Referat Jiwa Edit

download Referat Jiwa Edit

of 30

Transcript of Referat Jiwa Edit

LAPORAN KASUS PSIKIATRI GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI (F41.9) I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Tempat/Tgl Lahir Status Perkawinan Agama Kewarganegaraan Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. J : 45 tahun : Perempuan : Enrekang, 23 Juli 1966 : Kawin : Islam : Indonesia : Bugis : SD : IRT : BTN KNPI Berua no.4

B.

Riwayat Gangguan Sekarang Keluhan dan gejala : Dialami sejak 1 tahun yang lalu, dimana pasien

sulit memulai tidur dan bila tertidur sering terbangun pada malam hari. Saat bangun pagi ia merasa lemas. Pasien juga mengeluh sering merasa pusing, leher terasa tegang, punggung dan lengan sering kesemutan serta mudah lelah. Selain itu pasien menjadi mudah emosi walaupun untuk hak-hal kecil yang tidak disukai, jantung berdebar-debar dan keringat dingin saat sholat atau saat mendengar sirene ambulans, pasien membayangkan bagaimana dirinya bila meninggal. Kadang-kadang ia merasa ketakutan ketika bila ditinggal sendiri yang penyebabnya tidak diketahui. Setiap gejala ini muncul, ia selalu berteriak memanggil orangorang di rumahnya tau memanggil suaminya dan setelah suaminya datang, pasien merasa tenang kembali. . Awalnya pada tahun 2008, anak pertamanya meninggal saat melahirkan. Setahun kemudian ibunya juga II. RIWAYAT PSIKIATRI A. Keluhan Utama Susah Tidur1

Berobat di Poli Jiwa RSU. Daya pada tanggal 3 Oktober 2011

meninggal karena sakit. Pada tahun yang sama usaha took sembako yang dirintis oleh ia dan suaminya mengalami kebangkrutan. Sejak saat itu pasien merasa tidak

bersemangat, dimana ia merasa mudah lelah, nafsu makan berkurang, serta merasa malas untuk melakukan kegiatan diluar rumah. Akhirnya, untuk mengurangi keluhan tersebut pasien menyibukkan diri dengan membantu suaminya membuka usaha baru. Pada tahun 2010 usaha bengkel mulai ia rintis bersama suaminya. Keluhan yang dulunya dirasakan mulai berkurang, tetapi pasien merasa terganggu dengan keluhan yang dialaminya sekarang. Hendaya/disfungsi :-

-

Trauma (-) Infeksi (-) Kejang (-) Penyalahgunaan NAPZA (-)

-

D. Riwayat Kehidupan Pribadi Riwayat prenatal dan perinatal :

Pasien lahir di Enrekang, 23 Juli 1966. Lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh

dukun. Sewaktu hamil, ibu pasien dalam keadaan sehat. Riwayat ibu menggunakan obat-obatan, rokok dan meminum alcohol tidak ada. Pasien mendapatkan ASI sampai berumur 1 tahun Riwayat masa kanak awal (3-4 tahun) :

Hendaya sosial (+) Hendaya pekerjaan (+) Hendaya penggunaan waktu senggang (-)

-

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

Pertumbuhan dan perkembangan baik sama

seperti anak sebayanya. Tidak ada riwayat kejang dan trauma. Riwayat masa kanak pertengahan (4-11 tahun) :

2

Pada usia 6 tahun pasien bersekolah di

Riwayat pekerjaan :

SD Negeri yang berada di kab.Enrekang, prestasi cukup baik. Riwayat masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun) : Setelah tamat SD, pasien tidak melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Pasien terkenal ramah dan memiliki pergaulan yang baik. Pasien membantu orangtua menjaga adik-adiknya. Riwayat masa dewasa ; Riwayat pernikahan : -

Pasien pernah memiliki usaha took sembako tetapi bangkrut pada tahun 2009. Saat ini ia bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga dan kadangkadang membantu usaha suaminya di bengkel yang mulai dirintis pada tahun 2010. E. Riwayat Kehidupan Keluarga-

Pasien

merupakan

anak

pertama

dari

tiga

bersaudara (,,) Hubungan dengan keluarganya baik

Pasien sudah, memiliki satu suami dan empat orang anak (,,,). Anak pertama telah menikah dan memiliki 2 anak dan pada tahun 2008 meninggal dunia saat melahirkan anak ke2 nya. Anak kedua telah menikah dan memilki 2 anak dan tinggal di Kendari bersama kelurganya. G. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya3

F. Situasi Sekarang Saat ini pasien tinggal bersama suami, dua orang anaknya serta 1 orang cucu di rumah milik sendiri.

Pasien ingin kembali seperti dahulu. Tidak mudah takut, cemas dan tidak mudah berdebar-debar. Pasien menyadari dirinya sakit dan butuh pengobatan. AUTOANAMNESIS (3 Oktober 2011) DM P DM P DM P DM P DM P DM : Assalamualaikum, Bu. Perkenalkan, nama saya Dian, dokter muda yang bertugas disini. : Waalaikumsalam, iye dok. : Bisa saya bertanya sebentar Bu? : Iye dok. : Boleh tahu namanya siapa Bu? : Jumana dok : Maaf sebelumnya, umur Ibu sekarang berapa? : ehmm..saya lahir tahun 1966, Dok. Tanggal 23 Juli. Berarti 45 tahun, dok. : Ibu, datang ke sini sendirian? : Tidak dok, sama suami saya. Ada menunggu diluar dok. : Alamatnya dimana Bu?

P DM P DM P DM P DM P DM P

: di BTN KNPI Berua no.4 : Kalau boleh tahu, Ibu pekerjaannya apa? : Tidak ada dok. Di rumah saja. : Ibu Rumah Tangga, Bu? : Iye dok. Tapi kadang-kadang saya bantu suami urus bengkelnya : Oh, bapak punya bengkel. Kalau boleh tahu apa keluhannya Ibu datang kesini? : Susahka tidur, Dok. : Sejak kapan Ibu susah tidur? : Lama mi, Dok. Ada mi mungkin 1 tahunan, Dok. : Sudah lama ya, Bu. Bisa Ibu jelaskan bagaimana yang kita maksud susah tidur? : Lama baru bisa tidur, dok. Bolak balik dulu, biasa juga saya nonton dulu. Baru kalau tidurka dok, seringka lagi bangun tengah malam. Kalau bangun pagika biasa sakit semua saya rasa badanku, Dok. Rasa Lemaska. Cepatka juga capek kalau ada saya kerja, Dok. Na bilang Suamiku gara-gara tidak4

bagus tidurku kalau malam padahal kalau siang tidur ja, Dok. DM P : Keluhan apa lagi yang Ibu rasakan? : Selalu juga saya rasa pusing. Tegang juga leherku, Dok. Beru cepat sekali naik emosiku. Na bilang anakku ini mama biar hal sepele namaraiki juga. Mungkin karena naik tensiku, Dok. DM P : Hal sepele seperti apa yang membuat Ibu lebih mudah emosi? : Biasa kalau pulang anakku dari kampus baru natumpuk saja pakaian kotornya, atau biasa kalau menonton ji saja na kerja anakku dari pada pergi mandi. Langsungka emosi, Dok. DM P : Oh, jadi begitu ya, Bu. Apalagi yang sering ibu rasakan? : Saya juga sering rasa jantungku berdebar-debar dok. Apalagi kalau sedang sholat. Tiba-tiba saja berdebar-debar jantungku sampai saya tidak bisa mi khusyuk dok.

DM P

: Kira-kira kenapa begitu Bu? : Tidak tau juga, dok. Biasa juga langsung berdebardebar saya rasa jantungku waktu saya dengar bunyi mobil mayat dok.

DM P

: Bunyi sirene ambulans kita maksud Bu? : Iye dok. Tiba-tiba langsung berdebar-debar jantungku. Langsung keringat dingin tangan sama kakiku, Dok. Kayak mau mati saya rasa.

DM P

: Apa kita pikir waktu itu Bu? : Yabagaimana dok di..kayaknya langsungka takut bagaimana kalau saya yang meninggal di bawa pakai mobil ambulans. Langsung tidak enak saya rasa dok. Takutka juga ditinggal sendiri dok. Kalau tidak ada orang didekatku sukaka juga gelisah dok. Mulai berdebar-debar jantungku sampai keringat dinginka, Dok.

DM P

: Apa yang kita takutkan, Bu? : Tidak taumi juga dok. Kalau saya mulai gelisah biasanya teriakka panggil-panggil orang-orang5

dirumahku atau saya panggil suamiku. Kalau datangmi suamiku tenang mi saya rasa, Dok. Saya nda takut ji sama setan atau hantu dok. Tapi tidak tau kenapa kayaknya kalau saya sendirian tidak tenangka dok. DM P : Bisa ibu ceritakan bagaimana awalnya kita rasa seperti itu? : Begini dok..saya terbuka mi ini sama kita supaya bisaka sembuh. Pernah meninggal anakku dok waktu tahun 2008. Anak pertamaku waktu dia melahirkan anak keduanya. Sudahnya itu saya rasa kurang bersemangat mi dok. Tidak lama sekitar tahun 2009 Ibuku lagi yang meninggal karena sakit dok. Tapi saya berusaha ji tidak terlalu pikirkan dok. Saya berusaha sibukkan diri, buka usaha kecilkecilan di rumah. Tapi nda terlalu lancar dok jadi berhenti. Disitu saya bertambah kurang semangat dok. Tapi akhirnya saya mulai bangkit Dok. Saya sarankan suamiku buka bengkel.

DM P

: Tadi Ibu bilang mulai kurang bersemangat. Yang seperti Apa Ibu maksud kurang bersemangat? : Tidak semangatka kerja dok. Jarang makan karena nafsu makan kurang. Cepat capek saya rasa, Dok. Kalau ada saya mau kerja selaluka tunda-tunda, baru yang saya kerja tidur-tiduran ji. Baru saya itu Dok malas sekali keluar rumah. Istilahnya selaluka jaga kandang. Lama itu mulai ka juga sering berdebar-debar, tidurku, Dok. gelisah, sampai mulai susah

DM P

: Bagaimana aktivitasnya sehari-hari Bu? : Seperti biasa ji, Dok. Beres-beres rumah, memasak. Saya juga urus cucu, Dok. Anak keduanya anak saya yang meninggal. suamiku dibengkelnya. Kadang saya bantu juga

DM P

: Mungkin ibu punya beban berat yang ibu pikul sendiri? : Tidak ji juga dok. Mungkin karena suami saya itu dok tidak bisa memulai sesuatu. Waktu kemarin6

saja nanti saya dorong untuk buka bengkel baru suami saya mau bergerak, Dok. DM P DM P DM P DM P DM P DM P : Maaf Bu, bagaimana usahanya suamita sekarang? : Lumayan ji, Dok. Setidaknya masih ada diuntung. : Bagaimana hubungannya ibu dengan suami ? : Alhamdulillah baik, Dok. : Kalau dengan anak-anak? : Baik ji juga, Dok. : Kalau dengan tetangga, Bu? : Baik-baik ji juga, Dok. : Ibu ada keluhan yang lain? : ehmm..itu semuami tadi, Dok. : Bu, saya tanya lagi ya. Kalau ibu ketemu dompet di pinggir jalan, apa yang Ibu lakukan? : saya tanya dulu orang dekat situ siapa tau ada yang kehilangan dompet. Kalau tidak ada saya bawa ke Mesjid, suruh umumkan. DM P : Ibu tahu apa artinya air susu dibalas air tuba? : Kebaikan dibalas kejahatan

DM P DM

: Kalau panjang tangan apa artinya, Bu? : Pencuri, Dok : Ibu, misalnya ibu punya 2 motor. Semua ban motornya ibu kempis. Jadi berapa ibu bayar untuk harga pompa bannya

P

: Kan 1 motor 2 bannya, artinya kalau 2 motor 4 bannya. Jadi saya bayar 4 ribu, Dok. karena biaya pompa seribu 1 ban, Dok.

DM P

: Oh iya, Bu. Kalau begitu terimakasih atas kerjasamanya Bu, semoga lekas sembuh : Iya, sama-sama dok, terima kasih.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (8 Agustus 2011) A.1.

Deskripsi Umum Penampilan : tampak seorang perempuan, perawakan sedang, wajah sesuai umur, kulit putih agak pucat, mengenakan blus berwarna merah marun,7

celana kain warna hitam, memakai jilbab berwarna merah marun-krem, memakai perhiasan berupa cincin, gelang dan jam tangan. Pasien memakai sandal berhak 3 cm, tas sampingan kulit warna hitam, penampilan rapi, perawatan diri baik. 2.3.

3. tempat,orang) 4. 5. 6. 7. D. 1. 2. 3. 4. E. 1.

Orientasi : baik Daya Ingat: baik Pikiran Abstrak Bakat Kreatif Gangguan Persepsi Halusinasi Ilusi

(waktu,

: baik : ada

Kesadaran : baik Perilaku dan Aktivitas Psikomotor : saat Pembicaraann : spontan, lancer, intonasi sedang Sikap Terhadap Pemeriksa : kooperatif Keadaan Afektif Mood Afek Empati : cemas : cemas : dapat dirabarasakan

Kemampuan menolong diri sendiri : baik : tidak ada

wawancara pasien tenang 4. 5. B. 1.2. 3. 4.

: tidak ada : tidak ada

Depersonalisasi : tidak ada Derealisasi Proses Berpikir Arus Pikiran : a. Produktivitas b. Kontinuitas c. Hendaya berbahasa : cukup : relevan, koheren : tidak ada :

Keserasian: serasi Fungsi Intelektual (Kognitif) Taraf Pendidikan, pengetahuan umum, dan Daya Konsentrasi : baik 2.

C. 1. 2.

Isi Pikiran

kecerdasan : sesuai taraf pendidikan

a. Preokupasi : tidak ada b. Gangguan isi pikiran : tidak ada8

F.

Pengendalian Impuls: Baik Daya Nilai 1. 2. 3. Norma Sosial Uji Daya Nilai Tilikan (Insight) : baik : baik V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA Seorang wanita, umur 45 tahun dating ke Poli Jiwa dengan keluhan Dialami sejak 1 tahun yang lalu, pasien sulit memulai tidur dan bila tertidur sering terbangun pada malam hari. Saat bangun pagi pasien merasa lemas. Ia juga mengeluh sering merasa pusing, leher terasa tegang, punggung dan lengan sering kesemutan serta mudah lelah Selain itu pasien menjadi mudah emosi walaupun untuk hak-hal kecil yang tidak disukai, jantung berdebar-debar dan keringat dingin saat sholat atau saat mendengar sirene ambulans, pasien membayangkan bagaimana dirinya bila meninggal. Ia merasa ketakutan ketika bila ditinggal sendiri yang penyebabnya tidak diketahu. Setiap merasa gelisah, ia selalu berteriak memanggil orang-orang di rumahnya atau suaminya dan setelah suaminya datang, pasien merasa tenang kembali. Pada awal tahun 2008, anak pertamanya meninggal saat melahirkan. Setahun kemudian ibunya juga meninggal karena sakit. Pada tahun yang sama9

G.

Penilaian Realitas : baik

H.

Tilikan derajat 6 (sadar bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan) I. Taraf Dapat Dipercaya Dapat dipercaya IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT Pemeriksaan Fisis 1. Status Internus SP : SS/GC/CM, BB : 53 kg T : 130/80, mmHg, N : 91 x/menit, P : 22 x/menit, S : 36,50C2. Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan neurologis tidak

ditemukan adanya kelainan

usaha took sembako mengalami kebangkrutan. Sejak saat itu pasien merasa tidak bersemangat. Pasien merasa mudah lelah, nafsu makan berkurang, serta merasa malas untuk melakukan kegiatan diluar rumah. Dari pemeriksaan status mental, tampak seorang perempuan, perawakan sedang, wajah sesuai umur, kulit putih agak pucat, penampilan kesan rapi, perawatan diri baik. Kesadaran baik. Aktivitas psikomotor tenang. Verbalisasi spontan, lancar, intonasi sedang. Sikap terhadap pemeriksa kooperatif. Mood cemas, afek cemas, empati dapat dirabarasakan, keserasian : serasi. Fungsi intelektual baik. Gangguan persepsi tidak ada. Arus pikiran relevan dan koheren. Gangguan isi pikir tidak ada. Pengendalian impuls baik. Tilikan (insight) derajat 6 dan dapat dipercaya. VI. EVALUASI MULTIAKSIAL A. Aksis I

Dari autoanamnesis serta pemeriksaan status mental ditemukan gejala klinis yang bermakna berupa keluhan susah tidur, sering merasa cemas, jantung berdebar-debar dan sering merasa takut bila ditinggal sendirian. Hal ini menimbulkan distress bagi pasien dan lingkungannya, serta menimbulkan hendaya di bidang sosial dan pekerjaan, sehingga dapat dikategorikan mengalami gangguan jiwa. Dari pemeriksaan fisis neurologis, tidak ditemukan adanya kelainan yang bermakna, sehingga gangguan mental organik dapat disingkirkan. Dari pemeriksaan status mental, tidak ditemukan adanya hendaya berat dalam menilai realita, sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa non psikotik. Dari autoanamnesa dan pemeriksaan status mental, didapatkan gejala-gejala anxietas seperti susah tidur, leher tegang, pusing, jantung berdebar-debar, keringat dingin, mood cemas, afek cemas. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, namun tidak dirasakan sepanjang hari (terus-menerus). Selain itu didapatkan adanya gejala10

depresi berupa perasaan tidak bersemangat, nafsu makan menurun, cepat lelah. Dengan adanya gejala anxietas dan depresi tersebut dimana gejala-gejala tersebut tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan PPDGJ-III, B. C. D. diagnosis tersendiri, kasus ini dapat maka berdasarkan sebagai digolongkan VII. DAFTAR MASALAHA.

Organobiologik

:

diduga seperti

adanya pada

ketidakseimbangan

neurotransmitter

GABA dan serotonin pada pasien ini sehingga dibutuhkan adanya farmakoterapi.B.

Gangguan campuran anxietas dan depresi (F42.1) Aksis II Aksis III Aksis IV dalam waktu yang berdekatan dan Ciri kepribadian tidak khas Tidak ada diagnosis Faktor stressor : Pasien kehilangan 2 orang yang disayanginya E.

Psikologik : ditemukan adanya gangguan

campuran cemas dan depresi sehingga pasien ini memerlukan psikoterapiC.

Sosiologik : ditemukan adanya hendaya sosial pekerjaan, sehingga pasien memerlukan

dan

sosioterapi. VIII. PROGNOSIS a) Faktor penghambat : Usia pasien yang tergolong tua Onset perjalanan gangguan jiwa yang berlangsung kronil Tingkat pendidikan yang rendah11

kebangkrutan usahanya. Aksis V GAF scale 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabiliats ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).

b)

Faktor pendukung : Ada keinginan dari dalam diri pasien untuk

Apabila ditemukan anxietas berat disertai yang lebih ringan, maka harus

depresi

sembuh Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan

dipertimbangkan kategori anxietas lainnya atau gangguan anxietas fobik. Apabila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika karena suatu hal hanya dapat dikemukakan satu diagnosis, maka mendiagnosis gangguan depresi harus diutamakan. Apabila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan Penyesuaian. Pada pasien ini diberikan terapi berupa Alprazolam 0,5 mg 3x . Dosis anjuran Alprazolam ialah 3x0,25-0,5 mg per hari, maka dosis harian yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran. Adapun dengan pemberian Alprazolam, disertai dengan psikoterapi dan12

yang sama Stressor psikososial jelas

Faktor dukungan dari keluarga baik, Prognosis : Dubia IX. PEMBAHASAN / TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan PPDGJ-III, untuk Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2) : Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus-menerus, disamping rasa cemas atau kekhawatiran yang berlebihan.

sosioterapi,

diharapkan

dapat

memperbaiki

Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien

keseimbangan neurotransmitter GABA (Gamma Amino Butyric Acid) dan meredakan gejala anxietas pasien sehingga pasien dapat beraktivitas kembali sesuai dengan fungsi dan peranannya dalam masyarakat. Sedangkan untuk anti-depresan yang digunakan adalah golongan Selective Seroronin Reuptake Inhibitor (SSRI) karena efek sedasi, otonomik dan hipotensi sangat minimal. Untuk golongan SSRI diberikan dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan pagi. Dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 20 mg 1-0-0. X. RENCANA TERAPI A. Farmakoterapi Alprazolam 0,5 mg 3x

untuk menceritakan keluhan dan isi hati serta perasaannya sehingga pasien merasa lega Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya, cara mengatasinya, sehingga membantu pasien dalam menghadapi penyakitnya C. Sosioterapi Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang sekitarnya sehingga dapat menerima dan menciptakan lingkungan yang baik untuk membantu proses penyembuhan pasien.

XI. FOLLOW UP Memantau keadaan umum pasien dan penyakitnya serta efektivitas obat serta kemungkinan timbulnya efek samping dari obat yang diberikan.

Fluoxetin 20 mg 1-0-0 B. Psikoterapi

13

Berdasarkan penggunaan klinik, psikoterapi dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (1) antipsikotik; (2) antianxietas; (3) antidepresi; dan (4) psikotogenik. Antipsikotik atau dikenal juga EFEK SAMPING ANTI PSIKOTIK TIPIKAL I. PENDAHULUAN Dewasa ini konsep kedokteran mengenai pengobatan gangguan psikotik masih berputar pada penggunaan antipsikotik. Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).(obat) Menurut WHO (1966) obat psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik.1 dengan istilah neuroleptik (major tranquilizer) bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Antipsikotik bekerja dengan menduduki reseptor dopamin , serotonin dan beberapa reseptor neurotransmiter lainnya . Antipsikotik dibedakan atas antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) antara lain klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol; serta antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya.2 Obat antipsikotik tipikal tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis dapat efisien dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Beberapa proses fisiologis dipengaruhi oleh antipsikotik. Secara khusus, antipsikotik mempengaruhi SSP seperti terjadinya gangguan14

dalam bergerak, efek sedasi, kejang dan beberapa efek samping lainnya yang dapat mengganggu pasien seperti pengaruh seksual dan fungsi reproduksi.3 II. DEFINISI Sekelompok obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2) sering dinamakan sebagai antipsikotik tipikal. Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gannguan psoikotik lainnya. Obat antipsikotik juga dinamakan sebagai neuroleptik dan trankuiliser mayor.4 Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. Istilah trankuiliser mayor secara tidak akurat menekankan efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien dan dikacukan dengan obat yang dinamakan trankuiliser minor seperti benzodiazepine.4

atau

tipikal

yang

disintesis

awal

tahun

1950-an.

Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien skizofrenia dan pasien psikotik serius lainnya. Pemakaian antipsikotik tipikal menghasilkan perbaikan klinis yang bermakna pada kira-kira 50-75% pasien psikotik dan hamper 90% pasien psikotik mendapatkan manfaat klinis dari obat tersebut. 4III.

dalam

KLASIFIKASI ANTIPSIKOTIK TIPIKAL Adapun penggolongan dari anti[sikotik tipikal dapat

dilihat sebagai berikut:1,5 A. Derivat Fenotiazin 1. Rantai Aliphatic Chlorpromazine (Largactil ) Sediaan : 25-100 mg Dosis anjuran : 150-600 mg/hari Efek ekstrapirimidal (++), efek otonomik (++ +), efek sedatif (+++), efek hipotensi(++) 2. Rantai Piperazine15

Antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, suatu derivate phenotiazine yang merupakan antagonis reseptor dopamine, adalah yang pertama dinamakan antipsikotik klasik

Perphenazine (Trilafon ) Sediaan : 2mg, 4 mg, 8 mg Dosis anjuran : 12-24 mg/hari Efek ekstrapirimidal (+++), efek otonomik (+), efek sedatif (+) Trifluoperazine (Stelazine ) Sediaan : 1 mg, 5 mg Dosis anjuran : 10-15 mg/hari Efek ekstrapirimidal (+++), efek otonomik (+), efek sedatif (+) Fluphezine (Anantensol ) Sediaan : 2,5 mg, 5 mg Dosis anjuran : 10-15 mg/hari Efek ekstrapirimidal (+++), efek otonomik (+), efek sedatif (++) 3. Rantai Piperidine Thioridazine (Melleril ) Sediaan : 50 mg, 100 mg Dosis anjuran : 150-300 mg/hari

Efek ekstrapirimidal (+), efek otonomik (+++), efek sedatif (+++) B. Derivat Butyrophenone Haloperidol (Haldol,Serenace ) Sediaan : 0,5 mg; 1,5 mg; 5 mg Dosis anjuran : 5-15 mg/hr Efek ekstrapirimidal (++++), efek otonomik (+), efek sedatif (+) C. Derivat Diphenyl butyl piperidine Pimozide (orap forte) Sediaan : 4 mg Dosis anjuran : 2-4 mg/hari Efek ekstrapirimidal (++), efek otonomik (+), efek sedatif (+) IV. MEKANISME KERJA ANTIPSIKOTIK TIPIKAL Mekanisme kerja obat Antipsikotik tipikal adalah memblokade dopamin pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak khusunya di sistem limbik dan sistem ekstrapirimidal16

(dopamin D2 receptor antagonists), sehingga efektif untuk gejala positif. 1 Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada region striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi dopamine. Neuron-neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang menjulurkan serabutserabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari system limbic, khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nucleus kaudatus anterior dan sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh.6 Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi efek produksi dopamin yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala psikotik sangat berhubungan dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2.

Antipsikotik tipikal bekerja mengurangi produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau mencegah dopamine endogen untuk mengaktivasi reseptor.4,6 Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional. Kerja dari antipsikotik ini menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.7 Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif.717

Blokade pada parkinson,

reseptor bila

D2

di

nigrostriatal secara kronik

dapat dapat

pandangan kabur, konstipasi dan kognitif tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.7

menyebabkan timbulnya gangguan dalam mobilitas seperti pemakaian menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.7 Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan. Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.7 Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering,

V. EFEK SAMPING ANTIPSIKOTIK TIPIKAL

Mekanisme kerja antipsikotik pada penghambatan reseptor dopamine ternyata memberi efek merugikan pada neurologis dan endokrinologi. Selain itu, berbagai antipsikotik juga menghambat reseptor noradrenergik, kolinergik, dan histaminergik jadi menyebabkan bervariasinya sifat efek merugikan yang ditemukan pada obat-obat tersebut.4 Interferensi dengan transmisi dopaminergik dapat mengakibatkan efek samping baik endokrinologis seperti hiperprolaktinemia, yang dapat memanifestasikan dirinya sebagai galaktorea, amenorea dan ginekomastia, dan efek18

samping ekstrapiramidal (EPS). Selanjutnya, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penambahan berat badan. Kombinasi dari semua efek samping tersebut akan sangat mungkin mempengaruhi kualitas-kualitas hidup pasien dan keinginan mereka untuk melanjutkan dan mematuhi terapi .8

pemeriksaan EKG serta pemberian serum potassium dan magnesium.4,9 2. Kematian Mendadak Efek antipsikosis pada jantung telah dihipotesiskan berhubungan dengan kematian mendadak pada pasien yang diobati. Tetapi beberapa literatur menyatakan terlalu dini untuk menghubungkan kematian mendadak sebagai akibat dari pemberian antipsikotik. Mendukung pandangan tersebut adalah pengamatan yang melihat bahwa

A. Efek Samping Nonneurologis 1. Efek pada jantung Antipsikotik tinggi. potensi rendah lebih bersifat kardiotoksik dibandingkan dengan antipsikotik potensi Chlorpromazine menyebabkan perpanjangan interval QT dan PR, penumpulan gelombang T, dan depresi segmen ST. Thioridazine, khususnya memiliki efek yang nyata pada gelombang T dan disertai dengan aritmia malignan, seperti torsade de pointes yang sangat mematikan. Selain itu kematian mendadak juga disebabkan karena timbulnya takikardia ventrikuler atau fibrilasi ventrikuler. Untuk mengantisipasi hal tersebut sebaiknya pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dilakukan

diperkenalkannya antipsikotik ternyata tidak member efek terhadap insidensi kematian mendadak pada padien skizofrenia. Selain itu, perlu diingat bahwa beberapa pasien memiliki masalah medis yang lain yang tentunya diterapi dengan beberapa jenis obat lain.4 3. Hipotensi ortostatik (postural) Hipotensi oleh ortostatik (postural) terjadi akibat penghambatan adrenergic yang paling sering disebabkan antipsikotik potensi rendah, khususnya chlorpromazine dan thioridazine. Keadaan ini terjadi19

selama beberapa hari pertama terapi dan memiliki toleransi yang cepat yaitu sekitar 2-3 bulan. Bahaya utama dari hipotensi ortostatik adalah adanya kemungkinan pasien terjatuh, pingsan, dan mencederai dirinya.3,4,9,10 Jika menggunakan antipsikotik potensi rendah intramuscular (IM), tekanan darah pasien harus diperiksa sebelum dan setelah pemberian dosis pertama dalam beberapa hari pertama terapi. Bila diperlukan edukasi tentang efek kemungkinan terjatuh dan pingsan akan sangat membantu pasien sehingga pasien akan lebih berhati-hati. Bila hipotensi terjadi pada pasien yang mendapatkan medikasi, gejala biasanya dapat ditangani dengan membaringkan pasien dengan kaki lebih tinggi dibandingkan kepala. Ekspansi volume dengan cairan sangat membantu. Pemberian epinefrin dikontraindikasikan karena dabat memperburuk hipotensi. Metaraminol dan norepinefrin sebagai agen pressor adrenergic -1 murni adalah obat terpilih. Untik

antipsikosis dosis dapat diturunkan atau diganti dengan obat yang tidak menghambat adrenergic.4,9 4. Efek hematologis Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat pemakaian antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada hamper semua antipsikotik adalah agranulositosis.4

Agranulositosis

adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan bermakna jumlah granulosit yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan lesi-lesi di tenggorokan, selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan kasus, gejala ini disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia, radiasi yang mempengaruhi granulopoiesis.11 Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi dengan insidensi sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik. Jika pasien melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam,20

sumsum

tulang

dan

menekan

hitung darah lengkap harus segera dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya agranulositosis. Jika indeks darah rendah, antipsikotik harus segera dihentikan. Angka mortalitas dari komplikasi setinggi 30%. Purpura trombositopenia, anemia hemolitik, atau pansitopenia kadang-kadang dapat terjadi pada pasien yang diobati dengan antipsikotik. 4,9 5. Efek Antikolinergik Perifer Efek kolinergik perifer sangat serimg ditemukan, terdiri dari mulut dan hidung kering, hidung tersumbat, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, dan midriasis. Beberapa pasien juga mengalami mual dan muntah. Obat antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine, dan trifluoperazine adalah antikolinergik yang poten. 4,5 Mulut kering merupakan efek yang mengganggu beberapa pasien dan dapat mempengaruhi kepatuhan terapi. Pasien dapat dianjurkan sering membilas mulutnya dengan air dan tidak mengunyah permen karet atau

permen yang mengandung gula, karena hal tersebut dapat menyebabkan infeksi jamur pada mulut dan peningkatan insidensi karies gigi. Konstipasi harus diobati dengan perbanyak olahraga, cairan, diet tinggi serat, serta preparat laksatif biasa, tetapi kondisi ini masih dapat berkembang menjadi ileus paralitik. Pada kasus tersebut diperlukan penurunan dosis atau penggantian dengan obat yang kurang antikolinergik. Pilocarpine mungkin berguna pada beberapa pasien dengan retensi urin. 4,96.

Efek Endokrin Penghambatan reseptor dopamine pada saluran menyebabkan peningkatan sekresi

tuberinfundibular

prolaktin, yang dapat menyebabkan pembesaran payudara, galaktorea, impotensi pada laki-laki, dan amenore serta penghambatan orgasme pada wanita. Untuk mengatasi efek samping tersebut dapat dilakukan penggantian obat antipsikotik yang diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat21

diberikan

brompheniramine

(bromfed),

ephedrine

proses terbakar matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya. Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 4,9,10 8. Efek pada Mata Thioridazine disertai dengan pegmentasi ireversibel pada retina bila diberikan dalam dosis lebih besar dari 800 mg sehari. Gejala awal dari efek tersebut kadang-kadang berupa kebingungan nocturnal yang berhubungan dengan kesulitan penglihatan malam. Pigmentasi dapat berkembang menjadi kebutaan walaupun thioridazine dihentikan karena tidak bersifat reversible. 4,9 Chlorpromazine berhubungan dengan pigmentasi mata yang relatif ringan, ditandai oleh deposit granular coklat keputihan yang terpusat di lensa anterior dan kornea22

(Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione, dan imipramin (tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga dilaporkan, kemungkinan kedua hal tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic 1. Peningkatan berat badan juga merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal. Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan dislipidemia.3,4,9,10

7. Efek Dermatologis

Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai

posterior yang dapat timbul bila pasien mengingesti 1-3 kg chlorpromazine selama hidupnya. Deposit dapat berkembang menjadi granula putih opak dan coklat kekuningan. Keadaan ini hampir tidak mempengaruhi penglihatan pasien. 4,9 9. Ikterus Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang terjadi dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan pertama terapi dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala mirip flu, demam, ruam, bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan transaminase hati. Jika ikterus terjadi, maka terapi harus diberhentikan dan diganti. Ikterus dilaporkan terjadi pada penggunaan promazine, thioridazine, dan sangat jarang terjadi pada fluphenazine dan trifluoperazine.4,5,9,10

Gejala

overdosis

antipsikotik

berupa

gejala

ekstrapiramidal, midriasis, penurunan reflex tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium, koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin juga merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal. 4 B. Efek Samping Neurologis Obat antipsikotik tipikal memiliki efek samping neurologis yang mengganggu dan beberapa efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius. Efek neurologis tersebut dikenal sebagai efek sindrom ekstrapiramidal. Pentingnya mengetahui efek samping neurologis akibat terapi dibuktikan pada DSM-IV yang memasukkan efek samping tersebut sebagai kelompok tersendiri gangguan pergerakan akibat medikasi. 1,4,523

10. Overdosis Antipsikotik

1. Parkinsonisme akibat Neuroleptik Efek samping berupa parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25 % pasien yang diobati dengan antipsikotik tipikal. Biasanya terjadi dalam 5-90 hari setelah awal terapi. Gejala-gejala yang timbul berupa kekakuan otot atau rigiditas pipa besi (lead-pipe rigidity), rigiditas gigi gergaji (cog-wheel rigidity), gaya berjalan menyeret, postur membungkuk dan air liur menetes. Tremor menggulung pil (pill-rolling) pada parkinsonisme idopatik jarang terjadi, tetapi tremor yang teratur dan kasar yang serupa dengan tremor esensial mungkin ditemukan dan dinamakan sebagai tremor ppostural akibat medikasi dalam DSM-IV. Suatu tanda fisik parkinsonisme adalah reflek ketukan glabela yang positif yang ditimbulkan dengan mengetuk dahi antara alis mata. Dikatakan reflek positif bila orbikularis okuli tidak dapat membiasakan diri dengan ketukan yang berulang. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia (tidak ada inisitatif), dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan) merupakan gejala

parkinsonisme yang sering didiagnosis keliru sebagai gambaran gejala negative atau deficit pada skizofrenia. 4,9 Perbandingan wanita dengan laki-laki yang terkena parkinsonisme akibat neuroleptik adalah 2:1 dan dapat terjadi pada setiap usia walaupun jarang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Semua antipsikotik tipikal dapat menyebabkan gejala parkinsonisme, khususnya obat potensi tinggi dengan aktivitas antikolinergik yang rendah. Kemungkinan chlorpromazine dan thioridazine kemungkinan tidak terlibat. Penghambatan transmisi dopaminergik dalam traktus nigrostriatal adalah penyebab dari parkinsonisme akibat neuroleptik. 4 Gangguan berupa parkinsonisme ini dapat diobati dengan pemberian obat antikolinergik, amantadine atau diphenhydramine. Antikolinergik harus dihentikan setelah 4-6 minggu untuk sebab menilai kira-kira apakah 50% pasien terhadap pasien telah efek dengan mengembangkan parkinsonisme suatu toleransi

parkinsonisme akibat neuroleptik dapat meneruskan terapi.24

Pada pasien lanjut usia, setelah antipsikotik dihentikan, gejala parkinsonisme dapat terus berjalan sampai 2 minggu dan bahkan sampai 3 bulan sehingga perlu meneruskan pemberian antipsikotik sepenuhnya. 4,9 2. Distonia Akut akibat Neuroleptik Kira-kira terdapat 10% dari semua pasien yang diberikan terapi antipsikotik tipikal mengalami distonia sebagai efek samping. Biasanya terjadi dalam beberapa jam atau hari pertama terapi. Gerakan distonia disebabkan oleh kontraksi atau spasme otot yang perlahan dan terusmenerus yang dapat menyebabkan gerakan involunter. Distonia dapat mengenai leher (tortikolis atau retrokolis spasmodik), rahang (pembukaan paksa yang menyebabkan dislokasi rahang atau trismus), lidah (prostrusi, memuntir), dan keseluruhan tubuh (opistotonus). Terkenanya mata dapat menyebabkan krisis okulorigik, ditandai oleh gerakan mata yang ke lateral atas. Tidak seperti tipe antikolinergik sampai gejala setelah menghentikan pulih parkinsonisme

distonia lainnya, krisis okulorigik dapat terjadi secara lambat dalam terapi. Distonia lain berupa blefarospasme dan distonia glosofaringeal menyebabkan diartria, disfagia, dan kesulitan bernapas yang dapat menyebabkan sianosis. 4 Distonia dapat terjadi pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin tetapi paling sering terjadi pada lakilaki muda (