Refleksi Kasus CRF Ec DM Dengan Komplikasi

download Refleksi Kasus CRF Ec DM Dengan Komplikasi

of 15

description

refleksi kasus forensik

Transcript of Refleksi Kasus CRF Ec DM Dengan Komplikasi

Refleksi kasus CRF ec DM dengan komplikasiA. Status Pasien1. AnamnesisAnamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 8 April 2014 pukul 13.00 WIB di ruang Kenanga RSAM.a. Identitas PasienNama: Ny.RUmur: 52 tahunJenis Kelamin: PerempuanAlamat: Bogor Sukarasa, Kalianda, Lampung SelatanPekerjaan: WiraswastaPendidikan terakhir: SDStatus Kawin: MenikahSuku: SundaAgama: IslamMasuk Rumah Sakit: Senin, 7April 2014

b. Anamnesis: AutoanamnesisKeluhan utama : Badan lemas yang memberat sejak 1 minggu SMRS Keluhan tambahan: Bengkak pada tangan dan kaki, mual, muntah, sesak, kaki terasa lemah

Riwayat Penyakit SekarangPasien wanita usia 52 tahun datang dengan keluhan badan lemas yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas ini menyebabkan pasien sulit beraktivitas. Menurut pasien keluhan lemas dikarenakan pasien tidak nafsu makan. Pasien mnegeluhkan rasa mual di perut yang sering datang saat ia hendak makan. Hal ini menyebabkan pasien sulit untuk makan dan muntah saat memakan makanan yang hendak ia makan. Pasien mengatakan pada mulutnya terdapat rasa tidak enak yang menyebabkan pasien juga sulit makan.

Pasien mengeluhkan kaki dan tangannya yang bengkak sejak 1 tahun SMRS. Pasien mengatakan pada kelopak matanya juga mengalami pembengkakan terutama pada padi hari. Pasien juga mengatakan bahwa perutnya pernah bengkak dan terasa berisi cairan sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa kencingnya lama kelamaan menjadi sedikit sejak 1 tahun SMRS hingga sekarang. Pasien didiagnosa oleh salah satu dokter terkena penyakit ginjal sejak 2 tahun yang lalu dan dianjurkan oleh salah satu dokter di rumah sakit tempat ia berobat untuk melakukan cuci darah.

Pasien mengatakan dirinya tidak mengalami sesak nafas ataupun gangguan pada saat tidur di malam hari. Pasien mengeluhkan sulit berjalan karena kaki terasa lemah dan bergetar saat berdiri. Pasien juga mengatakan bahwa di kaki kanannya terdapat luka sejak 2 bulan yang lalu. Pada awalnya lukahanya berbentuk benjolan berwarna merah berisi cairan, kemudian lama-kelamaan benjolan tersebut pecah dan timbulah borok yang semakin lama semakin lebar. Luka kemudian sempat bernanah dan berbau. Pasien mengatakan kalau luka tersebut merupakan luka lama karena tertusuk paku 1 tahun lalu yang sudah sembuh dan kering.

Pasien mengatakan bahwa dirinya menderita kencing manis sejak 3tahun yang lalu saat berobat ke dokter umum. Pasien kontrol secara teratur, dan minum obat secara teratur. Pasien mengatakan bahwa dirinya terkadang masih sering mengonsumsi minuman manis. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 2 tahun lalu.

Riwayat Penyakit KeluargaAyah dari pasien menderita penyakit kencing manis dan meninggal akibat penyakit tersebut pada usia sekitar 80 tahun.Riwayat Gaya Hidup/KebiasaanPasien jarang berolah raga, tidak memiliki kebiasaan merokok.Riwayat MakananPasien mengatakan bahwa dirinya sering makan tidak teratur. Pasien sering meminum minuman manis dan meminum jamu.Riwayat Sosial EkonomiPasien seorang wirausahawati, sudah menikah dan tinggal bersama suami dan memiliki 4 orang anak. Status LokalisRegio plantaris pedis dextra: ulkus berukuran 1 x 1 cm dengan kedalaman 0,5 cm. 2. Pemeriksaan PenunjangHematologi (6April 2014) :Hb: 7,0 g/dLHt: 28%Leukosit: 10.800/uLH.Jenis: Neutrofil Batang: 2 %Neutrofil segmen: 79 %Limfosit : 4 %Monosit : 8 %Trombosit: 431.000/ uLUreum : 197,5Creatinin : 8,6GDS : 76 mg/ dL (tanggal 7 april 2014)

3. ResumePasien wanita usia 52 tahun datang dengan keluhan badan lemas yang memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas ini menyebabkan pasien sulit beraktivitas. Menurut pasien keluhan lemas dikarenakan pasien tidak nafsu makan. Pasien mnegeluhkan rasa mual di perut yang sering datang saat ia hendak makan. Hal ini menyebabkan pasien sulit untuk makan dan muntah saat memakan makanan yang hendak ia makan. Pasien mengatakan pada mulutnya terdapat rasa tidak enak yang menyebabkan pasien juga sulit makan.

Pasien mengeluhkan kaki dan tangannya yang bengkak sejak 1 tahun SMRS. Pasien didiagnosa oleh salah satu dokter terkena penyakit ginjal sejak 2 tahun yang lalu dan dianjurkan untuk melakukan cuci darah. Pasien juga mengeluhkan sulit berjalan karena kaki terasa lemah dan bergetar saat berdiri. Pasien juga mengatakan bahwa di kaki kanannya terdapat luka sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa dirinya menderita kencing manis sejak 3tahun yang lalu dan berobat teratur. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 2 tahun lalu.

KU: Tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentisTekanan darah: 170/90 mmHgNadi:72x/menit, reguler, isi cukup, tegangan CCcukupRR: 20 x/menitT: 36,50CStatus giziTinggi badan: 165 cmBerat badan saat ini: 60kgIMT: 22 kg/m2 (normal)Gizi: Gizi cukup4. Diagnosa Kerja:CRF Grade V + Gastropati uremicum + Hipertensi Stage 2 + Anemia + Ulkus diabetikum5. Pemeriksaan anjuran Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan Ureum CreatininPemeriksaan creatinin clearencePemeriksaan kadar albumin urin Pemeriksaan Elektrolit darah (Natrium, Kalium)Pemeriksaan Analisa Darah Tepi (ADT) Pemeriksaan USG Ginjal Kultur mikrobiologi pada ulkus

6. Rencana Penatalaksanaan :Non farmakologis1. Tirah baring2. Pembatasan Cairan 1 liter per hari3. Pembatasan Protein 0,9 g/kgBB per hari.4. Diet rendah garam 2-3 gr per hari5. Sterilisasi luka6. Tranfusi PRC 200 cc7. Hemodialisa

Farmakologis1. IVFD NaCl 0,9 % X tetes/menit2. Domperidone 3 x 100 mg3. Omeprazole 1 x 10 mg4. Captopril 3 x 25 mg5. Furosemid Injeksi / 8 Jam

Prognosa:Quo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad malamQuo ad sanationam: dubia ad malam

B. Refleksi kasus

Gagal ginjal kronikPenyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.1 Penelitian epidemiologi multi negara oleh The ESRD incidense Study Group menunjukkan bahwa insiden ESRD di negara-negara Asia dan negara berkembang lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan negara di Eropa, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan insidensi ESRD di Australia dan New Zealand. Gambaran Age-and sex standardized incidense rates (ASR) ESDR di Malaysia pada berbagai kelompok yaitu kelompok umur 0 -14 tahun adalah 96 tiap 1 juta penduduk, 15-29 tahun adalah 26 tiap 1 juta penduduk, 30-44 tahun adalah 77 tiap 1 juta penduduk dan 45-64 tahun adalah 306 tiap 1 juta penduduk. 1,2,3Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Pelaporan dan Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS), diperoleh gambaran bahwa penyakit gagal ginjal menduduki peringkat ke empat dari sepuluh penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia dengan PMR sebesar 3,16% (3047 angka kematian).1 Sedangkan menurut data Profil Kesehatan Indonesia (2006), gagal ginjal menempati urutan ke 6 sebagai penyebab kematian pasien yang dirawat di RS di seluruh Indonesia, dengan PMR 2,99%.1Staging CKDMenurut Suwitra (2010), terdapat kriteria penyakit ginjal kronik, yaitu:2 Kerusakan ginjal yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan, yang berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan/tanpa penurunan GFR, dengan manifestasi berupa kelainan patologis dan tanda kelainan ginjal. GFR yang kurang dari 60 ml/menit/1,73mm2 yang terjadi selama 3 bulan, dengan/tanpa kerusakan ginjal.Klasifikasi dari CKD dilakukan berdasarkan stadium penyakit dan etiologinya. Klasifikasi berdasarkan stadium ditentukan berdasarkan besar GFRnya, yang dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault, yaitu:2

Pada rumus tersebut, perlu dikalikan 0,85 pada individu perempuan.

Tabel 1. Stadium CKD berdasarkan GFR.1

Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan Etiologi.2

Penyakit ginjal diabetesDiabetes Mellitus tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal nondiabetesPenyakit glomerular, seperti penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, dan neoplasia

Penyakit vaskular, seperti penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, dan mikroangiopati

Penyakit tubulointerstitial, seperti pielonefritis kronik, batu, obstruksi, dan keracunan obat

Penyakit kistik, seperti ginjal polikistik

Penyakit pada transplantasiRejeksi kronik

Keracunan obat

Penyakit reccurent pada glomerulus

Transplant glomerulopathy

1. Tatalaksana CKDTatalaksana terhadap CKD yaitu menangani penyakit lain yang menjadi etiologi CKD, kemudian memperlambat progresivitas CKD tersebut. Beberapa tatalaksana dalam memperlambat progresivitas tersebut yaitu:1 Menurunkan hipertensi intraglomerular dan proteinuria. Obat yang dapat digunakan yaitu ACE-inhibitor atau ARB, yang berperan dalam menghambat vasokonstriksi pada arteriol eferen yang disebabkan angiotensin. Inhibisi tersebut menyebabkan penurunan tekanan filtrasi intraglomerular dan proteinuria. Mengontrol gula darah bagi pasien CKD dengan DM. Restriksi protein, yang bertujuan untuk mengurangi gejala akibat uremia dan memperlambat perburukan ginjal. Menurut Harrison, batasan asupan protein dalam sehari yaitu 0,6-0,75 g/kgBB. Sedangkan, pada CKD stadium 5, jumlah protein yang perlu dikonsumsi yaitu 0,9 g/kgBB per hari.Salah satu tatalaksana terhadap CKD yaitu terapi pengganti ginjal. Terdapat dua jenis terapi pengganti ginjal, yaitu dialisis dan transplantasi ginjal. Beberapa indikasi dalam penggunaan terapi pengganti ginjal yaitu adanya ensefalopati, perikarditis uremikum, kram otot, anoreksia, dan nausea. Terapi pengganti ginjal dapat dimulai pada CKD stadium 5 dimana GFR kurang dari 15 ml/menit/1,73mm2.Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan tatalaksana pada penyakit komorbid, penyakit kardiovaskular, dan komplikasi. Perencanaan tatalaksana pada CKD dapat dilakukan sesuai dengan derajatnya, seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Rencana Tatalaksana CKD berdasarkan GFR.1

INFORMED CONSENT Informed Consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan dan Consent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.

Pengertian Informed Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :Yang dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Sedangkan tatacara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter pada pasien , lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2009 Tentang Praktek Kedokteran yang menegaskan sebagai berikut : (1) Setiap Tindakan Kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien diberikan penjelasan lengkap(3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :a. Diagnosis dan tatacara tindakan medisb. Tujuan tindakan medis dilakukanc. Alternatif tindakan lain dan resikonyad. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dane. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan. Dengan lahirnya UU No. 29 Tahun 2004 ini, maka semakin terbuka luas peluang bagi pasien untuk mendapatkan informasi medis yang sejelas-jelasnya tentang penyakitnya dan sekaligus mempertegas kewajiban dokter untuk memberikan informasi medis yang benar, akurat dan berimbang tentang rencana sebuah tindakan medik yang akan dilakukan, pengobatan mapun perawatan yang akan di terima oleh pasien. Karena pasien yang paling berkepentingan terhadap apa yang akan dilakukan terhadap dirinya dengan segala resikonya, maka Informed Consent merupakan syarat subjektif terjadinya transaksi terapeutik dan merupakan hak pasien yang harus dipenuhi sebelum dirinya menjalani suatu upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya . Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas maka Informed Consent bukan hanya sekedar mendapatkan formulir persetujuan tindakan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarganya tetapi persetujuan tindakan medik adalah sebuah proses komunikasi intensif untuk mencapai sebuah kesamaan persepsi tetang dapat tidaknya dilakukan suatu tindakan, pengobatan, perawatan medis. Jika proses komunikasi intesif ini telah dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara dokter sebagai pemberi pelayanan dan pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan maka hal tersebut dikukuhkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,demikian halnya jika bahwa ternyata setelah proses komunikasi ini terjadi dan ternyata pasien menolak maka dokter wajib untuk menghargai keputusan tersebut dan meminta pasien untuk menandatangani surat pernyataan menolak tindakan medik, jadi informed Consent adalah sebuah proses bukan hanya sekedar mendapatkan tandatangan lembar persetujuan tindakan.Hal pokok yang harus di perhatikan dalam proses mencapai kesamaan persepsi antara dokter dan pasien agar terbangun suatu persetujuan tindakan medik adalah bahasa komunikasi yang digunakan. Jika terdapat kesenjangan penggunaan bahasa atau istilahistilah yang sulit dimengerti oleh pasien maka besar kemungkinan terjadinya mispersepsi yang akan membuat gagalnya persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut , Komalawati ( 2002: 111) mengungkapkan bahwa informed conset dapat dilakukan ,antara lain : a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulisb. Dengan bahasa yang sempurna secara lisanc. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima pihak lawand. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan.e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan

Jika setelah proses informed yang dilakukan oleh dokter pada pasien dan ternyata pasien gagal memberikan consent sebagaimana yang di harapkan , tidaklah berari bahwa upaya memperoleh persetujuan tersebut menjadi gagal total tetapi dokter harus tetap memberikan ruang yang seluas-luasnya untuk pasien berfikir kembali setiap keuntungan dan kerugian jika tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan. Selain itu dokter tetap berusaha melakukan pendekatan-pendekatan yang lebih efektif dan efisien yang memungkinkan untuk memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan jika memang tindakan tersebut adalah tindakan yang utama dan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menolong menyembuhkan atau meringankan sakit pasien.Pada pasien CKD, terutama yang dilakukan terapi pengganti ginjal, perlu diberikan edukasi dan dukungan yang cukup untuk bersedia melakukan terapi, salah satunya dialisis. Perlu dukungan dari lingkungan sekitar untuk dapat menerima dan memahami kondisi pasien, serta mendukung kesembuhannya. Selain itu, pasien juga perlu diedukasi untuk dapat beraktivitas dengan baik dan menjaga asupan nutrisinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abboud H. Chronic kidney disease. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, et all. Harrisons principle of internal medicine18 edition. Philadelphia: McGraw-Hill. 2012. Pp. 1653-74.2. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009; Hlm. 1035-1040.3. Panggabean M. Gagal jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. Hlm. 1583-964. Guwandi,J. Informed Consent.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2004