REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

20
LAPORAN REFLEKSI KASUS 1 1. Rangkuman kasus Pasien datang dengan keluhan seluruh badan lemes sejak ± 9 hari disertai dengan sesak, pusing, mual, muntah, ada bercak darah dari bibir, BAB cair 2x dalam sehari disertai lendir, darah dan ampas, BAK warna seperti teh dan pasien juga mengeluh otot tangan dan kaki terasa kaku. Identitas pasien Nama : Tn. AS Usia : 44 tahun Jenis kelamin: Laki-laki Alamat : Wonorejo / selomerto Pekerjaan : Petani TD : 110/70 HR : 80 x/menit RR : 28 x/menit Temperature : 36,5 °C Kesadaran : Somnolen Pernafasan : regular Kepala : CA -/- SI +/+

Transcript of REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

Page 1: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

LAPORAN REFLEKSI KASUS 1

1. Rangkuman kasus

Pasien datang dengan keluhan seluruh badan lemes sejak ± 9 hari disertai

dengan sesak, pusing, mual, muntah, ada bercak darah dari bibir, BAB cair 2x

dalam sehari disertai lendir, darah dan ampas, BAK warna seperti teh dan

pasien juga mengeluh otot tangan dan kaki terasa kaku.

Identitas pasien

Nama : Tn. AS

Usia : 44 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Wonorejo / selomerto

Pekerjaan : Petani

TD : 110/70

HR : 80 x/menit

RR : 28 x/menit

Temperature : 36,5 °C

Kesadaran : Somnolen

Pernafasan : regular

Kepala : CA -/- SI +/+

Leher : JVP ≠ ↑, PKGB tidak membesar

Thorax : Pulmo : tampak sesak, jejas (-), simetris, retraksi (-)

SDV +/+, ST (-).

Cor : BJ I - II regular

Abdomen : Achites (+), pekak beralih, hepar & lien sulit teraba

Ekstremitas : Pitting edem -- / ++ , akral hangat

Diagnosa : Sirosis hepatis dengan komplikasi Hepatorenal syndrom,

Hepatic Encephalopathy.

Page 2: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

2. Perasaan terhadap pengalaman

Sirosis hepatis sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit

Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan

untuk  mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan

saluran cerna  bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,

Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma. Gejala klinis

dari Sirosishepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan

gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju kasus

Sirosis hepatis yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh

populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara

kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat otopsi.

Sirosis merupakan suatu hasil akhir daripada bermacam penyakit yang

menyebabkan 'scar' (jaringan parut) pada hati. Pasien-pasien dengan sirosis hati

sangat rentan dan mudah terjadi berbagai macam komplikasi antara lain

ensefalopati hepatik, asites dan perdarahan akibat hipertensi portal. Dengan

pencegahan dan pengobatan yang tepat terhadap komplikasi yang terjadi akan

meningkatkan kualitas hidup dan kelangsungan hidup.

Ensefalopati hepatik (EH) merupakan suatu komplikasi yang serius dan sering

dijumpai pada sirosis hati yang mempunyai implikasi / pengaruh terhadap

prognosa.

Page 3: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

3. Evaluasi

Bagaimana mekanisme sirosis hepatis bisa menjadi ensefalopati hepatik ?

Penatalaksaan ensefalopati hepatik ?

4. Analisis

a. Mekanisme sirosis hepatis menjadi ensefalopati hepatik ?

Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan penting dalam

mengatur metabolisme tubuh, yaitu pada proses anabolisme atau sintesis

bahan-bahan yang penting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa serta

proses katabolisme yaitu dengan melakukan detoksifikasi bahan-bahan seperti

amonia, berbagai jenis hormon, obat-obatan dan sebagainya.

Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga

dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang

bersifat toksik. keadaan klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati

tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang disebut sebagai koma

hepatik atau ensefalo hepatik. angka prevalensi ensefalopati subklinis berkisar

antara 30% sampai 88% pada pasien sirosis hepatis.

Istilah sirosis hati diberikan oleh laence tahun 1819, yang berasal dari kata

Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna

pada nodul-nodul yang terbentuk. Sirosis hati merupakan stadium akhir

kerusakan sel-sel hati yang kemudian menjadi jaringan fibrosis, kerusakan

tersebut ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan pembentukan nodulus

Page 4: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

regeneratif akibat nekrosis sel-sel hati. Penyebab terbanyak sirosis hati di Asia

Tenggara adalah akibat komplikasi infeksi (hepatitis) virus hepatitis B dan C,

demikian juga di Indonesia.

Ensefalopati hepatik merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut sampai gangguan

kesadaran dan koma. Ensefalopati hepatik terjadi karena kegagalan hepar

melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3

berasal dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,

peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan protein,

konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan Beberapa hipotesis yang menyebutkan

bagaimana perjalanan sirosis hepatis menjadi ensefalopati hepatik, antara lain

hipotesis amoniak, hipotesis toksisitas sinergik, hipotesis neurotransmiter

palsu, dan hipotesis GABA dan Benzodiazepin.

Hipotesis amonia, amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil

degradasi protein dalam lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease.

secara normal amonia di dalam hati diubah menjadi urea pada sel hati

periportal dan menjadi glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah

amonia yang masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. pada penyakit

hati atau porosystemik shunting, kadar amonia pembuluh darah portal tidak

secara efisien diubah menjadi urea, sehingga peningkatan kadar dari amonia ini

dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah. Penyakit hati kronis akan terjadi

gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan konsentrasi

amonia sebesar 5-10 kali lipat dan dapat menganggu keseimbangan potensial

Page 5: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

aksi sel saraf. Amonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk

mengganggu transit asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal dan

amonia dalam proses detoksikasi akan menekan eksitasi transmiter asam

amino, aspartat dan glutamat.

Hipotesis toksisitas sinergik, neurotoksin lain yang mempunyai efek

sinergis dengan amonia seperti merkaptan, asam lemak rantai pendek

(oktanoid), fenol, dan lain-lain. Merkaptan dihasilkan oleh metionin oleh

bakteri usus akan berperan menghambat NaK-ATP-ase. Asam lemak rantai

pendek terutama oktanoid mempunyai efek metabolik seperti gangguan

oksidasi, fosforilasi dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan

aktifitas NaK-ATP-ase. Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid

mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi dan

penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase

sehingga dapat mengakibatkan koma hepatik reversibel. Fenol sebagai hasil

metabolisme tirosin dan fenil alanin dapat menekan aktivitas otak dan enzim

hati monoamin oksidase, laktat dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi

dengan zat lain seperti amonia yang mengakibatkan koma hepatikum,

senyawa-senyawa tersebut akan memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari

amonia.

Hipotesis neurotransmiter palsu, pada keadaan normal pada otak terdapat

neurotransmiter dopamin dan nor-adrenalin, sedangkan pada keadaan

gangguan fungsi hati, neurotransmiter otak akan diganti oleh neurotransmiter

Page 6: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang lebih lemah dibanding

dopamin atau nor-adrenalin.

Hipotesis GABA dan Benzodiazepin, ketidakseimbangan antara asam

amino neurotransmiter yang merangsang dan yang menghambat fungsi otak

merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatik. Terjadi

penurunan transmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamat,

aspartat, dan dopamin sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama

aminobutirat (GABA) yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA

meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak tapi akibat

perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip

benzodiazepin.

Page 7: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

Toksin pada Otak dan Mekanisme Kerjanya

TOKSIN MEKANISME KERJA

Amonia Berpengaruh langsung terhadap

fungsi membrane sel neuron,

menurunkan spike potensial dan

mengubah permeabilitas membrane

untuk air dan elektrolit.

Perubahan rasio NADH/NAD

sitoplasma / mitokondria dan

reaksi ulang alik malat – aspartat.

Menurunkan kadar neuro

transmnitter yang merangsang

(glutamate-aspartate)

Mengganggu metabolisme energy

otak dengan mengikat ATP dan

meningkatkan laju produksi asam

laktat.

Merkaptan Mengacaukan membrane sel – sel

neuron dengan Mempengaruhi

kegiatan Na+K+ATPase.

Merusak detoksikasi ammonia.

Asam – asam lemak Merusak detoksikasi ammonia

Page 8: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

melalui hambatan sintesis urea dan

pembentukan glutamate.

Pengaruh – pengaruh langsung

terhadap membrane neuron dengan

mengganggu influx ion – ion dan

penyebaran impuls.

Berbagai macam asam amino Mengacaukan keseimbangan

neurotransmitter di otak

yangmempunyai efek merangsang

dan efek menghambat transmisi

ransangan.

Sumber pembentukan ammonia

dan merkaptan.

Substansi – substansi lain Mempengaruhi reseptor GABA

sehingga meningkatkan sensitivitas

serebral pada penderita.

b. Penatalaksanaan ensefalohepati hepatik.

Penatalaksanaan dan pencegahan koma hepatikum meliputi upaya-upaya

1. Mengobati penyakit dasar jika memungkinakan.

2. Mengidentifikasi dan menghilangkan fakto-faktor yang merupakan pencetus.

3. Mencegah/mengurangi pembentukan atau influx toksin-toksin nitrogen ke

dalam otak dengan jalan :

Page 9: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

Mengubah, menurunkan atau menghentikan makanan-makanan yang

mengandung protein.

Menggunakan laktulosa, antibiotik atau keduanya.

Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

4. Upaya suportif dengan menjaga kecukupan masukan kalori dan mengobati

komplikasi kegagalan hati seperti hipoglikemi, perdarahan saluran cerna,

aturan keseimbangan elektrolit.

Mengurangi atau menghentikan pemberian protein, atau menghindari

sumber bahan-bahan toksik nitrogen, tergantung dari tingkat kelainan mental

pasien. Perlu dipahami bahwa pada penyakit hati kronis pasien tetap

membutuhkan protein untuk regenerasi sel-sel hati. Oleh karena itu bila

masukan protein dihentikan hendaknya dalam waktu yang singkat saja. Apabila

tingkat kesadaran sudah baik maka protein secara bertahap kembali dinaikkan

dan disesuaikan dengan respon klinis, bila keadaan sudah cukup stabil, 40-

60gram protein/hari dianggap cukup.

Kualitas atau jenis protein yang diberikan juga penting, protein nabati

lebih baik dibandingkan dengan protein hewani, hal ini mungkin disebabkan

oleh tingginya jumlah serat dalam protein nabati yang akan meningkatkan

pengikatan dan selanjutnya pengeluaran nitrogen toksik oleh bakteri feses

sehingga kadar ammonia akan menurun. Disamping itu protein nabati

mempunyai efek laksansia

Page 10: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

Standar terapi lain pada komaportosistemik termasuk pula penggunaan

laktulosa, antibiotic atau keduanya. Laktulosa merupakan galaktosida fruktosa

sintetik, diberikan secara oral dengan dosis 60-120 cc/hari untuk merangsang

defekasi 2-3kali/hari.

Laktulosa tidak diabsorpsi dan mempunyai efek :

Dipecah oleh bakteri usus menjadi asam organic yang menurunkan pH

sehingga menurunkan absorpsi ammonia yang tidak terionisasi dan

memberikan peluang bertambahnya bakteri yang lebih lambat

memproduksi ammonia.

Berperan sebagai substrat bagi bakteri yang menggunakan ammonia.

Mendorong pengikatan nitrogen oleh bakteri feses.

Merangsang percepatan pengeluaran toksin nitrogen dari usus

Antibiotik yang paling sering digunakan adalah Neomisin dengan dosis 2-

4 gram/hari secara oral atau dengan enema dalam larutan 1%. Pemberian oral

lebih baik kecuali jika terdapat tanda-tanda ileus. Dengan ini maka bakteri

yang memproduksi toksin nitrogen menjadi inaktif.

Metronidazol 4x250mg/hari merupakan alternatif lain dan juga sangat

bermanfaat. Namun waspada akan efek samping berupa neuropati perifer dan

kelainan susunan syaraf pusat termasuk kejang bila digunakan dalam jangka

waktu yang lama.

Page 11: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

Upaya lain adalah dengan membersihkan saluran cerna bagian bawah

terutama jika terjadi perdarahan (hematemesis/melena) agar bekuan darah yang

merupakan toksis nitrogen dapat dikeluarkan dengan segera.

Pemecahan protein endogen hendaknya sedini mungkin dicegah agar

ammonia tidak meningkat dengan memelihara masukan dalam bentuk larutan

glukosa 10-20% intrvena paling kuran 1600kal/hari.

Gangguan elektrolit khususnya alkalosis hipokalemik memerlukan terapi

yang cermat oleh karena alkalosis metabolic yang resisten akan menyebabkan

meningkatnya pembentukan ammonia yang tidak terionisasi. Influksnya ke

dalam otak yang suasananya asam juga meningkat. Pengobatan dilakukan

dengan memberikan arginin hidroklorida atau larutan NaCl encer.

5. Kesimpulan

Pasien-pasien dengan sirosis pada umumnya tidak menunjukkan gejala

penyakit hati yang spesifik pada awal perjalanan penyakitnya. Gejala-gejala

yang timbul merupakan tanda perkembangan dari komplikasi-komplikasi

sirosis. Komplikasi yang paling sering ditemui adalah asites, peritonitis

bakterial spontan, hematemesis melena dan ensefalopati hepatikum.

Ensefalopati hepatic-merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi

hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya

dapat tiimbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Secara garis

besar penanganan EH berdasarkan penanganan penyebab dan mengatasi efek

akumulasi senyawa toksik pada susunan saraf pusat.

Page 12: REFLEKSI KASUS Hepar2.docx

6. Daftar pustaka

Nurdjanah S (2006) Sirosis Hati, dalam buku ajar ilmu penyakit dalam,

jilid I Edisi IV, pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI,

Jakarta.

Jutabha R., Jensen DM., (2002) Acute Upper Gastrointestinal bleeding

dalam Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology McGraw-

Hill/Appleton & Lange.

Friedman LS., (2004) Liver, Biliary Tract, & Pancreas dalam Current

Medical Diagnosis &Treatment 2004, McGraw-Hill/Appleton & Lange.

Astera, Wayan Mega dan Wibawa, Dewa Nyoman., (1999) Koma

Hepatikum dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam EGC, Jakarta.

Wonosobo, 12 Oktober 2013

Praktikan, Dokter Pembimbing,

Denta Aji Saputra dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes