Referat PPOK.doc

38
1 BAB I PENDAHULUAN Prediksi WHO, tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari posisi 12 ke 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke 3, sebagai penyebab kematian terbanyak. Polusi udara terutama asap rokok ditengarai penyebab meningkatnya prevalensi penderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Jika seseorang datang dengan keluhan batuk-batuk lama, kadang-kadang susah buat bernafas dan terutama dia adalah seorang perokok maka kemungkinan dia mengalami penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau di dunia internasional dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). PPOK sebenarnya merupakan penyakit yang preventable dan treatable. Pada penyakit ini terjadi kelainan paru sebagai respon inflamasi kronis terhadap partikel gas yang menyebabkan terjadinya hambatan jalan nafas yang tidak sepenuhnya bisa reversibel dan bersifat progresif. Selain itu kelainan ini juga memberi dampak gangguan di luar paru secara bermakna sehingga memperberat derajat penyakit. Hambatan jalan nafas tersebut terjadi akibat obstruksi jalan nafas kecil (obstructive bronchiolitis) dan destruksi parenkim (emfisema). Proses inflamasi juga menyebabkan hilangnya alveolar attachment terhadap jalan nafas kecil dan menurunnya elastic recoil paru sehingga kemampuan jalan nafas tetap membuka saat ekspirasi menjadi terganggu. PPOK atau COPD ini ditandai dengan keterbatasan dalam bernafas yang cukup lama dan terdapatnya beberapa perubahan

description

PPOK

Transcript of Referat PPOK.doc

Page 1: Referat PPOK.doc

1

BAB I

PENDAHULUAN

Prediksi WHO, tahun 2020 angka kejadian PPOK akan meningkat dari

posisi 12 ke 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari posisi 6 ke 3,

sebagai penyebab kematian terbanyak. Polusi udara terutama asap rokok

ditengarai penyebab meningkatnya prevalensi penderita penyakit paru obstruktif

kronis (PPOK).

Jika seseorang datang dengan keluhan batuk-batuk lama, kadang-

kadang susah buat bernafas dan terutama dia adalah seorang perokok maka

kemungkinan dia mengalami penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau di dunia

internasional dikenal sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

PPOK sebenarnya merupakan penyakit yang preventable dan treatable.

Pada penyakit ini terjadi kelainan paru sebagai respon inflamasi kronis terhadap

partikel gas yang menyebabkan terjadinya hambatan jalan nafas yang tidak

sepenuhnya bisa reversibel dan bersifat progresif. Selain itu kelainan ini juga

memberi dampak gangguan di luar paru secara bermakna sehingga

memperberat derajat penyakit. Hambatan jalan nafas tersebut terjadi akibat

obstruksi jalan nafas kecil (obstructive bronchiolitis) dan destruksi parenkim

(emfisema). Proses inflamasi juga menyebabkan hilangnya alveolar attachment

terhadap jalan nafas kecil dan menurunnya elastic recoil paru sehingga

kemampuan jalan nafas tetap membuka saat ekspirasi menjadi terganggu.

PPOK atau COPD ini ditandai dengan keterbatasan dalam bernafas yang

cukup lama dan terdapatnya beberapa perubahan patologi pada jalan nafas

disertai gangguan pada saluran nafas yang signifikan.

PPOK dapat dicegah dan diobati, tetapi pengobatan efektif diperlukan

agar pasien merasa nyaman (mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas

hidup pasien) dan meningkatkan kemampuan beraktivitas dalam kegiatan sehari

-hari. Walaupun demikian keterbatasan pada saluran nafas tidak bisa

disembuhkan secara total.4 Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif

dan dihubungkan dengan respon inflamasi paru. Menurut dr.Wiwien H. Wiyono

Sp.P dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia “ Rokok merupakan penyebab utama dari

Page 2: Referat PPOK.doc

2

penyakit ini dan hampir semua negara melaporkan konstribusi rokok sebagai

penyebab PPOK”.1,3

Di Indonesia kebiasaan merokok masih merupakan perilaku yang sulit

dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat

dikendalikan. Kebiasaan merokok makin banyak terlihat pada usia muda bahkan

sudah dimulai pada anak sekolah dasar. Karena efek asap rokok yang demikian

signifikan pada angka kejadian PPOK, maka sebagai seorang dokter punya

tanggung jawab untuk ikut memberikan edukasi kepada pasien agar bisa

berhenti merokok. Proses berhenti dari kebiasaan merokok ini memang tidak

semudah membalik telapak tangan, butuh niat yang kuat dari penderita dan

kalau perlu bisa dibantu dengan farmakoterapi. Kebiasaan merokok ini bahkan

bisa masuk kategori candu karena begitu seseorang mencoba merokok maka

nikotin yang terserap dalam darah akan diteruskan ke otak dan ditangkap oleh

reseptor alfa 4 beta 2 sehingga merangsang pelepasan dopamin yang

memberikan rasa nyaman. Sehingga saat seseorang berhenti merokok, dopamin

akan berkurang dan menimbulkan hilangnya rasa nyaman selanjutnya akan

timbul keinginan kembali untuk merokok, terjadilah lingkaran setan yang akan

sangat sulit diputuskan.

Untuk itu butuh dukungan dari semua pihak untuk membantu seseorang

berhenti merokok. Saat ini sudah ada terapi farmakologi untuk membantu

seseorang yang ingin berhenti merokok. Dengan berhenti merokok diharapkan

status kesehatan masyarakat menjadi lebih baik dan prevalensi PPOK terutama

di Indonesia bisa menurun.

Page 3: Referat PPOK.doc

3

BAB II

PPOK

Penyakit Paru Obstruksi Kronik

1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak

sepenuhnya reversibel2.(guideline GOLD terbaru)

Hambatan aliran udara pada penyakit ini seringkali disebabkan oleh

diameter saluran nafas yang menyempit berkaitan dengan beberapa faktor,

antara lain meningkatnya ketidakelastisan dinding saluran nafas, meningkatnya

produksi sputum di saluran nafas, dan lain sebagainya. Gangguan aliran udara di

dalam saluran nafas disebabkan proses inflamasi paru yang menyebabkan

terjadinya kombinasi penyakit saluran napas kecil ([[small airway disease]]) dan

destruksi parenkim (emfisema). Kerusakan pada jaringan parenkim paru, yang

juga disebabkan proses inflamasi, menyebabkan hilangnya perlekatan alveolar

pada saluran nafas kecil dan penurunan rekoil elastik paru.

Banyak definisi terdahulu menekankan emfisema dan bronkitis kronis,

yang sekarang sudah tidak termasuk dalam definisi PPOK. Emfisema atau

kerusakan permukaan pertukaran gas paru (alveoli), adalah kata patologis yang

sering digunakan dan menjelaskan, hanya satu dari beberapa abnormalitas

struktural yang terjadi pada penderita PPOK, dengan kata lain emfisema

merupakan suatu diagnosis patologik. Bronkitis kronis, atau batuk dan produksi

sputum selama setidaknya 3 bulan dalam 2 tahun, tetap merupakan konsep

definitif yang berguna secara klinis dan epidemiologi, sehingga bronkitis kronis

dianggap sebagai diagnosis klinis.

2. Gejala Klinis

Gejala PPOK sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita lainnya,

dapat dimulai dengan tanpa gejala, gejala ringan sampai berat, mulai dari tanpa

kelainan fisik sampai kelainan fisik yang jelas dan tanda inflasi paru. Oleh karena

Page 4: Referat PPOK.doc

4

itu dibutuhkan diagnosa yang akurat, pemeriksaan penunjang dan diagnosa

banding untuk dapat menegakkan penyakit PPOK.2

Seseorang diduga menderita PPOK bila (i) mengalami batuk kronis yang

umumnya muncul pada siang hari, jarang pada malam hari, (ii) memproduksi

sputum kronis, (iii) -sering mengalami bronkitis akut, (iv) sesak nafas setiap hari,

memburuk pada saat melakukan aktivitas dan terkena infeksi, (v) punya riwayat

terpapar asap rokok (baik perokok aktif maupun perokok pasif), polusi udara,

debu dan bahan kimia di tempat kerja, ataupun asap hasil pembakaran alat

masak, misalnya kayu bakar, arang yang terus menerus (setiap hari sepanjang

tahun), disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah

penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak napas yang progresif, memburuk

dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat

pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di dalam lingkungan kerja atau rumah.

Penyakit ini seringkali tidak berdiri sendiri, tapi selalu disertai komorbid

yang berkaitan dengan rokok atau ketuaan, karena memang PPOK seringkali

terjadi pada orang perokok dalam jangka lama dan usia lanjut. Penurunan berat

badan, abnormalitas nutrisi dan disfungsi otot skeletal adalah beberapa dampak

PPOK pada ekstrapulmonal. PPOK juga akan meningkatkan risiko terjadinya

infark myokard, angina, osteoporosis, infeksi pernafasan, fraktur, depresi,

diabetes, gangguan tidur, anemia , glukoma dan juga kanker paru.

3. Faktor Resiko

3.1. Genetik.

PPOK adalah penyakit yang melibatkan banyak gen dan

merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko

genetik yang telah diketahui adalah defisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu

penghambat yang bersikulasi dari protease serine.1

3.2. Merokok.

Perokok memeliki prevalensi yang lebih tinggi menderita gejala

dan gangguan fungsi paru, penurunan FEV1 setiap tahun dan angka

mortalitas PPOK yang lebih besar. Resiko PPOK pada perokok,

bergantung pada banyaknya rokok yang dikonsumsi, usia pertama kali

mulai merokok, jumlah total rokok yang dihisap pertahun dan status

merokok saat ini.

Page 5: Referat PPOK.doc

5

3.3. Debu dan Bahan Kimia Okupasi.

Paparan partikel dan bahan kimia okupasi, juga merupakan faktor

resiko berkembangnya PPOK. Meliputi agen kimia dan debu organik dan

anorganik serta bau-bauan.

3.4. Polusi Udara Dalam Rumah.

Pembakaran pada tungku atau kompor yang tidak berfungsi

dengan baik, dapat menyebabkan polusi udara di dalam ruangan.

3.5. Polusi Udara Di Luar Rumah.

Peranan polusi udara luar rumah dalam menyebabkan PPOK

tidak jelas, tetapi tampaknya lebih kecil dibandingkan merokok. Polusi

udara dari pembakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap-asap

pabrik.

3.6. Stress Oksidatif.

Paru-paru secara terus menerus terpapar oleh oksidan yang

dikeluarkan secara endogendari fagosit dan jenis sel lainnya, atau secara

eksogen dari polusi udara atau asap rokok. Akibat dari

ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan maka paru-paru

mengalami stress oksidatif. Selain menghasilkan perlukaan langsung,

juga mengaktivase mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi

paru.

3.7. Infeksi.

Kolonisasi bakteri yang dihubungkan dengan inflamasi saluran

nafas, dapat juga berperan dalam eksaserbasi. Akibatnya akan

menyebabkan penurunan fungsi paru dan menimbulkan gejala

gangguaan pernafasan.

3.8. Status Sosioekonomi

3.9. Nutrisi.

3.10. Asma.

Pada orang dewasa dengan asma memeliki resiko 12x lipat lebih

besar menderita PPOK, dibandingkan orang dewasa tanpa menderita

asma

Page 6: Referat PPOK.doc

6

BAB III

Patogenesis dan Patofisologis PPOK

Asap rokok dan partikel berbahaya, menyebabkan inflamasi pada paru-

paru yang merupakan suatu respon normal, yang tampak menjadi lebih berat

pada penderita PPOK. Respon abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan

parenkim (menyebabkan emfisema) dan mengganggu perbaikan normal dan

mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis saluran nafas kecil). Perubahan

patologis ini menyebabkan air trapping dan keterbatasan saluran nafas yang

progresif.

PERUBAHAN PATOLOGI PADA PPOK

Saluran Nafas Proksimal (Trakea, Bronki > 2mm diameter internal)

Sel inflamasi : Makrofag, CD8+ limfosit T, beberapa neutrofil atau eosinofil.

Perubahan struktural : Sel goblet, hipertrophi kelenjar submukosal ( keduanya

menyebabkan hipersekresi mukus), squamosa metaplasia epitelium.

Saluran Nafas Periferal (Bronkiolus < 2mm)

Sel inflamasi : Makrofag, (CD8+ > CD4+) limfosit T, limfosit B, folikel limfoid,

fibroblas, beberapa neutrofil atau eosinofil.

Perubahan struktural : penebalan dinding saluran nafas, fibrosis peribronkial,

eksudat inflamasi luminal, penyempitan saluran nafas, peningkatan respon

inflamasi dan eksudat yang berhubungan dengan kegawatan penyakit.

Parenkim Paru (bronkioulus respirasi dan alveoli)

Sel inflamasi : Makrofag, CD8+ limfosit T

Perubahan struktural : kerusakan dinding alveolar, apoptosis dinding epitel

dan endotel.

Emfisema sentrilobular : dilatasi dan kerusakan bronkiolus respirasi (paling

banyak pada perokok)

Emfisema parasinar : kerusakan kantung alveolar dan bronkiolus respirasi

(banyak terdapat pada defisiensi alpha-1 antitrypsin)

Vaskular Pulmonal

Sel inflamasi : Makrofag, limfosit T.

Perubahan struktural : penebalan intima, disfungsi sel endotel

Page 7: Referat PPOK.doc

7

SEL-SEL INFLAMSI PADA PPOK

Neutrofil : terdapat di dalam sputum perokok normal, kemungkinan berperan

penting dalam hipersekresi mukus dan melalui pelepasan protease.

Makrofag : Sejumlah besar terlihat pada lumen saluran nafas, parenkim paru

dan cairan lavage bronkoalveolar. Berasal dari monosit darah yang

berdiferensiasi dalam jaringan paru. Menghasilkan peningkatan mediator

inflamasi dan protease pada pasien PPOK, sebagai respon terhadap asap rokok

dan dapat menyebabkan fagositosis defektif.

Limfosit T : Sel CD4+ dan CD8+ meningkat poada dinding saluran nafas dan

parenkim paru. Sel T CD8+ (Tc1) dan sel Th1 mensekresikan interferon. Sel

CD8+ dapat menjadi sitotoksik terhadap sel-sel alveolar.

Limfosit B : di dalam saluran nafas perifer dan diantara folikel limfoid,

kemungkinan sebagai respon terhadap kolonisasi kronik dan infeksi saluran

nafas.

Eosinofil : protein eosinofil terdapat dalam sputum dan eosinofil terdapat pada

dinding saluran nafas saat eksaserbasi.

Sel-sel Epitel : kemungkinan dipicu oleh asap rokok, untuk menghasilkan

mediator inflamasi

1. Patogenesis

Inflamasi paru pada pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi

normal terhadap partikel dan gas beracun seperti asap rokok yang berlangsung

lama. Selain itu faktor genetik ikut mempengaruhi. Inflamasi lebih lanjut,

diperburuk oleh stress oksidatif dan kelebihan proteinase pada paru-paru.

Secara bersamaan, mekanisme ini akan menyebabkan perubahan patologis.

PPOK ditandai oleh pola tertentu dari inflamasi yang melibatkan netrofil,

makrofag dan limfositosis. Sel-sel ini akan melepaskan mediator inflamasi dan

berinteraksi dengan sel struktural, pada saluran nafas dan parenkim paru.

Berbagai mediator inflamasi itu, akan menarik sel inflamasi dari darah ( faktor

kemotakik), memperkuat proses inflamasi (sitokin proinflamasi), dan menginduksi

perubahan struktural (faktor pertumbuhan).

Stress oksidatif mungkin merupakan mekanisme penguat dari proses

terjadinya PPOK. stress oksidatif lebih lanjut, meningkat pada eksaserbasi.

Page 8: Referat PPOK.doc

8

Oksidan dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat lainnya, dan dilepaskan dari

sel inflamasi teraktifasi seperti makrofag dan neutrofil. Stress oksidatif memiliki

konsekuensi buruk pada paru paru, yang meliputi aktifasi gen inflamasi, inaktifasi

antiprotese yang menstimulasi sekresi mukus dan eksudat plasma.

PATOGENESIS

Patofisiologis

Inflamasi dan air trapping adalah dasar dari PPOK. Pada pasien PPOK

penurunan FEV1 disebakan inflamasi dan penyempitan saluran nafas periferal,

sementara penurunan pertukaran gas disebabkan oleh kerusakan jaringan

parenkim paru. Besarnya inflamasi, fibrosis dan eksudat pada saluran nafas

kecil, berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Cepatnya

penurunan FEV1, merupakan karakteristik dari PPOK. Obstruksi saluran nafas

periferal secara progresif, menyebabkan air trapping selama ekspirasi dan

mengakibatkan hiperinflasi. Hiperinflasi ini akan menurunkan kapasitas inspirasi,

sehingga kapasitas residu fungsional meningkat. Diperkirakan hiperinflasi

Asap rokok, Partikel dan gas beracun

Inflamasi paru

Faktor penjamu

Antioksidan

Stress oksidatif

Antiprotease

Protease

Mekanisme perbaikan

Patologi PPOK

Page 9: Referat PPOK.doc

9

berkembang sejak awal penyakit dan merupakan mekanisme utama untuk

dispnea eksersional.

Abnormalitas dari pertukaran gas itu akan menyebabkan terjadinya hipoksemia

dan hiperkapnia. Akibat dari obstruksi saluran nafas periferal menyebabkan

ketidakseimbangan ventilasi – perfusi (VA/Q) disertai gangguan fungsi otot

pernafasan, terjadilah retensi CO2.

Hipersekresi mukus, penyebab batuk kronis, tidak dialami semua pasien dengan

PPOK. Hal ini disebabkan metaplasia mukus dengan peningkatan jumlah sel-sel

goblet dan pembesaran kelenjar submukosa, sebagai respon terhadap iritasi

saluran nafas kronis akibat asap rokok dan agen berbahaya lainnya.

Hipertensi ringan juga dapat terjadi pada pasien PPOK. hal ini disebabkan

vasokonstriksi hipoksik dari arteri pulmonal kecil, yang akhirnya menyebabkan

trejadinya hiperplasia intima. Pada PPOK, tejadi respon inflamasi pada pembuluh

darah serupa dengan yang terlihat pada saluran nafas dan pada disfungsi sel

endotel.

Page 10: Referat PPOK.doc

10

BAB IV

DIAGNOSIS PPOK

Diagnosis PPOK secara teoritis ditegakkan didasarkan atas anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan fungsi paru atau

spirometri.

I. Anamnesis

PPOK adalah suatu penyakit menahun, gangguan saluran napas secara

bertahap selama bertahun-tahun. Umumnya terjadi pada perokok, dimulai

dengan berkurangnya kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat,

terjadinya perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Timbul batuk

prodiktif yang lama, mulai sering mendapat infeksi berulang saluran nafas,

kemudian secara perlahan disertai sesak nafas, dan sudah tidak mampu

untuk melakukan aktifitas sehari hari.

Diagnosis klinis PPOK seyogyanya dipertimbangkan pada setiap

penderita yang mengalami dyspneu, batuk kronis dengan produksi sputum

dan/ atau adanya faktor resiko (genetik: defisiensi alfa-1 antitripsin, paparan

rokok dan polusi udara, oksidatif stres, gender, usia, infeksi saluran nafas,

dll).

Batuk-batuk pada pagi hari sering dikatakan oleh penderita karena

merokok, dan dianggap bukan sebagai keluhan oleh penderita. Makin lama

batuk makin berat, timbul sepanjang hari. Bila disertai infeksi saluran nafas,

batuk akan bertambah hebat dan berkurang bila infeksi menghilang.

Umumnya sputum pasien PPOK berwarna putih atau mukoid, bila terdapat

infeksi akan menjadi purulen atau mukopurulen dan kental. Keluhan sesak

bertambah berat bila terdapat infeksi.

II. Pemeriksaan Fisik

Pada stadium dini tidak diketemukan kelainan. Hanya kadang – kadang

terdengar ronkhi pada waktu inspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak,

akan terdengar ronkhi pada waktu ekspirasi dan inspirasi disertai mengi.

Pasien biasanya tampak kurus, juga didapatkan tanda – tanda overinflasi

paru seperti diameter anteroosterior dada meningkat ( barrel-shaped chest ),

Page 11: Referat PPOK.doc

11

kifosis, jarak tulang rawan krikotiroid dengan lekukan supra sternal kurang

dari 3 jari, iga lebih horisontal dan sudut subkostal bertambah. Fremitus taktil

dada berkurang bahkan tidak ada

Pada perkusi dada terdengar hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas

paru hati lebih rendah, dan pekak jantung berkurang. Suara nafas vesikuler

berkurang dengan ekspirasi memanjang atau kadang normal. Kadang

disertai kontraksi otot otot pernafasan tambahan. Lebih sering didapatkan

dengan hernia inguinalis.

III. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto toraks pasien curiga PPOK bisa didapatkan normal atau tidak

ada kelainan, dapat juga ditemukan gambaran bayangan bronkus yang

menebal, corakan bronkovaskuler meningkat,bula, diapragma letak rendah

dan mendatar, paru paru lebih hiperlusen karena adanya air trapping, disertai

posisi jantung yang menggantung.

IV. Pemeriksaan Fungsi Paru

Spirometri adalah pengukuran volume dan aliran udara yang masuk dan

keluar paru-paru. Spirometer dapat mengukur volume paru, seperti volume

tidal dan kapasitas paru, seperti kapasitas total.

Bila pada hasil pemeriksaan spirometri didapatkan hasil 30%<VEP1<70%

dan VEP1 / KVP < 80% maka dipastikan menderita PPOK.

Page 12: Referat PPOK.doc

12

DIAGNOSIS PPOK

KETERANGAN

* Pemeriksaan fisik :

a. Normal

b. Kelainan

Bentuk dada : Barrel chest

Penggunaan otot bantu pernapasan

Pelebarab sela iga

Hipertrofi otot bantu nafas

Fremitus melemah, sela iga melebar

Hipersonor

Suara nafas vesikuler melemah atau

normal

Ekspirasi memanjang

Mengi

**Foto toraks curiga PPOK

a. Normal

b. Kelainan

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bullae

Jantung pendulum

Faktor resikoUsia Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja

Sesak nafasBatuk kronik disertai dahakKeterbatasan aktifiti

Pemeriksaan fisik *

Pemeriksaan foto torak

Curiga PPOK ** Infiltrat, massa, dll

Fasiliti spirometri (-) Fasiliti spirometri (+)

Normal 30% < VEP1 < 70 % prediksiVEP1 / KVP < 80 %

PPOK secara klinis

Beresiko PPOK derajat 0

PPOK Derajat I/II/III/IV

Bukan PPOK

Page 13: Referat PPOK.doc

13

KLASIFIKASI PPOK

DERAJAT KLINIS FAAL PARU

Derajat 0 :

beresiko

Gejala kronik (batuk, dahak)

Terpajan faktor resiko

Spirometri normal

Derajat I :

PPOK Ringan

Dengan atau tanpa gejala

klinik (

VEP1/KVP < 75%

VEP1 80% prediksi

Derajat II A:

PPOK Sedang

Dengan atau tanpa gejala

klinik

VEP1/KVP < 75%

50 % VEP1 80% prediksi

Derajat II B:

PPOK Sedang

Dengan atau tanpa gejala

klinik

VEP1/KVP < 75%

30 % VEP1 50% prediksi

Derajat III:

PPOK Berat

Gagal napas atau gagal

jantung kanan

VEP1/KVP < 75%

VEP1 30% prediksi

Diagnosis Banding

1. PPOK

a. Onset usia pertengahan

b. Gejala progresif lambat

c. Riwayat merokok (lama dan jumlah rokok)

d. Sesak saat aktifitas

e. Hambatan aliran udara ireversibel

2. Pada Asma

a. Onset usia dini

b. Gejala bervariasi dari hari ke hari

c. Gejala pada waktu malam lebih menonjol

d. Dapat diketemukan alergi, rhinitis dan eksim

Page 14: Referat PPOK.doc

14

e. Riwayat asma dalam keluarga

f. Hambatan aliran udaranya reversibel

3. Pada Gagal Jantung Kongestif

a. Riwayat hipertensi

b. Rankhi basah halus di basal paru

c. Gambaran foto torak tampak pembesaran jantung dan oedema

d. Pemeriksaan faal paru restriktif. (PPOK Obstruktif)

4. Pada Tuberkulosis

a. Onset semua usia

b. Gambaran foto torak infiltrat

c. Konfirmasi pemeriksaan mikrobiologi (BTA)

5. Pada Sindrom Obstruksi Pasca TB (SOPT)

a. Riwayat terapi TB adekuat

b. Gambaran foto torak fibrosis dan kalsifikasi minimal

c. Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruktif yang tidak reversibel

Page 15: Referat PPOK.doc

15

BAB V

PENATALAKSANAAN PASIEN PPOK

Dampak PPOK pada seseorang pasien, bergantung tidak hanya pada

derajat keterbatasan saluran nafas, tetapi juga pada keparahan gejalanya.

Staging berdasarkan spirometri, adalah pendekatan pragmatik yang ditujukan

pada implementasi praktis dan harus digunakan sebagai alat edukasi dan suatu

indikasi umum untuk dilakukan pengobatan.

Terapi farmakologis digunakan untuk mencegah dan mengendalikan

gejala, mengurangi kekerapan dan keparahan eksaserbasi, meningkatkan

kondisi kesehatan dan meningkatkan toleransi olah raga.

Tujuan dari penatalaksanaan PPOK sendiri :

1. Mencegah progresivitas penyakit

2. Mengurangi gejala

3. Meningkatkan toleransi latihan

4. Mencegah dan mengobati komplikasi

5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

8. Meningkatkan kualitas hidup penderita

9. Menurunkan angka kematian

Berdasarkan dari tujuan penatalaksanaan PPOK maka program berhenti

merokok juga menjadi perhatian utama, karena asap rokok merupakan penyebab

terpenting bagi timbulnya PPOK.

Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan melalui 4 komponen

program tatalaksana :

1. Evaluasi dan monitor penyakit

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai atau pasien

yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring

penyakit :

a. Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan.

b. Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Page 16: Referat PPOK.doc

16

c. Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya Asma

dan TB paru.

d. Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat

penyakit paru kronik lainnya.

e. Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik

atau penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktifitas.

f. Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK.

g. Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti

keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh

ekonomi, dan perasaan cemas.

h. Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti

merokok.

i. Dukungan dari keluarga.

Karakteristik gejala PPOK adalah dispnea kronik dan progresif,

artinya fungsi paru akan menurun seiring bertambahnya usia, batuk dan

produksi sputum, dapat mendahului terjadinya keterbatasan aliran nafas.

Meski PPOK didefinisikan atas dasar keterbatasan aliran nafas, pada

prakteknya keputusan untuk mendapatkan pertolongan medis umumnya

ditentukan dari dampak suatu gejala terhadap kualitas hidup pasien.

Untuk itu monitor penting yang harus dilakukan adalah memperhatikan

gejala klinis dan fungsi paru penderita.

2. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling

efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan

memperlambat progesifitas penyakit.

Proses berhenti dari kebiasaan merokok ini memang tidak

semudah membalik telapak tangan, butuh niat yang kuat dari penderita

dan kalau perlu bisa dibantu dengan farmakoterapi. Kebiasaan merokok

ini bahkan bisa masuk kategori candu karena begitu seseorang mencoba

merokok maka nikotin yang terserap dalam darah akan diteruskan ke

otak dan ditangkap oleh reseptor alfa 4 beta 2 sehingga merangsang

pelepasan dopamin yang memberikan rasa nyaman. Sehingga saat

seseorang berhenti merokok, dopamin akan berkurang dan menimbulkan

Page 17: Referat PPOK.doc

17

hilangnya rasa nyaman selanjutnya akan timbul keinginan kembali untuk

merokok, terjadilah lingkaran setan yang akan sangat sulit diputuskan.

Untuk itu bagi kita para dokter telah dibuatkan strategi untuk

membantu pasen berhenti merokok. Dikenal dengan istilah 5 A:

a. Ask ( Tanyakan )

Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.

b. Asdvise ( Nasihati )

Beri dorongan yang kuat untukberhenti merokok.

c. Assessment ( menilai )

Keinginan untuk usaha berhenti merokok.

d. Assist ( membantu )

Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan

konseling dan merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.

e. Arrange (Atur)

Buat jadwal kontak lebih lanjut.

3. Tatalaksana PPOK stabil

Tatalaksana PPOK stabil

EDUKASI FARMAKOLOGI NON FARMAKOLOGI

REGULER BronkodilatorAnti kolinergik2 AgonisXantin Kombinasi SABA + AntikolinergikKombinasi LABA + KortikosteroidAntioksidan

Dipertimbangkan mukolitik

RehabilitasiTerapi oksigenVaksinasi *NutrisiVentilasi non mekanikIntervensi bedah

Berhenti merokokPengetahuan dasar PPOKObat-obatanPencegahan perburukan penyakitMenghindari pencetusPenyesuaian aktifitas

Page 18: Referat PPOK.doc

18

Keterangan :

Kortikosteroid hanya diberikan kepada penderita dengan uji steroid positif. Uji

steroid positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari atau

inhalasi selama 6 minggu – 3 bulan menujukkan perbaikan gejala klinisatau fungsi

paru.

SABA : short acting 2 Agonis

LABA : long actng 2 Agonis

* Vaksinasi Influensa dipertimbangkan pemberiannya pada :

Pasien usia diatas 60 tahun

Pasien PPOK sedang dan berat

4. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Akut eksaserbasi adalah suatu kejadian yang terjadi secara

alamiah, dalam perjalanan penyakit PPOK hal itu ditandai dengan

perubahan dispnea, batuk, dan atau produksi sputum yang jauh dari

normal.

Gejala eksaserbasi akut :

Batuk bertambah

Produksi sputum bertambah

Sputum berubah warna

Sesak napas bertambah

Keterbatasan aktifitas bertambah

Penurunan kesadaran

Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK

1. Optimalisasi penggunaan obat-obatan

a. Bronkodilator

Agonis beta-2 kerja cepat kombinasi dengan antikolinergik

perinhalasi (nebuliser)

Xantin intravena (bolus dan drip)

b. Kortikosteroid sistemik

c. Antibiotik

Gol. Makrolid baru

Gol. Kuinolon

Sefalosporin generasi III / IV

Page 19: Referat PPOK.doc

19

d. Mukolitik

e. Ekspektoran

2. Terapi oksigen

3. Terapi nutrisi

4. Rehabilitasi fisik dan respirasi

5. Evaluasi progesifitas penyakit

6. Edukasi

Penatalaksanaan pasien PPOK eksaserbasi akut bisa dilakukan

dengan rawat jalan atau rawat inap bergantung pada kondisi pasien.

Page 20: Referat PPOK.doc

20

BAB VI

REHABILITASI pada PENDERITA PPOK

Pada penderita PPOK, terdapat gangguan mekanis dan pertukaran gas

pada sistim pernapasan dan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-

hari. Peningkatan volume paru dan tahanan aliran udara dalam saluran napas

akan meningkatkan kerja pernapasan. Penyakit ini bersifat kronis dan progrresif,

makin lama kemampuan penderita akan menurun bahkan penderita akan

kehilangan stamina fisiknya.

Parameter penting keberhasilan penanganan pasien PPOK adalah

meningkatnya kualitas hidup pasien. Dalam mengelola penderita PPOK, di

samping pemberian obat-obatan dan penghentian merokok juga diperlukan

terapi tambahan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut yakni

rehabilitasi medis, khususnya fisioterapi pernapasan.

Fisioterapi pernapasan adalah suatu tindakan dalam rehabilitasi medis

yang bertujuan mengurangi cacat atau ketidak mampuan penderita, dan

diharapkan penderita merasa terbantu untuk mengatasi ketidak mampuannya

sehingga mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa banyak tergantung pada

orang lain. Namun sayangnya upaya ini kurang diminati oleh para dokter bahkan

sering kali dilupakan orang.

TUJUAN REHABILITASI PARU

Rehabilitasi didefinisikan sebagai : memulihkan individu ke arah potensi

fisik, medik, mental, emosional, ekonomi sosial dan vokasional sepenuhnya

menurut kemampuannya. Maka jelaslah bahwa tingkat pemenuhan tujuan

program rehabilitasi paru tergantung pada derajat insufisiensi pernapasan, dan

tindakan yang ditempuh tergantung pula pada faktor-faktor yang berpengaruh

pada penderita. Meskipun demikian, tiap usaha harus dilakukan untuk membawa

penderita. ke arah perbaikan fisik yang maksimal dan pemakaian energi yang

optimal tetapi efisien, sehingga penderita dapat melakukan pekerjaannya sehari-

hari. Jika hal ini tidak mungkin, harus diusahakan latihan kerja yang lebih ringan,

dan harus ditekankan agar penderita mempunyai percaya diri dan mengurangi

ketergantungan pada keluarga dan masyarakat.

Page 21: Referat PPOK.doc

21

REHABILITASI PARU PADA PPOK

Dalam mengelola penderita PPOK, rehabilitasi medis pada paru

(rehabilitasi pulmonal) mempunyai 2 aspek yakni:

1) Rehabilitasi fisik, terdiri dari:

1.1. Latihan relaksasi

1.2. Terapi fisik dada

1.3. Latihan pernapasan

1.4. Latihan meningkatkan kemampuan fisik

2) Rehabilitasi psikososial dan vokasional, terdiri dari:

2.1. Pendidikan perseorangan dan keluarga

2.2. Latihan pekerjaan

2.3. Penempatan tugas

2.4. Latihan merawat diri sendiri

Kedua aspek rehabilitasi medis tersebut diterapkan dalam mengelola

semua penderita PPOK tanpa memandang etiologi dan derajat penyakitnya.

Rehabilitasi fisik dapat dilakukan pada stadium dini atau stadiun lanjut dari

penyakitnya. Penderita dilatih untuk memakai cadangan napasnya seefektif

mungkin dengan mengubah pola bernapas untuk memperoleh potensi yang

optimal bagi kegiatan fisiknya.

Rehabilitasi psikososial dan vokasional dipertimbangkan bila penderita

tidak dapat mencapai keinginan fisik-psikologis untuk melakukan kegiatan seperti

biasanya. Bila pendidikan pada tingkat tersebut tidak mungkin, rehabilitasi

ditujukan untuk memberi kesempatan pada penderita untuk dapat melakukan

kegiatan minimal termasuk mengurus diri sendiri.

I. Latihan relaksasi

Tujuan latihan relaksasi adalah:

1) Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu

pernapasan.

2) Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.

3) Memberikan sense of well being.

Penderita PPOK yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu

merasa tegang, cemas dan takut mati tersumbat. Untuk mengatasi

keadaan ini penderita berusaha membuat posisi yang menguntungkan

Page 22: Referat PPOK.doc

22

terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan memutar

bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini

selalu diambil setiap akan memulai rehabilitasi fisik (drainase postural,

latihan pernapasan). Agar penderita memahami, latihan ini harus

diperagakan. Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang

tenang, posisi yang nyaman yaitu telentang dengan bantal menyangga

kepala dan guling di bawah lutut atau sambil duduk.

II. Terapi fisik dada

Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan

menyumbat saluran napas dan merupakan media yang baik bagi

pertumbuhan kuman. Infeksi mengakibatkan radang yang menambah

obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus sehingga mengganggu

mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret

merupakan penyulit yang cukup serius.

Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan

membantu menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea;

dapat dilakukan dengan cara drainase postural, perkusi dinding dada,

vibrasi menggunakan tangan (manual) atau dengan bantuan alat

(mekanik). Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan

(clapping), atau memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan

memperbaiki mobilisasi dan klirens sekret bronkus dan fungsi paru pada

penderita PPOK dengan produksi sputum yang meningkat (>30 ml/ hari).

Pada penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal

napas, penderita yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan

produksi sputum yang minimal (<30 ml/hari), fisioterapi dada tidak

berefek dan bahkan membahayakan.

Dalam melakukan drainase postural harus diperhatikan posisi

penderita yang disesuaikan dengan anatomi percabangan bronkus.

Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari selama 5 menit. Sebelum dilakukan

drainase postural sebaiknya penderita minum banyak atau diberikan

mukolitik, bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan pengaliran sekret.

Page 23: Referat PPOK.doc

23

III. Latihan pernapasan

Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai

penderita. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk:

1. Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air

trapping

2. Memperbaiki fungsi diafragma

3. Memperbaiki mobilitas sangkar toraks

4. Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas

tanpa meningkatkan kerja pernapasan

5. Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga

bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan.

Selain itu pada penderita PPOK tendapat hambatan aliran udara

terutama pada waktu ekspirasi. Pada umumnya letak diafragma rendah

dan posisi sangkar toraks sangat tinggi sehingga secara mekanis otot-

otot pernapasan bekerja kurang efektif. Pada umumnya fungsi diafragma

penderita PPOK kurang dan 35% volume tidal, akibatnya penderita selalu

menggunakan otot-otot bantu pernapasan. Latihan otot-otot pernapasan

akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan

ekspirasi (PE max) sekitar 37%.

Latihan pernapasan meliputi:

a) Latihan pernapasan diafragma

Tujuan latihan pernapasan diafragma adalah : menggunakan

diafragma sebagai usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu

pernapasan mengalami relaksasi.

Manfaat pernapasan diafragma:

1) Mengatur pernapasan pada waktu serangan sesak napas dan waktu

melakukan pekerjaan/latihan.

2) Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.

3) Melepaskan sekret yang melalui saluran napas.

Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan

volume tidal, penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan

ambilan oksigen optimal.

Page 24: Referat PPOK.doc

24

Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut :

1. Sebelum melakukan latihan, bila terdapat obstruksi saluran napas yang

reversibel dapat diberi bronkodilator. Bila terdapat hipersekresi mukus

dilakukan drainase postural dan latihan batuk. Pemberian oksigen bila

penderita mendapat terapi oksigen di rumah.

2. Posisi penderita bisa duduk, telentang, setengah duduk, tidur miring ke

kiri atau ke kanan, mendatar atau setengah duduk.

3. Penderita meletakkan salah satu tangannya di atas perut bagian tengah,

tangan yang lain di atas dada. Akan dirasakan perut bagian atas

mengembang dan tulang rusuk bagian bawah membuka. Penderita perlu

disadarkan bahwa diafragma memang turun pada waktu inspirasi. Saat

gerakan (ekskursi) dada minimal. Dinding dada dan otot bantu napas

relaksasi.

4. Penderita menarik napas melalui hidung dan saat ekspirasi pelan-pelan

melalui mulut (pursed lips breathing), selama inspirasi, diafragma sengaja

dibuat aktif dan memaksimalkan protrusi (pengembangan) perut. Otot

perut bagian depan dibuat berkontraksi selama inspirasi untuk

memudahkan gerakan diafragma dan meningkatkan ekspansi sangkar

toraks bagian bawah.

5. Selama ekspirasi penderita dapat menggunakan kontraksi otot perut

untuk menggerakkan diafragma lebih tinggi. Beban seberat 0,5 -1 kg

dapat diletakkan di atas dinding perut untuk membantu aktivitas ini.

Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan

bersamaan dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan, penderita

harus diawasi untuk mencegah kesalahan yang sering terjadi seperti :

Ekspirasi paksa:

Hal ini akan memperberat obstruksi saluran napas, meningkatkan

tekanan intrapleura dan terjadi air trapping jika saluran napas yang rusak

dan mudah kolaps ditekan oleh tekanan intrapleura.

Page 25: Referat PPOK.doc

25

Perpanjangan ekspirasi:

Menyebabkan pernapasan berikutnya tidak teratur dan tidak

efisien, pola pernapasan kembali ke pernapasan dada bagian atas yang

tidak teratur disertai dengan aktifnya otot bantu pernapasan.

Gerakan tipuan abdomen:

Otot perut berkontraksi dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan

dan ventilasi.

Penggunaan dada bagian atas secara berlebihan:

Hal ini dapat mengganggu gerakan diafragma, kebutuhan O2

meningkat karena otot bantu pernapasan bekerja lebih keras.

b) Pursed lips breathing

Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik

napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan

menarik napas dalam) dengan mulut tertutup, kemudian mengeluarkan

napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul,

lamanya ekspirasi 2-3 kali lamanya inspirasi, sekitar 4-6 detik. Penderita

tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras.

PLB dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama

ekspirasi. Selama PLB tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui

hidung, karena terjadi elevasi involunter dari palatum molle yang

menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips breathing (PLB) akan

terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini

akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat

mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu

ekspirasi. Hal ini akan menurunkan volume residu, kapasitas vital

meningkat dan distribusi ventilasi merata pada paru sehingga dapat

memperbaiki pertukaran gas di alveol. Selain itu PLB dapat menurunkan

ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume tidal, PaO2

saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan

keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada

penderita. Pursed lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan

bersama-sama dengan pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang

efektif terlihat setelah latihan berlangsung lebih dari 10 menit.

Page 26: Referat PPOK.doc

26

c) Latihan batuk

Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda

asing atau sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus

memenuhui kriteria:

1) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.

2) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal

yang cukup untuk mendorong udara pada fase ekspulsi.

Cara melakukan batuk yang baik:

Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi

kesempatan luas kepada otot dinding perut untuk berkontraksi, sehingga

menimbulkan tekanan intratorak Tungkai bawah fleksi pada paha dan

lutut, lengan menyilang di depan perut. Penderita diminta menarik napas

melalui hidung, kemudian menahan napas sejenak, disusul batuk dengan

mengkontraksikan otot-otot dinding perut serta badan sedikit

membungkuk ke depan.

Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase

ekspulsi. Latihan diulang sampai penderita menguasai. Penderita yang

mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan

melakukan Iatihan pernapasan diantara dim latihan batuk. Bila penderita

tidak mampu batuk secara efektif, dilakukan rangsangan dengan alat

penghisap (refleks batuk akan terangsang oleh kateter yang masuk

trakea) atau menekan trakea dari satu sisi ke sisi yang lain.

IV. Latihan meningkatkan kemampuan fisik

Bertujuan meningkatkan toleransi penderita terhadap aktivitas dan

meningkatkan kemampuan fisik, sehingga penderita hidup lebih aktif dan

lebih produktif. Pengaturan tingkat latihan dimulai dengan tingkat berjalan

yang disesuaikan dengan kemampuan awal tiap penderita secara

individual, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan ke tingkat

toleransi yang paling besar. Jarak maksimum dalam latihan berjalan yang

dicapai oleh penderita merupakan batas untuk mulai meningkatkan

latihan dengan menaiki tangga. Selama latihan penderita harus dibantu

dengan pemberian oksigen untuk menghindari penununan saturasi

oksigen secara drastis yang dapat membahayakan jantung. Penderita

Page 27: Referat PPOK.doc

27

harus diawasi dengan baik, secara berkala gas darah arteri diukur

tenutama pada penderita dengan hipoventilasi alveoler, untuk mencegah

retensi CO2 yang berlebihan.

Pemberian oksigen selama latihan harus diteruskan sampai

penderita mendapat manfaat yang maksimal, setelah itu lambat laun

dapat dikurangi.

Page 28: Referat PPOK.doc

28

Kepustakaan

1. PPOK. ETHICAL DIGEST, Semijurnal Farmasi dan Kedokteran no 37 Maret

2007

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK. Pedoman Praktis

Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Revisi Juni 2004

3. Rasional Media informasi peresepan rasional bagi tenaga kesehatan

Indonesia Volume 4, Nomor 2 September 2006 ISSN 1411 – 8742 dan

Volume 4, Nomor 3 Desember 2006 ISSN 1411 – 8742

4. Penyakit paru obstruktif kronik. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia

"http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik"

5. Managemen Komprehensif Penyakit Paru Obstruktif Kronis, SIMPOSIA

- Majalah Farmacia Edisi Desember 2007 , Halaman: 58 (26 hits)

6. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga, Media

Aesculapius, 2001. Hal 480 - 482

7. Buku ajar ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi keempat, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta 2006