Referat Retentio Placenta

24
REFERAT PERDARAHAN POST PARTUM E.C. RETENSIO PLACENTA Oleh : Derrick (1115205) Janice Chiquita Bella (1115141) Carla Pramudita Susanto (1115007) Andina Tri A (1115063) James Davidta Ginting (0915095) Pembimbing : dr. Rimonta F Gunanegara, SpOG Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan

description

referat retensio placenta

Transcript of Referat Retentio Placenta

Page 1: Referat Retentio Placenta

REFERAT

PERDARAHAN POST PARTUM

E.C. RETENSIO PLACENTA

Oleh :

Derrick (1115205)

Janice Chiquita Bella (1115141)

Carla Pramudita Susanto (1115007)

Andina Tri A (1115063)

James Davidta Ginting (0915095)

Pembimbing : dr. Rimonta F Gunanegara, SpOG

Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan

Universitas Kristen Maranatha

Rumah Sakit Immanuel

Bandung

2015

Page 2: Referat Retentio Placenta

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan menjadi satu masalah yang sangat penting di bidang obstetri dan

ginekologi. Hal ini berhubungan dengan tingginya angka kematian ibu.

Perdarahan dalam bidang obstetri dapat terjadi baik dalam masa kehamilan,

persalinan, maupun masa nifas. Maka dari itu, perdarahan yang terjadi dalam

masa-masa tersebut harus kita anggap sebagai suatu keadaan yang akut dan serius,

sebab dapat menimbulkan bahaya untuk ibu dan juga janin. Setiap wanita hamil,

dan nifas yang mengalami perdarahan harus segera dirawat dan ditentukan

penyebabnya, sehingga selanjutnya dapat diberikan pertolongan yang tepat sesuai

penyebabnya, hal ini diharapkan secara tidak langsung dapat mengurangi angka

kematian ibu.

Angka kematian ibu akibat perdarahan masih tinggi. WHO menunjukkan 25%

kematian maternal disebabkan oleh perdarahan pasca salin. Dari seluruh

persalinan, angka kejadian perdarahan pasca persalinan berkisar antara 5% sampai

15% dengan etiologi antara lain: atonia uteri (50-60%), sisa placenta (23-24%),

retensio placenta (16-17%), lacerasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0.5-0.8%).

Perdarahan postpartum/ perdarahan pascasalin adalah salah satu penyebab utama

dari kematian ibu yang dapat diartikan sebagai kehilangan darah ≥ 500 mL

setelah persalinan kala III lengkap. Hal ini merupakan masalah yang serius karena

setengah dari semua wanita yang melahirkan per vaginam mengalami perdarahan

sebanyak itu bahkan lebih jika dihitung secara kuantitatif.

Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu : ¼ dari kematian

ibu disebabkan oleh perdarahan. Perdarahan postpartum juga mempengaruhi

morbiditasnifas karena anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu.

Perdarahan post partum dapat diebabkan oleh perdrahan atonis, robekan cervix

atau vagina, tertinggalnya bagian plasenta, dank arena gangguan pembekuan

darah.

Page 3: Referat Retentio Placenta

Karena pentingnya penanganan dalam perdarahan di bidang obstetri, maka akan

dibahas lebih lanjut tentang penanganan perdarahan, khususnya dalam hal ini

penanganan terhadap perdarahan pascasalin e.c retensio plasenta.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Retensio plasenta didefinisikan sebagai plasenta yang belum lepas dalam

setengah jam setelah bayi lahir (Hanifa Wiknjosastro, 1999).

Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian

plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum

dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (late

postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.

Pada keadaan yang normal, dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir,

plasenta biasanya sudah terlepas dari tempat implantasinya. Apabila dalam waktu

30 menit setelah bayi lahir tetapi plasenta belum lahir maka keadaan ini disebut

dengan retensio placenta.

Insidensi

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian

ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio

plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3

tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan

akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%)

berakhir dengan kematian ibu.

Etiologi

Penyebab retensio placenta diantaranya adalah:

1. Kelainan Uterus

Page 4: Referat Retentio Placenta

a. Kelainan His

Ketidakefektifan his seperti inersia uteri, atonia uteri dan tetania uteri yang

dapat menghambat pelepasan plasenta

b. Constriction Ring

Pembentukan lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat

kesalahan penanganan kala III yang akan menghalangi keluarnya plasenta

c. Uterus bicornus dan subseptus

Kelainan uterus ini dapat menyebabkan retensio plasenta karena bentuk

uterus yang tidak sempurna makan miometrium tidak berfungsi dengan

baik yang menyebabkan kemungkinan terjadinya gangguan his sehingga

akan menghambat plasenta untuk keluar dari tempat implantasinya.

2. Kelainan Plasenta

Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan

miometrium. Kelainan plasenta yang dimaksud yaitu:

a. Plasenta Adhesiva

Plasenta yg belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena

kontraksi rahim kurang adekuat untuk melepaskan plasenta.

b. Plasenta Akreta

Plasenta yg belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena

villi korialisnya menembus desidua sampai miometrium.

c. Plasenta Inkarserata

Plasenta yg sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena

terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim

3. Kesalahan Manajemen Aktif Kala III

Manipulasi uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan plasenta

dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonika tidak

tepat pada waktunya juga akan dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan

menahan plasenta. Selain itu pemberisan anestesi yang dapat melemahkan

kontraksi uterus juga akan menghambat pelepasan plasenta

Page 5: Referat Retentio Placenta

4. Penyebab Lain

a. Vesica Urinaria Penuh

Vesica urinaria akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi

terjadinya kontraksi uterus yang efisien.

b. Persalinan Preterm

Hal ini terjadi terutama jika persalinan preterm tersebut dilakukan atas

indikasi medis bukan karena kelainan dari alat kandungannya.

Placenta Akreta, Inkreta, dan Perkreta

Pada kasus yang normal, placenta terlepas secara normal dari lokasi

implantasinya dalam beberapa menit pertama setelah lahirnya bayi. Kadang-

kadang pelepasan ini placenta melekat ke tempat implantasinya dengan cara yang

tidak biasa. Pada kasus-kasus ini desidua tipis atau tidak ada, dan jalur fisiologis

untuk pelepasan placenta melalui tunika spongiosa tidak ditemukan. Akibatnya

satu atau lebih lobulus placenta, disebut juga kotiledon melekat erat ke desidua

basalis yang cacat atau bahkan miometrium. Jika placenta terikat kuat dengan cara

seperti ini disebut placenta akreta. Akibat ketiadaan total atau parsial desidua

basalis dan ketidaksempurnaan perkembangan lapisan Nitabuch atau fibrinoid,

vili placenta melekat ke miometrium pada placenta akreta.

Pada placenta inkreta vili benar-benar menginvasi ke dalam miometrium.

Akhirnya pada placenta perkreta vili menembus seluruh ketebalan miometrium.

Keadaan ini dapat mengenai semua lobuli sehingga disebut placenta akreta total,

atau sebagian disebut placenta akreta parsial.

Patogenesis

Keadaan invasi placenta yang abnormal berhubungan dengan pembentukan

desidua yang sering terganggu pada segmen bawah rahim akibat pelahiran caesar

sebelumnya atau riwayat kuretase uterus. Hal ini karena timbulnya jaringan parut

pada daerah tersebut sehingga placentasi pada kehamilan selanjutnya menjadi

Page 6: Referat Retentio Placenta

tidak normal. Bahkan hal ini dapat mengakibatkan ruptur uterus sebelum

persalinan.

Faktor predisposisi terjadinya placenta akreta adalah placenta previa, bekas

sectio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari

placenta masih tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan sering

menimbulkan perdarahan post partum sekunder. Proses kala III didahului dengan

tahap pelepasan placenta akan didahului oleh perdarahan pervaginam (cara

pelepasan Duncan) atau placenta sudah lepas sebagian tetapi tidak terjadi

perdarahan (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya placenta lahir, tahap

ekspulsi. Pada retensio placenta sepanjang placenta belum lahir sehingga tidak

akan menimbulkan perdarahan. Jika terdapat sebagian placenta yang sudah lepas

dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) sehingga

harus segera dilakukan tindakan manual placenta remover, meskipun kala uri

belum lewat setengah jam.

Sisa placenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah

melakukan placenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak

lengkap pada saat melakukan pemeriksaan placenta dan masih ada perdarahan

dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan

jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim

dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.

Diagnosis

Cara Membuat diagnosis perdarahan post partum menurut Mochtar (2005),

adalah:

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : Apakah lengkap atau tidak

3. Melakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:

a. Sisa Plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

c. Plasenta suksenturiata

Page 7: Referat Retentio Placenta

4. Inspekulo : Untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang

pecah

5. Pemeriksaan lab: PT/APTT

A. Gejala Klinis

Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi

mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat

multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana

placenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi

dilahirkan.1

Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda Lain Diagnosa Kerja

Uterus tidak

berkontraksi dan

lembek

Perdarahan

segera setelah

anak lahir

Syok

Bekuan darah

pada serviks atau

posisi telentang

akan menghambat

aliran darah

keluar

Atonia uteri

Darah segar

mengalir segera

setelah bayi lahir

Uterus

berkontraksi dan

keras

Placenta lengkap

Pucat

Lemah

Menggigil

Robekan jalan lahir

Placenta belum

lahir setelah 30

menit

Perdarahan

segera

Uterus

Tali pusat putus

akibat traksi

berlebihan

Inversio uteri

akibat tarikan

Perdarahan

Retensio placenta

Page 8: Referat Retentio Placenta

berkontraksi dan

keras

lanjutan

Placenta atau

sebagian selaput

tidak lengkap

Perdarahan

segera

Uterus

berkontraksi

tetapi tinggi

fundus tidak

berkurang

Tertinggalnya sebagian

placenta atau ketuban

Uterus tidak

teraba

Lumen vagina

terisi massa

Tampak tali pusat

(bila placenta

belum lahir)

Neurogenik syok

Pucat dan

limbung

Inversio uteri

Sub-involusi

uterus

Nyeri tekan perut

bawah dan pada

uterus

Perdarahan

Lokhia

mukopurulen dan

berbau

Anemia

Demam

Endometritis atau sisa

fragmen placenta

(terinfeksi atau tidak)

Perdarahan postpartum

sekunder

Tabel 2.1 Diagnosis retensio placenta

Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta

Konsistensi

uterus

Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah

pusat

Sepusat

Page 9: Referat Retentio Placenta

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang- banyak Sedang Sedikit/ tidak ada

Tali pusat Terjulur

sebagian

Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Pelepasan

placenta

Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali,

kecuali akibat

inversio oleh

tarikan kuat pada

tali pusat

Tabel 2.2 Identifikasi jenis retensio placenta dan gambaran klinisnya

B. Pemeriksaan pervaginam

Pada pemeriksaan pervaginam, placenta tidak ditemukan di dalam kanalis

servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus. Pada

pemeriksaan placenta yang lahir menunjukkan bahwa ada bagian tidak ada atau

tertinggal, dan pada eksplorasi secara manual terdapat kesulitan dalam pelepasan

placenta atau ditemukan sisa placenta.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah

Salah satu pemeriksaannya PT/APTT untuk menilai pembekuan darahnya.

Menilai peningkatan alfa fetoprotein. Peningkatan alfa fetoprotein berhubungan

dengan placenta akreta.

2. USG

Diagnosis placenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih mudah bila

implantasi placenta berada di SBU bagian depan. Lapisan miometrium dibagian

Page 10: Referat Retentio Placenta

basal placenta terlihat menipis atau menghilang. Pada placenta perkreta vena-vena

subplacenta terlihat berada di bagian dinding kandung kemih.

Cox dkk. melaporkan satu kasus placenta previa dengan placenta inkreta yang

diidentifikasi secara USG berdasarkan tidak adanya ruang sonolusen di

subplacenta. Mereka berhipotesis bahwa daerah sonolusen subplacenta yang

normalnya ada ini menggambarkan desidua basalis dan jaringan miometrium di

bawahnya. Diagnosis berdasarkan sonografi antenatal pada placenta akreta juga

telah dilaporkan. Berdasarkan pada munculnya gambaran Color Doppler.

3. MRI

Yang lebih baru adalah pemakaian magnetic resonance imaging (MRI) untuk

mendiagnosis placenta akreta (Maldjian dkk., 1990). Diagnosis lebih mudah

ditegakkan jika tidak ada pendataran antara placenta atau bagian sisa placenta

dengan miometrium pada perdarahan postpartum.

4. Histologi

Menurut Bernischke dan Kaufmann (2000), diagnosis histologis placenta akreta

tidak dapat ditegakkan hanya dari placenta saja melainkan dibutuhkan

keseluruhan uterus atau kuretase miometrium. Pada pemeriksaan histologi ini

tempat implantasi placenta selalu menunjukkan desidua dan lapisan Nitabuch

yang menghilang.

Management retensio plasenta

Bila dicurigai terdapat sisa dari plasenta dalam rahim maka dapat dicoba

dengan manual removal plasenta dengan 2 jari ke dalam cavitas uterina yang

dilanjutkan dengan pemberian uterotonika. Bila hal tersebut gagal atau diagnosis

dari retensio plasenta tidak pasti maka dapat dilakukan USG uterus.

Curretage dapat dilakukan untuk membersihkan suatu retentio plasenta

Page 11: Referat Retentio Placenta
Page 12: Referat Retentio Placenta

Keadaan khusus : placenta accreta, placenta increta dan placenta percreta

dicurigai bila operator kesulitan menemukan celah antara plasenta dan

endometrium saat manual removal. Suatu placenta accreta bila total dan tidak

berdarah dapat dibiarkan insitu, plasenta dapat diresorbsi kembali namun risiko

infeksi pada hal tersebut besar, histerektomi adalah tindakan yang lebih aman

dilakukan pada keadaan tersebut. Untuk plasenta increta dan percreta biasanya

akan dilakukan histerektomi, manual removal dapat menyebabkan kehilangan

darah 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan langsung dilakukan histerektomi

Page 13: Referat Retentio Placenta

Komplikasi

Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:

1. Perdarahan

Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan

hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka

tidak menutup.

2. Infeksi

Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan

pertumbuhan bakteri dibantu dengan port d’entre dari tempat perlekatan

plasenta.

3. Dapat terjadi plasenta inkarserata

4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi

sekunder dan nekrosis

Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat

berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) dan akhirnya menjadi

karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasive atau invasive, proses keganasan

akan berjalan terus.

Page 14: Referat Retentio Placenta

Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa

beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari

serangkaian perubahan yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa

menyebabkan kanker. Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan

keadaan prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.

Syok haemoragik (Manuaba, IGB. 1998 : 300)

Pencegahan

Seperti yang sudah dijelaskan, penyebab-penyebab dari retensio plasenta sebagian

besar adalah kelainan-kelainan yang tidak dapat diubah, sedikit hal yang dapat

dilakukan untuk mencegah retensio plasenta :

1. Prenatal care yang teratur

a. PNC ke Bidan

b. PNC ke spesialis kandungan

2. Manajemen Persalinan yang baik dan benar terutama pada kala III

3. Mengosongkan Buli-buli sebelum persalinan supaya kontraksi uterus tidak

terkompresi dan mampu berkontraksi maksimal.

4. Memberi edukasi yang baik pada masyarakat untuk menghindari :

a. SC tanpa Indikasi medis

b. Memiliki anak dengan jumlah banyak

c. Hindari kehamilan pada usia tua > 35 tahun

d. Bagi wanita dalam usia reproduksi untuk pemeriksaan kesehatan

secara teratur

e. Tidak Merokok selama kehamilan

Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

Page 15: Referat Retentio Placenta

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24

jam pertama setelah anak lahir. Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir

disebut perdarahan postpartum yang lambat dan biasanya disebabkan oleh

jaringan placenta yang tertinggal.

Retensio placenta adalah tertahannya placenta atau belum lahirnya placenta

lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.

Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa jaringan

placenta, trauma traktus genitalis, dan gangguan koagulasi.

Page 16: Referat Retentio Placenta

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24

jam pertama setelah anak lahir. Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir

disebut perdarahan postpartum yang lambat dan biasanya disebabkan oleh

jaringan placenta yang tertinggal.

Retensio placenta terjadi pada 3% kelahiran pervaginam dan 15% kasus

retensio placenta dialami oleh ibu dengan riwayat retensio placenta pada

persalinan sebelumnya.

Penanganan perdarahan postpartum e.c. retensio placenta dilakukan dengan

manual removal placenta, oksitosin sistemik, maupun injeksi oksitosin pada vena

umbilikalis. Placenta accreta ditangani dengan manual removal placenta dan

kuretase. Placenta percreta biasanya memerlukan tindakan bedah atau

hysterectomy. Placenta invasif yang dideteksi sebelum jaringan placenta diambil

dapat ditangani dengan tindakan konservatif.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan pascasalin adalah

penderita dapat jatuh kedalam keadaan syok, kolaps, dan Koagulasi Intravaskuler

Diseminata, kegagalan fungsi multi organ yang dapat membahayakan nyawa ibu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prabowo E. Retensio Placenta. Jakarta:

http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-placenta.pdf

2. Anonim. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar: Retensio

Placenta. Bab 4-10.

3. Rohani, Sasmita R, Marisah. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan.

Jakarta: Salemba Medika; 2011.

4. DeCherney AH, Nathan L. Curren. Obstetric & Gynecologic Diagnosis &

Treatment, Ninth Edition: Postpartum Hemorrhage & Abnormal Puerperium:

Page 17: Referat Retentio Placenta

Retained Placenta Tissue. California: The McGraw-Hill Companies, Inc;

2003. 28:323-327.

5. Pernoll ML. Benson & Pernonoll’s Handbook of Obstetrics & Gynecology

Tenth Edition. New York: McGraw-Hill; 2001. 6:173-177; 11:341-342.

6. Mayo Clinic. Placenta Accreta. Mayo Foundation for Medical Education and

Research (MFMER); 2012. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2015 dari

http://www.mayoclinic.com/health/placenta-accreta/DS01203

7. Committee Opinion. Placenta Accreta. Washington DC: American Congress

of Obstetricians and Gynecologists; 2012. Diakses pada tanggal 26

September 2013 dari http://www.acog.org/Resources%20And

%20Publications/Committee%20Opinions/Committee%20on%20Obstetric

%20Practice/Placenta%20Accreta.aspx

8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LG, Hauth JC, Wenstrom

KD. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 21. Jakarta: EGC; 2005.

9. Smith, J. (2014, September 23). Postpartum Hemorrhage Treatment &

Management. Retrieved August 10, 2015, from Medscape Reference:

http://emedicine.medscape.com/article/275038-treatment

10. Weeks, A. D. (2001). The Retained Placenta. African Health Sciences, 36-41.

11. WHO. (2009). WHO Guidelines for The Management of Postpartum

Hemorrhage and Retained Placenta. Retrieved August 10, 2015, from WHO:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44171/1/9789241598514_eng.pdf