Referat Tetanus Neonatorum

18
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau tegang. Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir) merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak bayi lahir hingga usia 28 hari kehidupan. Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi pada masa neonatal. 2.2 Etiologi Tetanus neonatorum disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh genderang (drum stick). Spora ini mampu bertahan hidup dalam lingkungan panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup beberapa bulan bahkan bertahun. Bakteria yang berbentuk batang ini 1

description

tugas referat stase anak

Transcript of Referat Tetanus Neonatorum

Page 1: Referat Tetanus Neonatorum

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos yang berarti kencang atau

tegang. Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik

paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium

tetani.

Neonatal (berasal dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)

merupakan suatu istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa

sejak bayi lahir hingga usia 28 hari kehidupan.

Tetanus neonatorum merupakan suatu bentuk tetanus generalisasi yang

terjadi pada masa neonatal.

2.2 Etiologi

Tetanus neonatorum disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman

berbentuk batang, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron yang hidup tanpa oksigen

(anaerob), dan membentuk spora. Spora dewasa mempunyai bagian yang

berbentuk bulat yang letaknya di ujung, dan memberi gambaran penabuh

genderang (drum stick). Spora ini mampu bertahan hidup dalam lingkungan

panas, antiseptik, dan di jaringan tubuh. Spora ini juga bisa bertahan hidup

beberapa bulan bahkan bertahun. Bakteria yang berbentuk batang ini sering

terdapat dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa terkena luka melalui debu

atau tanah yang terkontaminasi. Clostridium tetani merupakan bakteria Gram

positif dan dapat menghasilkan eksotoksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini

(tetanospasmin) dapat menyebabkan kekejangan pada otot.

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum adalah :

1

Page 2: Referat Tetanus Neonatorum

a. Faktor Risiko Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik

Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan memyebabkan

Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan

gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor.

Penjagaan kebersihan diri dan lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat

mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.

b. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat

meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih

lagi berlaku di negara-negara berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan

pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau

sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir.

c. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat

Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih

menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur.

Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut

yang tidak steril sebagai salah satu ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir.

Cara perawatan tali pusat yang tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko

terjadinya kejadian tetanus neonatorum.

d. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan

Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.

Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan sahaja berisiko untuk

menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu yang

melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya dalam keadaan

bersih dan steril.

2

Page 3: Referat Tetanus Neonatorum

Faktor Kekebalan Ibu Hamil

Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat

membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi

terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah,

seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani. Sebagian besar bayi

yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah

mendapatkan imunisasi TT.

2.3 Epidemiologi

Tetanus merupakan suatu masalah kesehatan di berbagai belahan dunia

dengan taraf ekonomi rendah. Jumlah kasus tetanus neonatorum dapat dikatakan

berbanding terbalik dengan kondisi sosial ekonomi suatu negara. Semakin baik

taraf sosial ekonomi suatu negara semakin sedikit pula jumlah kasus tetanus

neonatorum di negara tersebut, demikian juga sebaliknya.

Tetanus neonatorum saat ini merupakan suatu penyakit yang dapat

dikatakan langka di banyak negara maju dan berkembang, di mana proses partus

yang steril dan pemberian vaksin tetanus secara umum telah disosialisasikan dan

dilaksanakan sebagai suatu prosedur kesehatan wajib. Amerika Serikat memilki

insiden tetanus neonatorum yang sangat rendah yaitu 0,01/1000 kelahiran sejak

tahun 1967.

Tetanus neonatorum terjadi sama banyaknya baik pada laki-laki maupun

wanita (1:1),usia ibu yang paling sering mengalami tetanus maternal adalah antara

usia 20-30 tahun (berbanding lurus dengan usia melahirkan terbanyak). 90 %

kasus tetanus neonatorum dan tetanus maternal terjadi pada partus yang dilakukan

di luar fasilitas kesehatan (di rumah,dukun, dsb).

Tetanus neonatorum memilki tingkat morbiditas yang tinggi, dimana >

50% kasus tetanus neonatorum berakhir dengan kematian. Menurut data UNICEF,

setiap 9 menit,seorang bayi meninggal akibat penyakit ini. WHO menyatakan

bahwa tetanus neonatorum merupakan poenyebab dari 14 % kematian neonatus di

seluruh dunia.

3

Page 4: Referat Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum dan tetanus maternal merupakan suatu kesatuan dan

dengan dieliminasinya tetanus neonatorum, maka tetanus pada ibu melahirkan

secara tidak langsung juga dieliminasi.

Pada tahun 1989, WHO mencanangkan suatu program dengan target

padatahun 1995, penyakit tetanus pada maternal-neonatus dapat dieliminasi dan

pada tahun 2005penyakit ini bukan lagi sebuah masalah kesehatan masyarakat

dunia.

Eliminasi dianggap tercapai jika jumlah kasus tetanus neonatorum <1

kasus / 1000 kelahiran. Program ini meliputi program vaksin toxoid tetanus dan

penyediaan fasilitas kesehatan yang memenuhistandard dan sosialisasi tentang

penyakit ini di seluruh dunia.

Penurunan drastis kematian neonatus akibat tetanus berhasil dicapai sejak

diberlakukannya program WHO tersebut, di mana pada tahun 1980, menurut data

WHOdilaporkan 800.000 neonatus meninggal akibat tetanus, dan kemudian pada

tahun 2002menurun menjadi 180.000 neonatus yang meninggal akibat penyakit

ini.

Kasus tetanus neonatorum berkurang drastis setiap tahunnya dan pada

tahun 2009, jumlah kematian neonatus akibat tetanus adalah 61.000.

Hingga saat ini, Maternal-Neonatal Tetanus (MNT) masih belum berhasil

dieliminasi secara menyeluruh, di mana pada tahun 2009, penyakit ini masih

merupakan suatu masalah kesehatan 57 negara di dunia, terutama di Asia dan

Afrika, termasuk di antaranya adalah Indonesia Sekitar 1 juta kasus tetanus

dilaporkan dari seluruh dunia pada tahun 2010, danlebih dari 50 % kematian

akibat penyakit ini terjadi pada neonatus.

2.4 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tapi bisa lebih pendek atau lebih

panjang. Prognosis dipengaruhi oleh masa inkubasi, semakin pendek masa

inkubasi biasanya semakin jelek prognosisnya. Diagnosis tetanus neonatorum

biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis.

Gejala klinis yang sering dijumpai pada tetanus neonatorum adalah:

4

Page 5: Referat Tetanus Neonatorum

a. Terjadinya kekakuan otot rahang sehingga penderita sukar membuka

mulut. Kekakuan otot pada leher lebih kuat akan menarik mulut kebawah,

sehingga mulut sedikit ternganga. Kadang-kadang dapat dijumpai mulut

mecucu seperti mulut ikan dan kekakuan pada mulut sehingga bayi tak

dapat menetek.

b. Terjadi kekakuan otot mimik muka dimana dahi bayi kelihatan mengerut,

mata bayi agak tertutup, dan sudut mulut bayi tertarik ke samping dan ke

bawah.

c. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti

busur, bertumpu pada tumit dan belakang kepala.

d. Kekakuan pada otot dinding perut menyebabkan dinding perut teraba

seperti papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga dada

(toraks) juga menjadi kaku sehingga penderita merasakan kesulitan untuk

bernafas atau batuk.

e. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernafasan akibat kekakuan

yang terus-menerus dari otot laring yang bisa menimbulkan sesak nafas.

Efek tetanospamin dapat menyebabkan gangguan denyut jantung seperti

kadar denyut jantung menurun (bradikardia), atau kadar denyut jantung

meningkat (takikardia). Tetanospasmin juga dapat menyebabkan demam

dan hiperhidrosis. Kekakuan otot polos pula dapat menyebabkan anak

tidak bisa buang air kecil (retensi urin).

f. Bila kekakuan otot semakin berat, akan timbul kejang-kejang umum yang

terjadi setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit,

digerakkan secara kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya.

2.5 Patogenesis

Pertolongan persalinan dan pemotongan tali pusat yang tidak steril akan

memudahkan spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan

tetanospamin. Jika organisme ini berada pada lingkungan anaerob yang sesuai

untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan menghasilkan toksin

tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang

5

Page 6: Referat Tetanus Neonatorum

bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin

sedikit memiliki efek klinis.

Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke susunan

saraf pusat:

1. Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi

melalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat,

2. Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat.

Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya

terlibat.

Pada mekanisme pertama, toksin yang berikatan pada neuromuscular

junction

lebih memilih menyebar melalui saraf motorik, selanjutnya secara transinaptik

ke saraf motorik dan otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara

retrograd menuju sistem saraf pusat. Tetanospasmin yang merupakan zinc

dependent endopeptidase memecah vesicle associated membrane protein II

(VAMP II atau synaptobrevin) pada suatu ikatan peptida tunggal. Molekul ini

penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini

mengganggu transmisi sinaps.

Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan

γ-amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron menghambat motor neuron

alpha juga terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat refleks motorik

sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali, mengakibatkan

peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-tiba dan

potensial merusak. Hal ini merupakan karakteristik tetanus. Otot wajah terkena

paling awal karena jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis

terkena paling akhir, mungkin akibat aksi toksin di batang otak. Pada tetanus

berat, gagalnya penghambatan aktivitas otonom menyebabkan hilangnya kontrol

otonom, aktivitas simpatis yang berlebihan dan peningkatan kadar katekolamin.

Ikatan neuronal toksin sifatnya irreversibel, pemulihan membutuhkan tumbuhnya

terminal saraf yang baru, sehingga memanjangkan durasi penyakit ini.

6

Page 7: Referat Tetanus Neonatorum

2.6 Diagnosis

Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit

dan temuan saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula,

dilakukan dengan menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan

ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang

involunter (menggigit spatula) dan hasil negatif berupa refleks muntah. Laporan

singkat The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene menyatakan

bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak ada hasil positif palsu) dan

sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil positif ).

Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari

luka sangat sulit (hanya 30% positif ), dan hasil kultur positif mendukung

diagnosis, bukan konfirmasi.

2.7 Diagnosis Banding

Spasme yang disebabkan oleh strikninjarang menyebabkan spasme otot

rahang. Tetanus didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).

Kejang pada meningitis dapat dibedakan dengan kelainan cairan serebrospinal.

Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing atau kucing disertai gejala spasme

laringdan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa trismus.

Trismus dapat pula terjadi pada angina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi

yang hebat, pembesaran kelenjar getah bening leher. Kaku kuduk juga dapat

terjadi pada meningitis (pada tetanus kesadaran tidak menurun), mastoiditis,

pneumonia lobaris atas, miositis leher, spondilitis leher.

2.8 Penatalaksanaan

Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan di debridement untuk

mengurangi muatan bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut.

Tujuan dari terapi adalah menetralkan toksin yang beredar sebelum toksin

masuk ke dalam sistem saraf pusat, menurunkan produksi toksin yang lebih

7

Page 8: Referat Tetanus Neonatorum

banyak, mengontrol gejala neuromuskuler dan otonom yang muncul serta

mempertahankan kondisi pasien sampai efek toksin menghilang. Efikasi terapi

dipengaruhi oleh faktor prognostik seperti masa inkubasi, jangka waktu antara

gejala pertama yang muncul dan spasme yang pertama (interval onset), frekuensi

dan durasi spasme, demam dan kom-plikasi respiratorius yang terjadi.

Perawatan suportif sangat penting, menjaga jalan napas tetap terbuka untuk

mendapatkan ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang sangat penting.

Pemasangan kateter saluran kencing bisa dilakukan bila terjadi retensi urin.

Manajemen lainnya yang penting adalah perawatan untuk mencegah pneumonia

aspirasi dan atelektasis serta menurunkan rangsangan yang dapat mencetuskan

kejang. Pasien paling baik dirawat pada bangsal terbuka yang mudah dilihat,

terdapat akses terhadap tindakan keperawatan yang cepat dan peralatan resusitasi.

ASI harus tetap diberikan dan ibu harus didorong untuk berpartisipasi dalam

observasi dan perawatan pasien. Asi peras dapat diberikan melalui pipa lambung

diantara periode spasme. Pemberian ASI dimulai dengan setengah kebutuhan per

hari dan dinaikkan bertahap sehingga mencapai jumlah yang mencukupi

kebutuhannya dalam 2 hari

Antibiotika diberikan untuk mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk

tujuan pencegahan tetanus secara klinis adalah minimal. Pada penelitian di

Indonesia, metronidazole telah menjadi terapi pilihan di beberapa pelayanan

kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB

dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazole

efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif.

Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-100.000

U/kgBB/hari selama 7-10 hari. Penicillin membunuh bentuk vegetatif C. tetani.

Sampai saat ini, pemberian penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv, setiap 6 jam

selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus tetanus. Sebuah penelitian

menyatakan bahwa penicillin mungkin berperan sebagai agonis terhadap

tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama (GABA).

Antitoksin tetanus 5000 U intramuskular atau human tetanus immunoglobulin 500

U intramuskular dapat diberikan untuk menetralkan toksin yang beredar dan tak

terikat. Antitoksin tetanus tidak memiliki efek terhadap toksin yang terikat pada

8

Page 9: Referat Tetanus Neonatorum

sistem saraf pusat. Meskipun sistem saraf pusat sering terpengaruh oleh toksin

sebelum gejala muncul namun pasien yang diberikan antitoksin menunjukkan

kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak diberikan

antitoksin.

Terapi medikamentosa pilihan untuk menghentikan spasme adalah

diazepam dengan dosis 10 mg/kg/hari secara intravena dalam 24 jam atau dengan

bolus intravena setiap 3 jam dengan dosis 0,5 mg/kg per kali pemberian dengan

maksimum dosis 40 mg/kg/hari. Bila jalur intravena tidak terpasang, diazepam

dapat diberikan melalui pipa lambung atau melalui rektal. Bila perlu, dapat

diberikan dosis tambahan 10 mg/kg/hari. Pemberian diazepam harus dihentikan

apabila frekuensi napas < 30 kali/menit, kecuali jika tersedia ventilator mekanik.

Pemberian kortikosteroid pada tata laksana tetanus neonatorum belum terbukti.

2.9 Pencegahan

Tindakan pencegahan serta eliminasi tetanus neonatorum adalah bersandarkan

pada tindakan menurunkan atau menghilangkan faktor-faktor risiko. Pendekatan

pengendalian lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan.

Pemotongan dan perawatan tali pusat wajib menggunakan alat yang steril.

Pengendalian kebersihan pada tempat pertolongan persalinan perlu dilakukan

dengan semaksimal mungkin agar tidak terjadi kontaminasi spora pada saat proses

persalinan, pemotongan dan perawatan tali pusat dilakukan. Praktik 3 Bersih perlu

diterapkan, yaitu bersih tangan, bersih alat pemotong tali pusat, dan bersih alas

tempat tidur ibu, di samping perawatan tali pusat yang benar sangat penting dalam

kurikulum pendidikan bidan. Selain persalinan yang bersih dan perawatan tali

pusat yang tepat, pencegahan tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan

pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil. Pemberian imunisasi TT minimal dua

kali kepada ibu hamil dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus

neonatorum.

Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc

disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan. Sebaiknya imunisasi TT

diberikan sebelum kehamilan 8 bulan. Suntikan TT1 dapat diberikan sejak

9

Page 10: Referat Tetanus Neonatorum

diketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu

hamil ke sarana kesehatan. Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2

adalah minimal 4 minggu.

2.10 Prognosis

Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus. Skala yang diusulkan Ablett

adalah yang paling banyak digunakan (Tabel 1). Selain skoring Ablett, terdapat

sistem skoring untuk menilai prognosis tetanus seperti Phillips score dan Dakar

score. Kedua sistem skoring ini memasukkan kriteria periode inkubasi dan

periode onset, begitu pula manifestasi neurologis dan kardiak. Phillips score juga

memasukkan status imunisasi pasien. Phillips score <9, severitas ringan; 9-18,

severitas sedang; dan >18, severitas berat. Dakar score 0-1, severitas ringan

dengan mortalitas 10%; 2-3, severitas sedang dengan mortalitas 10-20%;,

severitas berat dengan mortalitas 20-40%; 5-6, severitas sangat berat dengan

mortalitas >50%.

Outcome tetanus tergantung berat penyakit dan fasilitas pengobatan yang

tersedia. Jika tidak diobati, mortalitasnya lebih dari 60% dan lebih tinggi pada

neonatus. Di fasilitas yang baik, angka mortalitasnya 13% sampai 25%. Hanya

sedikit penelitian jangka panjang pada pasien yang berhasil selamat. Pemulihan

tetanus cenderung lambat namun sering sembuh sempurna, beberapa pasien

mengalami abnormalitas elektroensefalografi yang menetap dan gangguan

keseimbangan, berbicara, dan memori. Dukungan psikologis sebaiknya tidak

dilupakan.

10

Page 11: Referat Tetanus Neonatorum

11

Page 12: Referat Tetanus Neonatorum

12

Page 13: Referat Tetanus Neonatorum

DAFTAR PUSTAKA

Andréia Patrícia Gomes, Brunnella Alcantara Chagas de Freitas2.

“Clostridium tetani infections in newborn infants: a tetanus neonatorum review”. 2011. Diakses dari: www.scleco.br

Ni Komang Saraswita Laksmi dalam “Penatalaksanaan Tetanus”. CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014 (www.kalbemed.com/.../6/09_222CPD-Penatalaksanaan %20 Tetanus . pdf )

Tetanus Neonatorum. Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Diakses dari www.dinkes.babelprov.go.id

Wibowo, Tunjung. Anggreini, Alifah. “Tetanus Neonatorum” dalam Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 1 Juni 2012. Kementrian Kesehatan RI.

http://pediatrics.aappublications.org/content/64/4/472.short

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2554826/

13