Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

90
REFERAT Antibiotik Disusun Oleh : Renawati NPM. 111170057 Rianty Adyati NPM. 111170058 Ridho Ismail Hasan NPM. 111170059 Dosen Pembimbing : dr. Catur Setiya S. M.Med.Ed FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

Transcript of Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Page 1: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

REFERAT

Antibiotik

Disusun Oleh :

Renawati NPM. 111170057

Rianty Adyati NPM. 111170058

Ridho Ismail Hasan NPM. 111170059

Dosen Pembimbing :

dr. Catur Setiya S. M.Med.Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2012

Page 2: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Antibiotik

Diajukan untuk kegiatan belajar mandiri dan sebagai syarat

mengikuti Ujian Akhir Blok

di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada tanggal : September 2012

Disusun Oleh :

Renawati NPM. 111170057

Rianty adyati NPM. 111170058

Ridho ismail hasan NPM. 111170059

Cirebon, September 2012

Dosen Pembimbing :

dr. Catur Setiya S. M. Med. Ed

Page 3: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, dengan

Rahmat dan Hidayahnya kami dapat menyelesaikan Refrat ini dengan tema

“Antibiotik”. Adapun Refrat ini dibuat yaitu untuk kegiatan belajar mandiri dan

sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Blok 234.

Dalam menyusun Refrat ini , kami memperoleh bimbingan, pengarahan dan

masukan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini kami ingin

mengucapkan terima kasih kepada dr. Catur Setiya selaku pembimbing kami

dalam pembuatan referat ini.

Dengan keterbatasan pengalaman dalam kami Referat ini tidak menutup

kemungkinan adanya kesalahan dari kami selaku pihak yang menulis Referat ini.

Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna

kesempurnaan Referat ini. Akhirnya kami mengharapkan semoga Referat ini

bermanfaat bagi kami dan bagi para pembaca.

Cirebon, September 2012

Penulis

Page 4: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Daftar Isi

Page 5: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies

mokroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mokroorganisme lain.

Penelitian dari para ahli membuktikan bahwa antibiotik berbeda dalam

kemampuannya menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

Antibiotik ternyata tidak dapat mempengaruhi semua mikroorganisme patogen,

tetapi mempunyai spektrum terrtentu yaitu kumpulan mikroorganisme yang peka

atau rentan terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, dalam mempengaruhi

mikroorganisme suatu antibiotik mempunyai luas kerja yang terbatas. (Damin

Sumarju, 2006)

Berdasarkan luas kerjanya, antibiotik dibedakan atas antibiotik dengan

kerja sempit, yakni antibiotik yang hanya mempunyai spektrum sempit karena

hanya aktif terhadap satu atau beberapa bakteri saja dan antibiotik dengan kerja

luas yakni antibiotik yang mempunyai spektrum luas karena aktif membunuh

banyak bakteri. Streptomisin dan griseopulpin termasuk antibiotik yang

mempunyai kerja sempit, sedangkan tetrasiklin dan kloramfenikol termasuk

antibiotik yang mempunyai kerja luas. (Damin Sumarju, 2006)

Sejak 1942, antibiotik mulai populer digunakan dalam pengobatan penyakit

infeksi. Obat antibiotik tidak selalu dalam keadaan bebas ada yang terdapat dalam

bentuk garamnya ataupun dalam bentuk esternya. Meskipun zat-zat kimia ini

dapat memberikan hasil-hasil yang memuaskan, penggunaannya harus dibatasi

hanya untuk infeksi bakteri-bakteri yang peka terhadapnya. Selain toksik,

pemakaian yang sembarangan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan

bagi pasien, misalnya berkembangnya resistensi bakteri dan timbulnya

superinfeksi atau supreinfeksi. (Damin Sumarju, 2006)

Page 6: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Antibiotik mempunyai sifat toksik dan berbahaya apabila masuk ke dalam

tubuh dalam dosis besar. Efek toksik antibiotik dapat mempengaruhi bagian-

bagian tubuh tertentu. Kloramfenikol menimbulkan efek toksik pada sumsum

tulang belakang sehingga pembentukan sel-sel darah merah terganggu, sedangkan

streptomisin dapat merusak organ keseimbangan dan pendengaran sehingga

menyebabkan pusing, bising telinga, dan kemudian menjadi tuli. Pemberian

penisilin sebagai obat kepada seseorang yang tidak tahan/peka dapat

menimbulkan gatal-gatal, bintik-bintik merah pada kulit, bahkan menyebabkan

pingsan. (Damin Sumarju, 2006)

Resistensi bakteri dapat terjadi jika pengobatan dengan antibiotik tidak

mencukupi misalnya, karena terlalu singkat atau terlalu lama dengan dosis yang

terlalu rendah. Dalam hal ini, bakteri akan memberikan terhadap perlawanan

terhadap kerja antibiotik sehingga khasiat antibiotik akan menjadi berkurang, atau

tidak berkhasiat sama sekali. Bila suatu antibiotik tidak mampu membunuh

bakteri atau bakteri menjadi kebal, pengobatan selanjutnya harus dilakukan

dengan menggunakan antibiotik lain. (Damin Sumarju, 2006)

Dalam tinjauan pustaka, penulis akan menjelaskn mengenai antibiotik

khususnya tentang klasifikasi dan penggolongan antibiotik, farmakokinetik dan

farmakodinamik antibiotik, dan penggunaan antibiotik dalam klinik. Yang

memiliki peranan penting untuk menghentikan infeksi bakteri di dalam tubuh

manusia.

Page 7: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

1.1 Tujuan dan Penulisan

1.1.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui tentang

antibiotik.

1.1.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi antibiotik

b. Mengetahui sejarah antibiotik

c. Mengetahui klasifikasi dan penggolongan antibiotik

d. Mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik

e. Mengetahui penggunaan antibiotik dalam klinik

1.2 Manfaat Penulisan

a. Manfaat untuk Penulis : menambah pengetahuan tentang klasifikasi dan

penggolongan antibiotik, farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik,

peran antibiotik dalam klinik serta menambah pengalaman dalam

membuat karya ilmiah atau makalah

b. Manfaat untuk Pembaca : menambah pengetahuan dan wawasan

c. Manfaat untuk Institusi : Menambah referensi karya ilmiah atau makalah

Page 8: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Struktur Kimia Antibiotik

Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies

mokroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mokroorganisme lain. Sifat

toksik senyawa-senyawa yang tertentu mempunyai kemampuan menghambat

pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung

membunuh bakteri (efek bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut.

(Damin Sumarju, 2006)

Struktur kimia antibiotik yang diketahui oleh banyak, dengan pengecualiaan

yang termasuk antibiotik polipeptida. Strukturnya ada yang kompleks dan ada

yang sederhana. Banyak struktur sederhana telah dapat dibuat secara sintetis.

Secara semisintetik, turunan antibiotik yang mempunyai struktur kimia kompleks

juga telah banyak diperoleh. Antibiotik juga dikenal sebagai obat anti infeksi

yang memegang peranan penting dalam klinis karena dapat mencegah dan

menyembuhkan berbagai macam penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mikroorganisme yang rentan terhadap antibiotik ini. (Damin Sumarju, 2006)

2.2 Klasifikasi dan Penggolongan Antibiotik

2.2.1 Antibiotik β-laktam dan antibiotik lain yang aktif di dinding dan

membran sel

Antibiotik β-laktam merupakan antibiotik yang bermanfaat dan sering

diresepkan, memiliki struktur urrium dan mekanisme kerja yang sama yaitu

Page 9: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Di sini diuraikan

golongan antibiotik yang aktif di dinding dan membran sel, diantaramya

adalah :

A. Penisilin

Golongan penisilin mempunyai persamaan sifat kimiawi, mekanisme

kerja, farmakologi, dan karakteristik imunologis dengan sefalosporin,

monobaktam, karbapenem, dan penghambat β-laktamase. Semua obat

tersebut merupakan senyawa β-laktam yang dinamakan demikian

karena mempunyai cincin laktam beranggota empat yang unik.

(Katzung, 2010)

Kimiawi

Semua penisilin mempunyai struktur dasar yang disajikan pada

Gambar 1. Suatu cincin tiazolidin (A) melekat pada cincin β-laktam

(B) yang membawa suatu gugus amino sekunder (RNH-). Integritas

struktur inti asam 6-aminopenisilinat pen-ting untuk aktivitas

biologis senyawa ini. Hidrolisis cincin β-laktam oleh β-laktamase

milik bakteri menghasilkan asam penisiloat yang tidak mempunyai

aktivitas antibakteri. (Katzung, 2010)

Gambar 1. Struktur kimia penisilin

Mekanisme Kerja

Page 10: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Penisilin, seperti semua antibiotik β-laktam, menghambat

pertumbuhan bakteri dengan mengganggu reaksi trans dalam sintesis

dinding sel bakteri. Dinding sel adalah suatu lapisan luaryang kaku dan

khas untuk species bakteri, dan sepenuhnya membungkus membran

sitoplasma, (Gambar 2) mempertahankan bentuk dan integritas sel, dan

mencegah lisis sel akibat tekanan osmolitik tinggi. Dinding sel tersusun

dari suatu polimer polisakarida dan polipeptida berikatan silang yang

kompleks, yakni peptidoglikan (murein, mukopeptida). Polisakarida ini

mengandung gula amino yang berselang-seling, yakni N-asetilglukosamin

dan asam N-asetilmuramat. Suatu peptida yang mengandung lima asam

amino dikaitkan dengan gula asam N-asetilmuramat. Peptida ini berakhir

di D-alanil-D-alanin. Penicillin-binding protein (PBP, suatu enzim)

memotong alanin terminal tersebut pada proses pembentukan suatu

ikatan silang dengan peptida di dekatnya. Ikatan silang tersebut membuat

struktur dinding sel menjadi kaku. Antibiotik β-laktam, yang secara

struktural merupakan analog substrat PBP yaitu, D-Ala-D-alamiah,

berikatan secara kovalen dengan tempat aktif di PBP. Ikatan ini

menghambat reaksi transpeptidase (Gambar 3), menghentikan sintesis

peptidoglikan sehingga sel akan mati. Mekanisme pasti kematian sel tidak

sepenuhnya dimengerti, tetapi autolisin dan gangguan morfogenesis

dinding sel tampaknya ikut terlibat. Penisilin dan sefalosporin membunuh

sel bakteri hanya jika sel bakteri tersebut aktif bertumbuh dan menyintesis

dinding sel. (Katzung, 2010)

Page 11: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Gambar 2. Diagram sederhana selubung sel bakteri gram-negatif

Resistensi

Resistensi terhadap penisilin dan β-laktam lainnya disebabkan oleh

salah satu dari empat mekanisme umum berikut: (1) inaktivasi antibiotik

oleh β-laktamase, (2) modifikasi PBP target, (3) gangguan penetrasi obat

untuk mencapai PBP sasaran, dan (4) efluks. Produksi β-laktamase

merupakan mekanisme resistensi yang paling umum dijumpai. Beratus-

ratus β-laktamase yang berbeda telah diidentifikasi. Beberapa β-laktamase,

seperti yang diproduksi oleh Staphylococcus aureus, Haemophilus sp, dan

Escherichia coli, memiliki spesifisitas terhadap substrat yang relatif sempit

sehingga lebih menginaktivasi penisilin ketimbang sefalosporin. β-

laktamase lainnya, seperti β-laktamase AmpC yang dihasilkan oleh

Pseudomonas aeru-ginosa dan Enterobacter sp, dan β-laktamase

berspektrum luas (extended-spectrum β-lactamase, ESBL),

menghidrolisis sefalosporin dan penisilin. Karbapenem sangat resisten ter-

hadap hidrolisis oleh penisilinase dan sefalosporinase tapi dihidrolisis oleh

metallo-β-laktamase dan karbapenemase.

Perubahan PBP target merupakan dasar resistensi terhadap metisilin

pada stafilokokus dan dasar resistensi terhadap penisilin pada

pneumokokus dan enterokokus. Organisme yang resisten tersebut

menghasilkan PBP yang berafinitas rendah terhadap peningkatan dengan

antibiotik β-laktam sehingga organisme tersebut tidak dihambat, kecuali

Page 12: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

pada konsentrasi obat yang relatif tinggi, yang sering kali tidak tercapai

dapat secara klinis. (Katzung, 2010)

Penggolongan Penisilin dan Ringkasan Farmakologisnya

1. Penisilin (misalnya, penisilin G)

Jenis penisilin ini memiliki aktivitas terkuat terhadap organisme

gram-positif, kokus gram-negatif, dan mikroorganisme anaerob yang

tidak menghasilkan β-laktamase. Akan tetapi, jenis ini hanya sedikit

efektif terhadap batang gram-negatif, dan rentan dihidrolisis oleh β-

laktamase.

Penisilin G merupakan obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan

oleh streptokokus, meningokokus, enterokokus, pneumokokus yang

rentan-penisilin, stafilokokus yang tidak menghasilkan (β-laktamase,

Treponema pallidum dan banyak spiroketa lainnya, spesies klostridium,

aktinomises, dan batang gram-positif serta organisme anaerob gram-

negatif yang tidak menghasilkan β-laktamase. Bergantung pada

organisme, tempat, dan derajat keparahan infeksi, dosis efektif berkisar

antara 4 sampai 24 juta unit per hari yang diberikan intravena dalam

empat atau enam dosis terbagi. Penisilin G dosis tinggi dapat juga

diberikan sebagai infus intravena secara kontinu.

Penisilin V, suatu bentuk penisilin oral, hanya diindikasikan pada

infeksi ringan karena bioavailabilitasnya relatif rendah, dosisnya perlu

diberikan empat kali sehari, dan spektrum antibakterinya sempit.

Amoksisilin lebih sering digunakan sebagai pengganti.

Penisilin benzatin dan penisilin G prokain untuk suntikan

intramuskular menghasilkan kadar obat yang rendah tetapi bertahan

lama. Suntikan tunggal penisilin benzatin sebanyak 1,2 juta unit

secara intramuskular, efektif sebagai terapi faringitis streptokokus β-

hemolitikus; penisilin benzatin intramuskular yang diberikan setiap 3-4

minggu sekali mencegah reinfeksi. Penisilin G benzatin sebanyak 2,4

juta unit secara intramuskular sekali seminggu selama 1-3 minggu,

Page 13: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

efektif untuk terapi sifilis. Penisilin G prokain, yang dulu merupakan

andalan dalam terapi pneumonia pneumokokus tanpa penyulit

atau gonorea, saat ini jarang digunakan karena banyak galur yang

resisten terhadap penisilin. (Katzung, 2010)

2. Penisilin antistafilokokus (misalnya, nafsilin)

Jenis penisilin ini resisten terhadap β-laktamase stafilokokus. Jenis ini

efektif terhadap stafilokokus dan streptokokus tapi tidak efektif

terhadap enterokokus, bakteri anaerob dan kokus serta batang gram-

negatif.

Penisilin semisintetis ini diindikasikan untuk infeksi stafilokokus

yang menghasilkan P-laktamase, walaupun galur streptokokus dan

pneumokokus yang rentan terhadap penisilin juga sensitif terhadap

penisilin ini. Listeria, ente-rokokus, dan galur stafilokokus yang resisten

terhadap metisilin resisten terhadap antibiotik jenis ini. Penisilin

isoksazolil, seperti oksasilin, kloksasilin, atau dikloksasilin, sebanyak

0,25-0,5 g per oral tiap 4-6 jam (15-25 mg/kg/hari untuk anak), cocok

digunakan sebagai terapi infeksi stafilokokus setempat berderajat

ringan hingga sedang.

Penisilin isoksazolil relatif stabil terhadap asam dan

bioavailabilitasnya cukup baik. Akan tetapi, makanan mengganggu

absorpsinya sehingga obat harus diberikan 1 jam sebelum atau setelah

makan. Untuk infeksi stafilokokus sistemik yang berat, oksasilin atau

nafsilin sebanyak 8-12 g/hari diberikan melalui infus intravena

intermiten sebesar 1-2 g setiap 4-6 jam (50-100 mg/kg/hari untuk anak).

(Katzung, 2010)

3. Penisilin berspektrum luas (ampisilin dan penisilin

antipseudomonas)

Jenis penisilin ini tetap memiliki spektrum antibakteri seperti penisilin

tetapi efektivitasnya meningkat terhadap organisme gram negatif.

Page 14: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Namun, seperti penisilin, jenis ini rentan dihidrolisis oleh β-laktamase.

Obat-obat ini memiliki aktivitas yang lebih besar daripada penisilin

G terhadap bakteri gram-negatif karena kemampuannya menembus

membran luar organisme gram-negatif lebih besar. Seperti penisilin G,

Obat ini diinaktifkan oleh β-laktamase.

Aminopenisilin, yaitu ampisilin dan amoksisilin, mempunyai

spektrum dan aktivitas yang sama, tetapi amoksisilin lebih mudah

diabsorpsi per oral. Amoksisilin dengan dosis 250-500 mg 3 kali sehari,

setara dengan ampisilin dalam dosis yang sama 4 kali sehari. Obat-

obat ini diberikan secara oral untuk mengobati infeksi saluran kemih,

sinusitis, otitis, dan infeksi saluran napas bawah. Ampisilin dan

amoksisilin adalah antibiotik oral β-laktam yang paling aktif

terhadap pneumokokus yang resisten terhadap penisilin dan menjadi

antibiotik β-laktam yang dianjurkan untuk mengobati infeksi yang

dicurigai disebabkan oleh bakteri resisten tersebut. Ampisilin (tapi tidak

amoksisilin) efektif pada shigelosis. Penggunaannya untuk mengobati

gastroenteritis akibat salmonella tanpa komplikasi masih kontroversial

karena dapat memperpanjang status karier (pembawa).

Ampisilin, pada dosis 4-12 g/hari intravena, bermanfaat mengobati

infeksi berat yang disebabkan oleh organisme yang rentan-penisilin,

termasuk organisme anaerob, enterokokus, Listeria monocytogenes, dan

galur kokus dan basil gram-negatif yang tidak menghasilkan p-

laktamase, seperti E. coli, dan spesies salmonella. Galur H.influenzae

yang tidak menghasilkan β-laktamase umumnya rentan, tapi saat ini

mulai muncul galur resisten karena adanya perubahan PBP. Banyak

spesies gram-negatif menghasilkan β-laktamase dan bersifat resisten

sehingga menghalangi penggunaan ampisilin sebagai terapi empiris

untuk infeksi saluran kemih, meningitis, dan demam tifoid. Ampisilin

tidak aktif terhadap klebsiella, enterobakter, Pseudomonas aeruginosa,

Page 15: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

sitrobakter, seratia, spesies proteus positifindol, dan bakteri aerob gram-

negatif lain yang umum dijumpai pada infeksi nosokomial.

Karbenisilin, yakni karboksipenisilin antipseudomonas yang

pertama kali ditemukan, sudah tidak digunakan lagi. Turunannya,

karbenisilin indanil natrium, dapat diberikan per oral untuk infeksi

saluran kemih. Terdapat alternatif lain yang lebih aktif dan ditoleransi

lebih baik. Suatu karboksipenisilin yang memiliki aktivitas serupa

dengan karbenisilin adalah tikarsilin. Tikarsilin tidak seaktif ampisilin

dalam melawan enterokokus. Golongan ureidopenisilin, yakni

piperasilin, mezlosilin, dan azlosilin, juga aktif terhadap beberapa basil

gram-negatif terpilih, seperti Klebsiella pneumoniae. Walaupun tidak

ada data klinis yang mendukung keunggulan terapi kombinasi di atas

terapi obat tunggal, karena kecenderungan P.aeruginosa untuk menjadi

resisten, penisilin antipseudomonas sering digunakan dalam kombinasi

dengan aminoglikosida atau fluorokuinolon untuk infeksi

pseudomonas di luar saluran kemih.

Ampisilin, amoksisilin, tikarsilin, dan piperasilin juga tersedia

dalam kombinasi dengan salah satu dari beberapa penghambat β-

laktamase : asam klavulanat, sulbaktam, atau tazobaktam. Penambahan

penghambat β-laktamase meningkatkan aktivitas penisilin ini sehingga

mencakup galur S. aureus yang menghasilkan β-laktamase serta

beberapa bakteri gram-negatif yang menghasilkan β-laktamase.

(Katzung, 2010)

Farmakokinetik

Absorpsi obat per oral dapat sangat berbeda untuk tiap penisilin, dan

sebagian bergantung pada kestabilan terhadap asam dan ikatan proteinnya.

Absorpsi nafsilin di saluran cerna bersifat erotik sehingga tidak cocok

diberikan per oral. Dikloksasilin, ampisilin, dan amoksisilin relatif stabil

terhadap asam dan diabsorpsi dengan baik, menghasilkan konsentrasinya

Page 16: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

dalam serum sekitar 4-8 mcg/mL pada dosis oral 500 mg. Absorpsi

sebagian besar penisilin oral (kecuali amoksisilin) terganggu oleh makanan

sehingga obat tersebut harus diberikan setidaknya 1-2 jam sebelum atau

sesudah makan.

Setelah pemberian parenteral, absorpsi kebanyakan penisilin terjadi

secara utuh dan cepat. Pemberian melalui jalur intravena lebih disukai

daripada jalur intramusku-lar karena injeksi dosis besar intramuskular

menimbulkan iritasi dan nyeri setempat. Konsentrasi dalam serum 30

menit pascainjeksi intravena 1 g penisilin (setara dengan sekitar 1,6 juta

unit penisilin G) adalah 20-50 mcg/mL. Hanya sedikit dari total obat dalam

serum dijumpai dalam bentuk obat bebas; konsentrasi obat ditentukan oleh

ikatan obat dengan protein. Penisilin yang sangat terikat pada protein

(misalnya, nafsilin) umumnya mencapai konsentrasi obat bebas yang lebih

rendah dalam serum ketimbang penisilin yang kurang terikat pada protein

(misalnya, penisilin G, ampisilin). Ikatan dengan protein menjadi relevan

secara klinis jika persentase obat yang terikat pada protein mencapai

sekitar 95% atau lebih. Penisilin terdistribusi secara luas dalam cairan

tubuh dan jaringan, dengan beberapa pengecualian. Penisilin merupakan

molekul yang polar sehingga konsentrasi penisilin intrasel jauh lebih

sedikit daripada konsentrasi penisilin dalam cairan ekstrasel.

Penisilin benzatin dan prokain dibuat untuk menunda absorpsi

sehingga konsentrasi penisilin lebih lama berada dalam darah dan

jaringan. Injeksi intramuskular tunggal 1,2 juta unit penisilin benzatin

mempertahankan kadar serum di atas 0,02 mcg/mL selama 10 hari, yang

cukur untuk menangani infeksi streptokokus (3-hemolitikus Setelah 3

minggu, kadarnya masih melebihi 0,003 meg mL, yang cukup untuk

mencegah infeksi streptokokus β-hemolitikus. Dosis penisilin prokain

sebesar 600.000 urn: menghasilkan konsentrasi puncak sebesar 1-2

mcg/rr.L dan secara klinis bermanfaat selama 12-24 jam pascainjeks;

intramuskular tunggal.

Page 17: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Konsentrasi penisilin dalam sebagian besar jaringan serupa dengan

konsentrasinya dalam serum. Penisilin juga diekskresikan dalam sputum

dan susu dengan kadar sebesar 3-15% kadarnya dalam serum.

Penetrasinya ke jaringan mata, prostat, dan susunan saraf pusat buruk

Akan tetapi, pada radang meningen yang aktif, seperfa pada meningitis

bakterialis, konsentrasi penisilin sebesar 1-5 mcg/mL dapat dicapai dengan

dosis parenteral harian sebesar 18-24 juta unit. Konsentrasi ini cukup

untuk membunuh galur pneumokokus dan meningokokus yang rentan.

Penisilin cepat diekskresi oleh ginjal; sejumlah kecil diekskresi melalui

jalur lain. Sekitar 10% ekskresi ginjal terjadi melalui filtrasi glomerulus

dan 90% oleh sekresi di tubulus ginjal. Waktu paruh normal penisilin G

adalah sekitar 30 menit; pada gagal ginjal, dapat mencapai 10 jam.

Ampisilin dan penisilin berspektrum luas disekresi lebih lambat dibanding

penisilin G dan mempunyai waktu paruh selama 1 jam. Untuk penisilin

yang dibersihkan oleh ginjal, dosisnya harus disesuaikan menurut fungsi

ginjal; pemberian sekitar seperempat hingga sepertiga dosis normal

dilakukan jika bersihan kreatinin ginjal sebesar 10 mL/menit atau kurang.

Nafsilin terutama dibersihkan melalui ekskresi empedu. Oksasilin,

dikloksasilin, dan kloksasilin dieliminasi oleh ekskresi ginjal dan empedu;

penyesuaian dosis obat-obat ini tidak diperlukan pada gagal ginjal.

Karena bersihan. penisilin kurang efisien pada neonatus, dosis yang

hanya disesuaikan menurut berat badan menghasilkan konsentrasi

sistemik yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama dibanding pada

orang dewasa. (Katzung, 2010)

Kegunaan Klinis

Kecuali amoksisilin oral, semua penisilin harus diberikan 1-2 jam

sebelum atau setelah makan; penisilin sebaiknya tidak ditelan bersama

makanan untuk meminitnalkan ikatan dengan protein makanan dan inaktivasi

oleh asam. Kadar semua penisilin dalam darah dapat ditingkatkan dengan

Page 18: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

pemberian probenesid secara simultan, 0,5 g (10 mg/kg pada anak) setiap 6

jam per oral, yang menghambat sekresi asam lemah, seperti senyawa β-

laktam, oleh tubulus ginjal. (Katzung, 2010)

B. Sefalosporin dan Sefamisin

Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap

banyak β-laktamase bakteri sehingga memiliki aktivitas spektrum yang

lebih luas. Akan tetapi, galur E. coli dan spesies Klebsiella yang

mengekspresikan β-laktamase berspektrum luas, yang dapat

menghidrolisis sebagian besar sefalosporin, saat ini menjadi masalah.

Sefalosporin tidak aktif terhadap enterokokus dan L. monocytogenes.

(Katzung, 2010)

Kimiawi

Inti sefalosporin, asam 7-aminosefalosporanat, sangat menyerupai asam

6-aminopenisilanat. Aktivitas antimikroba intrinsik sefalosporin alamiah

rendah, tetapi pelekatan berbagai gugus R1 dan R2 telah menghasilkan

ratusan senyawa poten dengan tok-sisitas yang rendah. Sefalosporin

dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok atau generasi utama,

yang terutama bergantung pada spektrum aktivitas antimikroba.

Sefalosporin generasi pertama

Sefalosporin generasi-pertama meliputi sefadroksil, sefazolin,

sefaleksin, sefalotin, sefapirin, dan sefradin. Obat-obat ini sangat

aktif terhadap kokus gram positif, seperti pneumokokus,

streptokokus dan stafilokokus. Sefalosporin tidak aktif terhadap

galur stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. E. coli, K.

pneumoniae, dan Proteus mirabilis seringkali sensitif terhadap obat

ini, tetapi aktivitasnya terhadap P. aeruginosa, proteus indol-positif,

enterobakter, Serratia marcescens, sitrobakter, dan asinetobakter

sangat kecil. Kokus anaerob (misalnya, pepto kokus,

Page 19: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

peptostreptokokus) biasanya sensitif, tetapi Bacteroides fragilis

tidak demikian. (Katzung, 2010)

Farmakokinetik & Dosis

A. Oral

Absorpsi sefaleksin, sefradin, dan sefadroksil dalam usu= bervariasi.

Setelah pemberian dosis oral 500 mg, kadamya dalam serum adalah

15-20 mcg/mL. Konsentrasi dalam urine biasanya sangat tinggi,

tetapi pada sebagian besar jaringan, konsentrasinya bervariasi dan

biasanya lebih rendah daripada di dalam serum. Sefaleksin dan

sefradin diberikan per oral pada dosis 0,25-0,5 g 4 kali sehari (15-30

mg/kg/hari) dan sefadroksil pada dosis 0,5-1 g 2 kali sehari.

Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus

ke dalam urine. Obat penyekat sekres: tubulus, misalnya probenesid,

dapat sangat meningkatkan kadar serum. Pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal, dosis obat-obat tersebut harus dikurangi.

B. Parental

Sefazolin adalah satu-satunya sefalosporin generasi-pertama

parenteral yang masih digunakan secara luas. Setelah infus

intravena sebesar 1 g, kadar puncak sefazolrn menjadi sebesar 90-

120 mcg/mL. Dosis sefazolin intravena biasa untuk orang dewasa

adalah 0,5-2 g secara intravena setiap 8 jam. Sefazolin juga dapat

diberikan lewat jalur intramuskular. Ekskresi obat ini terjadi melalui

ginjal sehingga penyesuaian dosis harus dilakukan untuk pasien

dengan gangguan fungsi ginjal. (Katzung, 2010)

Penggunaan Klinis

Walaupun sefalosporin generasi-pertama mempunyai aktivitas

spektrum yang luas dan relatif tidak toksik, obat ini jarang digunakan

Page 20: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

sebagai obat pilihan untuk infeksi apapun. Obat oral dapat digunakan

untuk terapi infeksi saluran kemih, infeksi stafilokokus, atau infeksi

streptokokus, seperti selulitis atau abses jaringan lunak. Akan tetapi,

sefalosporin oral hendaknya tidak diandalkan pada infeksi sistemik

yang serius.

Sefazolin dapat menembus sebagian besar jaringan dengan baik.

Obat ini merupakan obat pilihan untuk pro-filaksis bedah. Sefazolin

dapat digunakan sebagai obat pilihan pada infeksi jika merupakan obat

yang paling .tidak toksik pada infeksi tersebut (misalnya, K. pneu-

moniae) dan pada penderita infeksi akibat stafilokokus atau

streptokokus yang memiliki riwayat alergi penisilin selain

hipersensitivitas akut. Sefazolin tidak menembus susunan saraf pusat

sehingga tidak dapat digunakan untuk mengobati meningitis.

Sefazolin adalah alternatif penisilin antistafilokokus untuk pasien yang

alergi terhadap penisilin. (Katzung, 2010)

Sefalosporin generasi kedua

Anggota sefalosporin generasi kedua meliputi sefaklor,

sefamandol, sefonisid, sefuroksim, sefprozil, lorakarbef, dan

seforanid serta sefamisin yang terkait secara struktural, seperti

sefoksitin, sefmetazol, dan sefotetan, yang memiliki aktivitas

terhadap bakteri anaerob. Kelompok obat ini tersusun atas berbagai

obat (heterogen) yang memiliki perbedaan nyata dalam hal aktivitas,

farmakokinetik, dan toksisitas pada setiap individu. Pada umumnya,

obat ini aktif terhadap organisme yang dihambat oleh obat generasi-

pertama, tetapi selain itu, obat ini memiliki cakupan gram-negatif yang

lebih luas. Klebsiellae (termasuk yang resisten terhadap sefalotin)

biasanya sensitif. Sefamandol, sefuroksim, sefonisid, seforanid, dan

sefaklor aktif terhadap H.influenzae tetapi tidak terhadap serratia atau B.

fragilis. Sebaliknya, sefoksitin, sefmetazol, dan sefotetan aktif terhadap

Page 21: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

B. fragilis dan beberapa galur serratia tetapi kurang aktif terhadap H.

influenzae. Seperti pada agen generasi-pertama, tidak ada sefalosporin

generasi-kedua yang aktif terhadap enterokokus atau P. aeruginosa.

Sefalosporin generasi-kedua dapat memperlihatkan aktivitas in vitro

terhadap spesies enterobakter, tetapi mutan resisten yang secara

konstitutif mengekspresikan β-laktamase kromosomal yang

menghidrolisis senyawa-senyawa ini (dan sefalosporin generasi ketiga)

muncul secara cepat sehingga sefalosporin generasi-kedua sebaiknya

tidak digunakan untuk mengobati infeksi enterobakter. (Katzung, 2010)

Farmakokinetik & Dosis

A. Oral

Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lorakarbef dapat

diberikan per oral. Dosis untuk orang dewasa biasanya 10-15

mg/kg/hari, yang diberikan dalam dua sampai empat dosis terbagi;

anak-anak harus diberikan 20-40 mg/kg/hari hingga mencapai

dosis maksimum 1 g/hari. Kecuali untuk sefuroksim aksetil, obat-

obat ini diperkirakan tidak aktif terhadap pneumokokus yang

resisten penisilin dan harus digunakan secara hati-hati, jika memang

harus digunakan, untuk mengobati infeksi pneumokokus baik yang

sudah pasti maupun yang masih be-rupa kecurigaan. Sefaklor lebih

rentan terhadap hidrolisis β-laktamase daripada agen lain, dan

manfaatnya perlahan menghilang.

B. Parenteral

Setelah infus intravena sebanyak 1 g, kadar serum biasanya 75-125

mcg/mL untuk sebagian besar sefalosporin generasi kedua.

Pemberian intramuskular menimbulkan nyeri sehingga harus

dihindari. Dosis dan interval pemberian dosis bervariasi untuk setiap

agen. Terdapat perbedaan nyata antaragen dalam hal waktu paruh,

Page 22: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

ikatan protein, dan interval antar dosis. Semua obat ini dibersihkan

oleh ginjal sehingga membutuhkan penyesuaian dosis pada gagal

ginjal.

Penggunaan Klinis

Sefalosporin generasi-kedua oral aktif terhadap H. influenzae atau

Moraxella catarrhalis yang menghasilkan β-laktamase dan terutama

digunakan untuk mengobati sinusitis, otitis, atau infeksi saluran napas

bawah yang disebabkan oleh organisme di atas. Karena aktivitasnya

terhadap bakteri anaerob (termasuk B. fragilis), sefoksitin, sefotetan,

atau sefmetazol dapat digunakan untuk mengobati infeksi bakteri

anaerob campuran, seperti peritonitis atau diverti-kulitis. Sefuroksim

digunakan untuk mengobati community-acquired pneumonia karena aktif

terhadap H. influenzae atau K. pneumoniae, yang menghasilkan β-

laktamase, dan pneumokokus yang resisten terhadap penisilin.

Meskipun melintasi sawar darah otak, sefuroksim tidak seefektif

seftriakson atau sefotaksim dalam terapi meningitis dan sebaiknya tidak

digunakan. (Katzung, 2010)

Sefalosporin generasi ketiga

Obat generasi-ketiga termasuk sefoperazon, sefotaksim, seftazidim,

seftizoksim, seftriakson, sefiksim, sefpodoksim proksetil, sefdinir,

sefditoren pivoksil, seftibuten, dan moksalaktam. (Katzung, 2010)

Aktivitas Antimikroba

Dibandingkan dengan agen generasi kedua, obat ini memiliki cakupan

gram negatif yang lebih luas, dan beberapa obat mampu melintasi

sawar darah-otak. Obat generasi ketiga aktif terhadap sitrobakter,

S.marcescens, dan providensia (walaupun resistensi dapat timbul

selama terapi infeksi yang ditimbulkan oleh berbagai spesies ini akibat

mutan-mutan tertentu yang secara konstitutif memproduksi

Page 23: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

sefalosporinase). Sefalosporin generasi ketiga juga efektif terhadap

galur hemofilus dan neisseria yang menghasilkan β-laktamase. P.

aeruginosa hanya dapat diatasi oleh seftazidim dan sefoperazon. Seperti

obat generasi kedua, sefalosporin generasi ketiga dapat dihidrolisis oleh

AmpC β-laktamase yang diproduksi secara konstan dan juga tidak

dapat diandalkan untuk mengatasi spesies enterobakter. Serratia,

providensia, dan sitrobakter juga menghasilkan sefalosporinase yang

disandi oleh kro-mosom; jika kromosom ini terekspresi secara

konstitutif, dapat timbul resistensi terhadap sefalosporin generasi

ketiga. Seftizoksim dan moksalaktam aktif terhadap B. fragilis.

Sefiksim, sefdinir, seftibuten, dan sefpodoksim proksetil adalah agen-

agen oral yang memiliki aktivitas yang serupa, kecuali bahwa sefiksim

dan seftibuten jauh lebih tidak aktif terhadap pneumokokus (dan sama

sekali tidak aktif terhadap galur yang resisten terhadap penisilin) serta

kurang efektif mengatasi S. aureus. (Katzung, 2010)

Farmakokinetik & Dosis

Infus intravena 1 g sefalosporin parenteral menghasilkan kadar serum

sebesar 60-140 mcg/mL. Sefalosporin dapat mempenetrasi cairan dan

jaringan tubuh dengan baik dan kecuali sefoperazon dan semua

sefalosporin oral mencapai kadar dalam cairan serebrospinal yang

cukup untuk menghambat kebanyakan patogen, termasuk batang gram-

negatif, kecuali pseudomonas. Waktu paruh dan interval pemberian

obat sangat bervariasi : Seftriakson (waktu paruh 7-8 jam) dapat

disuntikkan sekali tiap 24 jam pada dosis 15-50 mg/kg/hari. Dosis

tunggal sebesar 1 g per hari cukup diberikan untuk kebanyakan infeksi

berat, tetapi pada terapi meningitis, yang dianjurkan adalah dosis

tunggal 4 g perhari. Sefoperazon (waktu paruh 2 jam) dapat

disuntikkan setiap 8-12 jam dalam dosis 25-100 mg/kg/hari. Obat

lainnya dalam kelompok ini (waktu paruh 1-1,7 jam) dapat disuntikkan

Page 24: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

setiap 6-8 jam dalam dosis antara 2 dan 12 g/ hari, bergantung pada

derajat keparahan infeksi. (Katzung, 2010)

Sefiksim dapat diberikan per oral (200 mg dua kali sehari atau 400 mg

sekali sehari) untuk infeksi saluran napas atau kemih. Dosis

sefpodoksim proksetil atau sefditoren pivoksil untuk orang dewasa

adalah 200-400 mg dua kali sehari; untuk seftibuten, 400 mg sekali

sehari; dan untuk sefdinir, 300 mg/12 jam. Ekskresi sefoperazon dan

seftriakson terutama dilakukan melalui traktus biliaris .sehingga

penyesuaian dosis pada insufisiensi ginjal tidak perlu dilakukan. Obat

lainnya diekskresi oleh ginjal sehingga memerlukan penyesuaian dosis

pada insufisiensi ginjal. (Katzung, 2010)

Penggunaan Klinis

Sefalosporin generasi-ketiga digunakan untuk mengobati berbagai

macam infeksi berat yang disebabkan oleh orga-nisme yang resisten

terhadap kebanyakan obat lain. Akan tetapi, galur yang

mengekspresikan β-laktamase berspektrum luas tidak mempan

terhadap obat ini. Sefalosporin generasi-ketiga harus dihindari

penggunaannya pada infeksi enterobakter bahkan jika pada percobaan

in vitro, isolat klinis bakteri ini tampak rentan terhadap obat ini karena

timbulnya resistensi. Seftriakson dan sefotaksim disetujui

penggunaannya untuk terapi meningitis, termasuk meningitis yang

disebabkan oleh pneumokokus, meningokokus, H.influenzae, dan batang

gram negatif enterik yang rentan, tetapi bukan oleh L. monocytogenes.

Seftriakson dan sefotaksim adalah sefalosporin yang paling aktif

terhadap galur pneumokokus yang resisten terhadap penisilin dan

direkomendasikan untuk terapi empiris infeksi berat yang mungkin

disebabkan oleh galur tersebut. Meningitis akibat galur pneumokokus

yang sangat resisten terhadap penisilin (yang hanya rentan terhadap

penisilin dengan minimal inhibitory concentration/M1C sebesar >1

Page 25: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

mcg/mL) mungkin tidak berespons bahkan terhadap agen-agen

tersebut sehingga penambahan vankomisin dianjurkan pada keadaan

ini. Indikasi potensial penggunaan sefalosporin generasi-ketiga lainnya

adalah terapi empiris untuk sepsis yang tidak diketahui penyebabnya

baik pada pasien yang immunocompetent maupun yang

immunecompromised dan terapi infeksi jika pada infeksi ini, sefalosporin

merupakan obat yang paling tidak toksik. Pada pasien

immunocompromised yang mengalami demam dan neutropenik,

sefalosporin generasi ketiga sering digunakan dalam kombinasi dengan

aminoglikosida. (Katzung, 2010)

Sefalosporin generasi keempat

Sefepim merupakan salah satu contoh obat sefalosporin generasi

keempat. Obat ini lebih resisten terhadap hidrolisis oleh β-laktamase

kromosomal (yang diproduksi oleh enterobakter). Sefepim cukup

efektif mengatasi P. aeruginosa, Enterobacteriaceae, S. aureus, dan S.

pneumoniae. Sefepim sangat efektif terhadap hemofilus dan naiseria

serta cukup mempenetrasi cairan serebrospinal. Obat ini dibersihkan

oleh ginjal dan memiliki waktu paruh 2 jam, dan farmakokinetiknya

serupa dengan seftazidim. Akan tetapi, tidak seperti seftazidim,

sefepim. cukup efektif terhadap kebanyakan galur streptokokus yang

resisten terhadap penisilin dan mungkin saja bermanfaat dalam terapi

infeksi enterobakter. Di luar itu, peran klinisnya serupa dengan

sefalosporin generasi ketiga. (Katzung, 2010)

2.3.2 Antibiotik Beta-Laktam Lainnya

Telah dikembangkan senyawa-senyawa terapeutik penting dengan

struktur β-laktam yang tidak termasuk golongan penisilin ataupun

sefalosporin. (Goodman, 2009)

Page 26: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Karbapenem

Karbapenem merupakan senyawa β-laktam yang mengandung cincin β-

laktam yang menyatu dan suatu sistem cincin dengan 5 anggota; berbeda

dari penisilin karena bentuknya tidak jenuh dan mengandung satu atoni

karbon bukannya atom belerang. Kelompok antibiotik ini memiliki

spektrum aktivitas yang lebih luas daripada sebagian besar antibiotik β-

laktam lainnya. (Goodman, 2009)

Imipenem. Imipenem dipasarkan dalam bentuk kombinasi dengan

silastatin, yakni suatu obat yang menghambat penguraian imipenem oleh

dipeptidase tubulus ginjal. Sumberdan Kimia. Imipenem diturunkan dari

suatu komponen yang dihasilkan oleh Streptomyces cattleya. Komponen

tersebut, yakni tienamisin, tidak stabil, namun imipenem, yang merupakan

turunan N-formimidoil, bersifat stabil. (Goodman, 2009)

Aktivitas Antimikroba. Imipenem, seperti antibiotik β-laktam lainnya,

terikat pada protein pengikat penisilin, mengganggu sintesis dinding sel

bakteri, dan menyebabkan kematian mikroorganisme yang rentan.

Imipenem sangat resisten terhadap hidrolisis oleh sebagian besar β-

laktamase. Aktivitas imipenem sangat baik secara in vitro terhadap

berbagai macam mikroorganisme aerob dan anaerob. Streptokokus

(termasuk S. pneumoniae yang resisten-penisilin), entero-kokus (tidak

termasuk Enterococcus faecium dan galur yang resisten-penisilin namun

tidak menghasilkan β-laktamase), stafilokokus (termasuk galur penghasil

penisilinase), dan listeria, semuanya rentan. Meskipun beberapa galur

stafilokokus yang resisten-metisilin rentan, namun banyak galur yang

tidak. Aktivitasnya sangat baik terhadap Enterobacteriaceae, termasuk

organisme yang resisten terhadap sefalosporin berkat ekspresi β-

laktamase yang spektrumnya diperluas baik kromosomal ataupun

plasmid. Sebagian besar galur Pseudomonas dan Acinetobacter

Page 27: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

dihambat, sedangkan X. maltophilia resisten. Organisme anaerob,

termasuk B.fragilis, sangat rentan terhadap obat ini. (Goodman, 2009)

Farmakokinetik dan Reaksi Merugikan. Imipenem tidak diabsorpsi

secara oral. Obat ini dihidrolisis dengan cepat oleh dipeptidase yang

terdapat pada brush border (permukaan sel be-bas yang terspesialisasi,

yang terdiri atas tonjolan-tonjolan silin, dris halus/mikrovili yang sangat

meningkatkan luas permukaan) tubulus proksimal ginjal (Kropp etal, 1982).

Karena konsentrasi obat aktif dalam urin rendah, maka disintesis suatu

inhibitor dehidropeptidase. Senyawa ini disebut silastatin. Suatu sediaan

yang mengandung imipenem dan silastatin dalam jumlah yang sama

(PRIMAXIN) telah dikembangkan.

Setelah pemberian imipenem 500 mg secara intravena (sebagai

PRIMAXIN), konsentrasi puncak dalam plasma rata-rata 33 P-g/ml. Baik

imipenem maupun silastatin memiliki waktu paruh sekitar 1 jam. Ketika

diberikan secara bersamaan dengan silastatin, sekitar 70% imipenem yang

diberikan ditemukan dalam urin sebagai obat aktif. Dosis harus

dimodifikasi padapasien dengan insufisiensi ginjal.

Mual dan muntah merupakan reaksi merugikan yang paling umum

(1% sampai 20%). Seizure terjadi hingga pada 1,5% pasien, terutama jika

diberikan dalam dosis tinggi pada pasien dengan lesi SSP dan pasien

insufisiensi ginjal. Pasien yang alergi terhadap antibiotik β-laktam lain

dapat mengalami reaksi hiper-sensitivitas jika diberi imipenem.

(Goodman, 20

Penggunaan Terapeutik. Imipenem-silastatin efektif untuk berbagai

jenis infeksi (Eron et al., 1983), termasuk infeksi saluran urin dan

pernapasan bagian bawah; infeksi intrabdominal dan ginekologis; dan

infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, dan sendi. Kombinasi obat terutama

bermanfaat untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri nosokomial yang

resisten sefalosporin seperti Citrobacter freundii dan Enterobacter spp.

Page 28: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Sangat bijaksana untuk menggunakan impinem pada terapi empiris infeksi

serius pada pasien rawat inap yang banyak menerima antibiotik β-laktam

lain, karena adanya peningkatan risiko infeksi oleh bakteri resisten

sefalosporin dan/atau resisten penisilin. Imipenem sebaiknya tidak

digunakan sebagai monoterapi untuk infeksi akibat P. aeruginosa karena

terdapat risiko timbulnya resistensi selama terapi. (Goodman, 20

Meropenem. Meropenem (MERREM IV) merupakan turunan dimetil

karbamoil pirolidinil dari tienamisin. Senyawa ini tidak memerlukan

pemberian bersama dengan silastatin karena tidak peka terhadap

dipeptidase ginjal. Toksisitasnya mirip dengan imipenem, kecuali bahwa

kemungkinan meropenem untuk menyebabkan terjadinya seizure lebih

kecil (0,5% pasien yang diobati dengan meropenem dan 1,5% dengan

imipenem mengalami seizure). Aktivitasnya secara in vitro mirip dengan

imipenem, dan menunjukkan aktivitas terhadap beberapa P. aeruginosa

yang resisten terhadap imipenem, namun aktivitasnya lemah terhadap

kokus gram-positif. Pengalaman klinis dengan meropenem menunjukkan

adanya ekuivalensi terapeutik dengan imipenem. (Goodman, 20

Aztreonam. Aztreonam (AZACTAM) merupakan senyawa β-laktam

monosiklik (monobaktam) yang diisolasi dari Chromobacterium

violaceum (Sykes et al., 1981).

Aztreonam berinteraksi dengan protein pengikat penisilin pada

mikroorganisme yang rentan dan menginduksi pembentukan struktur

bakteri yang berbentuk filamen panjang. Senyawa ini resisten terhadap

berbagai β-laktamase yang dibuat oleh sebagian besar bakteri gram-

negatif.

Aktivitas antimikroba aztreonam berbeda dari antibiotik β-laktam

lainnya dan lebih mirip dengan aminoglikosida. Bakteri gram-positif dan

organisme anaerob bersifat resisten. Namun, aktivitasnya terhadap

Enterobacteriaceae sangat baik seperti halnya terhadap P. aeruginosa.

Page 29: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Senyawa ini juga sangat aktif secara in vitro terhadap H. influenzae dan

gonokokus.

Aztreonam umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Yang menarik,

pasien yang alergi terhadap penisilin atau sefalosforin tampaknya tidak

bereaksi terhadap aztreonam (Saxon et al, 1984).

Dosis lazim aztreonam untuk infeksi parah adalah 2 g tiap 6 . hingga 8

jam. Dosis ini harus dikurangi pada pasien insufisiensi ginjal. Aztreonam

berhasil digunakan untuk terapi berbagai macam infeksi. Salah satu

cirinya yang menonjol adalah reaksi reaktivitas silang alergi yang ringan

terhadap antibiotik β-laktam. Oleh karena itu, aztreonam sangat bermanfaat

untuk mengobati infeksi gram-negatif yang dalam keadaan normal akan

diobati dengan antibiotik β-laktam, jika tidak ada riwayat reaksi alergi

sebelumnya. (Goodman, 2009)

2.2.3 Golongan Obat Penghambat Sintesis Protein

a. Tetraksilin

Tetrasiklin bebas merupakan zat amfoterik kristalin dengan kelarutan yang

rendah. Obat ini tersedia sebagai hidroklorida yang lebih larut. Larutan obat ini

bersifat asam kecuali klortetrasiklin. Tetrasiklin adalah antibiotik bakteriostatis

berspektrum-luas yang menghambat sintesis protein. Tetrasiklin bekerja aktif

terhadap banyak bakteri gram-positif dan gram-negatif termasuk bakteri anaerob,

riketsia, klamidia dan terhadap beberapa protozoa misalnya amoeba. Kebanyakan

untuk mikroba golongan tetrasiklin memiliki aktivitas antibakteri yang sama kecuali

bahwa galur yang resisten terhadap tetrasiklin mungkin sensitif terhadap

doksisiklin, minosiklin dan tigesiklin. Ketiganya merupakan substrat yang buruk

untuk pompa efluks yang memperantarai resistensi. Terdapat perbedaan yang tipis

dalam efektivitas klinis terhadap organisme yang rentan dan hal ini terutama

disebabkan oleh perbedaan sifat absorpsi, distribusi dan ekskresi masing-masing

obat.

Page 30: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Tetrasiklin sebagian memasuki mikroorganisme melalui difusi pasif dan

sebagian melalui proses transpor aktif yang bergantung pada energi. Sel yang

rentan terhadap tetrasiklin mengutamakan obat tersebut di dalam sel. Setelah

berada di dalam sel, tetrasiklin berikatan secara reversibel pada subunit 30S

ribosom bakteri mencegah ikatan aminoasil tRNA pada lokasi akseptor di

kompleks mRNA ribosom. Hal ini mencegah penambahan asam amino ke peptida

yang sedang terbentuk.

Resisten

Resistensi terhadap analog tetrasiklin:

1. Gangguan influks atau peningkatan efluks oleh pompa protein transpor

aktif

2. Proteksi ribosom akibat produksi protein yang mengganggu ikatan

tetrasiklin dengan ribosom

3. inaktivasi enzimatik

Mekanisme yang terpenting dari ketiganya adalah produksi pompa efluks

dan proteksi ribosomal. Spesies gram negatif yang mengekspresikan suatu pompa

efluks Tet (AE) bersifat resisten terhadap tetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin

terdahulu. Akan tetapi, spesies tersebut rentan terhadap tigesiklin yang bukan

merupakan substrat pompa efluks Tet (AE). Protein proteksi ribosomal Tet (M)

yang diekspresi oleh bakteri gram-positif menimbulkan resistensi terhadap

tetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin tetapi tidak terhadap tigesiklin karena

substituen f-butilglisilamido yang besar memiliki efek sterik yang mencegah

pengikatan Tet (M) pada ribosom. Tigesiklin merupakan substrat pompa efluks

obat-multipel yang disandi secara kromosomal, milik Proteus sp dan

Pseudomonas aeruginosa yang menimbulkan resistensi intrinsik terhadap semua

tetrasiklin termasuk tigesiklin.

Tetrasiklin biasanya diberikan secara oral tetapi bisa diberikan melalui

suntikan. Absorpsi dari usus bervariasi dan diturunkan oleh ion kalsium (susu), ion

magnesium (misalnya antasida), makanan dan sediaan besi. Tetrasiklin merupakan

antibiotik spektrum luas tetapi terdapat obat-obat yang lebih cocok untuk sebagian

besar infeksi. Akan tetapi, tetrasiklin merupakan obat pilihan untuk mengobati

Page 31: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

beberapa infeksi yang disebabkan oleh organisme intraselular karena tetrasiklin

menembus makrofag dengan baik, misalnya Chlamydia (uretritis nonspesifik,

trakoma, psitakosis), riketsia (Q-fever) dan Borrelia burgdorferi (penyakit

Lyme). Organisme yang sensitif terhadap tetrasiklin mengakumulasi obat sebagian

dengan cara difusi pasif dan sebagian dengan transpor aktif. Organisme yang

resisten menghasilkan pompa efluks dan tidak mengakumulasi antibiotik. Seleksi

populasi mikroba setelah penggunaan tetrasiklin yang luas pada waktu lalu telah

menghasilkan banyak strain streptokokus, stafilokokus, pneumokokus dan

koliform yang resisten. Gen-gen untuk resistensi tetrasiklin ditransmisikan oleh

plasmid dan sangat berkaitan dengan gen-gen resistensi terhadap obat lain (yaitu

sulfonamid, aminoglikosida, kloram-fenikol). Tetrasiklin terikat pada kalsium

dalam tulang dan gigi yang sedang tumbuh. Hal ini menyebabkan diskolorasi gigi

pada anak muda dan tetrasiklin seharusnya dihindari pada anak-anak sampai

dengan usia 8 tahun, wanita hamil serta ibu menyusui.

Tetrasiklin berbeda terutama dalam hal absorpsinya setelah pemberian

per oral dan eliminasinya. Penyerapan tetrasiklin setelah pemberian per oral

adalah sekitar 30% untuk klortetrasiklin, 60-70% untuk tetrasiklin, oksitetrasiklin,

demeklosiklin dan metasiklin dan 95-100% untuk doksisiklin dan minosiklin.

Tigesiklin oral diabsorpsi dengan buruk sehingga harus diberikan secara intravena.

Sebagian tetrasiklin yang diberikan per oral tetap tertinggal di lumen usus,

mengubah flora usus dan diekskresi dalam feses.

Tetrasiklin terdistribusi secara luas ke jaringan dan cairan tubuh kecuali

cairan serebrospinal yang memiliki konsentrasi sebesar 10-25% kadar dalam

serum. Kadar minosiklin sangat tinggi dalam air mata dan saliva sehingga

membuatnya bermanfaat untuk eradikasi status karier meningokokus.

Tetrasiklin melintasi plasenta untuk mencapai janin dan juga diekskresi dalam

susu. Akibat pengikatan dengan kalsium, tetrasiklin juga terikat pada dan merusak

tulang dan gigi yang sedang bertumbuh. Ingesti karbamazepin, fenitoin,

barbiturate dan alkohol kronik dapat memperpendek waktu paruh doksisiklin

sebesar 50% melalui induksi enzim he-patik yang memetabolisme doksisiklin.

Page 32: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Tetrasiklin terutama diekskresi di empedu dan urine. Kadarnya dalam

empedu melebihi kadarnya dalam serum sebesar 10 kali lipat. Sejumlah tetrasiklin

yang diekskresi dalam empedu direabsorpsi dari usus (sirkulasi enterohepatik)

sehingga mungkin berperan mempertahankan kadarnya dalam serum. Sepuluh

hingga 50 persen berbagai jenis tetrasiklin dieksresi ke dalam urine, terutama

melalui filtrasi glomerulus. Sepuluh hingga 40 persen obat dieksresi dalam feses.

Berbeda dengan tetrasiklin lain, doksisiklin dan tigesiklin dieliminasi oleh

mekanisme nonginjal dan tidak terakumulasi secara bermakna sehingga tidak

membutuhkan penyesuaian dosis pada gagal ginjal.

Tetrasiklin digolongkan menjadi kerja pendek (klortetrasiklin, tetrasiklin,

oksitetrasiklin), kerja sedang (demeklosiklin dan metasiklin) atau kerja lama

(doksisiklin dan minosiklin) berdasarkan waktu paruhnya dalam serum yang

masing-masing sebesar 6-8 jam, 12 jam dan 16-18 jam. Tigesiklin memiliki waktu

paruh sebesar 36 jam. Absorpsi doksisiklin dan minosiklin yang hampir sempurna

dan ekskresi mereka yang lambat membuat keduanya dapat diberikan dalam

dosis sekali sehari.

Tetrasiklin merupakan obat pilihan untuk infeksi Mycoplas-ma pneumoniae,

klamidia, riketsia dan beberapa spirokaeta. Tetrasiklin digunakan dalam regimen

kombinasi untuk mengobati ulkus lambung dan duodenum akibat Helico-bacter

pylori. Tetrasiklin tetap efektif pada sebagian besar infeksi klamidia, termasuk

penyakit menular seksual. Tetrasiklin dahulu digunakan untuk berbagai infeksi

termasuk gastroenteritis bakterial, pneumonia (selain pneumonia mikoplasmal

atau klamidial) dan infeksi saluran kemih. Akan tetapi banyak galur bakteri yang

menyebabkan infeksi tersebut sekarang menjadi resisten sehingga obat lain telah

banyak menggantikan peran tetrasiklin.

Penggunaan Klinis

a. Dosis Oral

Dosis oral untuk tetrasiklin yang cepat diekskresi, ekuivalen dengan

tetrasiklin hidroklorida adalah 0,25-0,5 g empat kali sehari untuk orang

Page 33: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

dewasa dan 20-40 mg/kg/hari untuk anak (usia 8 tahun atau lebih tua).

Untuk infeksi sistemik berat, dosis yang lebih besar diperlukan dan

setidaknya untuk beberapa hari pertama. Dosis hariannya adalah 600 mg

untuk demeklosiklin atau metasiklin, 100 mg sekali atau dua kali sehari

untuk doksisiklin dan 100 mg dua kali sehari untuk minosiklin. Doksisiklin

merupakan tetrasiklin oral pilihan karena dapat diberikan sebagai dosis

harian tunggal dan absorpsinya tidak terlalu dipengaruhi oleh makanan.

Semua tetrasiklin berikatan dengan logam sehingga tidak boleh diberikan

dengan susu, antacid atau fero sulfat. Untuk menghindari

penumpukannya dalam tulang atau gigi yang sedang bertumbuh,

penggunaan tetrasiklin harus dihindari pada ibu hamil dan anak di bawah

usia 8 tahun.

b. Dosis Pararental

Beberapa tetrasiklin tersedia untuk suntikan intravena dalam dosis 0,1-0,5

g setiap 6-12 jam (serupa dengan dosis oral) tetapi doksisiklin merupakan

agen yang biasanya dianjurkan pada dosis sebesar 100 mg setiap 12-24

jam. Suntikan intramuskular tidak dianjurkan karena menimbulkan nyeri

dan peradangan pada lokasi penyuntikan.

b. Makrolida

Makrolida adalah sekelompok senyawa yang saling terkait erat dan

memiliki ciri khas adanya cincin lakton makrosiklik (biasanya mengandung 14

atau 16 atom) tempat melekatnya gula deoksi.

Resistensi

Resistensi terhadap eritromisin biasanya dikode dalam plasmid. Terdapat

beberapa mekanismenya yaitu :

1. Penurunan permeabilitas membran sel atau efluks aktif

2. Produksi (oleh Enterobacteriaceae) esterase yang menghidrolisis

makrolida

Page 34: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

3. Modifikasi lokasi pengikatan ribosomal (proteksi ribosomal) melalui

mutasi kromosom atau melalui metilase konstitutif atau terinduksi

makrolida.

Efluks dan produksi metilase merupakan mekanisme resistensi terpenting

pada organisme gram-positif. Eritromisin dan makrolida lain memiliki resistensi

silang yang komplet. Produksi metilase konstitutif juga menimbulkan resistensi

terhadap senyawa yang secara struktural tidak terkait tetapi secara mekanik

serupa seperti klindamisin dan streptogramin B (disebut resistensi makrolida

linkosamid streptogramin atau resistensi MLS-tipe B) yang memiliki lokasi

pengikatan ribosomal yang sama.

Eritromisin basa dihancurkan oleh asam lambung sehingga harus

diberikan dalam bentuk salut enterik. Stearat dan ester cukup resisten terhadap

asam sehingga diabsorpsi lebih baik. Eritromisin tidak dibersihkan oleh dialisis.

Sejumlah besar eritromisin yang diberikan diekskresi dalam empedu dan hilang

dalam feses dan hanya 5% yang diekskresi dalam urine. Obat yang diabsorpsi

didistribusikan secara luas kecuali ke otak dan cairan serebrospinal. Eritromisin

diambil oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag. Obat ini melintasi

plasenta dan mencapai janin.

Makrolida biasanya diberikan secara oral, tetapi eritromisin dan

klaritromisin dapat diberikan intravena bila perlu. Makrolida memiliki spektrum

antimikroba yang sama dengan benzilpenisilin (yaitu spektrum sempit, terutama

aktif melawan organisme gram positif) dan dapat digunakan sebagai obat

alternatif pada pasien yang sensitif penisilin terutama pada infeksi yang

disebabkan oleh streptokokus, stafilokokus, pneumokokus dan klostridium. Akan

tetapi makrolida tidak efektif pada meningitis karena tidak menembus sistem saraf

pusat dengan adekuat. Resistensi terhadap makrolida bisa terjadi karena adanya

perubahan yang dikendalikan oleh plasmid pada reseptornya dalam subunit 50S

ribosom bakteri (mengurangi ikatan).

Page 35: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Eritromisin dimetabolisme oleh hati dan pengurangan dosis pada gagal

ginjal tidak penting, kecuali bila terdapat gagal ginjal berat. Makrolida adalah

obat yang sangat aman. Eritromisin dosis tinggi bisa menyebabkan mual dan

muntah tetapi efek-efek ini lebih jarang terjadi dengan azitromisin dan

klaritromisin. Azitromisin mempunyai waktu paruh sangat panjang (40-60 jam)

dan dosis tunggalnya pada terapi uretritis nonspesifik klamidia sama efektifnya

dengan tetrasiklin yang diberikan selama 7 hari. Makrolida menghambat

sitokrom P450 dan menyebabkan akumulasi warfarin.

Penggunaan klinis

Eritromisin merupakan obat pilihan pada infeksi korine bakterium (difteri,

sepsis korinebakterial, eritrasma) pada infeksi pernapasan, neonatus, mata dan

klamidia genital dan pada terapi pneumonia yang didapat dari masyarakat

karena spektrum aktivitasnya meliputi pneumokokus, mikoplasma dan

legionella. Eritromisin juga bermanfaat sebagai pengganti penisilin pada individu

yang alergi terhadap penisilin dengan infeksi stafilokokus, streptokokus atau

pneumokokus. Munculnya resistensi eritromisin pada galur streptokokus grup A

dan pneumokokus (khususnya pneumokokus yang resisten-penisilin) membuat

makrolida kurang disukai sebagai agen lini pertama dalam terapi faringitis,

infeksi kulit dan jaringan lunak dan pneumonia. Eritromisin dianjurkan sebagai

profilaksis terhadap endokarditis selama prosedur gigi pada penderita penyakit

katup jantung. Meskipun eritromisin estolat merupakan garam yang paling baik

diserap, obat ini paling berisiko menimbulkan reaksi simpang. Oleh sebab itu,

garam stearat atau suksinat mungkin lebih dipilih.

Dosis eritromisin basa, steara atau estolat oral adalah 0,25-0,5 g setiap 6

jam (untuk anak, 40 mg/kg/hari). Dosis eritromisin etilsuksinat adalah 0,4-0,6 g

setiap 6 jam. Eritromisin basa oral (1 g) kadang dikombinasikan dengan neomisin

atau kanamisin oral untuk persiapan praoperatif kolon. Dosis eritromisin gluseptat

atau laktobionat intravena adalah 0,5-1,0 g setiap 6 jam untuk orang dewasa dan

Page 36: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

20-40 mg/kg/hari untuk anak. Penggunaan eritromisin dalam dosis yang lebih

tinggi dianjurkan untuk mengobati pneumonia akibat Legionella sp.

c. Kloramfenikol

Kloramfenikol diberikan secara oral atau melalui suntikan intravena.

Kloramfenikol efektif melawan spektrum organisme yang luas. Kloramfenikol

diindikasikan pada demam tifoid dan meningitis Haemophilus influenzae.

Kloramfenikol dimetabolisme terutama dalam hati dan berpenetrasi dengan baik

termasuk ke otak. Kloramfenikol menghambat metabolisme obat lain dan bisa

mempotensiasi aksi fenitoin, sulfonilurea dan warfarin. Kloramfenikol merupakan

penghambat sintesis protein mikroba yang poten. Senyawa ini berikatan secara

reversibel pada subunit 50S ribosom bakteri dan menghambat tahapan peptidil

transferase dalam sintesis protein. Kloramfenikol adalah antibiotik bakteriostatis

berspektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram-negatif dan bakteri gram

positif, baik aerob maupun anaerob serta juga aktif terhadap riketsia tetapi tidak

terhadap klamidia. Kebanyakan bakteri gram-positif dihambat pada kadar sebesar

1-10 mcg/mL dan banyak bakteri gram-negatif dihambat pada kadar sebesar 0,2-5

mcg/mL.

Resistensi

Resistensi kloramfenikol tingkat rendah dapat muncul dari banyak sel yang

rentan terhadap kloramfenikol akibat seleksi mutan yang kurang permeabel

terhadap obat ini. Resistensi yang berrnakna secara klinis disebabkan oleh produksi

kloramfenikol asetiltransferase suatu enzim yang disandi oleh plasmid dan

menginaktivasi obat tersebut.

Farmakokinetik

Dosis kloramfenikol biasa adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah

pemberian per oral, kloramfenikol kristalin cepat diserap secara sempurna. Dosis

oral sebesar 1 g menghasilkan kadar dalam darah antara 10 dan 15 mcg/mL.

Kloramfenikol palmitat merupakan prekursor obat yang dihidrolisis dalam usus

untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Bentuk sediaan parenteralnya juga

Page 37: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

merupakan suatu prekursor obat (prodrug) yakni kloramfenikol suksinat yang

terhidrolisis untuk menghasilkan kloramfenikol bebas dan menghasilkan kadar

dalam darah yang lebih rendah daripada kadar yang dicapai oleh pemberian per

oral obat tersebut. Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke hampir semua

jaringan dan cairan tubuh termasuk sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal

sehingga kadarnya dalam jaringan otak dapat setara dengan kadarnya dalam

serum. Obat ini mudah menembus membran sel.

Sebagian besar obat ini diinaktivasi oleh konjugasi dengan asam

glukuronat (terutama di hati) atau oleh reduksi menjadi aril amin yang tidak aktif.

Kloramfenikol aktif (sekitar 10% dari dosis keseluruhan yang diberikan) dan

produk degradasinya yang tidak aktif (sekitar 90% dari keseluruhan) dieliminasi

dalam urine. Sejumlah kecil obat aktif diekskresi ke dalam empedu dan feses. Dosis

sistemik kloramfenikol tidak perlu diubah pada insufisiensi ginjal tapi harus

diturunkan secara bermakna pada gagal hati. Neonatus yang berusia kurang dari

satu minggu serta bayi prematur juga kurang dapat membersihkan kloramfenikol

sehingga dosisnya harus diturunkan hingga 25 mg/kg/hari.

Penggunaan klinis

Obat ini digunakan untuk terapi infeksi riketsia berat seperti tifus dan

demam bintik. Kloramfenikol menjadi alternatif antibiotik β-laktam pada terapi

meningitis meningokokal yang diderita pasien yang memiliki riwayat reaksi

hipersensitivitas berat terhadap penisilin atau meningitis bakterial yang

disebabkan oleh galur pneumokokus yang resisten terhadap penisilin. Dosisnya

sebesar 50-100 mg/ kg/hari dalam empat dosis terbagi.Kloramfenikol digunakan

secara topikal pada terapi infeksi mata karena spektrumnya luas dan penetrasinya

pada jaringan mata dan aqueous humor. Obat ini tidak efektif untuk infeksi

klamidia.

Page 38: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

d. Streptogramin

Quinupristin dan dalfopristin merupakan peptida siklik dan bekerja mirip

dengan makrolida. Obat ini diberikan secara kombinasi karena kurang efektif bila

diberikan secara individual. Quinupristin/dalfopristin diberikan melalui infus

intravena dan aktif melawan organisme gram positif. Efek sampingya meliputi

mual, muntah, diare, mialgia dan artralgia.

Streptomisin diisolasi dari suatu galur Streptomyces griseus. Aktivitas

antimikroba streptomisin khas seperti aktivitas aminoglikosida lain, begitu juga

dengan mekanisme resistensinya. Resistensi telah meningkat pada kebanyakan

spesies sehingga sangat membatasi penggunaan streptomisin. Resistensi ribosom

terhadap streptomisin mudah terjadi sehingga akan membatasi kegunaannya bila

diberikan sendiri.

Penggunaan Klinis

a. Infeksi Mikrobakteria

Streptomisin terutama digunakan sebagai terapi lini kedua pada

penanganan tuberkulosis. Dosisnya adalah 0,5-1 g/ hari (7,5-15

mg/kg/hari untuk anak-anak) yang diberikan secara intravena atau

intramuskular. Streptomisin harus digunakan secara kombinasi dengan

obat lain untuk mencegah timbulnya resistensi.

b. Infeksi Non-Tuberkulosis

Penisilin plus streptomisin efektif pada pengobatan endokarditis

enterokokal dan pengobatan endokarditis (selama 2 minggu) akibat

streptokokus viridans. Gentamisin kini banyak menggantikan

streptomisin untuk indikasi tersebut. Akan tetapi streptomisin tetap

merupakan suatu obat yang berguna untuk mengobati infeksi akibat

enterokokus karena sekitar 15% bakteri yang resisten terhadap gentamisin

(dan karena itu terhadap netilmisin, tobramisin, dan amikasin) akan peka

terhadap streptomisin.

Page 39: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

2.2.4 Golongan Obat Inhibitor Bakterisidal Sintesis Protein

a. Aminoglikosida

Senyawa aminoglikosida yang merupakan aminosiklitol aminoglikosida

adalah inhibitor sintesis protein yang bersifat bakterisida. Walaupun relatif toksik

dibandingkan golongan antibiotik lainnya, senyawa ini tetap bermanfaat terutama

untuk pengobatan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob gram-negatif.

Aminoglikosida mengandung gula amino yang terikat pada cincin aminosiklitol

melalui ikatan glikosida.

Senyawa ini mengganggu sintesis protein pada mikroorganisme yang

rentan. Sebagian besar inhibitor sintesis protein mikroba yang bersifat

bakteriostatik tetapi aminoglikosida bersifat bakterisida. Mutasi yang

mempengaruhi protein ribosom bakteri yang merupakan target obat-obat ini dapat

menyebabkan resistensi yang bermakna terhadap kerjanya. Kebanyakan resistensi

terjadi akibat masuknya plasmid atau gen pada enzim pemetabolisme

aminoglikosida atau akibat terganggunya transpor obat ke dalam sel sehingga

dapat terjadi resistensi silang antar beberapa anggota pada golongan ini.

Aminoglikosida terdiri atas dua atau lebih gula amino yang dihubungkan

dengan ikatan glikosida pada inti heksosa biasanya pada posisi pusat. Heksosa ini

atau aminosiklitol merupakan streptidin (ditemukan dalam streptomysin) ataupun

2-deoksistreptamin (dalam semua aminoglikoda lain yang tersedia).

Golongan aminoglikosida dibedakan berdasarkan gula amino yang

terikat pada aminosiklitol. Pada golongan neomysin, yang meliputi neomysin B

dan paromomysin (suatu aminoglikosida yang digunakan secara oral untuk

pengobatan infeksi parasit di usus), ada tiga gula amino yang terikat pada 2-

deoksi-streptamin pusat. Golongan kanamysin dan gentamisin hanya memiliki

dua gugus gula amino semacam itu. Pada golongan kanamysin yang meliputi

kanamysin A dan B, amikasin, dan tobramysin, dua gula amino dihubungkan pada

gugus 2-deoksistreptamin yang berlokasi di pusat yang salah satunya adalah 3-

aminoheksosa.

Page 40: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Amikasin adalah turunan semisintetik yang dibuat dan kanamysin A

melalui asilasi gugus 1-amino pada bagian molekul 2-deoksistreptamin dengan

asam 2-hidroksi-4-aminobutirat.

Golongan gentamisin, yang meliputi gentamisin C1, C1a dan C2, sisomisin,

dan netilmisin (turunan 1-AT-etil dan sisomisin) mengandung gula 3-amino yang

berbeda (garosamin).

Streptomysin dan dihidrostreptomysin (dihidrostreptomysin tidak lagi

tersedia akibat ototoksisitas yang berlebihan) berbeda dari antibiotik

aminoglikosida lain karena senyawa tersebut lebih cenderung mengandung

streptidin dan bukan 2-deoksistreptamin, serta aminosiklitol senyawa ini tidak

berlokasi pada posisi pusat.

Mekanisme kerja

Antibiotik aminoglikosida merupakan bakterisida dengan kerja cepat.

Pemusnahan bakteri tergantung pada konsentrasi. Semakin tinggi konsentrasi

semakin tinggi pula laju pemusnahan bakteri. Efek pasca antibiotic yakni aktivitas

bakterisida residual yang bertahan setelah konsentrasi obat dalam serum turun di

bawah konsentrasi hambat minimum yang juga merupakan karakteristik antibiotik

aminoglikosida dan durasi efek ini tergantung pada konsentrasi. Sifat-sifat ini

mungkin berperan dalam efikasi regimen dosis satu kali sehari aminoglikosida.

Aminoglikosida berdifusi melalui saluran berair yang dibentuk oleh protein

porin pada membran luar bakteri gram-negatif untuk memasuki ruang periplasma.

Pengangkutan aminoglikosida melewati membran (dalam) sitoplasma tergantung

pada transpor elektron, sebagian karena kebutuhan akan potensial elektris

membran (bagian dalam negatif) untuk mengarahkan permeasi antibiotik-

antibiotik ini. Fase transpor ini diistilahkan sebagai fase I tergantung-energi. Fase

ini merupakan penentu laju dan dapat diblok atau dihambat oleh kation bervalensi

dua (misalnya Ca2+ dan Mg2+), hiperosmolaritas, penurunan pH, dan anaerobiasis.

Kedua kondisi terakhir ini mengganggu kemampuan bakteri dalam

mempertahankan potensial membran yang merupakan tenaga penggerak yang

Page 41: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

diperlukan untuk transpor. Dengan demikian, aktivitas antimikroba

aminoglikosida menurun tajam pada abses di lingkungan anaerob, pada urin

bersuasana asam yang hiperosmolar dll. Setelah berada di dalam sel,

aminoglikosida berikatan dengan polisom dan mengganggu sintesis protein

dengan menyebabkan kesalahan baca dan penghentian dini translasi mRNA.

Protein abnormal yang terbentuk ini mungkin memasuki membran sel,

sehingga mengubah permeabilitas dan selanjutnya merangsang transpor

aminoglikosida (Busse et al, 1992). Fase transpor aminoglikosida ini disebut

dengan fase II tergantung-energi {Energy-Dependent Phase II, EDP2) belum

sepenuhnya dipahami. Konsep ini sesuai dengan peningkatan kebocoran ion-ion

berukuran kecil yang diikuti oleh molekul-molekul lebih besar dan akhirnya oleh

protein-protein dari sel bakteri sebelum terjadinya kematian bakteri yang

diinduksi oleh aminoglikosida. Perusakan pembungkus sel yang progresif ini

serta proses-proses sel lain yang vital yang dapat membantu menjelaskan kerja

letal aminoglikosida. Tempat kerja utama aminoglikosida di intrasel adalah

subunit ribosom 30 S yang terdiri atas 21 protein dan 1 molekul RNA 16 S.

Aminoglikosida merusak siklus fungsi ribosom normal dengan

mengganggu inisiasi sintesis protein yang menyebabkan akumulasi kompleks-

kompleks inisiasi abnormal atau "monosom-monosom streptomysin". Efek lain

aminoglikosida adalah kemampuannya menginduksi kesalahan baca cetakan

mRNA, sehingga menyebabkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam

rantai polipeptida yang sedang dibuat.

Resisten Mikroba terhadap Aminoglikosida

Resistensi bakteri terhadap aktivitas antimikroba aminoglikosida dapat

muncul akibat kegagalan permeasi antibiotik tersebut, afinitas obat tersebut

yang rendah terhadap ribosom bakteri, atau inaktivasi obat tersebut oleh enzim

mikroba.

Penetrasi obat melalui pori-pori pada membran luar mikroorganisme

gram-negatif ke dalam ruang periplasma mungkin lebih lambat. Setelah

Page 42: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

aminoglikosida mencapai daerah periplasma, obat ini akan diubah oleh enzim

mikroba melalui proses fosforilasi, adenilasi, atau asetilasi gugus hidroksil atau

amino spesifik. Gen-gen pengkode enzim-enzim ini terutama diperoleh melalui

konjugasi dan transfer DNA sebagai plasmid dan faktor-faktor transfer yang

resisten. Plasmid-plasmid ini tersebar luas di alam (terutama di lingkungan rumah

sakit) dan mengodekan sejumlah besar enzim (lebih dari 20) yang secara

menonjol telah mengurangi manfaat klinis aminoglikosida. Amikasin lebih dapat

bertahan terhadap enzim-enzim penginaktivasi ini karena memiliki molekul rantai

samping yang bersifat melindungi.

Oleh karena itu, amikasin terutama berperan penting pada keadaan-keadaan

tertentu di rumah sakit. Transpor intrasel metabolit-metabolit aminoglikosida

dapat berkompetisi dengan obat utuhnya, namun metabolit ini tidak mampu

berikatan secara efektif dengan ribosom dan mengganggu proses sintesis protein.

Munculnya enzim-enzim penginaktivasi aminoglikosida dapatan pada

enterokokus menjadi perhatian utama. Di beberapa pusat penelitian, isolat klinis

organisme-organisme ini (Enterococcus faecalis maupun Enterococcus faecium)

yang sangat resisten terhadap semua golongan aminoglikosida,

Resistensi terhadap gentamisin mengindikasikan adanya resistensi

terhadap tobramysin, amikasin, kanamysin, dan netilmisin karena enzim

penginaktivasi ini bersifat dwifungsi dan memodifikasi semua aminoglikosida ini.

Efek-efek bakterisida yang sinergis antara penisilin atau vankomisin dengan

aminoglikosida tidak terjadi pada enterokokus. Bentuk resistensi alami lain yang

umum terhadap aminoglikosida terjadi akibat kegagalan obat tersebut menembus

membran (dalam) sitoplasma. Resistensi akibat perubahan struktur ribosom relatif

tidak lazim pada senyawa aminoglikosida lain selain streptomysin. Mutasi satu-

tahap pada Escherichia coli yang mengakibatkan substitusi asam amino pada

protein ribosom yang penting dapat mencegah berikatannya obat ini.

Aktivitas Antibakteri Aminoglikosida

Page 43: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Aktivitas anti-bakteri gentamisin, tobramysin, kanamysin, netilmisin, dan

amikasin terutama ditujukan terhadap basilus gram-negatif aerob. Kanamysin,

seperti streptomysin, mempunyai spektrum yang lebih terbatas dibandingkan

aminoglikosida lain dan terutama tidak boleh digunakan untuk mengobati infeksi

yang disebabkan oleh bakteri Serratia atau P. aeruginosa.

Kerentanan basilus gram-negatif aerob terhadap aminoglikosida

bervariasi. Mikroorganisme yang "peka" didefinisikan sebagai mikroorganisme

yang dapat dihambat pada konsentrasi klinis yang dapat dicapai dalam plasma

tanpa insiden toksisitas yang tinggi. Tobramysin dan gentamisin menunjukkan

aktivitas yang serupa terhadap sebagian besar basilus gram-negatif meskipun

umumnya tobramysin lebih aktif terhadap P. aeruginosa dan terhadap beberapa

galur spesies Proteus. Banyak basilus gram-negatif yang resisten terhadap gen-

tamisin karena enzim-enzim penginaktivasi yang diperantarai oleh plasmid juga

akan menginaktivasi tobramysin.

ABSORPSI, DISTRIBUSI, PEMBERIAN DOSIS, DAN ELIMINASI

AMINOGLIKOSIDA

Absorpsi

Aminoglikosida merupakan kation yang sangat polar sehingga sangat

sedikit diabsorpsi dari saluran gastrointestinal. Pada pemberian secara oral

maupun rektal, banyaknya obat yang diabsorpsi kurang dari 1%. Obat ini tidak

diinaktivasi di dalam usus, dan dieliminasi secara kuantitatif melalui feses.

Namun, pemberian oral atau rektal jangka panjang dapat mengakibatkan

akumulasi aminoglikosida hingga mencapai konsentrasi yang bersifat toksik pada

pasien yang mengalami kerusakan ginjal. Absorpsi gentamisin dari saluran

gastrointestinal dapat ditingkatkan oleh penyakit gastrointestinal (ulser, penyakit

radang usus. Pemasukkan obat-obat ini pada rongga badan yang permukaannya

dilapisi serosa dapat menghasilkan absorpsi yang cepat dan toksisitas yang tidak

diharapkan, yakni blokade neuromuskular. Demikian pula, intoksikasi dapat

terjadi apabila aminoglikosida diberikan secara topikal untuk jangka waktu yang

Page 44: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

lama pada luka yang besar, luka bakar, atau ulser pada kulit, terutama pada

kondisi insufisiensi ginjal.

Semua aminoglikosida diabsorpsi dengan cepat dari tempat injeksi

intramuskular. Konsentrasi puncak dalam plasma terjadi setelah 30-90 menit dan

sama dengan yang teramati 30 menit setelah tuntasnya pemberian infus intravena

dengan dosis yang sama selama periode 30 menit. Pada pasien yang sakit kritis,

terutama pada kondisi syok, absorpsi obat dapat menurun pada lokasi pemberian

intramuskular akibat perfusi yang buruk.

Distribusi

Aminoglikosida mempunyai sifat yang polar yang sebagian besar

aminoglikosida dikeluarkan dari kebanyakan sel dari sistem saraf pusat dan dari

mata. Volume distribusi nyata obat ini adalah 25% dari bobot badan tanpa lemak

dan mendekati volume cairan ekstraselular.

Konsentrasi aminoglikosida dalam sekresi dan jaringan rendah.

Konsentrasi yang tinggi hanya ditemukan pada bagian korteks ginjal serta bagian

endolimfe dan perilimfe telinga bagian dalam. Keadaan ini diduga berkontribusi

terhadap nefrotoksisitas dan ototoksisitas yang disebabkan oleh aminoglikosida.

Konsentrasi dalam empedu mendekati 30% dari konsentrasi dalam plasma

sebagai hasil sekresi aktif hepatik, tetapi rate ini mewakili rule ekskresi yang

sangat kecil bagi aminoglikosida. Penetrasi ke dalam sekresi pernapasan sangat

buruk. Difusi aminoglikosida ke dalam cairan sinovial dan pleural relatif lambat,

namun konsentrasi yang mendekati konsentrasinya dalam plasma dapat dicapai

setelah pemberian berulang. Adanya peradangan meningkatkan penetrasi

aminoglikosida ke dalam rongga peritoneal dan perikardial.

Pemberian Dosis

Secara tradisional, dosis harian total aminoglikosida diberikan terbagi

dalam 2 atau 3 dosis yang sama. Namun, pemberian dosis total satu kali sehari

tampaknya kurang toksik dan memiliki efektivitas yang sama. Toksisitas terjadi

Page 45: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

akibat akumulasi obat pada bagian dalam telinga dan ginjal. Jumlah obat yang

terakumulasi meningkat seiring dengan semakin tingginya konsentrasi dalam

plasma serta dengan periode pemajanan yang lebih lama. Eliminasi (atau

pembersihan) aminoglikosida dari organ-organ ini terjadi lebih lambat

dibandingkan eliminasinya dari plasma dan tertahan oleh tingginya konsentrasi

dalam plasma yang menjadi penyebab kaitan antara toksisitas dan konsentrasi

terendah plasma yang tinggi. Oleh karena itu, toksisitas dapat dianggap sebagai

fenomena ambang yang lebih mungkin timbul pada kondisi semakin lamanya kon-

sentrasi plasma melebihi batas atas yang relatif aman. Regimen dosis satu kali

sehari, walaupun konsentrasi puncak yang dicapai lebih tinggi memberikan

periode yang lebih lama daripada regimen dosis berulang jika konsentrasi di

bawah ambang batas toksisitas sehingga toksisitasnya lebih rendah. Di lain pihak,

aktivitas bakterisida aminoglikosida berkaitan secara langsung dengan

konsentrasi yang dicapai, karena aminoglikosida memiliki daya musnah dan efek

pasca antibiotik yang tergantung pada konsentrasi.

Regimen apa pun yang dipilih, baik dosis satu kali sehari atau regimen dosis

berulang harus disesuaikan pada pasien dengan bersihan kreatinin di bawah 80-

100 ml/menit. Apabila diperkirakan bahwa pasien tersebut akan diobati dengan

suatu aminoglikosida selama lebih dan 3 hingga 4 hari, maka konsentrasi obat

dalam plasma harus dipantau untuk menghindari terjadinya akumulasi obat.

Selain itu, secara umum aminoglikosida tidak boleh digunakan sebagai obat

tunggal kecuali untuk infeksi saluran urin karena penetrasi obat ini ke dalam

jaringan relatif buruk serta akibatnya yang lebih buruk dibandingkan dengan

regimen kombinasi atau golongan antibiotik lainnya.

Konsentrasi aminoglikosida dalam cairan serebrospinal (CSS) yang dapat

dicapai melalui pemberian obat secara parenteral umumnya bersifat subterapeutik.

Pada hewan percobaan dan manusia, konsentrasi aminoglikosida dalam CSS di

bawah 10% dari konsentrasinya di plasma dalam keadaan tidak ada peradangan,

angka ini dapat mencapai 25% pada kondisi meningitis. Oleh karena itu,

konsentrasi yang dicapai tidak mencukupi untuk pengobatan meningitis akibat

Page 46: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

basilus gram-negatif pada orang dewasa. Pemberian aminoglikosida secara

intratekal atau intravaskular telah digunakan untuk mencapai kadar terapeutik,

tetapi ketersediaan sefalosporin generasi ketiga menyebabkan hal ini tidak lagi

diperlukan pada kebanyakan kasus. Pemberian aminoglikosida pada wanita di

akhir masa kehamilan dapat mengakibatkan akumulasi obat pada plasma janin dan

cairan amniotik. Streptomysin dapat menyebabkan ketulian pada bayi yang

dilahirkan oleh wanita yang menggunakan obat ini selama kehamilan demikian

juga dengan tobramysin.

Eliminasi

Aminoglikosida diekskresikan hampir seluruhnya oleh filtrasi

glomerulus dan konsentrasi dalam urin mencapai 50 hingga 200 fig/ml.

Sebagian besar obat yang diberikan secara parenteral diekskresikan dalam

keadaan tidak berubah selama 24 jam pertama dan sebagian besar dari jumlah

tersebut muncul pada 12 jam pertama. Obat-obat aminoglikosida memiliki

waktu paruh yang sama dalam plasma dan bervariasi antara 2 dan 3 jam pada

pasien dengan fungsi ginjal yang normal.

Setelah pemberian dosis tunggal aminoglikosida, hilangnya obat dari

plasma melebihi ekskresi obat dari ginjal sebesar 10%-20%. Namun, setelah

terapi selama 1-2 hari hampir 100% dosis berikutnya dapat ditemukan kembali di

urin. Periode tunda ini kemungkinan menunjukkan telah jenuhnya tempat-tempat

ikatan {binding site) pada jaringan. Kecepatan eliminasi obat dari tempat-tempat ini

jauh lebih lama daripada eliminasinya dari plasma. Waktu paruh aminoglikosida

yang terikat-jaringan di-perkirakan berkisar dari 30 hingga 700 jam (Schentag and

Jusko, 1977). Karena itulah sedikit aminoglikosida dapat dideteksi di dalam urin

selama 10 hingga 20 hari setelah pemberian obat dihentikan. Aminoglikosida

yang terikat pada jaringan ginjal menunjukkan aktivitas antibakteri dan

melindungi hewan-hewan percobaan terhadap infeksi bakteri di ginjal, bahkan

pada saat obat tersebut tidak lagi dapat dideteksi dalam serum.

Page 47: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Konsentrasi aminoglikosida dalam plasma yang dihasilkan oleh dosis

awal hanya tergantung pada volume distribusi obat tersebut. Karena eliminasi

aminoglikosida hampir seluruhnya tergantung pada ginjal, terdapat hubungan

linier antara konsentrasi kreatinin dalam plasma dengan waktu paruh semua

aminoglikosida pada pasien yang fungsi ginjalnya sedikit terganggu.

Penentuan konsentrasi obat dalam plasma merupakan pedoman penting

untuk pemakaian aminoglikosida secara tepat. Pada"pengidap infeksi sistemik

parah yang mengancam jiwa, konsentrasi aminoglikosida sebaiknya ditentukan

beberapa kali per minggu (lebih sering lagi bila fungsi ginjal berubah) dan harus

selalu ditentukan dalam waktu 24 jam setelah perubahan dosis.

Aminoglikosida dikeluarkan dari tubuh melalui hemodialisis maupun

dialisis peritoneal. Kurang lebih 50% dari dosis yang diberikan dieliminasi dalam

waktu 12 jam melalui hemodialisis, yang telah digunakan untuk pengobatan

overdosis. Sebagai aturan uraura, satu dosis yang setara dengan setengah dosis

muatan yang diberikan tiap selesai hemodialisis harus dapat memperta-hankan

konsentrasi plasma dalam rentang yang diharapkan, namun adanya sejumlah

variabel membuat perkiraan ini hanya merupakan perkiraan kasar saja.

Hemofiltrasi arteriovena kon-tinu (CAVH) menghasilkan bersihan

aminoglikosida kurang lebih ekuivalen dengan bersihan kreatinin 15 ml/menit,

sedangkan hemofiltrasi venovena kontinu (CWH) akan menghasilkan bersihan

aminoglikosida kurang lebih ekuivalen dengan bersihan kreatinin 15-30 ml/menit.

Jumlah aminoglikosida yang dikeluarkan dapat digantikan dengan penggunaan

dosis harian mak-sifnum kira-kira 15% sampai 30% setiap hari.

Dialisis peritoneal tidak begitu efektif dibandingkan hemodialisis dalam

menghilangkan aminoglikosida. Kecepatan bersihan kira-kira 5 sampai 10 ml per

menit untuk berbagai obat, namun sangat bervariasi. Jika pasien yang

membutuhkan dialisis mengidap peritonitis bakteri, konsentrasi terapeutik

aminoglikosida kemungkinan tidak akan tercapai dalam cairan peritoneal, karena

rasio konsentrasi dalam plasma terhadap cairan peritoneal mungkin 10 banding 1.

Page 48: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Oleh karena itu, dianjurkan untuk menambahkan antibiotik ke dalam dialisat

untuk mencapai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi yang diharapkan

dalam plasma. Untuk pendosisan intermiten melalui dialisat peritoneal, 2 mg/kg

amikasin ditambahkan ke dalam kantong dialisis satu kali sehari. Dosis yang

sesuai untuk gentamisin, netilmisin atau tobramysin adalah 0,6 mg/kg. Walaupun

ekskresi aminoglikosida pada orang dewasa dan anak-anak berumur di atas 6

bulan sama, waktu paruh obat ini mungkin diperpanjang secara signifikan pada

bayi baru lahir. Bayi baru lahir dengan bobot badan kurang dari 2 kg memiliki

waktu paruh aminoglikosida 8 sampai 11 jam selama minggu pertama

kelahiran, sementara bayi dengan bobot di atas 2 kg mengeliminasi obat ini

dengan waktu paruh kira-kira 5 jam. Aminoglikosida dapat diinaktivasi oleh

berbagai macam penisilin secara in vitro dan pada pasien gagal ginjal stadium

akhir sehingga membuat rekomendasi dosis menjadi lebih sulit. Amikasin

tampaknya yang paling sedikit terpengaruh oleh interaksi ini.

b.Spektinomisin

Spektinomisin merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh streptomyces

spectabilis. Obat ini termasuk kelompok aminosiklitol.

Mekanisme dan Aktivitas Antibakteri

Spektinomisin aktif terhadap sejumlah spesies bakteri gram negatif tetapi

aktivitasnya lebih lemah dibandingkan antibiotik lain yang kelompok

mikroorganisme tersebut rentan terhadapnya (Schoutens at al, 1972). Penggunaan

terapeutiknya hanya untuk pengobatan gonorea yang disebabkan oleh galur yang

resisten terhadap obat pilihan pertama atau jika ada kontraindikasi terhadap

pemakaian obat-obatan tersebut. Resistensi dapat terjadi walaupun jarang.

Spektinomisin menghambat sintesis protein gram negatif secara selektif.

Antibiotik ini berikatan dan bekerja pada subunit ribosom 30 S. Cara kerjanya

sama dengan aminoglikosida namun spektinomisin tidak bersifat bakterisida ndan

tidak menyebabkan kesalahan baca RNA messenger. Resistensi bakteri dapat

terjadi sebagai akibat mutasi atau modifikasi enzim.

Page 49: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Absorpsi, distribusi dan ekskresi

Spektinomisisn diabsorpsi dengan cepat setelah injeksi intramuskular.

Dosis tunggal 2 g menghasilkan konsentrasi serum puncak 100 μg/ml dalam

waktu 1 jam. 8 jam setelah injeksi, konsentrasi mendekati 15 μg/ml. Obat ini tidak

berikatan secara berarti dengan protein plasma, dan seluruh dosis yang diberikan

dalam urin dalam waktu 48 jam.

Penggunaan terapeutik

Pusat pencegahan dan pengendalian penyakit di Amerika Serikat

merekomendasikan seftriakson, sefiksim, siprofloksasin, atau ofloksasin untuk

penanganan infeksi gonokokus yang tidak disertai komplikasi. Namun,

spektinomisin direkomendasikan sebagai regimen alternatif untuk pasien yang

tidak toleran atau alergi terhadap antibiotik β laktam dan kuinolon. Dosis yang

dianjurkan untuk pria maupun wanita adalah dosis tunggal 2 g dengan injeksi

intramuskular dalam. Salah satu keburukan regimen ini adalah bahwa

spektinomisisn tidak memiliki efek terhadap sifilis yang sudah ada atau

terinkubasi, dan spektinomisin tidak aktif terhadap Chlamydia spp. Antibiotik ini

cukup kurang efektif untuk infeksi faring dan kultur lanjutan untuk

mendokumentasikan kesembuhan harus diperoleh.

2.2.5 Golongan Obat Anti Folat

a. Sulfonamida

Formula dasar sulfonamida dan kemiripan strukturnya dengan asam p-

amihobenzoat (PABA) disajikan dalam. Sulfonamida dengan berbagai sifat fisis,

kimiawi, farmakologis, dan antibakterial dihasilkan dengan melekatkan substituen

pada gugus amido atau gugus amino. Sulfonamida cenderung lebih larut pada pH

basa ketimbang pada pH asam. Kebanyakan dapat dibuat sebagai garam natrium,

yang digunakan untuk pemberian intravena.

Page 50: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Resistensi

Sel mamalia (dan beberapa bakteria) tidak memiliki enzim yang diperlukan

untuk menyintesis folat dari PABA se hingga bergantung pada folat eksogen;

dengan demikian, mereka tidak rentan terhadap sulfonamida. Resistensi terhadap

sulfonamida mungkin terjadi akibat mutasi yang (a) menyebabkan produksi berlebih

PABA, (b) menyebabkan produksi enzim penyintesis asam folat yang memiliki

afinitas rendah terhadap sulfonamida, atau (c) menggang-gu permeabilitas terhadap

sulfonamida. Dihidropteroat sintase dengan afinitas sulfonamida yang rendah sering

dikode dalam plasmid yang dapat ditransmisikan dan ter-diseminasi dengan cepat

dan luas. Mutan dihidropteroat sintase resisten sulfonamida dapat juga muncul akibat

tekanan selektif.

Farmakokinetik

Sulfonamida dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (1) oral, dapat

diserap; (2) oral, tidak dapat diserap dan (3) topikal. Sulfonamida oral yang dapat

diserap terbagi menjadi kerja-singkat, kerja-sedang, dan kerja-lama menurut waktu-

paruh obat tersebut. Sulfonamida ini diserap dari lambung dan usus halus serta

didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh (termasuk sistem saraf pusat

dan cairan serebrospinal), plasenta, dan janin. Ikatan protein bervariasi dari 20%

hingga melebihi 90%. Kadar terapeutiknya berada dalam kisaran 40-100 mcg/mL

dalam darah. Kadarnya dalam darah biasanya memuncak 2-6 jam setelah pemberian

per oral.

Sebagian pbat yang diabsorpsi terasetilasi atau terglukuronidasi di hati.

Sulfonamida dan metabolit yang tidak aktif kemudian diekskresi dalam urine,

terutama melalui filtrasi glomerulus. Pada gagal ginjal yang bermakna, dosis.

sulfonamida harus diturunkan.

Penggunaan Klinis

Sulfonamida jarang digunakan sebagai suatu agen tunggal. Banyak galur

spesies yang dulunya rentan, termasuk meningokokus, pneumokokus, streptokokus,

stafilokokus, dan gonokokus, kini menjadi resisten. Kombinasi tetap

trimetoprimsulfometoksazol adalah obat pilihan untuk infeksi seperti pneumonia oleh

Page 51: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

Pneumoq/stis proved (dahulu P carinii), toksoplasmosis, nokardiosis, dan terkadang

infeksi bakteri lainnya.

A. AGEN ORAL YANG DAPAT DISERAP

Sulfisoksazol dan sulfametoksazol adalah agen kerja singkat hingga kerja

sedang yang hampir hanya digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih. Dosis

normal pada orang dewasa adalah 1 g sulfisoksazol empat kali sehari atau 1 g

sulfametoksazol dua hingga tiga kali sehari.

Sulfadiazin dalam bentuk kombinasi dengan piriirietamin merupakan terapi

lini pertama untuk terapi toksoplasmosis akut Kombinasi sulfadiazine pirimetamin,

suatu penghambat kuat dihidrofolat reduktase, bersifat sinergistis karena obat ini

menyekat berbagai tahapan sekuensial dakm blokade jalur sintesis folat. Dosis

sulfadiazin adalah 1 g empat kali sehari, dengan pirimetamin ya.ng diberikan dalam

dosis inisial sebesar 75 mg kemudian diikuti dengan dosis 25 mg sekali sehari. Asam

folinat, sebanyak 10 mg oral per hari, juga harus diberikan untuk mengurangi supresi

sumsum tulang.

Sulfadoksin adalah satu-satunya sulfpnamida kerja-lama yang saat ini

tersedia di Amerika Serikat dan hanya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan

pirimetamin (Fansidar), yakni agen lini kedua dalam terapi malaria.

B. AGEN ORAL YANG TIDAK DAPAT DISERAP

Sulfasalazin (salisilazosulfapiridin) digunakan secara luas pada kolitis

ulseratif, enteritis, dan penyakit inflamasi usus lainnya

C. AGEN TOPIKAL

Larutan atau salep oftalmik natrium sulfasetamid merupakan terapi efektif

untuk konjungtivitis bakterialis dan sebagai terapi tambahan pada trakoma.

Sulfonamida Iainnya yakni mafenida asetat digunakan secara topikal tetapi dapat

diserap dari lokasi luka bakar. Obat ini dan metabolit utamanya menghambat

karbonik anhidrase dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, suatu efek samping

yang membatasi manfaatnya. Sulfadiazin perak adalah sulfonamida topikal yang

jauh kurang toksik dan lebih dianjurkan ketimbang mafenida untuk pencegahan

infeksi luka bakar.

Page 52: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

b.TRIMETOPRIM & CAMPURAN TRIMETOPRIM-SULFAMETOKSAZOL

Trimetoprim secara selektif menghambat asam dihidrofolat reduktase

bakteri yang mengubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat,

suatu tahap menuju sintesis purin dan pada akhimya sintesis DNA.

Trimetoprim kira-kira 50.000.kali lebih tidak efisien dalam menghambat

asam dihidrofolat reduktase mamalia. Pirimetamin, suatu benzilpirimidin Iain,

pecara selektif menghambat asam hidrofolat reduktase pada protozoa

dibandingkan dengan mamalia. Seperti uraian sebelumnya, trimetoprim

atau pirimetamin dalam kombinasi dengan sulfonamide menyekat tahapan

sekuensial dalam sintesis folat, dan menghasilkan peningkatan bermakna

(sinergisme) aktivitas kedua obat. Kombinasi ini seringkali bersifat

bakterisidal, dibandingkan

Resistensi

Resistensi terhadap trimetoprim dapat disebabkan oleh penurunan

permeabilitas sel, produksi berlebih dihidrofolat reduktase, atau produksi

reduktase yang telah diubah sehingga menyebabkan penurunan ikatan obat.

Resistensi dapat timbul oleh mutasi, meskipun lebih sering disebabkan oleh

dihidrofoJat reduktase resisten-trimetoprim yang dikode oleh plasmid. Enzim

yang resisten ini dapat dikode dalam transppson pada plasmid konjugatif yang

memiliki kisaran pejamu yang Iuas sehingga ikut menyebabkan penyebaran

resistensi trimetoprim yang cepat dan Iuas antar berbagai spesies bakteri.

Farmakokinetik

Trimetoprim biasanya diberikan per oral, sendiri atau dalam

kombinasi dengan sulfametoksazol, keduanya mempunyai waktu-paruh yang

serupa. Trimetoprim-sulfametoksazol juga dapat diberikan secara intxavena.

Trimetoprim diserap dengan baik dari usus dan didistri-busikan secara' luas dalam

cairan dan jaringan tubuh, termasuk cairan,serebrospinal. Karena trimetoprim lebih

larut dalam lipid daripada sulfametoksazol, trimetoprim memiliki volume distribusi

yang lebih besar ketimbang sulfometoksazol. Oleh sebab itu, ketika 1 bagian trime-

toprim diberikan dengan 5 bagian sulfometoksazol (rasio formulasi), kadar puncak

Page 53: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

dalam plasmanya berada dalam rasio 1:20, yang optimal bagi efek gabungan kedua

obat ini in vitro. Sekitar 30-50% sulfonamida dan 50-60% trimetoprim (atau masing-

masing metabolitnya) diekskresi di urine dalam waktu 24 jam. Dosis ini harus

diturunkan sebanyak separuhnya pada pasien dengan bersihan kreatinin sebesar 15-30

ml/ menit.

Trimetoprim terkonsentrasi dalam cairan prostatik dan cairan vagina, yang

lebih asam daripada plasma. Oleh sebab itu, trimetoprim memiliki aktivitas

antibakteri yang lebih besar dalam cairan prostatik dan vagina daripada obat

antimikroba lainnya.

Penggunaan Klinls

A. TRIMETOPRIM ORAL

Trimetoprim dapat diberikan sendiri (100 mg dua kali sehari) pada infeksi

saluran kemih akut. Kebanyakan orga-nisme yang didapat dari masyarakat

cenderung rentan terhadap obat ini dalam kadar tinggi di urine (200-600 mcg/mL).

B. TRIMETOPRIM-SULFOMETOKSAZOL ORAL (TMP-5MZ)

Kombinasi trimetoprim-sulfometoksazol menjadi terapi efektif untuk

berbagai infeksi, meliputi pneumonia akibat P proved, shigelosis, infeksi salmonella

sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi miko-bakterium

nontuberkulosis. Obat ini aktif terhadap'kebanyakan galur S minus, baik yang rentan

maupun resisten terhadap metisilin, dan terhadap patogen saluran napas seperti

pneumokokus, spesies Hapnaphilus, Moraxella catar-rhalis, dan Klebsielk

pneumonias (tetapi tidak Mycoplasma pneumoniae). Akan tetapi, meningkatnya

prevalensi galur E coli (hingga 30% ke atas) dan pneumokokus yang resisten terhadap

trimetoprim-sulfometoksazol harus diperthn-bangkan sebelum menggunakan

kombinasi ini untuk terapi empiris infeksi saluran kemih atas atau pneumonia.

Satu tablet forte (setiap tablet mengandung trimetoprim 160 mg plus

sulfametoksazol 800 mg) yang diberikan tiap 12 jam merupakan terapi yang efektif

untuk infeksi saluran kemih dan prostatitis. Satu setengah tablet biasa (bukan forte)

yang diberikan sebanyak tiga kali seminggu selama beberapa bulan menjadi

profilaksis infeksi saluran kemih berulang pada beberapa perempuan. Satu tablet forte

sei-Hap 12 jam merupakan terapi efektif pada infeksi akibat galur shigella dan

Page 54: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

salmonella yang rentan. Dosis untuk anak yang diobati karena shigellosis, infeksi

saluran kemih, atau ptitis media adalah trimetoprim 8 mg/kg dan sulfametoksazol 40

mg/kg setiap 12 jam.

Infeksi P proved dan beberapa patogen lain dapat diobati per oral dengan

kombinasi dosis tinggi (dosis diatur berdasarkan komponen trimetoprim sebanyak 15-

20 mg/ kg) atau dapat dicegah pada pasien iuluh-imun dengan satu tablet forte

setiap hari atau tiga kali seminggu.

C. TRIMETOPRIM-SULFAMETOKSAZOL INTRAVENA

Larutan campuran yang mengandung trimetoprim 80 mg plus

sulfametoksazol 400 mg tiap 5 mL yang diencerkan dengan 125 mL dekstrosa 5%

dalam air dapat diberikan melalui infus intravena selama 60-90 menit. Obat ini me-

rupakan agen pilihan untuk pneumonia pneumosistis sedang-berat, hingga berat dan

dapat digunakan untuk sepsis bakterial gram-negatif, termasuk sepsis yang disebabkan

oleh spesies yang resisten terhadap berbagai obat seperti enterobakter dan serratia;

shigellosis; demam tifoid; atau infeksi saluran kemih akibat organisme yang rentan

jika pasien tidak mampu mengonsumsi obat per oral. Dosisnya 10-20 mg/kg/hari

untuk komponen trimetoprim.

D. PiRIMETAMIN DENGAN SULFONAMIDA ORAL

Pirimetamin dan sulfadiazin telah digunakan untuk terapi leishmaniasis dan

toksoplasmosis. Pada malaria falsipa-rum, kombinasi pirimetamin dengan

sulfadoksin.

KUINOLON

Kuinolon yang penting adalah analog terfluorinasi sin-tetik asam nalidiksat.

Obat ini aktif terhadap berbagai macam bakteri gram-positif dan gram-negatif.

Kuinolon menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisbmerase II

(DNA girase) dan topoi-somerase IV bakteri. Inhibisi DNA girase mencegah

relaksasi DNA supercoilei positif yang diperlukan untuk transkripsi dan replikasi

normal. Inhibisi topotsomerase IV mengganggu pemisahan kromosom DNA

pafccareplikasi ke dalam masing-masing sel anak selama pembelahan sel. Kuinolon

terdahulu seperti asam nalidiksat tidak mencapai kadar antibakterial sistemik dan

dahulu hanya bermanfaat untuk terapi infeksi saluran kemih bawah. Turunan

Page 55: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

terfluorinasi (siprofloksasin, levofloksasin, dan lainnya; Gambar 46-3 dan Tabel 46-

2) memiliki aktivitas antibakteri yang sangat meningkat dibandingkan dengan asam

nalidiksat dan mencapai kadar bakterisidal dalam darah dan jaringan.

Resistensi

Selama terapi dengan fluorokuinolon, organisme yang resisten bermunculan

sekitar sekali dalam 107-10', khususnya dari stafilokokus, pseudomonas, dan senatia.

Resistensi terjadi akibat satu atau lebih mutasi h'tik pada daerah ikatan kuinolon di

enzim yang menjadi sasaran atau akibat perubahan permeabilitas organisme.

Resistensi terhadap satu fluorokuinolon, khususnya resistensi tingkat-tinggi,

umumnya memunculkan resistensi-silang untuk anggota Iain dalam golongan obat

tersebut.

Farmakokinetik

Setelah pemberian oral, fluorokuinolon diserap dengan baik

(bioavailabilitasnya 80-95%) dan Jerdistribusi secara Iuas dalam cairan tubuh dan

jaringan. Waktu-paruhnya dalam serum berkisar dari 3 jam sampai 10 jam; Waktu-

paruh levofloksasin, gemifloksasin gatifloksasin, dan moksifloksasin yang relatif

lama memungkinkan agen-agen ini diberikan dalam dosis sekali sehari.

Kadarserumobatyang diberikan intravena serupa dengan kadar serum obat yang

diberikan per oral. Kebanyakan fluorokuinolon dielimi-nasi melalui ginjal, baik

melalui sekresi tubulus maupun filtrasi glomerulus. Penyesuaian dosisnya di-

perlukan pada pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 mL/menit;

penyesuaian yang tepat bergantung pada derajat gangguan ginjal dan fluorokuinolon

spesifik yang digunakan. Penyesuaian dosis pada gagal ginjal tidak diperlukan

untuk moksifloksasin. Fluorokuinolon yang dibersihkan di Iuar ginjal relatif

dikontraindikasikan pada pasien gagal hati.

Penggunaan Klinis

Fluorokuinolon (selain moksifloksasin, yang kadarnya relatif rendah dalam

urine) efektif pada -infeksi'.saluran kemih bahkan ketika infeksi tersebut disebabkan

oleh bakteri yang resisten terhadap berbagai obat, misalnya, pseudomonas. Agen ini

juga efektif untuk diare bakterial yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E coli

toksigenik dan campylobacter. Fluorokuinolon (kecuali norfloksasin, yang kadar

Page 56: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

sistemiknya tidak adekuat) telah digunaka.n pada infeksi jaringan lunak, tulang, dan

sendi serta infeksi saiuran napas dan intraabdominal, terrnasuk infeksi yang

disebabkan oleh organisrae yang resisten terhadap berbagai obat,, seperti pseudomonas

dan enterobakter. Siprofloksasin merupakanobat pilihan untuk profilaksis dan terapi

anthrax, meskipun fluorokuinolon yang terbaru aktif terhadap anthrax secara in vitro

dan kenvungkinan juga in vivo.

Siprofloksasin dan levofloksasin efektif untuk infeksi gonokokus, termasuk

penyakit diseminata dan uretritis atau servisitis klarnidial. Siprofloksasin,

levofloksasin, atau moksifloksasin sesekali digunakan dalam terapi tuberkulosis dan

infeksi mikobakterium atipik. Obat-obat ini mungkin sesuai untuk eradikasi

meningokokus dari karier atau untuk profilaksis infeksi pada pasien neutropenik.

Levofloksasin, gatifloksasin, gemifloksasin, dan moksifloksasin, kelompok

obat yang disebut fluorokuinolon respiratorik, dengan aktivitas gram-positifnya yang

tinggi dan aktivitasnya terhadap agen penyebab pneumonia atipik (misalnya,

klamtdia, mikoplasma, dan legionella), efektif dan semakin banyak digunakan untuk

terapi infeksi saluran napas atas dan bawah.

Page 57: Referat Rena, Rianti Dan Ridho (Antibiotik)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies

mokroorganisme dan bersifat toksik terhadap spesies mokroorganisme lain.

Klasifikasi antibiotik dibagi menjadi golongan antibiotik yang aktif di dinding sel

dan membran sel, golongan obat penghambat sintesis protein, golongan obat

inhibitor bakterisidal sintesis protein dan golongan anti folat. Semua golongan

tersebut memiliki sifat dan peranan yang berbeda untuk menghentikan infeksi

bakteri di dalam tubuh manusia.

3.2 Saran

Antibiotik tesebut memiliki efek samping dalam penggunaannya. Oleh

karena itu, pemberian antibiotik harus tepat dosis dan indikasi karena beberapa

antibiotik bisa menyebabkan hipersensitivitas.