur, tidak ada riwayat trauma dan infeksi pada masa ini. Pasien mendapatkan kasih sayang dari orang tua dan kakak-kakaknya.

3. Riwayat masa kanak pertengahan (4-11 tahun)

Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Pertumbuhan dan perkembangan baik. Pasien masuk sekolah negeri dikampungnya pada umur 6 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan sama dengan anak seusianya.

4. Riwayat masa kanak dan remaja (12-18 tahun)

Pasien melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA. Prestasi cukup memuaskan. Pasien juga dikenal sebagai pribadi yang mudah bergaul dan mempunyai banyak teman. Tidak mempunyai masalah dalam keluarga.

5. Riwayat dewasa (18 - sekarang)

Pasien melanjutkan pendidikan S1 di universitas negeri dan selesai tepat waktu, kemudian bekerja sebagai PNS pada institusi tertentu.

Page 4: Preskas Dan Referat Jiwa

F. Riwayat kehidupan Keluarga

Pasien anak bungsu dari 4 bersaudara. Hubungan dengan keluaga baik. Hubungan dengan saudara baik. Tidak ada riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga

III. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum :

1. Penampilan :Tampak seorang laki-laki memakai kemeja abu-abu dan celana panjang hitam. Perawakan tinggi dan sedang. Perawatan diri baik.

2. Kesadaran : Baik

3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang

4. Pembicaraan: Lancar, spontan, intonasi biasa.

5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. Keadaan Afektif :

1. Mood : Cemas

2. Afek : Datar

3. Keserasian : Serasi

4. Empati : Dapat dirabarasakan.

C. Fungsi Intelektual

1. Taraf pendidikan, pengetahuan, dan kecerdasan : Sesuai.

2. Daya konsentrasi : Baik

3. Orientasi :

− Waktu : Baik

− Tempat: Baik

− Orang : Baik

4. Daya ingat :

− Jangka Panjang : Baik

Page 5: Preskas Dan Referat Jiwa

− Jangka Sedang : Baik

− Jangka Pendek : Baik

− Jangka Segera : Baik

5. Pikiran Abstrak : Baik

D. Gangguan Persepsi

1. Halusinasi : Tidak ada

2. Ilusi : Tidak ada

3. Depersonalisasi : Tidak ada

4. Derelisasi : Tidak ada

E. Proses Berfikir

1. Arus berfikir

Produktivitas : Cukup

Kontinuitas : Relevan dan Koheren

2. Isi pikiran

Preokupasi : Khawatir berlebihan pada kesehatannya

Gangguan isi pikir : Tidak didapatkan

F. Pengendalian Impuls : Baik

G. Daya Nilai

1. Norma sosial : Baik

2. Uji daya nilai : Baik

3. Penilaian realitas : Baik

H. Tilikan

Derajat VI: Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan.

Page 6: Preskas Dan Referat Jiwa

I. Taraf dapat dipercaya: Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisis :

1. Status internus

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 36.7oC

Pernafasan : 24x/menit

2. Pemeriksaan status neurologis

GCS : E4 M6 V5, Compos mentis

Rangsang meninges : Kaku kuduk -/-, kernig sign -/-

Pupil bulat isokor Ø 2,5/2,5 mm

Refleks cahaya +/+

Tidak ditemukan reflex patologis

VI. EVALUASI MULTI AKSIAL

A. Aksis I : Gangguan Jiwa Non Psikotik Non-organik.

B. Aksis II :ciri kepribadian tidak khas.

C. Aksis III : Tidak ditemukan kelainan organobiologik.

D. Aksis IV : Stressor psikososial tidak jelas.

E. Aksis V : GAF scale 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik)

VIII. PROGNOSIS

Dubia et bonam

Page 7: Preskas Dan Referat Jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.1 Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.2 Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka.1

Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.3

Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.3

Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang. Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.

Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.3,4

Page 8: Preskas Dan Referat Jiwa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Fisiologi Tidur

Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi.Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)

2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam.Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain:

• Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.

• Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin (spindle shaped) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.

• Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.

• Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)

Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM.1,4

Page 9: Preskas Dan Referat Jiwa

Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan akan mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi.5

2.2 Definisi Insomnia

Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.

Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.3 Klasifikasi Insomnia

Insomnia Primer

Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

Insomnia Sekunder

Page 10: Preskas Dan Referat Jiwa

Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

• Organik

• Non organik

- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)

- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)

Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial. Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain

2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum

3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu

4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1 bulan.

Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi:

a. Acute insomnia

b. Psychophysiologic insomnia

c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)

d. Idiopathic insomnia

Page 11: Preskas Dan Referat Jiwa

e. Insomnia due to mental disorder

f. Inadequate sleep hygiene

g. Behavioral insomnia of childhood

h. Insomnia due to drug or substance

i. Insomnia due to medical condition

j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic)

k. Physiologic insomnia, unspecified (organic) 10

2.4. Etiologi Insomnia

• Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.

• Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.

• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.

• Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.

• Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

• Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.

• 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau

Page 12: Preskas Dan Referat Jiwa

ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,10

2.5 Faktor Resiko Insomnia

Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:

• Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.

• Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia.

• Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.

• Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.

• Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.1,4

2.6 Tanda dan Gejala Insomnia

• Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

• Sering terbangun pada malam hari

• Bangun tidur terlalu awal

• Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

• Iritabilitas, depresi atau kecemasan

• Konsentrasi dan perhatian berkurang

• Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

• Ketegangan dan sakit kepala

• Gejala gastrointestinal 1,3,7

Page 13: Preskas Dan Referat Jiwa

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

• Pola tidur penderita.

• Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.

• Tingkatan stres psikis.

• Riwayat medis.

• Aktivitas fisik

• Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.

Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu. Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.6

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ7

• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan

c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari

d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

Page 14: Preskas Dan Referat Jiwa

2.8 Tatalaksana

1. Non Farmakoterapi

a. Terapi Tingkah Laku

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.

- Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.3,6

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.

Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:8

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton televisi, makan atau bekerja.

2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat tidur.

3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-bangun (kontrol waktu).

4. Tidur siang harus dihindari.

Page 15: Preskas Dan Referat Jiwa

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

• Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

• Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

• Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

• Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

• Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah

• Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

• Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

• Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

• Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

• Menghindari makan besar sebelum tidur

• Cek kesehatan secara rutin

• Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik1,2,3,6

2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)

b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)

Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya)

Page 16: Preskas Dan Referat Jiwa

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

2.9 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

Komplikasi insomnia meliputi

• Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

• Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

• Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

• Kelebihan berat badan atau kegemukan

• Daya tahan tubuh yang rendah

• Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

Page 17: Preskas Dan Referat Jiwa

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

3.2. Saran

Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di Indonesia.

Page 18: Preskas Dan Referat Jiwa

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher

2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32.

3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis. (http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com. Diakses tanggal 9 Februari 2013)

4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6. Jakarta: EGC5. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6. Insomnia.(http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=altern

ative-medicine. Diakses tanggal 9 Februari 2013)

7. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

8. Hazzard. 2009. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed. New York: McGraw-Hill.

9. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

10. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Press