Gastritis Ec Nsaid

26
Makalah PBL Gastritis Erosif et causa NSAID Disusun Oleh: Adrian Cristianto Yusuf 102010206 A8 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta 2014 Pendahuluan Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di

description

PBL blok 16

Transcript of Gastritis Ec Nsaid

Page 1: Gastritis Ec Nsaid

Makalah PBL

Gastritis Erosif et causa NSAID

Disusun Oleh:

Adrian Cristianto Yusuf

102010206

A8

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

2014

Pendahuluan

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinisyang terdiri dari rasa tidak enak/sakit

di perut bagian atas yang menetap atau mengalamikekambuhan. Keluhan refluks

gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung,

kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya.Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ

tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang

empedu, dan lain-lain.

Page 2: Gastritis Ec Nsaid

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak

jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur

organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong

saluran pencernaan).

Dispepsia adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak

nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering

bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang

pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional

tertentu misalnya stres.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak

enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks

gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung

kini tidak lagi termasuk dispepsia.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa

tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan

panas di dada daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat

kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya

Anamnesis

1. Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati

seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?

2. Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?

3. Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum

alkohol atau jamu-jamuan?

4. Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?

5. Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus

menerus tetapi sedikit-sedikit?

6. Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?

7. Menanyakan riwayat minum obat ? (termasuk minuman yang mengandung alkohol dan

jamu yang dijual bebas di masyarakat).

Page 3: Gastritis Ec Nsaid

8. Menanyakan apakah ada tanda dan gejala “alarm” (peringatan) ? (mual muntah, anemia,

hematemesis melena, penurunan BB, disfagia).1

Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien

saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan aktivitasnya

baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.

Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan

pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran,

serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Pemeriksaan fisik abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis umum secara

keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu untuk mencari atau

mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal atau sistem ginjal dan saluran kemih atau

genitalia maupun perineum namun jarang.

Inspeksi, pada pemeriksaan ini yaitu melihat perut bagian depan dan belakang sehingga

didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak,bentuk atau kontur,ukuran,kondisi

dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan pergerakan dinding perut. Selain itu juga

perhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena

pembedahan,asimetri perut yang menujukkan adanya massa tumor, stria, vena yang berdilatasi,

kaput medusa, atau obstruksi vena kava inferior, peristalsi usus, distensi dan hernia.

Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan dengan

meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada

telapak dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentukan bentuk, besar, tepi, permukaan

serta konsistensi organ. Permukaan organ dinyatakan apakah rata atau berbenjol-benjol;

konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan

dengan tumpul atau tajam. Sebisa mungkin seluruh bagian perut terpalpasi,kemudia cari apakah

ada pembesaran massa tumor,apakah hati,limpa,dan kandung empedu membesar atau teraba.

Periksa apakah ginjal,ballotement positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap yaitu

palpasi permukaan(superficial) dan palpasi dalam (deep palpaltion). Palpasi dapat dilakukan

Page 4: Gastritis Ec Nsaid

dengan 1 tangan atau 2 tangan(bimanual) terutama pada pasien gemuk. Perinci nyeri tekan

abdomen antara lain berat ringannya,lokasi nyeri yang maksimal apakah ada tahanan

(peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan.

Setelah palpasi, biasanya dilanjutkan dengan tindakan perkusi. Tujuan perkusi adalah

untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ

maupun massa yang abnormal di bagian tubuh tertentu. Perkusi abdomen dilakukan dengan cara

tidak langsung sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan penenkanan yang lebih

ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kandung

empedu/vesika urinaria dimana suaranya redup, pekak, menentukan ukuran hati dan limpa secara

kasar, menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas (timpani), masa tumor (redup-pekak)

dan asites. Perkusi abdomen sangat membantu dalam menentukan apakah rongga abdomen berisi

lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu

timpani,kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah pekak. Hilangnya sama sekali daerah

pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh abdomen harus dipikirkan akan

kemungkinan adanyaudara bebas di rongga perut misal pada perforasi usus.

Selanjutnya adalah auskultasi, dimana auskultasi adalah pemeriksaan dengan

menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung, peristaltik

usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah.

Pemeriksaan ini untuk memeriksa :

Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi ,menghilang

pada ileus paralitik

Succussion splash- untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung

Bruit arterial

Venous hum pada kaput medusa

Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3x permenit. Jika terdapat

obstruksi usus,suara peristaltik usus ini akan meningkat,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit

yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi.

Page 5: Gastritis Ec Nsaid

Untuk kasus dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan

intra abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan

yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal/peritonitis.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

a. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan

pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan

lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair

berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.

Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung.

Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan

karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA

19-9.

b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan

pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau

mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.

c. Endoskopi  bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan

untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut

kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi

oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai

diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi

adalah:

a.    CLO (rapid urea test).

b.   Patologi anatomi (PA).

c.   Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan.

d.   PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.

d. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD (oesophagus maag

duodenum) dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test .

Page 6: Gastritis Ec Nsaid

Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya

dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di

esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang

meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke

intestin. Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang

disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari

tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin. Kanker di lambung

secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah

kanker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos

abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign),

atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut  sentinal loops.

Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau

respon kerongkongan terhadap asam.2

Differential Diagnosis

1. Dispepsia Fungsional

a. Definisi :

Konsensus Roma III (2007) mendefinisikan kriteria diagnostik untuk dispepsia

fungsional sebagai berikut : Setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling tidak sudah 6

bulan, dengan satu atau lebih keluhan ini : nyeri epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh,

dan rasa terbakar di epigastrium serta tidak ditemukan kelainan structural-biokimiawi,

termasuk setelah dilakukan pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi (EGD).

Keluhan klinis utama untuk dispepsia fungsional menurut Rome III, adalah nyeri

epigastrik, cepat kenyang, rasa penuh dan rasa terbakar di epigastrium. Lokasi

epigastrium adalah area antara umbilikus dan ujung inferior sternum, di linea

midklavikular. Yang dimaksud dengan nyeri adalah rasa tidak nyaman, dengan atau tanpa

rasa terbakar, walau sebagian pasien tidak menginterpretasikan sebagai ‘nyeri’. Rasa

penuh adalah rasa tidak nyaman seakan-akan makanan dilambung menetap lebih lama.

Page 7: Gastritis Ec Nsaid

Cepat kenyang adalah rasa lambung langsung penuh walaupun baru makan sedikit. Rasa

terbakar di epigastrium adalah rasa panas yang tidak menyenangkan di epigastrium.

b. Klasifikasi :

Di masa lalu, dispepsia fungsional dibedakan menjadi 4 subgrup yaitu tipe ulkus,

tipe dismotalitas, tipe refluks, dan tipe non spesifik. Namun dispepsia tipe refluks

ternyata dapat berlanjut menjadi penyakit organik, yaitu GERD, sehingga dispepsia

tipe refluks tidak lagi dimasukkan kedalam dispepsia fungsional.

Klasifikasi dispepsia fungsional yang lebih banyak digunakan saat ini adalah :

Dispepsia tipe ulkus, keluhan nyeri epigastrium dominan

Dispepsia tipe dismotilitas, keluhan kembung dan mual lebih dominan

Dispepsia tipe non spesifik

Klasifikasi lain dari dispepsia fungsional adalah pembagian menurut Rome III,

yaitu diklasifikasikan dalam 2 subgrup yaitu :

Dispepsia yang dicetuskan oleh makan, disebut Postprandial Distress

Syndrome (PDS), dimana simptom utama adalam rasa penuh dan cepat

kenyang

Dispepsia yang tidak berhubungan dengan makan, disebut Epigastric Pain

Syndrome (EPS), dimana simptom utama adalah nyeri epigastrium dan rasa

terbakar di epigastrium

c. Patofisiologi :

Dispepsia fungsional hingga kini belum jelas, namun beberapa teori pernah

diajukan, antara lain :

Meningkatkan sensitifitas mukosa lambung terhadap asam

Ambang rangsang persepsi lebih rendah

Adanya disfungsi saraf autonom yaitu neuropati vagal sehingga ada rasa

cepat kenyang

Page 8: Gastritis Ec Nsaid

Adanya stress psikologik

Sedangkan pengaruh aktivitas mioelektrik lambung, pengaruh hormonal,

pengaruh infeksi Helicobacter pylori, hubungan dengan dismotilitas

gastrointestinal, pengaruh diet dan factor lingkungan terhadap dispepsia

fungsional masih belum jelas.3

2. Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan

pada usia lebih dari 40 tahun.12 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :

Gastritis

Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.

Infeksi kuman Helicobacter pylori dan OAINS merupakan kausa gastritis yang sangat

penting. Perjalanan alamiah gastritis kronik akibat infeksi kuman Helicobacter pylori

secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan

gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik non atropi predominasi

antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi

di korpus ringan atau tidak sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau

metaplasia. Pasien-pasien seperti ini biasanya asimptomatis, tetapi mempunyai resiko

menjadi tukak duodenum. Gastritis kronik atrofi multifokal mempunyai ciri-ciri

khusus sebagai berikut : terjadi inflamasi pada hampir seluruh mukosa, seringkali

sangat berat berupa atropi atau metaplasia setempat-setempat pada daerah antrum dan

korpus. Gastritis kronik atropi multifokal merupakan faktor resiko terpenting

displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Infeksi Helicobacter pylori juga sering

dihubungkan dengan limfoma MALT. Gastritis kronik atrofi predominasi korpus atau

sering disebut gastritis kronik autoimun setelah beberapa dekade kemudian akan

dikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya

berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung-hubungkan dengan

Page 9: Gastritis Ec Nsaid

gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang-kadang sampai

muntah. Keluhan-keluhan tersebut sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis.

Keluhan-keluhan tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi

keberasilan pengobatan. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi

yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan

sistematis sesuai dengan update Sydney System yang mengharuskan mencantumkan

topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-

erosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae. Perubahan-perubahan

histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat

menggambarkan proses yang mendasari, misalnya autoimun atau respon adaptif

mukosa lambung. Perubahan – perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel,

hyperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamsai sel mononuklear, folikel limpoid,

atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.

Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman

Helicobacter pylori.

Ulkus Peptik

Ulkus peptik adalah defek berukuran diatas 5mm, kedalaman mencapai lapisan

submukosa. Ulkus peptik berbatas tegas, dapat menembus muskularis mukosa sampai

lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Ulkus peptik terdiri dari ulkus

lambung dan ulkus duodenum. Ulkus duodenum ditemukan pada 6-15% populasi

barat. Angka kematian dan komplikasi usus duodeni menurun sejak ditemukannya

eradikasi Hp. Ulkus gaster muncul pada usia lebih tua, umumnya pada dekade ke-6.

Lebih dari 50% ditemukan pada laki-laki, dan lebih jarang didapatkan dibanding

ulkus duodenum. Rendahnya angka ulkus gaster kemungkinan karena sering muncul

tanpa keluhan, dan keluhan yang timbul adalah komplikasinya. Angka kejadian ulkus

peptik menurun sejak ditemukannya terapi eradikasi HP. Ulkus peptik banyak

ditemukan pada gender pria, golongan usia lanjut dan sekelompok sosial ekonomi

rendah. Ulkus duodenum jarang berhubungan dengan keganasan, sebaliknya ulkus

Page 10: Gastritis Ec Nsaid

gaster dapat berhubungan dengan keganasan. Dimana ulkus peptik dipengaruhi oleh

faktor agresif dan defisiensif, yaitu :

a. Faktor agresif yang paling utama adalah H. Pylori dan OAINS. Selain itu,

pengaruh rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetik

juga turut berperan.

b. Faktor defisiensif terdiri dari preepitel, epitel dan subepitel. Preepitel ditentukan

oleh ketebalan mukus dan kadar bikarbonat. Epitel ditentukan oleh kecepatan

perbaikan mukosa yang rusak, dimana sel sehat bermigrasi ke ulkus. Subepitel

ditentukan oleh mikrosirkulasi dan PG endogen yang menekan ekstravasasi

leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.3

3. Sindrom Mallory Weiss

Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat yang

berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa

lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit dibawah esofagogastrikum junction.

Robekan Mallory – Weiss ini timbul karena adanya tekanan gradien transmural yang besar,

timbul cepat dan transien di sepanjang regio junction gastro esophageal. Distensi akut dari

esofagus bawah yang tidak dapat berdistensi juga bisa menyebabkan robekan linear pada regio

ini.

Dengan peningkatan tekanan intragaster yang disebabkan faktor-faktor presipitasi seperti

mual atau muntah, gradien tekanan transmural meningkat secara dramatis di sepanjang hiatus

hernia, yang menimbulkan zona tekanan intratoraks rendah. Jika kekuatan merobek cukup tinggi,

laserasi longitudinal akhirnya timbul. Dari dalam hernia, robekan lebih berkaitan dengan

kurvatura minor kardia gaster, yang relatif immobile dibanding bagian lambung lainnya.

Mekanisme potensial lainnya dari robekan Mallory-Weiss adalah prolapsus akibat trauma

atau intususepsi lambung atas esophagus, yang bisa dilihat selama dilakukan endoskopi.

Working Diagnosis

Page 11: Gastritis Ec Nsaid

Gastritis erosif et causa NSAID

Etiologi

Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan,

terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar asam lambung lansia

biasanya mengalami penuruna hingga 85%.

Dispepsia dapat disebabkan oleh kelainan organik, yaitu :

a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis,

tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik,

digitalis, teofilin dan sebagainya.

c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis,

kolesistitis kronik.

d. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.4

Epidemiologi

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis

sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek

spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk

pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya tidaklah terdokumentasi dengan baik, tetapi

penelitian di Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8% pada

subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya. Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu

pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of population-

based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati

dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%.

Dispepsia masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan

yang kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya

perobatannya. Walaupun gejalanya hanya singkat dan dapat diobati sendiri oleh pasien tanpa berobat

ke dokter.

Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%) populasi tiap tahun tetapi

tidak semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari pengobatan medis.4

Patofisiologi

Page 12: Gastritis Ec Nsaid

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak sepenuhnya dipahami.

Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu topikal

dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili,

sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi

prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi

sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan

cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan

meningkakan epitel defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan

meningkatkan kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan

mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu,

prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di antara

antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel

di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.5

Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin

endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX

(siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini

dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam

gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperan penting dalam pembentukan

prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yang juga

bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus menghasilkan

vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan

timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.6

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi

mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien

yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap

ipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera mukosa lambung

dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi

seperti molekul adhesi antar sel-1 oleh mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-α

mengarah ke peningkatan adheren dan aktivasi neutrofil-endotel.4

Page 13: Gastritis Ec Nsaid

Gambar 1. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung.

Manifestasi Klinik

a. Nyeri perut (abdominal discomfort),

b. Rasa perih di ulu hati,

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah,

d. Nafsu makan berkurang,

e. Rasa lekas kenyang,

f. Perut kembung,

g. Rasa panas di dada dan perut,

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).4

Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan

skema penatalaksanaan dispepsia yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli

Page 14: Gastritis Ec Nsaid

(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan

dispepsia di masyarakat.

   Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir

sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,

Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya

hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam

waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,

namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa

MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak

selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat

menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek

sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik

atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis

respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Page 15: Gastritis Ec Nsaid

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).

Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan

meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site

protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna

bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia

fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki

bersihan asam lambung (acid clearance)

7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi

dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan

yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.5

Pencegahan

Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang

pedas, asam, gorengan atau berlemak.

Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa

dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.

Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat

lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam

Page 16: Gastritis Ec Nsaid

lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama

terjadinya kanker lambung.

Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan

dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu

mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan

sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga

meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan.

Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan NSAID, obat-

obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat

peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang

mengandung acetaminophen.6

Kesimpulan

Obat-obatan OAINS inilah yang diduga sebagai faktor penyebab terbesar timbulnya

masalah pada pasien karena telah dijabarkan diatas bagaimana cara kerja obat-obat OAINS

tersebut menghambat enzim siklooksigenase pada lambung yang sangat penting untuk

pembentukan prostaglandin, dimana prostaglandin ini berfungsi untuk melindungi dinding

lambung atau sebagai sitoprotektor dari asam lambung atau HCl yang bersifat korosif terhadap

dinding lambung. Penanganan untuk pasien ini ada dua cara yaitu non medikamentosa dan

medika mentosa. Untuk penatalaksanaan non-medikamentosa, dapat diberikan edukasi seperti

atasi obese dengan diet dan olahraga yang sesuai, mengganti pemakaian OAINS COX 1 dengan

COX 2, perhatikan hygiene perorangan agar tidak terinfeksi Helicobacter pylorii, batasi makanan

tertentu seperti kopi, pedas, asam yang dapat merangsang sekresi asam lambung. Sedangkan

untuk terapi medikamentosa, yang dapat diberikan adalah mengatasi shock pasien dengan NaCl

+ Na Laktat, transfusi darah untuk mengembalikan kondisi kurangnya darah akibat muntah darah

pasien, stop perdarahan dengan menggunakan obat-obatan vasopresin, atau menggunakan balon

tamponade, memberi obat untuk lambungnya seperti PPI, Sucralfat, antacid, istirahat yang cukup

dan konsumsi obat yang teratur, dan eradikasi kuman HP bila terdapat indikasi. Untuk prognosis

Page 17: Gastritis Ec Nsaid

pada pasien ini secara keseluruhan baik apabila diikuti dengan penatalaksanaan yang baik dan

adekuat.

Daftar Pustaka

1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC, 2009.h.83-8.

2. Kowalak JP, Welsh W, Editor. Buku pegangan uji diagnostic. Ed. 3.jakarta : EGC,

2009.h.651-745.

3. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi

V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.591-97.

4. Corwin E J. buku saku patofisiologi. Edisi ke 3. Jakarta : EGC; 2009.h.614-15.

5. Gunawan SG, Nafriaidi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI; 2011 h.633-4.

6. Isselbacher,dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Vol 4. Jakarta :

EGC;2000.H.1577-82