Syok Hipovolemik Ec Dehidrasi Ec Gastroenteritis
-
Upload
elseyra-rebecca-parhusip -
Category
Documents
-
view
84 -
download
17
description
Transcript of Syok Hipovolemik Ec Dehidrasi Ec Gastroenteritis
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANADAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014
Syok Hipovolemik et causa Dehidrasi et causa GastroenteritisElseyra Rebecca Parhusip / 102012116
Jl. Terusan Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk. Grogol, Jakarta baratPendahuluan
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang
serius, seperti perdarahan masif, trauma dan luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark
miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol
(syok sepsis), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun
(syok anafilaktik).1
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi
yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Dua contoh syok
hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis masif dan luka
bakar yang luas.1 Terjadinya kehilangan cairan dapat di bagi atas cairan eksternal dan internal.
Kehilangan cairan eksternal terutama terjadi pada gastroenteritis, walaupun demikian kehilangan
cairan eksternal ini juga dapat timbul dari sengatan matahari, poli uria, dan luka bakar.
Sedangkan kehilangan cairan internal di sebabkan oleh sejumlah cairan yang berkumpul pada
ruangan peritoneal dan pleura. Kehilangan cairan eksternal ini juga di sertai dengan kehilangan
elektrolit.2
Dalam makalah ini akan membahas mengenai kasus yang berisi sebagai berikut :
“Seorang perempuan berusia 76 tahun dibawa ke IGD RS karena penurunan kesadaran sejak 20
1
menit yang lalu. Tiga hari sebelumnya, pasien mengalami diare. Frekuensi diare sangat sering
kira kira tiap 2 jam sekali dan disertai muntah. Riwayat lain tidak diketahui.”
Pembahasan
Sebelum mendiagnosa penyakit yang diderita seorang pasien, kita harus melakukan
beberapa tahap yang penting agar tepat dalam mendiagnosa dan tatalaksana yang dapat
dilakukan untuk pasien, yaitu :
Anamnesis
Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien yang berkaitan dengan
kondisi kesehatannya. Anamnesis yaitu tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan
pasien, secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung melalui kelurga atau relasi
terdekat. Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan.3 Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis juga dapat membantu
penenggakan diagnosis hingga 80%.4 Pada kasus ini anamnesis yang perlu dilakukan adalah
alloanamnesis yaitu dengan menanyakan keadaan pasien kepada pengantar, orangtua atau wali
dari pasien ataupun dari orang yang dipercaya oleh pasien.
Langkah langkah dalam pembuatan anamnesis adalah menanyakan identitas pasien,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat
pemakaian obat obatan, dan riwayat social.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan adalah dengan cara memeriksa keadaan umum,
kesadaran umum dan kemudian tanda tanda vital. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan
didapatkan pasien sakit berat, apatis, BAB (+) 1 gelas akua, cokelat (+), lendir (+), muntah ½
gelas akua, isi muntahan adalah makanan, berisi cairan kuning. Pemeriksaan tanda tand avital
yaitu tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 110x/menit, suhu 36o C, respiratory rate 26x / menit,
turgor kulit menurun akral teraba dingin.
2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan, langkah diagnosis
selanjutnya tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas
dari kondisi pasien itu sendiri.1 Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan
antara lain: analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3,
BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan
dilakukan pencocokan.5
2. Pemeriksaan Radiologi
Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan
ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis.
Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik,
dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai
ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah
pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.5 Jika dicurigai terjadi
diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan
transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.5 Jika dicurigai terjadi
cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography
for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan
umumnya dilakukan pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus
dilakukan pemeriksaan radiologi.5
Diagnosis Klinis
Gastroenteritis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada saluran
pencernaan kita. Peradangan ini menyebabkan kerusakan pada jaringan permukaan usus dan
peningkatan gerakan usus tersebut. Selanjutnya, perubahan kondisi usus tersebut mengakibatkan
cairan diperas keluar ke permukaan usus dan akhirnya menyebabkan diare. Diare hebat ini akan
menyebabkan pasien pada kasus ini dehidrasi berat sehingga menyebabkan syok. Syok adalah
suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik yang ditandai
3
dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital tubuh.
Syok diklasifikasikan menurut etiologi, yaitu :
a. Syok hipovolemik : dehidrasi, kehilangan darah dan luka bakar
b. Syok distributive : kehilangan tonus vascular (anafilaktik, septic, syok toksik)
c. Syok kardiogenik : kegagalan pompa jantung
d. Syok obstruktif : hambatan terhadap sirkulasi untuk pbstruksi intrinsic dan ekstrinsik.6
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi
yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat.7
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidak-stabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber pendarahan. Diagnosis akan sulit bila pendarahan
tidak ditemukan dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi
penurunan jumlah plasma darah. Setelah pendarahan maka biasanya hemoglobin dan hematokrit
tidak langsung turun sampai terjadi gangguan kompensasi atau terjadi penggantian cairan dari
luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai adanya pendarahan.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan
hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan kecurigaan adanya hipovolemia.1
Jangan mengandalkan TD sistolik sebagai indikator utama dari syok; kebiasaan ini
mengakibatkan tertundanya diagnosis. Mekanisme kompensasi mencegah penurunan TD sistolik
yang bermakna, sampai pasien telah kehilangan 30% dari volume darahnya. Perhatian harus
lebih ditujukan terhadap nadi, frekuensi nafas, dan perfusi kulit.
Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat dari volume darah yang berkurang.
Hal ini bisa terjadi akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.1
4
Tabel 1. Penyebab syok hipovolemik berdasarkan kelompoknya1
Perdarahan Kehilangan Plasma Kehilangan cairan
ekstraselular
Hematom subkapsular hati Luka bakar yang luas Muntah
Perdarahan gastrointestinal Pankreatitis Dehidrasi
Perlukaan berganda Sindrom dumping Diare
Aneurisma aorta pecah Deskuamasi kulit Insufisiensi renal
Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inlah yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada
beberapa organ:8
1. Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan
otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal.
Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi
kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat
bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia
yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika
tekanan arterial rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) jatuh hingga < 60 mmHg, maka
aliran ke organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.8
2. Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptordan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang
mengatur perfusi serta substrak lain.8
5
3. Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung,
penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya
menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat
namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah
jantung.8
4. Pulmonal
Respons dari susunan vascular pulmonal (pulmonary vascular bed) terhadap shok
berlawanan dengan susunan vascular sistemik (systemic vascular bed), dan peningkatan
relative resistensi vascular pulmonal, terutama pada shok sepsis, dapat melewati
resistensi vascular sistemik (Systemic Vascular Resistance, SVR), yang dapat
menyebabkan gagal jantung kanan. Takipnea diinduksi-shok mengurangi volume tidal
dan menambah ruang rugi dan vetilasi menit. Hipoksia relatif yang diikuti oleh takipnea
menginduksi alkalosis respiratorik. Shok dikenal dapat menyebabkan acute lung injury
yang diikuti oleh acyte respiratory distress syndrome (ARDS). Kelainan ini ditandai
dengan edema pulmonal nonkardiogenik yang dihasilkan dari kerusakan difus endotel
kapiler pulmonal dan epitel alveolus, hipoksemia, dan infiltrasi pulmonal bilateral difus.
Hipoksemia dihasilkan dari perfusi alveolus yang tak terventilasi. Hilangnya surfaktan
dan volume paru dalam kombinasi dengan peningkatan edema alveolar dan interstisial
mengurangi compliance paru. Usaha untuk bernafas dan kebutuhan akan oksigen otot
respirasi bertambah.8
5. Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus.
Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan
memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.8
6
6. Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air.
Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan
vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.8
Stadium Syok
Berdasarkan persentasi volume kehilangan darah , syok hipovolemik dapat dibedakan
menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase kehilangan
darah . yaitu :9
1. Stadium I
Stadium I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada kehilangan darah hingga maksimal
15% dari total volume darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensasi dengan
vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan capillary refilling. Pada saat ini pasien
juga menjadi sedikit cemas atau gelisah , namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-
rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam keadaan normal.9
2. Stadium II
Syok hipovolemik stadium II adalah jika terjadi perdarahan sekitar 15-30%. Pada stadium
ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu mengkompensasi fungsi kardiosirkulasi,
sehingga terjadi takikardi, perlambatan capillary refilling, peningkatan frekuensi nafas,
dan pasien menjadi lebih cemas.9
3. Stadium III
Stadium III terjadi bila perdarahan mencapai 30-40%. Gejala yang muncul pada stadium
II menjadi semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali per
7
menit. Peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan
tekanan darah sistolik sangat menurun, capillary refilling menjadi sangat lambat.9
4. Stadium IV
Stadium IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah lebih dari 40%. Pada saat ini
takikardi lebih dari 140 kali permenit. Dengan pengisian lemah sampai tidak teraba,
dengan gejala klinis yang semakin memburuk. Kehilangan volume sirkulasi lebih dari
40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat , tekanan nadi semakin kecil dan disertai
dengan penurunan kesadaran atau letargik.9
Tabel 2. Stadium Syok Hipovolemik dan Gambaran Klinisnya9
Tanda dan
Pemeriksaan
Klinis
Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
Kehilangan
Darah (%)15 % 15-30% 30-40% >40%
Kesadaran Sedikit cemas CemasSangat
cemas/bingungLetargi
Frekuensi
Jantung atau
Nadi
<100x/menit>100-120x/
menit
>120-140x/
menit>140x/menit
Frekuensi
Nafas14-20x/menit 20-30x/menit 30-40x/menit >35x/menit
Capillary
RefillingLambat Lambat Lambat Lambat
Tekanan Darah
SistotikNormal Normal Turun Turun
Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun
Produksi Urin >30ml/jam 20-30ml/jam 5-15ml/jam Sangat sedikit
Gejala Klinis
8
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat
atau singkat.10
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respon
fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung sambil
memperbaiki volume darah dalam sirkulasi efektif. Di sini akan terjadi peningkatan kerja
simpatis, hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormon stress serta ekspansi
besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial,
interselular dan menurunkan produksi urin.1
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting
untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan langsung. Syok hipovolemik
akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam
kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan
status mental. Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan,
sebaiknya dinilai pada semua pasien.
Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan
memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi
kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor).5
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu :
- Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
9
- Takikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
- Hipotensi karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mmHg.
- Oliguria karena produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.10
Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki
perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini
tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat
diberikan pengobatan kausal.
A. Lakukan primary survey A, B, C, D, E
Airway
Penanganan jalan napas pada survei primer dapat dilakukan hanya dengan
memposisikan jalan napas dengan melakukan maneuver pengangkatan dagu atau
pendorongan rahang (jaw thrust; dilakukan jika terdapat kekhawatiran akan
instabili¬tas leher dan tulang belakang). Penanganan tersebut juga mencakup
penempatan alat bantu jalan napas oral atau nasofaring dan pemberian oksigen
tambahan. Pada kasus obstruksi, benda asing dapat dibebaskan dengan
menggunakan manuver basic life support atau secara manual dengan penghisapan
{suctioning) atau forseps Magill. Intervensi jalan napas yang definitif, seperti
intubasi endotrakeal oral (dengan atau tanpa rapid sequence technique), intubasi
nasotrakeal atau pembedahan jalan napas (misal krikotiroidotomi), mungkin
diperlukan.
Breathing
10
Intervensi yang mungkin dilakukan saat fase pernapasan survey primer
adalah ventilasi dengan bag valve mask, pemberian nalokson untuk apnea yang
dicetuskan narkotika, pemasangan jarum dan slang torakostomi dan penggunaan
ventilasi bertekanan positif, baik dengan cara invasif maupun non-invasif.
Circulation
Intervensi saat fase sirkulasi pada survey primer mencakup pemasangan
monitor oksimetri untuk denyut nadi dan jantung serta pemasangan infus ke
pembuluh darah. Intervensi tersebut juga dapat mencakup pemberian cairan dan
produk darah.
Disability
Disabilitas menggambarkan penilaian status neurologis pada survey
primer. Jika memungkinkan, sebaiknya penilaian cepat dilakukan sebelum
memberikan obat atau agen paralisis. Intervensi saat fase disabilitas pada survey
primer sering kali terbatas pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, karena
semua hal tersebut mempengaruhi fungsi neurologis. Degitu semua hal tersebut
dapat diketahui, perhatian dapat diarahkan pada upaya intervensi seperti CT
kranial, pemberian manitol dan hiperventilasi untuk kasus kecurigaan herniasi
otak.
Exposure
Meskipun sering digambarkan sebagai upaya “menelanjangi,membalik,
meraba dan mencium”, pajanan tidak hanya berarti menelanjangi pasien, tetapi
juga mencakup upaya pencarian petunjuk penting lainnya.
Intervensi terpenting saat fase pemajanan pada survei primer sering kali
berupa pengukuran suhu rektum dan pemeliharaan suhu tubuh normal (eutermia).
Hal ini dapat dilakukan dan hanya menempatkan selimut hangat pada pasien
hingga prosedur penghangatan invasi/ untuk pasien hipotermia tak stabil. Pada
beberapa resusitasi, hipotermia dapat dipertahankan atau ditimbulkan secara
sengaja. Pasien dengan hipertermia dapat ditangani dari sekedar pemberian
asetaminofen, atau. Pada kasus dengan peningkatan suhu tubuh yang ekstrem
(>40°C), memerlukan upaya pendinginan mekanis yang agresif. Pembalutan luka
dengan bahan yang steril harus dilakukan pada pasien dengan luka bakar.5
11
B. Resusitasi cairan
Resusitasi cairan dengan cepat adalah dasar dari tatalaksana terapi syok
hipovolemik. Cairan harus diinfus pada kecepatan yang tepat untuk mengoreksi defisiensi
cairan. Pada pasien yang muda, infus biasanya dilakukan dengan kecepatan penuh yang
disanggupi oleh alat dan akses vena. Pada pasien yang lebih tua atau dengan penyakit
jantung, infus harus diperlambatkan setelah terjadi respon perbaikan untuk mencegah
terjadinya efek hipervolemia. Cairan parenteral dibagi dua yakni kristaloid dan koloid,
yang berbeda dari berat molekul.
Kristaloid, cairan kristaloid memiliki berat molekul yang rendah yakni <6000.
Walaupun cairan ini banyak jenisnya, namun yang dapat dipakai untuk syok
hipovolemik adalah cairan yang isotonis dan memiliki natrium sebagai komponen
utama. Karena memiliki viskositas yang rendah maka dapat diberikan dengan
banyak dari vena perifer. Karena cairan isotonik memiliki osmolalitas yang sama
dengan cairan tubuh, maka tidak ada perpindahan cairan kedalam atau keluar dari
ruang intrasel. Kondisi cairan dalam extrasel adalah 75% ekstravaskular dan 25%
intravaskular. Administrasi cairan kristaloid adalah 3 kali dari jumlah cairan
tubuh yang hilang, karena kurang dari 2 jam hanya tersisa 20% dari jumlah cairan
yang diinfus berada pada ruang intravaskular. Cairan kristaloid aman dan efektif
untuk resusitasi pasien dengan syok hipovolemik. Komplikasi dari penggunaan
cairan ini adalah undertreatment dan overtreatment.
Koloid, cairan ini memiliki berat jenis molekul yang tinggi untuk efek
osmotiknya. Karena itu, cairan koloid akan berada didalam ruang intravaskular
dalam waktu yang lama. Jumlah cairan koloid yang lebih sedikit dibandingkan
dengan cairan kristaloid diperlukan untuk terapi resusitasi karena sifat berat
molekulnya yang berat, sehingga menarik cairan dari ruang ekstravaskular ke
ruang intravaskular. Pada metaanalisis dari percobaan random, prospektif dengan
26 sampel ditemukan peningkatan angka sebesar 4% pada kematian dengan
penggunaan albumin dibanding kristaloid sebagai terapi resusitasi.
C. Hentikan Diare
Diare yang terjadi perlu dihentikan dan penyebabnya dicari lebih lanjut apakah berupa
suatu intoleransi atau suatu infeksi agar tidak memberikan tatalaksana yang salah, untuk
12
pemberian obat penghenti diare dapat diberikan loperamid dengan dosis 4mg pada
awalnya, dan 2 mg setiap diare, sehari tidak lebih dari 16mg. Hentikan apabila tidak ada
perbaikan dalam 48jam. Efek samping yang dapat terjadi adalah mual, nyeri perut, mulut
kering, flatulens, konstipasi.
D. Terapi khusus syok hipovolemik
Pada dewasa : beri 2-3 liter RL atau NaCl 0,9% evaluasi
Anak : 20 cc / kg, diulang 2 kali, bila tidak ada respons beri darah
Darah tipe spesifik, bila tidak ada pack red cell O
Syok hipovolemik jangan diterapi dengan vacopressor, steroid atau bikarbonat11
Komplikasi
Kerusakan organ-organ vital
Kerusakan susunan saraf pusat
Kerusakan fungsi hati dan ginjal
Dapat menyebabkan gagal ginjal
Asidosis metabolik
Prognosis
Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan hasil dapat
bervariasi tergantung pada:
- Jumlah volume darah yang hilang
- Tingkat kehilangan darah
- Cedera yang menyebabkan kehilangan
- Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru, dan penyakit ginjal
Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan cenderung lebih baik
dibandingkan dengan syok yang lebih berat. Dalam kasus-kasus syok hipovolemik berat, dapat
menyebabkan kematian sehingga memerlukan perhatian medis segera. Orang tua yang
mengalami syok lebih cenderung memiliki hasil yang buruk.
13
Kesimpulan
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan
dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi
yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non-perdarahan serta
perdarahan adalah sama meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Gejala
klasik syok yaitu, tekanan darah menurun drastis dan tidak stabil walau posisi berbaring, pasien
menderita takikardia hebat, oliguria, agitasi atau bingung, peningkatan kerja simpatis,
hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps, pelepasan hormone stress serta ekspansi besar guna
pengisian volume pembuluh darah dengan menggunakan cairan interstisial, interselular dan
menurunkan produksi urin.
14
Daftar Pustaka :
1. Aru S, et all. 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 180-7
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Abdurrahman N, et al. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Ed.3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.45
4. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2005. h.466-8.
5. Kolecki P. 2008. Syok Hipovolemik. www. Asrama Medica Fakultas kedokteran
UNHAS. Diakses tanggal 24 Oktober 2009.
6. Graber, MA. 2007. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Farmamedia. Jakarta. Hal.
1-9.
7. Corwin, EJ. 2013. Patofisiologi. EGC. Jakarta. Hal. 390.
8. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Cetakan ke-7. Jakarta: Media
Aesculapius; 2005. hal: 288-90.
9. Hardisman. 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update
dan Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas: 2(3), 178-182.
10. Feng FH, et all. 2006. Pengantar Penuntun Pengobatan Darurat. Yayasan Essentia
Medica - Andi Yogyakarta. Yogyakarta. Hal. 160-5.
11. Modul blok 29 “Emergency medicine – 1” FK UKRIDA.h.19
15