Referat Tetanus Pada Anak

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor . 1,2 Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunasi tetanus (DPT). Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. 1,2 Spora Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat , biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum). 2,5 Penyakit ini adalah penyakit infeksi yang mengakibatkan spasme otot tonik, hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), 1

description

yuuuuuu

Transcript of Referat Tetanus Pada Anak

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorumyang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor.1,2 Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunasi tetanus (DPT). Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.1,2SporaClostridium tetanidapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat, biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).2,5Penyakit ini adalah penyakit infeksi yang mengakibatkan spasme otot tonik, hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.2

1.2 TujuanAdapun tujuan dan pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, hingga bagaimana penatalaksanaannya.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 DefinisiTetanus adalah penyakit neurologis dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin), suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani pada sinaps ganglion sambungan tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular junction) dan saraf otonom.1

2.2 EtiologiKuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 25 m dan lebar 0,30,5 m memiliki sifat:1,2,3 Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran khas seperti pemukul genderang (drum stick). Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella. Menghasilkan eksotoksin yang kuat. Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu tinggi (dalam autoklaf pada suhu 121C selama 1015 menit), kekeringan dan desinfektans (fenol dan lainnya). Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang tidak menguntungkan selama bertahun-tahun. Kuman hidup di tanah, debu, dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di daerah pertanian/peternakan. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran pencernaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Clostridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Fungsi dari tetanolisin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospamin yang dapat menyebabkan penyakit tetanus, merupakan toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase dan indol positif.

Gambar 1. Mikroskopis Clostridium tetaniSumber:Commons Wikimedia. http://www.google.co.id/upload.wikimedia.Clostridium_tetani.jpg3

2.3 EpidemiologiTetanus tersebar di seluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat pencemaran biologi lingkungan peternakan/ pertanian, dan adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi dengan cakupan imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi, akibat perbedaaan aktivitas fisiknya.1Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir-akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis.

Grafik 1. Data Insiden Tetanus Menurut WHO

Sumber: Tetanus (Lockjaw).2006 (1).RedBook

Grafik 2. Data Insidensi Tetanus Neonatorum Menurut WHO

Sumber: Tetanus (Lockjaw).2006 (1).RedBook

Reservoir utama kuman ini adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan sebagainya, sehingga risiko penyakit ini di daerah peternakan sangat besar. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-mana; misalnya dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol), ataupun pada alat suntik dan operasi.1Pada dasarnya tetanus adalah penyakit akibat penyakit pencemaran lingkungan oleh bahan biologis (spora), sehingga upaya kausal menurunkan attack rate berupa cara mengubah lingkungan fisik atau biologis. Port dentre tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui:1,21. Luka tusuk (paku, serpihan kaca, injeksi tidak steril, injeksi obat, tindik), patah tulang komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas.2. Luka operasi (benang terkontaminasi), luka yang tak dibersihkan (debridement) dengan baik.3. Otitis media, karies gigi, abses gigi, luka kronik (ulkus kronik), gangren.4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan punting tali pusat dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan dan daun-daunan merupakan penyebab utama masuknya spora pada punting tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

2.4 PatogenesisBiasanya penyakit ini terjadi setelah luka yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan Clostridium tetani ini. Walaupun demikian luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, atau tonsil dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula merupakan port dentr (tempat masuk) dari Clostridium tetani.Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anerobik, berubah menjadi vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam jaringan yang anaerobik ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya benda asing, seperti bambu, pecahan kaca dan sebagainya.1,2Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin:1,2,51. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat.2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke seluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membrane dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot yang besar.Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamine, dan noradrenalin.GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA, namun secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.4Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance excitation. Keadaan ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi kekakuan otot dan kejang. Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba, dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.5

Dampak Toksin1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada tetanus.3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gaya keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block atau takikardia.

2.5 Manifestasi KlinisVariasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari. Makin lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan. Derajat berat penyakit selain berdasarkan gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi atau lama period of onset. Kekakuan dimulai pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran. Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung bagai busur. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering merupakan gejala dini.1,2,4,7Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:1. Localized tetanusPada tetanus lokal dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fiksator). Hal ini merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progres dan biasanya menghilang secara bertahap.Tetanus lokal ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari tetanus klasik atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.1,52. Chepalic TetanusCephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. Tetanus sefalik dicirikan oleh lumpuhnya saraf kranial VII yang paling sering terlibat. Tetanus Ophthalmoplegic ialah tetanus yang berkembang setelah menembus luka mata dan luka dalam dengan kelumpuhan dari saraf kranial III dan adanya ptosis. Selain itu bisa juga kelumpuhan dari N. IV, IX, X, XI, dapat sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Tetanus sefalik dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosisnya buruk.1,53. Generalized tetanusBentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %), bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa risus sardonicus (Sardonic grin), opistotonus, dan kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis, dan asfiksia.Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi dapat mencapai 40o C. Bila dijumpai hipertermi atau hipotermi, tekanan darah tidak stabil, dan dijumpai takikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.1,54. Tetanus neonatorumTetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, umumnya karena teknik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi yang adekuat. Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik yaitu trismus, opistotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia, kolaps sirkulasi, dan kegagalan jantung paru.1Klasifikasi tetanus umum berdasarkan derajat panyakit menurut modifikasi dari klasifikasi Abletts dapat dibagi menjadi 4 bagian (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis TetanusDerajat Manifestasi Klinis

I: RinganTrismus ringan sampai sedang (3 cm); spastisitas umum tanpa spasme atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau disfagia ringan.

II: SedangTrismus sedang (3 cm atau lebih kecil); rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit; disfagia ringan.

III: BeratTrismus berat (1 cm); spastisitas umum; spasmenya lama; laju napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia berat.

IV: Sangat berat(Derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut dapat menetap.

Klasifikasi tetanus berdasarkan derajat keparahan, menurut skoring black (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Scoring BlackSistem skoring10

Masa inkubasiAwitan penyakitTempat masuk

SpasmeSuhu Aksilar Rektal

Takikardia dengan frekuensi > 120x/menit. (Pada neonatus >150x/menit)

Tetanus umum< 7 hari< 48 jamLuka bakar, luka operasi, bagian dari fraktur, tali pusat

(+)

38,4C 40C

(+)

(+) 7 hari 48 jamSelain tempat tersebut

(-)

38,4C 40C

(-)

(-)

Total skorDerajat KeparahanTingkat Mortalitas

0-1Ringan< 10%

2-3Sedang10-20%

4Berat20-40 %

5-6Sangat berat>50%

Sumber: Dikutip dari Habermann, 1978, Bleck, 19912.6 DiagnosisBiasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu. Anamnesis yang teliti dan terarah selain membantu menjelaskan gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti diagnostik dan prognostik.

2.6.1 Anamnesis Anamnesis yang dapat membantu diagnosis antara lain:1 Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang Apakah pernah keluar nanah dari telinga Apakah menderita gigi berlubang Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT, kapan imunisasi yang terakhir Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme lokal) dengan kejang yang pertama (period of onset)

2.6.2 Pemeriksaan Fisik Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan:1 TrismusAdalah kekakuan otot maseter sehingga sukar membuka mulut. Pada neonates kekakuan ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan mulut diukur setiap hari. Risus sardonikusAkibat spasme otot muka, sehingga tampak dahi mengkerut, alis tertarik ke atas, mata agak tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. OpistotonusAdalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher (kaku kuduk), otot badan, dan trunk muscles. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang kuat. Ketegangan otot dinding perut sehingga dinding perut seperti papan. Kejang umumBila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang (karena toksin terdapat di kornu anterior), misalnya dicubit, digerakkan dengan kasar, atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus. Asfiksia dan sianosis Terjadi akibat kejang yang terus menerus atau serangan pada otot pernapasan dan laring (spasme laring). Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot sfingter uretra.Fraktur tulang panjang dan kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat. Gangguan saraf autonomPengaruh toksin terhadap saraf autonom menyebabkan gangguan irama jantung atau kelainan pembuluh darah, suhu tubuh yang tinggi (febris) atau keringat banyak.

Gambar 2. Opistotonus4

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.1 Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus. Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus. Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak mengalami tetanus. Nilai hitung leukosit dapat normal atau tinggi. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal. Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi dan bukan tetanus. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

2.7 Diagnosis BandingDiagnosis banding tergantung dari manifestasi klinis utama dari penyakit. Diagnosis bandingnya adalah sebagai berikut (lihat Tabel 3).Tabel 3. Diagnosis BandingPENYAKITGAMBARAN DIFFERENTIAL

INFEKSIMeningoencephalitisPolioRabiesLesi oropharyngealPeritonitis Demam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSFTrismus tidak ada, paralisa tipe flasid, abnormal CSFGigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal spasmHanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau spasme tidak adaTrismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada

KELAINAN METABOLIKTetaniKeracunan strihninRelaksasi phenothiazineHanya carpopedal dan laryngeal spasm, hipokalsemiaRelaksasi komplit diantara spasmeDistonia, respons dengan diphenhydramine

PENYAKIT CNSStastus epilepticusHemorrhage atau tumor Sensorium depressiTrismus tidak ada, sensorium depressi

KELAINAN PSIKIATRIKHysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme

KELAINAN MUSKULOSKLETALTrauma: hanya lokal

2.8 KomplikasiKomplikasi dapat terjadi pada: Sistem saluran pernafasanOleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukar menelan air liur, makanan, dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia aspirasi dan atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan emfisema mediastinal biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi. Sistem kardiovaskularKomplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium. Sistem muskuloskeletalPada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan dapat terjadi miositis osifikans sirkumskripta. Komplikasi yang lain : Laserasi lidah akibat kejang Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi berupa bronkopneumonia, cardiac arrest, septicemia, dan pneumotoraks.5,6

2.9 PenatalaksanaanPengobatan pada tetanus terdiri dari penatalaksanaan umum yang terdiri dari kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang, perawatan luka atau portd entre lain. Sedangkan penatalaksanaan khusus terdiri dari pemberian antibiotik dan serum anti tetanus.1

Penatalaksanaan umum Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Menjaga saluran nafas tetap bebas, kalau berat perlu trakeostomi Memberikan tambahan oksigen dengan sungkup Mengurangi spasme dan mengatasi kejangDiazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang kuat tanpa menekan pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis atau dosis yang direkomendasikan untuk usia < 2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari diberikan oral dalam dosis 2-3 mg/3 jam. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian diazepam 5 mg per rektal untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg, atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah kejang berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan dengan dosis rumatan sesuai dengan klinis pasien. Alternatif lain untuk bayi diberikan dosis inisial 0,1-0,2 mg/kgBB/hari untuk menghilangkan spasme akut, diikuti infuse kontinu 15-40 mg/kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui OGT. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai kejang spontan, badan masih kaku, kesadaran membaik, tidak dijumpai gangguan nafas. Bila dosis diazepam maksimal telah tercapai namun anak masih kejang atau mengalami spasme laringm sebaiknya dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan intensif sehingga otot dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan telah memberikan respon klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya pengurangan dosis secara bertahap (sekitar 20 % dari dosis setiap 2 hari).9

Penatalaksanaan khusus AntibiotikAntibiotik ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Antibiotik lini pertama yang diberikan adalah metronidazole IV/oral dengan dosis awal secara loading dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 30 mg/kgBB/hari selama 1 jam perinfus setiap 6 jam selama 7-10 hari. Lini kedua dapat diberikan penisilin prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari (untuk anak usia> 8 tahun). Penyulit yang ada diberikan antibiotik yang sesuai.1 Anti serumDosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU IM dan 50.000 IU IV. Pemberian ATS harus berhati-hati akan terjadinya reaksi anafilaksis. Pada tetanus anak pemberian anti serum dapat disertai imunisasi aktif DT setelah anak pulang dari rumah sakit. Bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG (Human Tetanus Immune Globulin) 3.000-6000 IU IM.1,9

Tatalaksana Tetanus Neonatorum Berikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan Nacl fisiologis (4:1) selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1.5% dalam perbandingan 4:1 (periksa analisa gas darah terlebih dahulu).1,9 Diazepam awal dosis 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kg BB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukkan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam lagi 2,5 mg secara IV perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kg BB/hari sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kg BB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara IV.1 ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.1 Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis IV selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis, pengobatan seperti pasien sepsis linnya. Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.1 Tali pusat dibersihkan/dikompres dengan alkohol 70% atau betadin 10%.1 Perhatikan jalan nafas dan tanda-tanda vital lainnya, bila perlu berikan oksigen.1

2.10 PrognosisPrognosis tetanus pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jika masa inkubasi pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat muda (neonatus), period of onset yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang kurang dari 48 jam), frekuensi kejang yang tinggi, pengobatan terlambat, adanya komplikasi terutama spasme otot pernapasan dan obstruksi jalan napas, semua ini prognosisnya buruk.1,9,10Mortalitas tetanus masih tinggi, di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta didapatkan angka 80 % untuk tetanus neonatorum dan 30 % untuk tetanus anak.1

2.11 PencegahanMengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal maka untuk pencegahan, perlu dilakukan:1,2,4 Perawatan lukaPerawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Luka dibersihkan atau dilakukan debridement. Terutama perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob. Pemberian ATS dan Toksoid Tetanus pada lukaProfilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) dan harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Imunisasi aktifImunisasi aktif yang diberikan yaitu DPT, dT, atau Toksoid Tetanus. Jenis imunisasi tergantung dari jumlah golongan umur dan jenis kelamin. Vaksin DPT diberikan sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18 bulan dan DPT V pada usia 5 tahun, dan saat usia 12 tahun diberikan dT. Toksoid tetanus diberikan pada wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun, dan ibu hamil. DPT/dT diberikan setelah pasien sembuh dilanjutkan imunisasi ulangan diberikan sesuai jadwal, oleh karena tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.

Imunisasi DPT (Diphteri Pertussis Tetanus)Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).DPT merupakan salah satu jenis vaksin combo. Terdapat 2 jenis vaksin DPT, yaitu DTwP dan DTaP. DTwP adalah vaksin yang mengandung seluruh sel kuman pertusis, sedangkan DTap mengandung komponen spesifik toksin dari kuman pertusis. Keuntungan DTaP adalah angka kejadian komplikasi yang kecil dibandingkan DTwP. Kerugiannya DTaP lebih mahal.DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan (42,9 % kasus) selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DPT menyebabkan komplikasi berikut: Demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius) pada 2,2 % kasus Kejang demam terjadi sebanyak 0,06 %. Risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya. Reaksi alergi dan ensefalopati sangat jarang.11

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulana. Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani.b. Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, jika dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.c. Secara klinis tetanus ada 3 macam: tetanus umum, tetanus lokal dan tetanus sefalik.d. Strategi terapi tetanus melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh hendaknya dieliminasi untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut, toksin yang terdapat dalam tubuh, diluar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisasi dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat dieliminasi.e. Prognosis dipengaruhi oleh beberapa faktor: masa inkubasi, umur, period of onset, pengobatan, ada tidaknya komplikasi, frekuensi kejang.

DAFTAR PUSTAKA1. Soedarmo SSP, Garna H, Hardinegoro SRS, Satari HI. Tetanus. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi Ke-2.Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010; hal.322-9. 1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Tetanus. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Jenson Publisher: Saunders. 2007; p. 951-3.1. CommonsWikimedia. http://www.google.co.id/upload.wikimedia.Clostridium_tetani.jpg. Diunduh tanggal 9 September 2014.1. Yeni Konu. https://www.google.co.id/search?q=gambaran+opistotonus.jpg. Diunduh tanggal 9 September 2014.1. Todar K. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. [Cited 2013 February 23]. Available from: http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html.1. Hinfey PB. Tetanus. [Cited 2014 September 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview. 1. Alvarez N. Tetanus. [Cited 2014 September 9]. Available from: http://www.emedicinehealth.com/tetanus/article_em.htm. 1. Tolan Jr. RW. Pediatric Tetanus. [Cited 2014 September 9]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/972901-overview.1. Grunau BE, Olson J. An Interesting Presentation of Pediatric Tetanus. CJEM 2010;12(1):69-72.1. Pai PN. Tetanus in children: Treatment and prognostic factors.British Homoeopathic Journal. 2005. Vol.54, Issue 3:190-9.1. Tim IDAI. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010; hal. 87-9.

12