Referat Osteoporosis

33
1 REFERAT Osteoporosis PENYUSUN : Sarah Margereth Felicia 030.10.070 Ocisa Zakiah 030.10.023 Atikasjah R W 030.10.041 Ayu Nabila K P 030.10.046 Atikasjah Riza Wibawa 030.10.041 PEMBIMBING : dr. Arief, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG PERIODE JANUARI 2015 MARET 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

description

Referat Osteoporosis

Transcript of Referat Osteoporosis

Page 1: Referat Osteoporosis

1

REFERAT

Osteoporosis

PENYUSUN :

Sarah Margereth Felicia 030.10.070

Ocisa Zakiah 030.10.023

Atikasjah R W 030.10.041

Ayu Nabila K P 030.10.046

Atikasjah Riza Wibawa

030.10.041

PEMBIMBING :

dr. Arief, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARAWANG

PERIODE JANUARI 2015 – MARET 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

Page 2: Referat Osteoporosis

2

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................................ 1 BAB I. KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2 BAB II. PATOGENESIS .............................................................................................. 3

2.1. Definisi ....................................................................................................... 3

2.2. Epidemiologi .............................................................................................. 3

2.3. Patogenesis Pembentukan Tulang ............................................................... 6

2.2. Patogenesis Osteoporosis ............................................................................ 10

BAB III DIAGNOSIS .............................................................................................. 13

BAB III PENATALAKSANAAN ............................................................................ 22

BAB IV RINGKASAN ............................................................................................ 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 31

Page 3: Referat Osteoporosis

3

BAB I

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan

ridho-Nya referat dengan judul “Osteoporosis” dapat terselesaikan.

Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang sistemik yang ditandai oleh

menurunnya densitas massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai

dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan

tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah.

Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan pada individu berusia

sekitar 30 - 40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan

tulang ketika wanita mencapai menopause dan pria mencapai usia 60 tahun.

Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di dunia, dimana

4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada sekitar 0,3 juta fraktur

panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa. Hampir semua peristiwa ini dikaitkan

dengan osteoporosis, baik primer atau sekunder. Rasio perempuan dan laki-laki pada fraktur

pinggul 2:1. Insiden fraktur pergelangan tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per

100.000 perempuan. Fraktur kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena

sering tanpa gejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita postmenopause Amerika akan

mengalami patah tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun.

Referat ini dibuat untuk membahas pathogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

osteoporosis yang sering dijumpai pada proses yang telah lanjut. Diharapkan dapat menambah

wawasan pengetahuan kita semua dalam menegakkan diagnosis secara dini dan penatalaksanaan

osteoporosis yang tepat.

Page 4: Referat Osteoporosis

4

BAB II

PATOGENESIS OSTEOPOROSIS

2.1. Definisi

Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau dalam

istilah populer adalah tulang keropos. Osteoporosis adalah penyakit skeletal sistemik yang

ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang

sehingga terjadi kerapuhan tulang dan peningkatan kerentanan patah tulang. National Institute of

Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang

ditandai oleh Compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Secara operasional

osteoporosis didefinisikan berdasarkan penilaian bone mineral density (BMD). Berdasarkan

kriteria WHO, osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5 standar deviasi (SD) atau di

bawah nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD).

Tabel1. Definisi osteoporosis berdasarkan WHO

Definisi Kriteria

Normal BMD berada pada -1 SD dari nilai rata-rata

dewasa muda.

Low bone mass

(osteopenia)

BMD berada pada -1,0 dan -2,5 SD lebih

rendah dari nilai rata-rata dewasa muda

Osteoporosis BMD berada pada -2,5 SD lebih rendah dari

nilai rata-rata dewasa muda

Osteoporosis berat Seperti definisi osteoporosis diatas dengan satu

atau lebih fraktur.

2.2. Epidemiologi

Osteoporosis merupakan masalah kesehatan utama global yang menyebabkan lebih dari

200 juta patah tulang osteoporosis di seluruh dunia setiap tahun, termasuk 1,6 juta fraktur

panggul. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, ada sekitar dua juta patah tulang diperkirakan

terkait osteoporosis, termasuk sekitar 547.000 patah tulang belakang, 297.000 patah tulang

Page 5: Referat Osteoporosis

5

pinggul (hip), 397.000 patah tulang pergelangan tangan, 135.000 patah tulang panggul (pelvic),

dan 675.000 patah tulang di tempat lain. Jumlah seluruh patah tulang di Amerika Serikat

diproyeksikan mencapai lebih dari 3 juta tahun 2025. Meskipun hanya sekitar seperempat sampai

sepertiga dari patah tulang belakang yang terbukti secara klinis, ini dapat menyebabkan

hilangnya tinggi badan, kyphosis, penyakit paru restriktif, distensi perut dan meningkatkan angka

kematian. Fraktur pinggul (hip) adalah fraktur paling banyak yang terkait dengan osteoporosis.

Sekitar 50% dari pasien yang patah tulang pinggul kehilangan kemampuan untuk berjalan secara

mandiri, sekitar 24% wanita dan 30% pria meninggal dalam satu tahun pertama.

Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta kasus fraktur setiap tahun di dunia, dimana

4,5 juta kasus terjadi di Amerika dan Eropa. Saat ini diperkirakan ada sekitar 0,3 juta fraktur

panggul pertahun di Amerika Serikat dan 1,7 juta di Eropa. Hampir semua peristiwa ini dikaitkan

dengan osteoporosis, baik primer atau sekunder. Rasio wanita dan pria pada fraktur pinggul 2:1.

Insiden fraktur pergelangan tangan di Inggris dan Amerika berkisar 400-800 per 100.000 wanita.

Fraktur kompresi tulang belakang jauh lebih sulit untuk diperkirakan karena sering tanpa

gejala. Diperkirakan lebih dari satu juta wanita pasca menopause Amerika akan mengalami patah

tulang tulang belakang dalam perjalanan satu tahun. Diperkirakan 40% wanita dan 13% pria

berusia 50 tahun dan lebih tua akan mengalami patah tulang osteoporosis pada kehidupan

mereka. Ada kecenderungan angka kematian di masa depan akan meningkat menjadi 47% untuk

wanita dan 22% untuk pria.

2.3. Patogenesis Pembentukan Tulang

Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang mengalami mineralisasi, sebagai menopang

tubuh untuk berdiri yang bersama tulang rawan membentuk sistem kerangka, yang mempunyai

tiga fungsi utama, yaitu fungsi mekanis sebagai dukungan dan lokasi insersi otot untuk bergerak,

fungsi pelindung bagi organ-organ vital dan sumsum tulang, dan terakhir fungsi metabolisme

sebagai cadangan kalsium dan fosfat yang digunakan untuk pemeliharaan homeostasis serum,

yang penting untuk kehidupan.

Tulang manusia terdiri atas 80% tulang kortikular dan 20 % tulang trabekular. Tulang

kortikal dan tulang trabekular terbuat dari sel-sel yang sama dan elemen matriks yang sama,

tetapi ada perbedaan struktural dan fungsional. Perbedaan struktural utama secara kuantitatif

adalah 80% sampai 90% dari volume tulang 6 kortikular adalah kalsifikasi, sedangkan hanya

15% sampai 25% dari volume trabekular adalah kalsifikasi (sisanya adalah sumsum tulang,

Page 6: Referat Osteoporosis

6

pembuluh darah, dan jaringan ikat). Fungsi utama tulang kortikal berfungsi sebagai mekanik

(alat gerak) dan pelindung, sedangkan tulang trabekular sebagai fungsi metabolik dan juga

berperan dalam proses biomekanik tulang, terutama tulang belakang.

Remodeling adalah proses dimana terjadi turn-over dari tulang yang memungkinkan

pemeliharaan bentuk, kualitas dan jumlah kerangka. Proses ini ditandai oleh aktivasi yang

terkoordinasi dari osteoklas dan osteoblas, yang terjadi dalam unit multiseluler tulang (bone

multicellular units/BMUs) dimana terjadi peristiwa aktivasi proses resorpsi dan formasi yang

berurutan dan terus menerus.

Osteoblas adalah sel yang bertanggung jawab terhadap proses formasi tulang, yaitu

berfungsi dalam sintesis matriks tulang yang disebut osteoid, yaitu komponen protein dari

jaringan tulang. Osteoklas adalah sel tulang yang bertanggung jawab terhadap proses resorbsi

tulang. Osteoklas merupakan sel raksasa yang berinti banyak dan berasal dari sel hemopoetik

mononuclear.

Pada proses pembentukan tulang, osteoblast mulai bekerja. Untuk diferensiasi dan

maturasi osteoblas membutuhan faktor pertumbuhan lokal, seperti fibroblast grow factor (FGF),

bone morphogenetic proteins (BMPs) dan Wnt protein. Selain itu, juga dibutuhkan faktor

trankripsi, yaitu core binding factor-1 atau Runx2 atau Osterix (Osx). Prekursor osteoblas ini

akan berproliferasi dan berdiferensisi membentuk preosteoblas dan kemudian akan menjadi

osteoblas matur. Osteoblas selalu tampak melapisi matrik tulang (osteoid) yang diproduksinya

sebelum dikalsifikasi, proses kalsifikasi ini membutuhkan waktu 10 hari. Membran osteoblas

kaya akan alkali fosfatase dan memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan prostaglandin

tetapi tidak memiliki reseptor untuk kalsitonin. Selain itu osteoblas juga mengekspresikan

reseptor estrogen, vitamin D3 dan berbagai sitokin, seperti colony stimulating factor 1 (CSF1),

receptor activator nuclear factor ligand (RANKL) dan osteoprotegerin (OPG). RANKL

berperan pada maturasi prekursor osteoklas karena precursor osteoklas memiliki reseptor RANK

pada permukaannya. Sedangkan efek RANKL akan dihambat oleh OPG.

Osteosit merupakan sel berbentuk stelat yang mempunyai juluran sitoplasma (prosesus)

yang sangat panjang yang akan berhubungan dengan prosesus osteosit yang lain dan juga dengan

bone linning cells. Didalam matriks, osteosit terletak di dalam rongga yang disebut lakuna,

sedangkan prosesusnya terletak dalam di dalam terowongan yang di sebut kanalikuli.

Page 7: Referat Osteoporosis

7

Setelah pertumbuhan terhenti dan puncak massa tulang sudah tercapai, maka proses

pembentukan tulang akan dilanjutkan pada permukaan endosteal. Tulang mengalami proses

resorpsi dan formasi secara terus menerus yang disebut sebagai remodeling tulang. Proses

remodeling tulang merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali

dengan resorpsi tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi tulang oleh osteoblas. Proses

remodeling diawali dengan pengaktifan osteoklas oleh sitokin tertentu. Osteoklas akan

meninggalkan rongga yang disebut lakuna howship pada tulang trabekular atau rongga kerucut

(cutting cone) pada tulang kortikal. Setelah resorpsi selesai, maka osteoblas akan melakukan

formasi tulang pada rongga yang ditinggalkan osteoklas dengan membentuk matriks tulang yang

disebut osteoid, yang dilanjutkan dengan mineralisasi primer dalam waktu singkat kemudian

dilanjutkan dengan mineralisasi sekunder dalam waktu yang lebih lama dan proses yang lebih

lambat sehingga tulang menjadi keras.

Pada dewasa muda yang normal, sekitar 30% dari total massa kerangka diperbaharui

setiap tahun (half life = 20 bulan). Dalam setiap unit remodeling, resorpsi tulang oleh osteoklas

berlangsung sekitar 3 hari, dengan masa pemulihan 14 hari dan pembentukan tulang 70 hari

(total = 87 hari). Tingkat pembentukan tulang linier adalah 0.5 mm/day. Selama proses ini,

sekitar 0.01 mm tulang diperbaharui dalam satu unit remodeling. Secara teoritis, dengan deposisi

matriks dan kalsifikasi seimbang, serta keseimbangan antara aktivitas osteoklas dan osteoblas,

jumlah tulang yang dibentuk di tiap unit remodeling sama dengan jumlah tulang yang

sebelumnya diresorpsi. Dengan demikian, total massa kerangka tetap konstan. Homeostasis

kerangka ini bergantung pada aktifitas remodeling normal. Tingkat aktivasi unit remodeling

baru, hanya akan menentukan tingkat turnover.

2.4. Patogenesis Osteoporosis

a. Peran esterogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas, dan

beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel tersebut,

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti: Interleukin-1 (IL-1),

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan

sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen

meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan

satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk

menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel

Page 8: Referat Osteoporosis

8

osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk

melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,

sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada

sel osteoklas.

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat

penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun

osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui

pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti

dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha

dan betha (ERα dan ERβ) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas

mengekspresikan reseptor betha (ERβ) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha

(ERα).

EFEK ESTROGEN PADA SEL OSTEOBLAS

Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen menyebabkan terjadinya

osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan tetapi dengan pemberian

estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi

dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan

produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANK-L). Di sisi lain estrogen akan

merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-b (Transforming

Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan

menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas.

Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai faktor yang sangat kompleks serta

regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit diketahui sampai saat ini. Suatu

sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat menghambat atau merangsang fungsi

suatu sel bergantung pada berbagai hal, di antaranya adalah tingkat aktivasi sel

tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu (timing), seperti misalnya pada sel

makrofag. Hal yang sama terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas.

Jadi tingkat aktivasi dari sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara

reseptor dan ligand. Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi

ekspresi gene dan produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti

Page 9: Referat Osteoporosis

9

misalnya produksi OPG, RANK-L, dan IL-6. Besar kecilnya protein yang

diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.

Efek biologis dari estrogen diperantarai oleh reseptor yang dimiliki oleh

sel osteoblastik diantaranya: estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor

estrogen a, b (ERa, ERb). Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan

homeostasis tulang dan berperan akan terjadinya osteoporosis. Dalam sebuah

studi didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat

bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga

terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia

(human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow

stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 dan TNFa, tidak secara langsung oleh

steroid ovarium.

Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik dan sel

osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan

produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6, RANK-L, dan

OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.

EFEK ESTROGEN PADA SEL OSTEOKLAS

Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan

terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan

tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi

estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a yang

lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L

menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor

transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan

TGF-boleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat

penyerapan tulang dan mempercepat / merangsang apoptosis sel osteoklas.

Jadi estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan

pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen

mempengaruhi prosesdeferensiasi, aktivasi, maupun apoptosi dari osteoklas.

Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan ekspresi RANK-L, MCSF

dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara

Page 10: Referat Osteoporosis

10

RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor OPG, yang berkompetisi

dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi

sitokin-sitokin yang merangsang diferensiasi osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-a,

IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen

merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini

menginduksi sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis.

Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui

reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga

mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel

osteoklas dewasa.

b. Pathogenesis osteoporosis tipe I

Setelah menopause, terjadi penurunan produksi estrogen oleh ovarium,

maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama dekade awal pasca menopause,

sehingga insiden fraktur meningkat, terutama fraktur vertebra dan fraktur radius

distal. Penurunan densitas tulang, terutama tulang trabekular dapat dicegah

dengan terapi sulih estrogen. Estrogen juga berperan dalam menurunkan produksi

berbagai sitokin oleh bone marraw stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti

interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-

kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin

tersebut, sehingga aktifitas osteoklas meningkat.

Gambar 1. Pathogenesis osteoporosis pasca menopause.

Page 11: Referat Osteoporosis

11

c. Pathogenesis osteoporosis tipe II

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab penurunan fungsi

osteoblas pada orang tua, diduga akibat penurunan kadar estrogen dan IGF-1.

Defisiensi kalsium dan vitamin D sering didapatkan pada orang tua, hal ini dapat

disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,

malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium

dapat menyebabkan timbulnya hiperparatiroidime sekunder yang persisten

sehingga akan meningkatkan proses resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang.

Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan

penurunan sintesis IGF-1. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan

osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya

osteokalsin.

Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin

dan piridinolincrosslink melalui kencing, serta asam fosfat dalam plasma.

Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas sedangkan

kalsitonin dan estradiol menghambat kerja osteoklas. Resopsi tulang

menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi

Page 12: Referat Osteoporosis

12

hormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta absorpsi

kalsium oleh usus berkurang.

Defisiensi estrogen juga merupakan masalah yang penting sebagai salah

satu penyebab osteoporosis pada orang tua, baik pria maupun wanita. Begitu juga

dengan kadar testosteron pada pria. Penurunan kadar estradiol di bawah 40

pMol/L pada pria akan menyebabkan osteoporosis. Dengan bertambahnya usia,

kadar testosteron akan menurun sedangkan kadar sex hormone binding globulin

(SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG ini akan meningkatkan pengikatan

estrogen dan progesterone membentuk komplek yang inaktif. Penurunan hormon

pertumbuhan (GH) dan IGF-1, juga berperan terhadap peningkatan resopsi tulang.

Osteoporosis dapat terjadi pada penggunaan glukokortikoid dalam jangka

yang lama. Sekitar 30-50% pasien dengan terapi glukokortikoid yang berlebihan

akan terjadi keropos tulang. Meskipun dosis harian glukokortikoid telah

digunakan untuk menilai risiko kehilangan massa tulang, kumulatif dosis

kumulatif (dalam gram/ tahun) lebih prediktif untuk tujuan ini. Pasien dengan

dosis kumulatif tinggi ( > 30 g prednison per tahun), memiliki insiden

osteoporosis yang sangat tinggi (78%) dan patah tulang (53%).

Faktor lain yang ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang

pada oaring tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-

obatan, imobilisasi lama). Risiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah

risiko terjatuh lebih tinggi pada orang tua lebih dibandingkan pada orang muda.

Page 13: Referat Osteoporosis

13

Gambar 2. Pathogenesis osteoporosis tipe II dan fraktur

Page 14: Referat Osteoporosis

14

BAB III

DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS

Hingga saat ini deteksi dini osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.

Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak memberikan tanda-

tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosis penyakit osteoporosis terkadang baru

diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang pergelangan tangan

atau patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya massa tulang yang

sudah berkurang 30-40% baru dapat dideteksi dengan pemeriksaan X-ray konvensional.

A. GEJALA KLINIK

Gejala klinik dapat ditemukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pengenalan

terhadap faktor risiko osteoporosis akan sangat membantu dalam pendekatan diagnosis

osteoporosis. Adapun faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah sebagai berikut:

Faktor resiko Penjelasan

Umur Setiap peningkatan umur 1 dekade

berhubungan dengan peningkatan risiko

1,4-1,8.

Genetic Etnis Kaukasus/oriental > orang

hitam/Polinesia, gender perempuan > laki-

laki, riwayat keluarga.

Lingkungan Makanan, defisiensi kalsium, aktivitas fisik

dan pembebanan mekanik, obat-obatan

seperti kortikosteroid, anti konvulsan,

heparin, merokok, alkohol, jatuh/trauma.

Hormone endogen dan penyakit kronik Defisiensi estrogen, defisiendi androgen,

gastrektomi, sirosis, tirotoksikosis,

hiperkortisolisme.

Sifat fisik tulang Densitas tulang, ukuran dan geometri

tulang, mikroarsitektur tulang, komposisi

tulang.

Page 15: Referat Osteoporosis

15

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada anamnesis faktor resiko pada osteoporosis

adalah:

1. Riwayat fraktur akibat trauma minimal, penurunan tinggi badan atau peningkatan

kifosis torakal.

2. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi predisposisi osteoporosis:

a. Penyakit endokrin, misalnya sindroma cushing, dm, dll

b. Penyakit ginjal, seperti gagal ginjal, riwayat transplantasi ginjal, dsb.

c. Penyakit hati, misalnya sirosis bilier primer dan transplantasi hati.

d. Kemungkinan defisiensi vitamin D, terutama pada orangyang jarang terpajan

dengan sinar matahari.

e. Penyakit hematologic, seperti multiple myeloma dan anemia sideroblastik.

f. Penyakit saraf, karena obat saraf sepertu anti epileptic menurunkan densitas

tulang

g. Penyakit gastrointestinal, misalnya malabsorpsi, reseksi usus, dan lainnya.

h. Penyakit rematik, seperti rheumatoid artritis, spondilosis, dan reiter.

3. Riwayat penggunaan obat yang dapat menyebabkan osteoporosis, seperti

kortikosteroid jangka panjang >3 bulan, obat anti epilepsy, siklosporin, litium.

4. Riwayat menopause dan kehamilan.

5. Anamnesis asupan gizi, terutama asupan kalsium.

6. Kebiasaan buruk yang dapat menjadi faktor resiko osteoporosis, seperti merokok,

minum alcohol, kurang olahraga.

7. Riwayat terjatuh dan bagaimana penderita berusaha mengurangi faktor risiko ini.

8. Riwayat kelainan payudara, genitalia dan penyakit vaskules yang mungkin akan

mempengaruhi keputusan pemberian terapi pengganti hormonal

Pada pemeriksaan fisik, tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien

osteoporosis. Demikian juga dengan gaya berjalan pasien, deformitas tulang, Leg-length

inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid).

Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskeletal, yang berupa tetani. Biasanya

didapatkan aduksi jempol tangan, fleksi sendi metakarpalpalangeal dan ekstensi sendi-sendi

interpalangeal.

Page 16: Referat Osteoporosis

16

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penentuan massa tulang secara radiologis penting untuk menentukan diagnosis

osteoporosis, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang proses dinamis penyerapan

dan pembentukan tulang, yang dapat menunjukkan derajat kecepatan kehilangan tulang.

Biopsi tulang dan parameter biokimiawi dapat memberikan gambaran ini dengan jelas,

tetapi biopsy tulang merupakan prosedur yang invasif, sehingga sulit untuk dilaksanakan

secara rutin, baik untuk uji saring maupun untuk pemantauan pengobatan. Sehingga satu

satunya pilihan untuk menentukan bone turnover adalah parameter atau penanda

biokimiawi.

Penanda biokimia tulang untuk proses pergantian tulang (biochemical bone

marker) dibedakan untuk proses formasi dan resorpsi tulang (tabel 6). Indikasi analisis

penanda tulang yang utama adalah wanita berusia dengan risiko osteoporosis, masa

perimenopause sampai senilis, mendampingi pengukuran BMD. Juga dianjurkan pada

semua orang dengan sangkaan osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid yang lama,

merokok, konsumsi alkohol, kecenderungan fraktur karena trauma ringan, riwayat

keluarga dan artritis reumatoid.

The Expert Committee of the Committee of Scientific Advisors of the

Tnternational Osteoporosis Foundation, merekomendasikan pada osteoporosis pasca

menopause dengan terapi sulih hormon atau bisfosfonat, dengan mengukur 1 atau 2

parameter, masing-masing proses formasi dan resorpsi tulang, yaitu osteocalsin, BSAP,

P1NP untuk formasi tulang, serta -Cross Laps (CTx) dan U-DPD untuk resorpsi tulang.

Pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pagi hari setelah puasa semalam dan

sebaiknya disertai koreksi kreatinin. Dianjurkan pemeriksaan dilakukan sebelum

memulai terapi, lalu pemeriksaan penanda resorpsi tulang dilakukan 3/6 bulan dan

penanda formasi 6 bulan kemudian.

Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kadar interleukin-6 dan RANK-

ligand yang tinggi dalam serum merupakan faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis

pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen. Akan tetapi sayangnya pemeriksaan

dari kedua komponen tersebut belum dapat dilakukan secara rutin di laboratorium.

Page 17: Referat Osteoporosis

17

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas tulang sangat tidak sensitif. Nilai

diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk menilai osteoporosis dini, kurang

memuaskan, karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis setelah

penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%. Gambaran radiologi yang khas pada

osteoporosis adalah penipisan kortek dan daerah trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan

terlihat akan tampak terlihat pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran

picture-frame vertebra. Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologi anteoposterio

dan lateral sangat baik untuk mencari adanya fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur

bikonkaf.

PEMERIKSAAN MASSA TULANG

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi untuk

menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis,

prediksi fraktur dan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang dapat digunakan

untuk menilai massa tulang adalah single photon absorptiometry (SPA), dual photon

absorptiometry (DPA), X-ray Absorptiometry (ada dua jenis, yaitu Single X-ray

Absorptiometry = SXA dan Dual Energy X-ray Absorptiometry = DEXA) dan

quantitative computer tomography (QCT). Indikasi pemeriksaan densitrometri tulang

menurut International Society of Clinical Densitometry (ISCD) 2007 adalah:

Wanita usia ≥ 65 tahun tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.

Pria ≥ 70 tahun, tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.

Wanita muda postmenopause dan pria usia 50-69 tahun berdasarkan memiliki

profil faktor risiko klinis.

Wanita perimenopause dengan faktor risiko patah tulang seperti berat badan

rendah, riwayat patah tulang dengan trauma ringan atau obat berisiko tinggi.

Orang dewasa yang memiliki patah tulang setelah usia 50 tahun.

Orang dewasa dengan kondisi (misalnya, rheumatoid arthritis) atau konsumsi obat

(misalnya, glukokortikoid, dosis harian prednisone ≥ 5 mg atau setara selama ≥ 3

bulan) yang berhubungan dengan massa tulang yang rendah atau keropos tulang.

Siapapun yang dipertimbangkan akan mendapat terapi farmakologis untuk

osteoporosis.

Page 18: Referat Osteoporosis

18

Menghentikan estrogen pada wanita postmenopause harus dipertimbangkan untuk

pengujian kepadatan tulang.

Sebagai monitor terhadap terapi osteoporosis yang diberikan.

PEMERIKSAAN X-RAY ABSORPTIOMETRY

Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat rendah. Selain

itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry dibandingkan DPA (Dual Photon

Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari

anterior dan lateral, sehingga pengaruh bagian belakang corpus dapat dihindarkan,

sehingga presisi pengukuran lebih tajam. Ada dua jenis Xray absorptiometry yaitu : SXA

(Single X-ray Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini

gold standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis

pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang digunakan untuk pemeriksaan

vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh.

Bagian tulang seperti tulang punggung (vertebralis) dan pinggul (Hip) dikelilingi

oleh jaringan lunak yang tebal seperti jaringan lemak, otot, pembuluh darah, dan organ-

organ dalam perut. Jaringan-jaringan ini membatasi penggunaan SPA (Single Photon

Absorptiometry) atau SXA, oleh karena dengan system ini tidak dapat menembus

jaringan lunak tersebut, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk tulang yang berada

dekat kulit. DEXA atau absorptiometri X-ray energy ganda memungkinkan kita untuk

mengukur baik massa tulang di permukaan maupun bagiaN yang lebih dalam.

Dalam pemeriksaan massa tulang dengan densitometer DEXA kita akan

mendapatkan informasi beberapa hal tentang densitas mineral tulang antara lain:

Densitas mineral tulang pada area tertentu dalam satuan gram/cm2

Kandungan mineral tulang dalam satuan gram.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang degnan nilai normal rata-rata densitas

mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang sama, yang

dinyatakan dalam persentase.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata rata densitas

mineral tulang pada orang seusia dan dewasa muda etnis yang smaa, yang

dinyatakan dalam score standar deviasi (Z-score atau T-score).

Page 19: Referat Osteoporosis

19

T-score hanya digunakan untuk wanita post atau permenopuase dan laki-laki

daiatas 50 tahun, sedangkan Z-score digunakan pada wanita premenopause dan

laki-laki dibawah 50 tahun.

Ada empat kategori diagnosis massa tulang (densitas tulang) berdasarkan T-score

adalah sebagai berikut:

1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1

standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah

rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama dengan

1 SD).

2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral

tulang lebih dari 1 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak

lebih dari 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10-25% di

bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).

3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5

standar deviasi di bawah nilai rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-

rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).

4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari

2,5 standar deviasi di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-

rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang

Page 20: Referat Osteoporosis

20

osteoporosis (T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah

tulang osteoporosis).

KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

C. DIAGNOSIS BANDING

Beberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya penurunan densitas massa tulang

dan patah tulang. Oleh karena itu, bila terdapat penderita dengan penurunan densitas

massa tulang dan atau patah tulang harus dicari penyakit yang mendasarinya. Beberapa

penyakit yang menyebabkan penurunan densitas massa tulang dapat dijadikan diagnosis

banding. Anamnesis dan pemeriksaan fisik berdasarkan gejala klinik masih sangat

dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis osteoporosis, termasuk penyakit yang

mendasari terjadinya osteoporosis (osteoporosis sekunder). Pemeriksaan penunjang,

seperti laboratorium sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding

penyakit/kondisi penyebab sekunder osteoporosis. Adapun beberapa penyakit atau

kondisi kronis yang sering menyebabkan osteoporosis adalah sebagai berikut:

1. Sindroma Cushing atau disebut dengan hiperkortisolism.

Sindroma cushing adalah suatu keadaan gangguan hormonal yang disebabkan kadar

hormon kortisol yang tinggi dalam jaringan tubuh untuk waktu yang lama. Dari

anamnesis, pada sindroma cushing didapatkan riwayat pemakaian glukokortikoid atau

steroid dalam jangka waktu lama, seperti pada penderita asma, reumatoid arthitis,

lupus dan penyakit inflamasi lain. Dari pemeriksaan didapatkan obesitas, muka bulat

(moon’s face), peningkatan lemak pada lingkar leher, striae pink pada abdomen, paha,

panggul, lengan dan dada. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis

adalah pemeriksaan kadar free cortisol urine 24 jam (sindroma cushing bila kadar

kortisol > 50- midnight plasma cortisol dan late-night

Page 21: Referat Osteoporosis

21

salivary cortisol (sindroma cushing bila kadar kortisol plasma > 50 nmol/L),

dexamethasone suppression test, dan pemeriksaan serum ACTH.

2. Multiple myeloma

Multiple myeloma (MM) ditandai oleh lesi litik tulang, penimbunan sel plasma dalam

sumsum tulang, dan adanya protein monoklonal dalam serum dan urine. MM harus

difikirkan pada pasien diatas 40 tahun dengan anemia yang sulit diketahui

penyebabnya, disfungsi ginjal atau adanya lesi tulang (hanya < 2% pasien berusia <

40 tahun). Pasien MM biasanya datang dengan gejala anemia, nyeri tulang, fraktur

patologik, tendensi perdarahan, dan atau neuropati perifer. Kelainan ini akibat dari

tekanan massa tumor atau sekresi protein atau sitokin oleh sel tumor, atau sel-sel dari

produk tumor. Diagnostik MM ditegakkan mulai dari trias klasik (sel plasma,

biasanya > 10% + M protein + lesi litik). Pemeriksaan laboratorium untuk

menegakkan diagnosis MM adalah albumin-globulin, elektroforesis protein serum,

protein Bence-Jones urine, hiperkalsemia, peningkatan ureum-kreatinin dan sel

plasma abnormal tampak dalam film darah pada 15% pasien.

3. Hiperparatiroid

Hiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk : primer dan sekunder. Bentuk primer

adalah karena fungsi yang berlebihan dari kelenjar paratiroid, biasanya adalah

adenoma. Hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon

paratiroid tinggi, serum kalsium tinggi, dan serum ion kalsium tinggi.

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan

karena rangsangan produksi yang tidak normal. Hiperparatiroidisme sekunder adalah

hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi

penurunan kadar kalsium serum. Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme

adalah asimtomatik. Manifestasinya terutama pada ginjal dan tulang. Kelainan pada

ginjal terutama nefrolitiasis yang rekuren, obstruksi traktus urinarius, infeksi, gagal

fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi

fosfat. Pemeriksaan laboratorium : peningkatan kadar serum hormon paratiroid,

Page 22: Referat Osteoporosis

22

serum kalsium tinggi, fosfat rendah, fosfatase alkal tinggi, kalsium dan fosfat urin

tinggi, 25 hidroksivitamin D rendah, test fungsi ginjal. Pada rontgen : tulang menjadi

tipis, ada dekalsifikasi, cystic-cystic dalam tulang.

Page 23: Referat Osteoporosis

23

BAB IV

PENATALAKSANAAN

NON FARMAKOLOGI

EDUKASI DAN PENCEGAHAN

Osteoporosis dapat menyerang siapa saja, termasuk individu-individu yang yang

sangat hati-hati dengan gaya hidupnya, mereka makan dengan benar, berolahraga secara

teratur, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau hanya dengan jumlah yang

sedikit dan tidak memiliki penyakit, kondisi atau menggunakan obat yang mungkin

merupakan predisposisi osteoporosis. Pasien osteoporosis yang gaya hidup mereka tidak

menentu harus konseling tentang semua kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari

agar memungkinkan untuk memperlambat perkembangan keropos tulang.

Pasien dengan patah tulang belakang sangat membutuhkan petunjuk khusus

mengenai perubahan dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti belajar membungkuk,

mengangkat dan sebagainya sehingga tidak menambah stres dan ketegangan pada tulang

belakang. Saran serupa juga harus diberikan kepada mereka dengan massa tulang yang

sangat rendah tetapi belum retak.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam edukasi dan pencegahan, sebagai berikut:

1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk memelihara

kekuatan, kelenturan dan keseimbangan sistem neuromuskular serta kebugaran, sehingga

dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan yang dapat dilakukan meliputi berjalan

30-60 menit per hari, bersepeda maupun berenang.

2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun

suplementasi.

3. Hindari merokok dan minum alkohol.

4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testesteron pada laki-laki dan

menopause awal pada perempuan.

5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan osteoporosis.

6. Hindari mengangkat barang yang berat pada penderita yang sudah pasti osteoporosis.

Page 24: Referat Osteoporosis

24

7. Hindari berbagai hal yang dapat membuat penderita terjatuh, seperti lantai licin, obat-

obat sedatif atau obat anti hipertensi yang dapat menimbulkan hipotensi orthostatik.

8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang yang kurang terpajan sinar matahari

atau penderita dengan fotosensitifitas, misal nya SLE (Systemic Lupus Erythematosus).

Bila di duga ada defisiensi vitamin D, maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila

kadar 25(OH)D serum menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800

IU/hari pada orang tua harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal, suplementasi

12,5(OH)2D harus dipertimbangkan..

9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan natrium

sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium di tubulus ginjal. Bila ekskresi

kalsium > 300 mg/hari, berikan diuretik tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).

10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka panjang,

usahakan pemberian glokokortikoid pada dosis serendah mungkin dan sesingkat

mungkin.

11. Pada penderita artritis reumatoid dan artritis inflamasi lainnya, sangat pentin

mengatasi aktifitas penyakitnya, karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan

densitas massa tulang lang akibat artritis inflamasi yang aktif.

LATIHAN DAN REHABILITASI

Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita osteoporosis karena

dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas dan kuat ototototnya sehingga

tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan mencegah perburukan osteoporosis karena

terdapat rangsangan biofisikoelektrokimikal yang akan meningkatkan remodelling tulang.

Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah

pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah osteoporosis, maka

latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudia ditingkatkan secara bertahap sehingga

mencapai latihan dengan pembenan yang adekuat.

FARMAKOLOGI

Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan

atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya

bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat anti resorpsi misalnya: estrogen, kalsitonin,

Page 25: Referat Osteoporosis

25

bisfosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek anti resorpsi maupun

stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses

pembentukan tulang oleh sel osteoblast.

BISFOSFONAT

Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Bisfosfonat

merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain

oleh atom karbon. Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas

dengan cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan

cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas.

Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya

sangat buruk (kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat

bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai

minuman lain kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong.

Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit, dan

selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20-50%

bisfosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12-24 jam.

Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas, bisfosfonat akan tetap

berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tetapi tidak aktif

lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di

dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-

hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal. Efek samping bisfosfonat adalah refluks

esofagitis, osteonekrosis jaw, hipokalsemia dan atrial fibrilasi. Oleh sebab itu, penderita

yang memperoleh bisfosfonat harus diperhatikan asupan kalsiumnya.

Page 26: Referat Osteoporosis

26

Gambar 5. Generasi bisfosfonat

Jenis bisfosfonat yang dapat digunakan untuk terapi osteoporosis:

1. Risedronat, merupakan aminobisfosfonat generasi ketiga yang sangat poten. Untuk

mengatasi penyakit paget diperlukan dosis 30 mg/hari selama 2 bulan, sedangkan untuk

osteoporosis diperlukan dosis 35 mg/minggu atau 5 mg/hari secara kontinyu atau 75 mg 2

hari berturut-turut sebulan sekali atau 150 mg sebulan sekali. Kontra indikasi pemberian

risedronat adalah hipokalsemia, ibu hamil, menyusui dan gangguan ginjal (creatinine

clearance < 30 ml/menit).

2. Alendronat, merupakan aminobisfosfonat yang poten. Untuk terapi osteoporosis dapat

diberikan dosis 10 mg/hari setiap hari secara kontinyu, karena tidak mengganggu

mineralisasi tulang. Saat ini dikembangkan dosis 70 mg seminggu sekali. Untuk

pencegahan osteoporosis pada wanita pasca menopause dan osteoporosis induce

glukkortikoid diberikan dosis 5 mg/dl. Untuk penyakit paget diberikan dosis 40 mg/hari

selama 6 bulan. Alendronat tidak direkomendasikan pada penderita gangguan ginjal

(creatinine clearance < 35 ml/menit).

3. Ibandronat, juga merupakan bisfosfonat generasi ketiga. Pemberian peroral untuk terapi

osteoporosis dapat diberikan 2,5 mg/hari atau 150 mg sebulan sekali. Ibandronat juga

dapat diberikan intravena dengan dosis 3 mg, 3 bulan sekali. Kontra indikasi pemberian

ibandronat adalah hipokalsemia.

Page 27: Referat Osteoporosis

27

4. Zoledronat, bisfosfonst terkuat yang ada saat ini. Sediaan yang ada adalah sediaan

intravena yang harus diberikan per drip selama 15 menit untuk dosis 5 mg. Untuk

pengobatan osteoporosis cukup diberikan 5 mg setahun sekali, sedangkan untuk

pengobatan hiperkalsemia akibat keganasan dapat diberikan 4 mg per drip setiap 3-4

minggu sekali tergantung responnya. Kontra indikasi pemberian zoledronat adalah

hipokalsemia, ibu hamil dan menyusui.

RALOKSIFEN

Raloksifen golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di

tulang dan lipid, tetapi tidak menyebabkan perangsangan terhadap endometrium dan

payudara. Golongan Raloksifen yang disebut juga selective estrogen receptor modulators

(SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor estrogen-sehingga tidak menyebabkan

perdarahan dan kejadian keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap

tulang diduga melibatkan TGF3 yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi

menghambat diferensiasi sel osteoklas.

Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari.

Pemberian raloksifen peroral akan diabsorpsi dengan baik dan akan di metabolisme di

hati. Raloksifen dapat menyebabkan kecacatan janin, sehingga tidak boleh diberikan pada

wanita hamil atau berencana untuk hamil. Efek samping raloksifen dapat meningkatkan

kejadian deep venous thrombosis (DVT), rasa panas dan kram pada kaki.

ESTROGEN

Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun

sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan

pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat

baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen

meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat badan,

tromboemboli, dan pada pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker

payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah : kanker payudara, kanker

endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi,

penyakit tromboemboli, karsinoma ovarium, dan penyakit hati yang berat. Di beberapa

Page 28: Referat Osteoporosis

28

negara, saat ini TSH hanya direkomendasikan untuk gejala klimakterium dengan dosis

sekecilnya dan waktu sesingkatnya. TSH tidak direkomendasikan lagi sebagai terapi

pilihan pertama untuk osteoporosis.

KALSITONIN

Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan penyakit-

penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan untuk pemberian

intra nasal adalah 200 IU pre hari. Kadar puncak dalam plasma akan tercapai dalam

waktu 20-30 menit dan akan dimetabolisme dengan cepat di ginjal. Efek samping

kalsitonin berupa kemerahan dan nyeri pada tempat injeksi serta rhinorrhea (dengan

kalsitonin nasal spray).

STRONTIUM RANELAT

Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu meningkatkan kerja

osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis strontium ranelat adalah 2 mg/hari

yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam

sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Efek sampingstrontium ranelat adalah

dispepsia dan diare. Strontium ranelate harus diberikan secara hati-hati pada pasien

dengan riwayat tromboemboli vena.

VITAMIN D

Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih dari 90%

vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit oleh paparan sinar

ultraviolet. Vitamin D dapat berupa alfacalcidol (25 OH vitamin D3) dan calcitriol (1,25

(OH)2 Vitamin D3), kedua dapat digunakan untuk pengobatan osteoporosis.8 Kadar

vitamin D dalam darah diukur dengan cara mengukur kadar 25 OH vitamin D3. Pada

penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg kalsium peroral selama

18 bulan ternyata mampu menurunkan fraktur non spinal sampai 50% (Dawson-Hughes,

1997). Pada pemberian vitamin D dosis tinggi (50.000 IU) dapat berkembang menjadi

hiperkalsiuria dan hiperkalsemia.

KALSITRIOL

Page 29: Referat Osteoporosis

29

Saat ini kalsitriol tidak diindikasikan sebagai pilihan pertama pengobatan osteoporosis

pasca menopause. Kalsitriol diindikasikan bila terdapat hipokalsemia yang tidak

menunjukkan perbaikan dengan pemberian kalsium peroral. Kalsitriol juga diindikasikan

untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, baik akibat hipokalsemia maupun gagal

ginjal terminal. Dosis kalsitriol untuk pengobatan osteoporosis adalah 0,25g, 1-2 kali

per hari.

KALSIUM

Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur pada

penderita osteoporosis. Preparat kalsium terbaik adalah kalsium karbonat, karena

mengandung kalsium elemental 400 mg/gram, disusul kalsium fosfat yang mengandung

kalsium elemental 230 mg/gram, kalsium sitrat yang mengandung kalsium elemental 211

mg/gram, kalsium laktat yang mengandung kalsium elemental 130 mg/gram dan kalsium

glukonat yang mengandung kalsium elemental 90 mg/gram. Pemberian kalsium dapat

meningkatkan risiko hiperkalsiuria dan batu ginjal.

Gambar 6. Asupan kalsium

FITOESTROGEN

Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenik. Ada banyak senyawa

fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavin dan lignans. Isoflavonyang berefek

estrogenik antara lain genistein, daidzein dan glikosidanya yang banyak ditemukan pada

golongan kacang-kacangan (Leguminosae) seperti soy bean dan red clover. Fitoestrogen

terdapat banyak dalam kacang kedelai, daun semanggi. Sampai saat ini belum ada uji

klinis bahwa fitoestrogen dapat mencegah maupun mengobati osteoporosis (Alekel,

Page 30: Referat Osteoporosis

30

2000; Potter 1998).22 Dosis efektif isoflavon 20-60 mg/hari, dengan lama terapi 6 sampai

24 bulan. Seperti obat osteoporosis yang lain dianjurkan pemberiannya bersama kalsium

dan vitamin D.

HORMON PARATIROID

Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat menyebabkan peningkatan

jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi peningkatan massa tulang dan perbaikan

mikroarsitektur tulang. Teriparatide terbukti menurunkan risiko fraktur vertebra dan non

vertebra. Dosis yang direkomendasikan adalah 20g/hari subkutan selama 18-24 bulan.

Kontra indikasi teriparatide adalah hiperkalsemia, penyakit tulang metabolik selain

osteoporosis primer, misalnya hiperparatiroid dan penyakit paget, peningkatan alkali

fosfatase yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mendapat terapi radiasi.

PEMBEDAHAN

Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur terutama fraktur

panggul. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita

osteoporosis adalah:

1. Penderita osteoporosis usia lanjut denga fraktur, bila diperlukan tindakan bedah,

sebaiknya segera dilakukan. Sehingga dapat menghindari imobilisasi lama dan

komplikasi fraktur yang lebih lanjut.

2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil shingga mobilisasi

penderita dapat dilakukan sehdini mungkin.

3. Asupan kalsium harus tetap diperhatikan pada penderita yang menjalani tindakan

bedah, sehingg a mineralisasi kalus menjadi sempurna.

4. Walalupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa osteoporosis

dengan bisfosfonat atau raloksifen atau terapi pengganti hormonal, maupun

kalsitonin tetapi harus diberikan.

Pada fraktur korpus vertebra, dapat dilakukan vertebroplasti atau kifoplasti. Verteboplasti

adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam korpus vertebra yang mengalami

fraktur, sedangkan kifoplasti adalah tindakan penyuntikan semen tulang ke dalam balon

yang sebelumnya sudah dikembangkan di dalam korpus vertebra yang kolaps akibat

fraktur.

Page 31: Referat Osteoporosis

31

BAB IV

RINGKASAN

Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang sistemik yang ditandai oleh

menurunnya densitas massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai

dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang

mudah patah. Berdasarkan kriteria WHO, osteoporosis adalah nilai BMD berada pada 2,5

standart deviasi (SD) atau di bawah nilai rata-rata dewasa muda yang sehat (T score < -2,5 SD).

Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan

osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer dibagi 2, yaitu osteoporosis tipe I (osteoporosis

pasca menopause) dan osteoporosis tipe II (osteoporosis senilis).

Sel yang bertanggung jawab untuk formasi tulang disebut osteoblas, sedangkan osteoklas

bertanggung jawab untuk resorpsi tulang. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone

turnover, yaitu terjadinya proses resorpsi tulang lebih banyak dari pada proses formasi tulang.

Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang sehingga terjadi osteoporosis. Pemeriksaan

densitometri dengan Dual Energy X-ray Absorptiometry merupakan gold standard untuk

diagnosis osteoporosis.

Penatalaksanaan osteoporosis meliputi upaya pencegahan dan pengobatan yang berupa

pendekatan non farmakologi (edukasi dan latihan/rehabilitasi), farmakologi (bisfosfonat,

estrogen dan lain-lain) dan tindakan bedah bila terjadi fraktur. Tujuan pengobatan osteoporosis

untuk meningkatkan kualitas hidup, mencegah terjadinya komplikasi serta menurunkan angka

kesakitan dan kematian.

Page 32: Referat Osteoporosis

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiyohadi B. Osteoporosis. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV,

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta, 2006; 1259-73.

2. WHO. Scientific group the assesssment of osteoporosis at primary healht care level.

Summary Meeting Report, Brussels, Belgium, 5-7 May 2004. WHO, 2007.

3. PEROSI. Panduan diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Pengurus Besar

Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. 2010.

4. Setiyohadi B. Diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah

temu ilmiah reumatologi 2009; 117-24.

5. Rosen C. Chapter 11: The epidemiology and pathogenesis of osteoporosis. In: Arnold A.

editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated January 2011. Available from:

http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid11/ parathyroidframe11.htm

6. Manolagas SC, Kousteni S, Jilka RL. Sex steroids and bone. The Endocrine Society

2002.

7. Fuleihan GE, Baddoura R, Awada H, et al. Lebanese guidelines for osteoporosis

assessment and treatment. Beirut, Lebanon. 2002.

8. Raef H, Al-Bugami M, Balharith S, et al. Updated recommendations for the diagnosis

and management of osteoporosis: a local perspective. Ann Saudi Med [Epub ahead of

print] [cited 2011 Mar 18]. Available from: http://www.

saudiannals.net/preprintarticle.asp?id=7750

9. Ackerman KE, and Meryl S. LeBoff MS. Chapter 13: Osteoporosis: Prevention and

treatment. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated

November 2008. Available from: http://www.endotext.org/parathyroid/

parathyroid13/parathyroidframe13.htm

10. Stevenson JC and Marsh MS. An atlas of osteoporosis. Third Edition. Informa UK Ltd,

2007.

11. Roland Baron R. Chapter 1: Anatomy and ultrasturcture of bone histologenesis, growth

and remodelling. In: Arnold A. editor. Disease of bone and mineral metabolisme.

Updated May 2008. Available from: http://www.endotext.org/

parathyroid/parathyroid1/parathyroidframe1.htm

12. Setiyohadi B. Peran osteoblas pada remodeling tulang. Dalam: Kumpulan makalah temu

ilmiah reumatologi 2010; 32-7.

13. National Osteoporosis Foundation. Clinician’s guide to prevention and treatment of

osteoporosis. Washington, DC: National Osteoporosis Foundation; 2010.

14. Waters KM, Rickard DJ, Gebhart JB, et al. Potential roles of estrogen reseptor-and -

in the regulation of human oteoblast functions and gene expression. The menopause at

the millenium. The Proceding of the 9th International Menopause Society World

Congress on Menopause. 1999 October 17-21; Yokohama, Japan

15. Monroe DG, Secreto FJ, Spelsberg TC. Overview of estrogen action in osteoblasts: Role

of the ligand the receptor and the co-regulators. J Musculoskel Neuron Interact 2003;

3(4):357-62.

16. Bell, Norman H. RANK ligand and the regulation of skletal remodeling. J Clin Invest

2003;(111):1120-22.

Page 33: Referat Osteoporosis

33

17. Hofbauer LC, Khosla S, Dunstan CR, et al. Estrogen stimulate gene expressionand

protein production of osteoprotegerin in human osteoblastic cell. Endocrinology

1999;140 (9) : 4367-8.

18. Jilka L. Cell biology of osteoclast and osteoblast and the hormones and cytokines that

control their development and activity. The 1st Joint Meeting of the International Bone

and Mineral Society and the European Calcified Tissue Society; 2001 June 1-5; Madrid,

Spain.

19. Aubin JE, Bonnelye E. Osteoprotegerin and its ligand a new paradigm for regulation of

osteogenesis and bone resorption. Available from:

http://www.medscape.com/viewarticle/408911.com/content/8/1/201.

20. Manolagas SC. Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and

implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine Reviews

2000;21(2):115-37.

21. Jones DH, Kong YY, Penninger JM. Role of RANKL and RANK in bone loss and

arthritis. Ann Rheum Dis 2002;2:1132-9.

22. Alesci S and Ilias I. Chapter 7: Glucocorticoid-induced osteoporosis. In: Arnold A.

editor. Disease of bone and mineral metabolisme. Updated October 2007. Available

from: http://www.endotext.org/adrenal/adrenal7/adrenalframe7.htm

23. Siki Kawiyana. Interleukin-6 dan RANK-ligand yang tinggi sebagai faktor risiko

terhadap kejadian osteoporosis pada wanita pascamenopause defisiensi estrogen.

Doktoral (Disertasi). Denpasar: Program Doktor Program Studi Ilmu Kedokteran

Program Pascasarjana Universitas Udayana; 2009.

24. Hamijoyo L. Indikasi dan interpretasi test densitrometri tulang. Dalam: Hot topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010: 147-50.

25. Lewiecki EM. Chapter 12: Osteoporosis: clinical evaluation. In: Arnold A. editor.

Disease of bone and mineral metabolisme. Updated November 2010. Available from:

http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid12/parathyroid frame12.htm

26. Syahrir M. Mieloma multipel dan penyakit gamopati lain. Dalam: Buku ajar ilmu

penyakit dalam, Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006; 739-44.

27. Setiyohadi B. Penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah temu ilmiah

reumatologi 2010; 82-9.

28. National Osteoporosis Guideline Group. Osteoporosis clinical guideline for prevention

and treatment. Executive summary. Updated July 2010.

29. Suryana BPP. Strategi dan panduan penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Hot topic’s on rheumatology. Himpunan makalah reumatologi klinik Bandung. 2010: 137-46.

30. Kansra U. Osteoporosis, medical management. Journal Indian Academy of Clinical

Medicine 2002; 3(2): 128-40