REUTERS / JORGE SILVA Rp900 Triliun untuk Atasi … · pengamat kesehatan zoonosis, Mangku Sitepu,...

1
10 | Humaniora JUMAT, 10 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Penanggulangan Rabies Tumpul tanpa Veteriner LUMPUHNYA otoritas veteri- ner (pengobatan penyakit he- wan) di tingkat pusat hingga daerah menjadi hambatan uta- ma upaya eradikasi wabah ra- bies di Indonesia. Padahal, sepanjang penu- laran rabies masih pada taraf dari hewan ke manusia, seyo- gianya garis terdepan penang- gulangan berada di bawah ko- mando otoritas medis veteriner melalui Kementerian Pertanian. Kendala itu disampaikan pengamat kesehatan zoonosis, Mangku Sitepu, kemarin. Otoritas veteriner (veearsni- kundige) di zaman Belanda sempat diatur dalam Staatsblad 1912 No 432. Namun sejak me- rebaknya kasus u burung pa- da manusia, melalui SK Deptan No 413/KPTS/DB. 160/11/ 2005, Staatsblad dihapuskan. Menurut Mangku, Staats- blad--peraturan hukum pening- galan Belanda--itu lebih pantas dijadikan sebagai dasar legal untuk menangani wabah rabies di Indonesia. Sebab, di dalam- nya diatur hondolheid ordonantie pada hewan yang meliputi sur- veilence, vaksinasi, dan eliminasi (pemusnahan) secara tegas. ”Bila hondolheid ordonantie konsisten dijalankan, ini dapat menanggulangi manusia yang digigit hewan supaya terhindar tertular penyakit rabies,” papar Mangku, anggota Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dok- ter Hewan Indonesia. Menurutnya, proses elimi- nasi hewan adalah kewenangan medis veteriner dibantu polisi kehewanan. Namun, semenjak kasus u burung pada manusia mencuat, kewenangan medis veteriner justru diabaikan. Se- iring dengan otonomi daerah dan dihapuskannya Staatsblad di sejumlah daerah, dinas pe- ternakan dan kewenangan medis veteriner pun sirna. Sebelumnya, Kementerian Pertanian memberikan ratusan ribu dosis vaksin rabies untuk hewan ke Bali senilai miliaran rupiah. ”Yang jadi pertanyaan, siapa yang menyuntikkan, dan siapa yang mengevaluasi?” Berdasarkan data Kemente- rian Kesehatan, kasus gigitan hewan penular rabies mening- kat pesat dua tahun belakangan ini. Bahkan pada 2010 terjadi kejadian luar biasa rabies di Pulau Nias dan Maluku Teng- gara. Di Bali, yang pada 2008 masih bebas rabies, kini sekitar 223 dari 635 terpapar rabies. Saat menanggapi itu, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Ke- menkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan sektor kesehatan dan peternakan telah bekerja sama di bawah koordinasi Ke- mendagri dalam wadah Tim Koordinasi Rabies. (Tlc/H-1) A NCAMAN ter- jadinya deadlock pada Konferensi Para Pihak ten- tang Perubahan Iklim (COP- 16) mulai terjawab. Para ke- tua delegasi yang mengha- diri perhelatan di Cancun, Mek siko, itu berhasil meme- cah kebekuan di antara nega- ra kaya dan negara miskin. Negara maju dan negara miskin telah sepakat memper- lambat perubahan iklim, dan akan ada kemitraan dalam pen- danaan yang digunakan untuk mitigasi, adaptasi, dan transfer teknologi. Sebelumnya, nego- siasi berlangsung alot setelah beberapa negara industri yang menjadi kunci seperti Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat me- nyatakan tidak akan melanjut- kan komitmen kedua Protokol Kyoto. Beberapa menteri dan peja- bat PBB yang hadir di Cancun menyatakan persoalan iklim global di abad 21 kian nyata. Terlebih kini muncul raksasa industri baru, China dan India, yang ikut menyumbang emisi karbon cukup besar. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menegaskan, mulai 2020, negara-negara maju harus bisa menggalang dana US$100 miliar (sekitar Rp900 triliun) per tahun untuk membantu negara-negara miskin. Pernya- taan Ki-moon itu untuk mene- gaskan janji 140 negara kaya yang telah sepakat membantu negara miskin dalam melawan pemanasan global sesuai de- ngan kesepakatan COP-15 di Kopenhagen, Denmark, tahun lalu. ‘’Ini bukan obat mujarab un- tuk mengatasi masalah per- ubah an iklim. Namun, ini masalah krusial untuk mem- bangun kepercayaan,’’ ujar Ki-moon, kemarin, atau sehari menjelang penutupan COP- 16. Bantuan US$100 miliar itu akan diambil dari 1,5% penda- patan bersih negara-negara kaya. Namun, AS belum sepe- nuhnya setuju. Presiden Barack Obama hanya memberikan si- nyal bakal membantu negara miskin dalam mengatasi per- ubahan iklim, tetapi sifatnya tidak mengikat. AS sampai se- karang memang menolak ter- ikat komitmen penurunan emisi karbon dioksida seba- gaimana dituangkan dalam Protokol Kyoto. Di sisi lain, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg mengingatkan negara-negara berkembang untuk bersung- guh-sungguh ikut menurunkan emisi karbon di negara masing- masing. Sebab pemimpin ne- gara donor harus bersitegang dengan rakyat mereka untuk mengeluarkan dana bantuan. Komitmen negara maju juga ditunjukkan langsung oleh Australia. Di Bali, kemarin, Menlu Kevin Rudd mengumum- kan negaranya akan meng- alokasikan A$45 juta untuk membantu Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Jumlah itu merupakan bagian dari A$599 juta alokasi mereka secara keseluruhan. ‘’Australia yang merupakan pendukung kuat upaya Indo- nesia mengatasi perubahan iklim, menyambut kepemimpin- an Indonesia yang kuat dalam perubahan iklim,’’ ungkap Rudd dalam siaran persnya. Menurunkan kadar emisi akibat deforestasi dan degra- dasi hutan (REDD+) yang men- capai 18% dari kadar emisi di dunia dan 60% dari kadar emi- si di Indonesia, menurut Rudd, sangatlah penting dalam men- capai tujuan akhir dari program perubahan iklim dunia. Namun, REDD+ ditentang sejumlah pihak. Di Jakarta, Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak langkah itu karena dinilai tak mencerminkan ke- adilan terhadap masyarakat yang tergantung pada hutan secara turun-menurun. “Skema ini telah menjual murah 26,6 juta hektare hutan alam Indo- nesia. Salah satu contoh konik akibat implementasi ini ada di Jambi yang mengakibatkan 15 ribu orang terusir,” seru Ketua Umum SPI Henry Saragih di Jakarta, kemarin. Direktur Wahana Lingkung- an Hidup (Walhi) Berry Nah- dian Forqan juga menganggap REDD+ bukanlah solusi, justru akan memunculkan masalah baru. “Jika ingin menyelamat- kan hutan, yang harus dilaku- kan salah satunya adalah men- dorong pelaksanaan moratori- um penebangan hutan,” tegas- nya. (Reuters/*/H-1) [email protected] Rp900 Triliun untuk Atasi Pemanasan Global Beberapa menteri dan pejabat PBB yang hadir di Cancun menyatakan persoalan iklim global di abad 21 kian nyata. Siswantini Suryandari Kaderisasi Pemuda Islam Lamban KADERISASI kalangan pemuda Islam saat ini berjalan lamban. Masalahnya, stigma kaum muda belum pantas jadi pemimpin masih melekat pada kalangan yang lebih tua. ‘’Akibatnya, kaderi- sasi akan hilang secara bertahap,’’ ujar cendekiawan muda dari Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi, di seminar bertajuk Dekulturalisasi Kepemimpinan Kaum Muda di Dunia Islam yang diselenggarakan Jakarta Islamic Center (JIC), di Jakarta, kemarin. Untuk mengatasi hal itu, kata Kepala Badan Pengelola JIC Ef- fendi Anas, kaum muda harus memiliki keahlian tertentu se- hingga bisa tetap eksis di ruang publik. (*/H-2) Danone Aqua Gelar Diskusi Panel GUNA memberikan kesadaran pentingnya manfaat air bagi tu- buh, Danone Aqua menggelar diskusi panel, di Jakarta, Rabu (8/12). Pada diskusi panel itu, Danone Aqua juga memberikan pengetahuan kepada peserta diskusi mengenai proses pemilihan sumber mata air yang bermanfaat bagi tubuh. Dari rilis yang diterima Media Indonesia, kemarin, diskusi panel itu merupakan program edukasi berkelanjutan kepada masyarakat. Diskusi itu juga bagian komitmen Aqua untuk men- jaga sumber mata air yang baik untuk dikonsumsi dengan meli- batkan warga dalam kegiatan pelestarian lingkungan. (RO/H-2) SEKILAS KTT PERUBAHAN IKLIM KE-16: (kiri-kanan) Ketua Yayasan Soros George Soros, Ketua Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD Indonesia Kuntoro Mangkusubroto, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, dan Presiden Guyana Bharrat Jagdeo menghadiri diskusi Avoided Deforestation Partners di sela-sela KTT Perubahan Iklim ke-16 di Cancun, Meksiko, Rabu (8/12). Bobot UN di Atas 60% Tentukan Kelulusan KEMENTERIAN Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah mempersiapkan formula baru penentu kelulusan siswa. For- mula itu akan menggabungkan hasil UN, ujian akhir sekolah (UAS), dan nilai rapor siswa. Hal itu dikemukakan Men- teri Pendidikan Nasional Mo- hammad Nuh kepada warta- wan di lokasi Kursus Para Pro fesi Assana Cipta Mitra Bangsa, di Tangerang, Banten, kemarin. Mengenai besaran persentase atau bobot penilaian, kata Nuh, pihaknya masih akan membi- carakan dengan DPR secara resmi pada Senin (13/12). Di- perkirakan, bobot penilaian lebih dari 60% dengan meng- gunakan UN, dan selebihnya pada rapor dan UAS. ‘’Bila nilai rapor dan UAS rendah, nilai UN harus tinggi atau rata-rata nilai untuk SMP/ MTs, SMA/MAN minimal 5,5 seperti tahun lalu,’’ ujarnya. Nuh mengemukakan, de- ngan menggunakan formula itu, tidak mesti siswa akan lulus semua. ‘’Prinsipnya, falsafah UN itu komprehensif dan kon- tinuitas, artinya menyeluruh dan berkesinambungan. Nilai UN dapat menjadi penentu masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi,’’ cetus- nya. Namun begitu, Mendiknas mengakui tidak akan menge- sampingkan peran guru dan sekolah, yakni akan diberikan kewenangan untuk menentu- kan kelulusan. Sebelumnya, pada rapat de- ngar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR, Rabu (8/12), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan, untuk menentukan nilai akhir UN, akan ada dua opsi. Opsi pertama, yaitu nilai akhir UN dan UAS digabung- kan, dan nilai rata-rata yang didapat itu harus lebih besar dari 5,5 atau ada empat nilai 5,5 yang diperoleh siswa itu. ‘’Jika hanya mendapat nilai 4, siswa tidak akan lulus,’’ ujarnya. Opsi pertama dinilai semakin menjaga mutu. Pasalnya, akan ada perbaikan yang dilakukan sekolah agar siswa mendapat nilai baik pada rapor. Namun, opsi itu menimbulkan kon- sekuensi tidak akan ada UN ulangan bagi siswa yang tidak lulus di ujian utama seperti UN pada tahun ini. Adapun opsi kedua yang di- usulkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas adalah siswa boleh saja mem- peroleh nilai 4 pada dua mata pelajaran dari enam pelajaran yang diujikan. Opsi itu diang- gap ketat oleh Balitbang sehing- ga perlu ada UN ulangan bagi siswa yang gagal. Meski begitu, hasil Rapat Panitia Kerja UN untuk semen- tara mengusulkan UN tahun depan tidak perlu UN ulangan karena dinilai mubazir. Di sisi lain, kata anggota Komisi X fraksi PDI-P Tubagus Dedi Gumelar, adanya UN ulangan juga sangat sempit waktunya dengan jadwal selek- si nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Untuk itu, ujar Dedi, pihak- nya mendesak UN ulang an dihapus agar ada waktu ba- nyak bagi siswa untuk mem- persiapkan SNMPTN dengan baik. ‘’Dengan begitu, jika UN ulangan tidak ada, jadwal UN mungkin digelar 18 April dan berakhir 28 Mei,’’ tukas Dedi. (Bay/H-2) Bila nilai rapor dan UAS rendah, nilai UN harus tinggi.” Mohammad Nuh Menteri Pendidikan Nasional MENANAM TREMBESI: Musisi Iwan Fals (kiri) disaksikan pimpinan Ponpes Azzainiyah KH Zezen Zaenal Abidin (tengah), Head Corporate Communication PT Djarum Rudy Jantogunawan (kanan) menanam pohon trembesi di Ponpes Azzainiyah, Sukabumi, Jabar, kemarin. REUTERS / JORGE SILVA MI/DEDE SUSIANTI MI/RAMDANI

Transcript of REUTERS / JORGE SILVA Rp900 Triliun untuk Atasi … · pengamat kesehatan zoonosis, Mangku Sitepu,...

Page 1: REUTERS / JORGE SILVA Rp900 Triliun untuk Atasi … · pengamat kesehatan zoonosis, Mangku Sitepu, kemarin. Otoritas veteriner (veearsni-kundige) di zaman Belanda ... tuk mengatasi

10 | Humaniora JUMAT, 10 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

PenanggulanganRabies Tumpultanpa Veteriner

LUMPUHNYA otoritas veteri-ner (pengobatan penyakit he-wan) di tingkat pusat hingga daerah menjadi hambatan uta-ma upaya eradikasi wabah ra-bies di Indonesia.

Padahal, sepanjang penu-laran rabies masih pada taraf dari hewan ke manusia, seyo-gianya garis terdepan penang-gulangan berada di bawah ko-mando otoritas medis veteriner melalui Kementerian Pertanian. Kendala itu disampaikan pengamat kesehatan zoonosis, Mangku Sitepu, kemarin.

Otoritas veteriner (veearsni-kundige) di zaman Belanda sempat diatur dalam Staatsblad 1912 No 432. Namun sejak me-rebaknya kasus fl u burung pa-da manusia, melalui SK Deptan No 413/KPTS/DB. 160/11/ 2005, Staatsblad dihapuskan.

Menurut Mangku, Staats-blad--peraturan hukum pening-galan Belanda--itu lebih pantas

dijadikan sebagai dasar legal untuk menangani wabah rabies di Indonesia. Sebab, di dalam-nya diatur hondolheid ordonantie pada hewan yang meliputi sur-veilence, vaksinasi, dan elimi nasi (pemusnah an) secara tegas.

”Bila hondolheid ordonantie konsisten dijalankan, ini dapat menanggulangi manusia yang digigit hewan supaya terhindar tertular penyakit rabies,” papar Mangku, anggota Ikatan Dokter

Indonesia dan Persatuan Dok-ter Hewan Indonesia.

Menurutnya, proses elimi-nasi hewan adalah kewenangan medis veteriner dibantu polisi kehe wanan. Namun, semenjak kasus fl u burung pada manusia mencuat, kewenangan medis vete riner jus tru diabaikan. Se-iring dengan otonomi daerah dan dihapuskannya Staatsblad di sejumlah daerah, dinas pe-ternakan dan kewenangan medis veteriner pun sirna.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian memberikan ratusan ribu dosis vaksin rabies untuk hewan ke Bali senilai mi liaran rupiah. ”Yang jadi per tanyaan, siapa yang menyuntikkan, dan siapa yang meng evaluasi?”

Berdasarkan data Kemente-rian Kesehatan, kasus gigitan hewan penular rabies mening-kat pesat dua tahun belakangan ini. Bahkan pada 2010 terjadi kejadian luar biasa rabies di

Pulau Nias dan Maluku Teng-gara. Di Bali, yang pada 2008 masih bebas rabies, kini sekitar 223 dari 635 terpapar rabies.

Saat menanggapi itu, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Ke-menkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan sektor kesehatan dan peternakan telah bekerja sama di bawah koordinasi Ke-mendagri dalam wadah Tim Koordinasi Rabies. (Tlc/H-1)

AN C A M A N t e r -jadinya deadlock pada Konferensi Para Pihak ten-

tang Perubahan Iklim (COP-16) mulai terjawab. Para ke-tua delegasi yang mengha-diri perhelatan di Cancun, Mek siko, itu berhasil meme-cah kebekuan di antara nega-ra kaya dan negara miskin.

Negara maju dan negara miskin telah sepakat memper-lambat perubahan iklim, dan akan ada kemitraan dalam pen-danaan yang digunakan untuk mitigasi, adaptasi, dan transfer teknologi. Sebelumnya, nego-siasi berlangsung alot setelah beberapa negara industri yang menjadi kunci seperti Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat me-nyatakan tidak akan melanjut-kan komitmen kedua Protokol Kyoto.

Beberapa menteri dan peja-bat PBB yang hadir di Cancun menyatakan persoalan iklim global di abad 21 kian nyata. Terlebih kini muncul raksasa industri baru, China dan India, yang ikut menyumbang emisi karbon cukup besar.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menegaskan, mulai 2020, negara-negara maju harus bisa menggalang dana US$100 miliar (sekitar Rp900 triliun) per tahun untuk membantu negara-negara miskin. Pernya-taan Ki-moon itu untuk mene-gaskan janji 140 negara kaya yang telah sepakat membantu negara miskin dalam melawan pemanasan global sesuai de-ngan kesepakatan COP-15 di Kopenhagen, Denmark, tahun lalu.

‘’Ini bukan obat mujarab un-tuk mengatasi masalah per-ubah an iklim. Namun, ini masalah krusial untuk mem-bangun kepercayaan,’’ ujar

Ki-moon, kemarin, atau sehari menjelang penutupan COP-16.

Bantuan US$100 miliar itu akan diambil dari 1,5% penda-patan bersih negara-negara kaya. Namun, AS belum sepe-nuhnya setuju. Presiden Barack Obama hanya memberikan si-nyal bakal membantu negara miskin dalam mengatasi per-ubahan iklim, tetapi sifatnya tidak mengikat. AS sampai se-karang memang menolak ter -ikat komitmen penurunan emisi karbon dioksida seba-gaimana dituangkan dalam Protokol Kyoto.

Di sisi lain, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg mengingatkan negara-negara berkembang untuk bersung-guh-sungguh ikut menurunkan emisi karbon di negara masing-masing. Sebab pemimpin ne-gara donor harus bersitegang dengan rakyat mereka untuk mengeluarkan dana bantuan.

Komitmen negara maju juga ditunjukkan langsung oleh Australia. Di Bali, kemarin, Menlu Kevin Rudd mengumum-kan negaranya akan meng-alokasikan A$45 juta untuk membantu Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Jumlah itu merupakan bagian dari A$599 juta alokasi mereka secara keseluruhan.

‘’Australia yang merupakan pendukung kuat upaya Indo-nesia mengatasi perubahan iklim, menyambut kepemimpin-an Indonesia yang kuat dalam perubahan iklim,’’ ungkap Rudd dalam siaran persnya.

Menurunkan kadar emisi akibat deforestasi dan degra-dasi hutan (REDD+) yang men-capai 18% dari kadar emisi di dunia dan 60% dari kadar emi-si di Indonesia, menurut Rudd, sangatlah penting dalam men-capai tujuan akhir dari program perubahan iklim dunia.

Namun, REDD+ ditentang

sejumlah pihak. Di Jakarta, Serikat Petani Indonesia (SPI) menolak langkah itu karena dinilai tak mencerminkan ke-adilan terhadap masyarakat yang tergantung pada hutan secara turun-menurun. “Skema ini telah menjual murah 26,6 juta hektare hutan alam Indo-nesia. Salah satu contoh konfl ik akibat implementasi ini ada di Jambi yang mengakibatkan 15 ribu orang terusir,” seru Ketua Umum SPI Henry Saragih di Jakarta, kemarin.

Direktur Wahana Lingkung-an Hidup (Walhi) Berry Nah-dian Forqan juga menganggap REDD+ bukanlah solusi, justru akan memunculkan masalah baru. “Jika ingin menyelamat-kan hutan, yang harus dilaku-kan salah satunya adalah men-dorong pelaksanaan moratori-um penebangan hutan,” tegas-nya. (Reuters/*/H-1)

[email protected]

Rp900 Triliun untukAtasi Pemanasan Global

Beberapa menteri dan pejabat PBB yang hadir di Cancun menyatakan persoalan iklim global di abad 21 kian nyata.

Siswantini Suryandari

Kaderisasi Pemuda Islam LambanKADERISASI kalangan pemuda Islam saat ini berjalan lamban. Masalahnya, stigma kaum muda belum pantas jadi pemimpin masih melekat pada kalangan yang lebih tua. ‘’Akibatnya, kaderi-sasi akan hilang secara bertahap,’’ ujar cendekia wan muda dari Modera te Muslim Society Zuhairi Misrawi, di seminar bertajuk Dekulturalisasi Kepemimpinan Kaum Muda di Dunia Islam yang dise lenggarakan Jakarta Islamic Center (JIC), di Jakarta, kemarin.

Untuk mengatasi hal itu, kata Kepala Badan Pengelola JIC Ef-fendi Anas, kaum muda harus memiliki keahlian tertentu se-hingga bisa tetap eksis di ruang publik. (*/H-2)

Danone Aqua Gelar Diskusi PanelGUNA memberikan kesadaran pentingnya manfaat air bagi tu-buh, Danone Aqua menggelar diskusi panel, di Jakarta, Rabu (8/12). Pada diskusi panel itu, Danone Aqua juga memberikan pengetahuan kepada peserta diskusi mengenai proses pemilihan sumber mata air yang bermanfaat bagi tubuh.

Dari rilis yang diterima Media Indonesia, kemarin, diskusi panel itu merupakan program edukasi berkelanjutan kepada masyarakat. Diskusi itu juga bagian komitmen Aqua untuk men-jaga sumber mata air yang baik untuk dikonsumsi dengan meli-batkan warga dalam kegiatan pelestarian lingkungan. (RO/H-2)

SEKILAS

KTT PERUBAHAN IKLIM KE-16: (kiri-kanan)

Ketua Yayasan Soros George Soros, Ketua Satgas Pembentukan Kelembagaan REDD

Indonesia Kuntoro Mangkusubroto, Perdana

Menteri Norwegia Jens Stoltenberg, dan Presiden

Guyana Bharrat Jagdeo menghadiri diskusi

Avoided Deforestation Partners di sela-sela KTT Perubahan Iklim ke-16 di

Cancun, Meksiko, Rabu (8/12).

Bobot UN di Atas 60% Tentukan Kelulusan

KEMENTERIAN Pendidikan Nasional (Kemendiknas) telah mempersiapkan formula baru penentu kelulusan siswa. For-mula itu akan menggabungkan hasil UN, ujian akhir sekolah (UAS), dan nilai rapor siswa.

Hal itu dikemukakan Men-teri Pendidikan Nasional Mo-hammad Nuh kepada warta-wan di lokasi Kursus Para Pro fesi Assana Cipta Mitra Bangsa, di Tangerang, Banten, kemarin.

Mengenai besaran persentase atau bobot penilaian, kata Nuh, pihaknya masih akan membi-carakan dengan DPR secara resmi pada Senin (13/12). Di-perkirakan, bobot penilaian lebih dari 60% dengan meng-gunakan UN, dan selebihnya pada rapor dan UAS.

‘’Bila nilai rapor dan UAS rendah, nilai UN harus tinggi atau rata-rata nilai untuk SMP/MTs, SMA/MAN minimal 5,5 seperti tahun lalu,’’ ujarnya.

Nuh mengemukakan, de-ngan menggunakan formula itu, tidak mesti siswa akan lulus semua. ‘’Prinsipnya, falsafah UN itu komprehensif dan kon-tinuitas, artinya menyeluruh dan berkesinambungan. Nilai UN dapat menjadi penentu masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi,’’ cetus-nya.

Namun begitu, Mendiknas mengakui tidak akan menge-sampingkan peran guru dan

sekolah, yakni akan diberikan kewenangan untuk menentu-kan kelulusan.

Sebelumnya, pada rapat de-ngar pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR, Rabu (8/12), Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan, untuk menentukan nilai akhir UN, akan ada dua opsi.

Opsi pertama, yaitu nilai akhir UN dan UAS digabung-kan, dan nilai rata-rata yang didapat itu harus lebih besar dari 5,5 atau ada empat nilai 5,5 yang diperoleh siswa itu. ‘’Jika hanya mendapat nilai 4, siswa tidak akan lulus,’’ ujar nya.

Opsi pertama dinilai semakin menjaga mutu. Pasalnya, akan ada perbaikan yang dilakukan sekolah agar siswa mendapat nilai baik pada rapor. Namun, opsi itu menimbulkan kon-sekuensi tidak akan ada UN ulangan bagi siswa yang tidak lulus di ujian utama seperti UN pada tahun ini.

Adapun opsi kedua yang di-usulkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas adalah siswa boleh saja mem-peroleh nilai 4 pada dua mata pelajaran dari enam pelajaran yang diujikan. Opsi itu diang-gap ketat oleh Balitbang sehing-ga perlu ada UN ulangan bagi siswa yang gagal.

Meski begitu, hasil Rapat Panitia Kerja UN untuk semen-tara mengusulkan UN tahun depan tidak perlu UN ulangan karena dinilai mubazir.

Di sisi lain, kata anggota Komisi X fraksi PDI-P Tubagus Dedi Gumelar, adanya UN ulangan juga sangat sempit waktunya dengan jadwal selek-si nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).

Untuk itu, ujar Dedi, pihak-nya mendesak UN ulang an di hapus agar ada waktu ba-nyak bagi siswa untuk mem-persiapkan SNMPTN dengan baik. ‘’Dengan begitu, jika UN ulangan tidak ada, jadwal UN mungkin digelar 18 April dan berakhir 28 Mei,’’ tukas Dedi. (Bay/H-2)

Bila nilai rapor dan UAS rendah, nilai UN harus tinggi.”

Mohammad NuhMenteri Pendidikan Nasional

MENANAM TREMBESI: Musisi Iwan Fals (kiri) disaksikan pimpinan Ponpes Azzainiyah KH Zezen Zaenal Abidin (tengah), Head Corporate Communication PT Djarum Rudy Jantogunawan (kanan) menanam pohon trembesi di Ponpes Azzainiyah, Sukabumi, Jabar, kemarin.

REUTERS / JORGE SILVA

MI/DEDE SUSIANTI

MI/RAMDANI