REFERAT OBESITAS.doc

43
PENDAHULUAN American Society of Anesthesiology (ASA) mulai gencar dalam memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan sebelum mereka menghadapi pisau bedah atau operasi. Masyarakat dahulu tidak terlalu peduli akan bahaya yang dapat menjadi kesulitan tersendiri untuk anestesi, terkait akan masalah kelebihan berat badan atau obesitas ini. Begitu banyak komplikasi dari obesitas seperti contoh : diabetes tipe dua, obstructive sleep apnea, hipertensi atau penyakit kardiovaskular yang dapat memberikan implikasi signifikan pada pasien yang akan menghadapi operasi dan tindakan anestesi. Hambatan jalan napas akibat obstructive sleep apnea dapat menurunkan aliran udara masuk saat inspirasi bahkan terjadi reduksi pada inhalasi O 2 ketika seseorang diberikan sedasi anestesi. Dokter Martin Nitsun, asisten professor sekolah kedokteran Pritzker universitas Chicago menerangkan bahwa faktor-faktor diatas memang timbul ketika seseorang mengalami kelebihan berat badan (1) . Pada obesitas terjadi perubahan anatomi yang membuat manajemen jalan napas akan berbeda dengan mereka tanpa keadaan obesitas. Tindakan intubasi akan lebih sulit dan dibutuhkan peralatan dan teknik 1 | Alifa Mazaya Ardhie (030.05.017)

description

REFERAT OBESITAS

Transcript of REFERAT OBESITAS.doc

Page 1: REFERAT OBESITAS.doc

PENDAHULUAN

American Society of Anesthesiology (ASA) mulai gencar dalam memberikan

informasi yang jelas kepada masyarakat tentang hal-hal yang menjadi

pertimbangan sebelum mereka menghadapi pisau bedah atau operasi. Masyarakat

dahulu tidak terlalu peduli akan bahaya yang dapat menjadi kesulitan tersendiri

untuk anestesi, terkait akan masalah kelebihan berat badan atau obesitas ini.

Begitu banyak komplikasi dari obesitas seperti contoh : diabetes tipe dua,

obstructive sleep apnea, hipertensi atau penyakit kardiovaskular yang dapat

memberikan implikasi signifikan pada pasien yang akan menghadapi operasi dan

tindakan anestesi. Hambatan jalan napas akibat obstructive sleep apnea dapat

menurunkan aliran udara masuk saat inspirasi bahkan terjadi reduksi pada

inhalasi O2 ketika seseorang diberikan sedasi anestesi. Dokter Martin Nitsun,

asisten professor sekolah kedokteran Pritzker universitas Chicago menerangkan

bahwa faktor-faktor diatas memang timbul ketika seseorang mengalami

kelebihan berat badan(1). Pada obesitas terjadi perubahan anatomi yang membuat

manajemen jalan napas akan berbeda dengan mereka tanpa keadaan obesitas.

Tindakan intubasi akan lebih sulit dan dibutuhkan peralatan dan teknik khusus.

Dokter anestesi harus siap dan antisipatif terhadap kesulitan-kesulitan yang

mungkin terjadi.

Maka sebelum pasien masuk ruang operasi, ASA merekomendasikan

dilakukannya preoperative assesment yang meliputi anamnesis lengkap tentang

riwayat pasien, pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang yang bermakna

pada pasien tersebut. Sehingga pada saat pelaksanaan operasi, dokter anestesi

dapat meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dan menurunkan tingkat

terjadinya komplikasi. Motivasi akan pentingnya mengubah gaya hidup hingga

menurunkan berat badan secara bertahap juga menjadi tugas dokter yang

menangani atau dokter anestesi sehingga diharapkan dengan penurunan berat

badan, komorbiditas dapat ditekan semaksimal mungkin

1 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 2: REFERAT OBESITAS.doc

OBESITAS DAN MASALAH YANG DIHADAPI

Secara spesifik, yang dikatakan obesitas adalah merupakan suatu keadaan

kelebihan jumlah lemak dalam tubuh, sedangkan overweight adalah kelebihan

berat badan bukan hanya dari jumlah lemaknya namun juga termasuk otot, tulang,

dan total air dalam tubuh. Para ahli sepakat bahwa laki-laki dengan jumlah lemak

tubuh lebih dari 25 persen dan wanita lebih dari 30 persen masuk dalam golongan

kelebihan berat badan atau obesitas.(2)

Body Mass Index (BMI) menjadi indikator awal yang membantu professional

untuk mencari tahu perkiraan kelebihan berat badan seseorang yang nantinya

dihubungkan dengan resiko terjangkit suatu penyakit. Pada obesitas, seseorang

mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar secara normal, dalam arti kata

mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan aktivitas atau

olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang

menjadi obesitas. Faktor-faktor tersebut diantaranya(3) :

a. Genetik. Genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian

obesitas. Pada suatu studi didapatkan kesimpulan umum yaitu ketika ibu

biologis mengalami obesitas, maka kira-kira 75 persen anak-anaknya akan

mengalami obesitas. Sedangkan jika ibu biologis memang kurus atau tidak

mengalami obesitas, kira-kira 75 persen anak-anaknya juga berbadan

kurus. Maka mereka yang memang memiliki “bakat” genetik seperti ini

sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit untuk diubah

namun dapat dilakukan manajemen yang baik.

b. Usia. Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan

kemampuan untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama

diolah, diubah menjadi energi dan pada akhirnya walaupun jumlah

makanan yang dikonsumsi sejak orang tersebut usia 20 hingga usia tua

tidak berubah namun sebenarnya ia tidak memerlukan jumlah kalori yang

sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka yang berusia 20-an

mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan aktivitas, pada

2 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 3: REFERAT OBESITAS.doc

mereka yang berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori yang

sama malah bertambah bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh

yang sudah menurun secara alamiah.

c. Gender. Wanita dikatakan mengalami tendensi lebih sering menjadi

overweight dibanding laki-laki. Laki-laki memiliki kemampuan untuk

metabolisme saat istirahat yang berarti energi juga digunakan saat itu.

Sehingga laki-laki membutuhkan jauh lebih banyak kalori untuk menjaga

keseimbangan metabolisme yang menghasilkan energi itu. Pada wanita,

terutama yang sudah mengalami menopause, rasio metabolisme mereka

justru akan menurun, sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan

berat badan setelah menopause.

d. Lingkungan. Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas,

namun pada beberapa kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan.

Yang termasuk faktor lingkungan adalah gaya hidup seperti apa yang

dimakan dan seberapa aktif seseorang.

e. Aktivitas fisik. Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan

kalori untuk dibakar jauh lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan

tubuhnya. Sebagai tambahan, aktivitas fisik rupanya membantu seseorang

dengan obesitas untuk ‘menggunakan’ lemak sebagai sumber energinya.

Sehingga ketika lemak tersebut dibakar, berkurang pula bobot tubuhnya.

Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa mereka yang obesitas memang

mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam urusan konsumsi

kalori atau makanan berlemak.

f. Penyakit. Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian

obesitas. Diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun

sehingga metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang

meningkatkan nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.

3 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 4: REFERAT OBESITAS.doc

g. Psikologis. Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang.

Banyak orang melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah

dengan makan berlebihan. Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak

dari lingkungan sosial juga banyak berpengaruh pada kondisi psikis

seseorang yang berhubungan dengan perubahan pola makan. Binge eating

adalah sebagai contoh dimana orang tersebut makan berlebihan tanpa ia

sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan serius karena

masalah ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor

psikis menyerah dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan

masalah ini.

h. Obat-obatan. Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki

efek samping penambahan berat badan.

CARA PENGUKURAN

Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Cara yang paling

medekati akurat adalah mengukur orang tersebut dibawah air atau di dalam

chamber atau ruangan dengan isi air sehingga dapat diukur jumlah air yang

terbuang dan air sebelumnya untuk mengukur berat badan pasti. Dapat juga

digunakan alat X-ray untuk tes yang disebut Dual Energy X-ray Absorptiometry

(DEXA) namun di Indonesia sendiri belum dilakukan karena membutuhkan alat,

tenaga dan tempat khusus.(2)

Secara sederhana, metode untuk estimasi jumlah lemak atau body fat adalah

dengan mengukur ketebalan lapisan lemak yang berada dibawah lapisan kulit

pada beberapa bagian tubuh. Karena dalam mengukur body fat dan berat badan

pasti seseorang itu sulit, maka selama beberapa dekade, para ahli hanya

bergantung pada tabel berat badan dan tinggi yang merupakan ukuran rata-rata

pada semua orang. Yang menjadi kendala selain tabel ini tidak menggunakan

ukuran pasti adalah dikeluarkannya berbagai macam versi dengan rentang berat

badan dan tinggi yang juga berbeda-beda. Maka BMI saat ini masih menjadi

4 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 5: REFERAT OBESITAS.doc

patokan universal untuk mengetahui status gizi seseorang (normal, obesitas, atau

overweight).

Body Mass Index (BMI) sangat sederhana dan digunakan untuk estimasi massa

lemak pada seseorang. Pada abad ke-19, seorang ahli statistik dan antropometris

Adolphe Quetelet mengembangkan pengukuran dengan cara ini. BMI merupakan

refleksi dari persentase body fat mayoritas orang dewasa pada populasi besar dan

universal. Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika digunakan pada

pengukuran ibu hamil atau orang dengan body builder yang massa atau bobot

tubuhnya terpengaruh dari komposisi ‘tambahan’. (4)

BMI = [berat badan (kg)] / [tinggi (dalam meter)]2

BMI Classification

Less than 18.5 underweight

18.5–24.9 normal weight

25.0–29.9 is overweight

30.0–34.9 is class I obesity

35.0–39.9 class II obesity

Over 40.0   class III obesity  

Tabel 1 : BMI menurut WHO (1997) (4)

Beberapa modifikasi (WHO) (4) :

- BMI 35.0 atau lebih dengan adanya satu atau lebih kormobiditas

dimasukkan kedalam kelas III BMI.

5 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 6: REFERAT OBESITAS.doc

- Untuk orang Asia, ukuran overweight adalah antara 23 dan 29.9, obesitas

adalah BMI > 30.

Literatur ilmu bedah membagi kelas III obesitas menjadi beberapa kategori4 :

- BMI > 40.0 dimasukan kedalam kategori obesitas berat (severe)

- BMI 40.0 – 49.9 dimasukkan kedalam kategori obesitas morbid

- BMI > 50.0 dimasukkan kedalam kategori super obesitas.

MASALAH YANG DIHADAPI

Kelebihan berat badan dihubungkan dengan timbulnya berbagai macam

penyakit atau masalah, bisa berupa penyakit kardiovaskular dan respiratori

(obstructive sleep apnea), diabetes mellitus tipe dua, dislipidemia, stroke,

penyakit kandung empedu, berbagai macam jenis kanker, sampai masalah tulang

yaitu osteoartritis. Obesitas akan menurunkan ekspektansi hidup.(5)

PENANGANAN SECARA UMUM

Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi

medis umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan ini

termasuk diantaranya kombinasi diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku

dan kadang juga dibutuhkan obat penurun berat badan (weight-loss drugs). Dalam

keadaan sangat parah kadang dibutuhkan bedah bariatric. Yang perlu diingat

bahwa penanganan obesitas membutuhkan waktu hampir seumur hidup. Adanya

motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu

keberhasilan terapi.(6,7)

1. Diet. Program diet dapat menurunkan berat badan secara cepat, namun

untuk mempertahankan berat badan ideal yang sudah dicapai sangat sulit.

Rata-rata penurunan berat badan kurang lebih tiga kilogram atau tiga

persen dari jumlah total massa tubuh dalam sebulan sudah cukup baik.

Empat kategori dalam program diet diantaranya : rendah lemak (low-

6 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 7: REFERAT OBESITAS.doc

fat),rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah kalori (low-calorie)

dan very low-calorie.

a. Rendah lemak. Mengurangi presentase jumlah lemak yang dikonsumsi

normalnya dapat mengurangi hingga 3.2 kg berat badan per bulannya.

b. Rendah karbohidrat. Atkins dan Protein Power merupakan diet tinggi

lemak dan protein namun rendah karbohidrat. Diet jenis ini sangat

populer di masyarakat namun tidak menjadi rekomendasi American

Heart Association.

c. Rendah kalori. Diet rendah kalori akan menghasilkan defisit kalori dari

sebelumnya sekitar 500 – 1000 kalori. Artinya, dengan mengubah

asupan sehari-hari menjadi dominan protein dan limitasi karbohidrat

juga lemak, tubuh akan mengalami kelaparan dan imbasnya akan

terjadi penurunan berat badan sekitar 1.5 - 2.5 kilogram. Diet jenis ini

juga tidak menjadi rekomendasi mengingat efek sampingnya yaitu

kehilangan massa otot, peningkatan resiko penyakit Gout dan

ketidakseimbangan elektrolit. Kalaupun diet ini mau dilakukan, harus

ada pengawasan secara ketat dari dokter.(6)

2. Latihan atau olahraga. Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan

glikogen dalam tubuh. Besarnya otot dipengaruhi dari aktivitas yang

dilakukan, seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan aktivitas itu pula yang

dapat menurunkan lemak dalam tubuh. Dengan latihan yang benar dan

rutin, lemak akan digunakan sebagai energi. Dari suatu meta-analisa yang

dilakukan oleh Cochrane Collaboration, didapatkan dalam 43 kontrol yang

diambil secara random, dengan latihan saja sudah dapat menurunkan berat

badan. Jika dikombinasikan dengan diet, maka akan didaptkan penurunan

berat badan 1 kilogram. Dalam waktu 20 minggu dengan latihan setara

dengan militer tanpa diet, seorang obese akan kehilangan 12.5 kilogram

beban tubuhnya.(6)

7 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 8: REFERAT OBESITAS.doc

3. Medikamentosa. Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat

yang digunakan sebagai terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat

ananoreksia yang sifatnya menekan nafsu makan dan bekerja pada satu

atau lebih neurotransmitter yang berperan mengatur hal ini. Secara spesifik

kerja obat ini adalah meningkatkan sekresi neurotransmitter yaitu

dopamin, norepinefrin, serotonin, dan menghambat ambilan atau

kombinasi dari mekanisme neurotransmitter ini. Orlistat digunakan untuk

mengurangi absorpsi lemak intestinal dengan menghambat enzim lipase

pankreas, sedangkan sibutramine bekerja langsung pada otak dengan

menghambat deaktivasi dari neurotransmitter yang telah disebutkan

sebelumnya sehingga terjadi penurunan nafsu makan.Rimonabant, jenis

obat ketiga, bekerja melalui blokade sistem endokanabinoid, namun jenis

obat ini belum mendapatkan kesepakatan universal dalam penggunaannya.

Dalam jangka waktu yang lama, penggunaan orlistat akan menurunkan

berat badan sekitar 2.9 kg, sibutramine 4.2 kg dan rimonabant 4.7 kg.

Orlistat dan rimonabant juga mengurangi insidensi diabetes karena efek

penurunan kolesterol. Metformin, obat diabetes, dapat memberikan efek

penurunan berat badan yang ringan dan juga menurunkan resiko

kardiovaskular.(6)

4. Pembedahan. Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan

dalam terapi obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien

dengan obesitas berat / severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet,

latihan ataupun obat-obatan. Yang dilakukan adalah dengan mengurangi

volume dari gaster, meningkatkan kepuasan dalam nafsu makan, dapat

juga dilakukan pemendekan usus (gastric bypass) sehingga terjadi

penurunan absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti ini

berhubungan dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka

panjang dan penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko

penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan kanker menurun seara

signifikan.(6)

8 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 9: REFERAT OBESITAS.doc

5. Terapi kebiasaan.Terapi ini termasuk diantaranya dengan mengubah pola

makan (makan dengan porsi kecil namun sering), mengurangi konsumsi

lemak dan kalori, meningkatkan aktivitas fisik dan bergabung dengan

kelompok yang bertujuan sama dalam mendukung satu sama lain dan

diskusi hal-hal yang dapat membantu mereka mencapai target penurunan

berat badan. (6)

Protokol klinis dalam tatalaksana obesitas menurut American College of

Physicians (6) :

1. Pasien obesitas dengan BMI > 30 disarankan untuk melakukan diet,

latihan dan terapi kebiasaan, juga membuat rencana realistik untuk

mencapai target penurunan berat badan yang ideal.

2. Jika target ini tidak tercapai, dapat dilakukan terapi dengan obat-obatan.

Pasien harus dijelaskan efek samping dari obat-obatan sehingga mereka

turut menjaga keamanan dan efektivitas dari terapi yang sedang dilakukan.

3. Obat-obat yang dapat digunakan diantaranya : sibutramine, orlistat,

phentermine, diethylpropion, fluoxetine, bupropion. Dalam kasus obesitas

parah, dapat digunakan amfetamin atau methamphetamine.

4. Pasien obesitas dengan BMI > 40 yang gagal dalam terapi yang sudah

disebutkan diatas, dengan atau tanpa terapi medikamentosa, dapat

disarankan untuk dilakukan pembedahan bariatrik. Pasien juga harus

mendapat penjelasan tentang komplikasi yang dapat timbul sesudahnya.

5. Sebelum dilakukan pembedahan bariatrik, pasien harus dikonsulkan ke

pusat pembedahan dengan dokter bedah yang dapat melakukan prosedur

ini dengan komplikasi yang lebih sedikit.

9 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 10: REFERAT OBESITAS.doc

ANASTESI PADA PASIEN OBESITAS

Dalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak menjadi

bahasan khusus. Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas rupanya

memiliki kendala yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang pasien

obesitas kedalam ruang operasi, dokter anestesi sudah memikirkan kemungkinan-

kemungkinan yang akan dihadapi sebelum, selama dan sesudah tindakan anestesi.

Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi, prevensi tromboemboli, prevensi

komplikasi pasca operasi seperti atelektasis, penggunaan obat anestesi seperti

analgesi yang dapat diberikan atau obat-obat yang harus dihindari pemberiannya,

maajemen pasien dengan obstructive sleep apnea, kriteria pemindahan ke ICU

dan penanganan mekanisme ventilasi yang harus dilakukan, juga terapi cairan,

eletrolit dan nutrisi. (7)

Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem

kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil

dengan atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami

obesitas.

SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA OBESITAS

Gangguan pada sistem kardiovaskular meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pasien obesitas. Manifestasinya berupa penyakit iskemia, hipertensi

sampai gagal jantung. Scottish Health Survey baru-baru ini menemukan

prevalensi gangguan pada sistem kardiovaskular 37 persen terjadi pada mereka

dengan BMI > 30, 21 persen pada BMI 25 – 30 dan 10 persen pada BMI < 25.

Semua pasien obesitas yang akan dilakukan anestesi harus diinvestigasi lebih jauh

pada premedikasi akan adanya komplikasi kardiovaskular. Bahkan sudah

seharusnya mereka dirujuk ke ahli jantung untuk monitor kesulitan yang mungkin

berpengaruh pada tindakan anestesi yang akan dilakukan.(8)

Manifestasi gangguan sistem kardiovaskular : (8,9,10)

10 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 11: REFERAT OBESITAS.doc

Hipertensi. Hipertensi ringan – sedang terlihat pada 50 – 60 persen pasien

obesitas dan hipertensi berat pada 5 – 10 persen pasien. Terdapat

peningkatan tekanan sistolik sebesar 3 – 4 mmHg dan diastolik 2 mmHg

tiap kenaikan berat badan 10 kg. Adanya cairan pada ekstraseluler akan

berakibat terjadinya hipervolemia dan peningkatan cardiac output.

Meskipun mekanisme pasti terjadinya hipertensi pada pasien obesitas

masih belum diketahui, diduga ada pengaruh faktor genetik, hormonal,

renal dan hemodinamik yang berperan disini. Hiperinsulinemia sebagai

karakteristik pada obesitas juga memberikan kontribusi dengan

mengaktifkan sistem saraf simpatik yang menyebabkan retensi sodium.

Sebagai tambahan, resistansi insulin bertanggung jawab terhadap aktivitas

norepinefrin dan angiotensin II.

Iskemia jantung. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit

iskemia jantung, terutama pada mereka dengan pusat distribusi lemak pada

bagian sentral. Faktor lain seperti hipertensi, diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia dan rendahnya HDL (High Density Lipoprotein)

menambah beratnya resiko penyakit ini. Hal yang menarik, 40 persen

pasien obesitas dengan angina tidak memperlihatkan adanya penyakit

jantung koroner, namun angina itu sendiri merupakan gejala langsung dari

obesitas.

Volume darah. Total volume darah pada pasien obesitas bertambah akan

tetapi bila dibandingkan dengan pasien non-obese, pertambahannya lebih

rendah karena dominasi darah tersebut terdistibusi ke organ-organ penuh

lemak. Aliran darah dari limpa juga bertambah sekitar 20 persen

sedangkan aliran darah dari otak dan ren normal atau tidak bertambah.

Aritmia jantung. Ada berbagai macam faktor presipitasi yang

menyebabkan aritmia pada pasien obesitas, diantaranya : hipoksia,

hiperkapnia, ketidakseimbangan elektrolit akibat terapi dengan diuretik,

penyakit jantung koroner, bertambahnya konsentrasi katekolamin dalam

11 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 12: REFERAT OBESITAS.doc

sirkulasi, obstructive sleep apnea, hipertrofi miokard dan penumpukan

lemak dalam sistem konduksi.

Fungsi jantung. Pada pasien obesitas, terjadi disfungsi dari jantung yang

dipercayai merupakan elanjutan dari penumpukan lemak dalam sistem

konduksi. Dalam suatu studi pada otopsi, ditemukan adanya penumpukan

lemak pada epikardium yang tidak disertai penumpukan lemak pada

miokardium, tampaknya keadaan ini mempengaruhi ventrikel kanan

jantung yang pada akhirnya menyebabkan abnormalitas konduksi dan

aritmia. Ada hubungan sejajar antara bertambahnya berat jantung dengan

kenaikan berat badan seseorang. Yang dikatakan penambahan berat

jantung merupakan konsekuensi dari dilatasi dan hipertrofi eksentrik dari

ventrikel kiri yang mempengaruhi ventrikel kanan pula.

Kardiomiopati. Obesitas berhubungan dengan kejadian bertambahnya

volume darah dan cardiac output akibat kenaikan bobot lemak 20 – 30 ml

per kg. Dilatasi ventrikel dan bertambahnya volume sekuncup

menyebabkan peningkatan cardiac output. Dilatasi ventrikel terjadi akibat

bertambahnya stress pada dinding ventrikel kiri yang menyebabkan

hipertrofi. Adanya hipertrofi eksentrik dari ventrikel kiri ini akan

menurunkan compliance dan fungsi diastolik ventrikel kiri. Pada keadaan

ini akan terjadi gangguan pengisian ventrikel, elevasi dari LVEDP dan

udem paru. Kapasitas dilatasi untuk ventrikel memilik batasan, sehingga

jika terjadi penebalan dinding ventrikel kiri maka terjadi kegagalan

ventrikel untuk diastolik atau sistolik yang juga berpengaruh pada ritme

jantung.

Gejala klinis (8,9,10)

Pada penderita obesitas, kadang tidak ditemukan gejala akibat

gangguan kardiovaskular, hal ini bisa dikarenakan mereka mengurangi

gerakan atau aktivitas fisik sehingga tertutupi semua gejala yang dapat

timbul. Seperti misalnya, gejala angina atau dispnoe mungkin hanya

12 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 13: REFERAT OBESITAS.doc

terjadi sesekali ketika mereka bergerak lebih aktif dari biasanya. Banyak

dari penderita obesitas sengaja tidur dengan posisi duduk sehingga

menyangkal adanya orthopneu atau dispnoe paroksismal nokturnal. Tapi

penderita obesitas dapat kita minta untuk berjalan di dalam ruangan maka

akan terlihat berkurangnya pergerakan atau ketika diminta untuk tidur

dengan posisi supinasi maka akan timbul orthopneu bahkan bisa berujung

pada henti jantung. Penderita obesitas harus diperiksa lebih mendetail akan

adanya gangguan jantung, hipertensi, atau gagal jantung. Tanda gagal

jantung juga dapat dilihat dari kenaikan tekanan vena jugular, penambahan

bunyi jantung, gangguan pada paru, hepatomegali atau ditemukan udem

perifer.

Pemeriksaan

Untuk mengetahui kelainan yg terjadi pada jantung, dapat dilakukan

pemeriksaan preoperatif dengan EKG (elektrogardiogram) atau

Echocardiograph. Adanya deviasi axis, atau aritmia dapat terlihat pada

kedua gambaran tersebut. Foto thoraks dapat memberikan gambaran

kardiomegali yang jelas namun kadang tampak normal. Echocardiograph

mungkin sulit dilakukan namun memberikan informasi yang berguna bagi

kita. Konsul kepada ahli jantung dilakukan sebagai tindak awal dan

optimalisasi keadaan pasien preoperatif. (9,10)

Implikasi anestesi

Pada keadaan dimana terjadi gangguan napas, masalah pada ventrikel

mungkin tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan secara

klinis. Namun adanya penambahan berat badan secara cepat yang

ditemukan pada premedikasi dapat mengindikasikan adanya kegagalan

jantung walaupun orang tersebut memang sudah memiliki bobot yang

berat. Durante operasi, kegagalan ventrikel untuk memenuhi kebutuhan

(disfungsi dari diastolik ventrikel) dapat terjadi karena berbagai macam

alasan, seperti pengaruh dari agen anestesi yang sebelumnya diberikan

13 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 14: REFERAT OBESITAS.doc

atau hipertensi pulmonal yang dipresipitasi keadaan hipoksia atau

hiperkapnia. Maka seorang dokter anestesi harus bersikap preventif

terhadap hal tersebut dengan mempersiapkan inotropik dan vasodilator

untuk mengembalikan keadaan menjadi normal kembali.(9)

Ketika induksi anestesi atau intubasi dilakukan pada penderita

obesitas, performa jantung akan mulai menurun. Dalam suatu penelitian,

ditemukan pada penderita obesitas yang menjalani operasi abdomen,

performa jantung menurun 17 -33 persen setelah induksi dan intubasi

dilakukan, keadaan ini menetap pasca operasi dengan index jantung 13 -23

persen menurun dibandingkan preoperatif. Hal ini tidak terjadi pada orang

normal dimana performa jantung setelah diberikan induksi anestesi atau

intubasi sempat menurun namun kembali normal pascaoperasi.(9)

Pengamatan terhadap tekanan arteri, gas darah dan tekanan vena

sentral dapat dilakukan sebagai acuan terhadap keadaan jantung selama

obat anestesi bekerja.

Premedikasi

Opioid dan obat sedatif dapat menyebabkan depresi pernapasan pada

orang obesitas. Rute pemberian obat secara intramuskular dan subkutan

dihindari mengingat absorbsinya yang belum jelas. Semua penderita

obesitas diberikan profilaksis terhadap aspirasi asam walaupun mereka

tidak mengeluhkan adanya refluks atau perasaan dada terbakar

(heartburn). Kombinasi H2-bloker (ranitidin 150mg peroral) dan

prokinetik (metoklopramid 10mg peroral) diberikan 12 jam dan 2 jam

sebelum operasi untuk menurunkan resiko pneumonitis akibat aspirasi.

Beberapa dokter anestesi bahkan mencoba memberikan 30ml dari 0.3 M

sitrat segera sebelum dilakukan induksi sebagai tambahan.(9)

Obat jantung dan steroid tetap diberikan sampai menjelang operasi,

walaupun ada yang merekomendasikan penghentian angiotensin

14 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 15: REFERAT OBESITAS.doc

converting enzyme inhibitors sehari sebelum dilakukan operasi karena

efek hipotensi yang mungkin timbul. Pasien obesitas dengan diabetes

diberikan regimen dextrosa-insulin dalam prosedur singkat mengingat

kebutuhan insulin yang meningkat pascaoperasi.(9)

Karena pasien obesitas seringkali sulit mobilisasi terutama

pascaoperasi dan meningkatkan resiko terjadinya trombosis vena dalam,

maka dapat diberikan heparin dosis rendah secara subkutan dan tetap

dilanjutkan sampai pasien tersebut dapat mobilisasi total. Cara lain :

penggunaan legging atau stoking kompresi.(9)

Pada grup ini juga sering terjadi infeksi luka pascaoperasi. Maka

dapat diberikan antibiotik profilaksis namun pemberiannya juga harus di

diskusikan dengan ahli bedah yang menangani.

Posisi dan pemindahan

Kebanyakan meja operasi dirancang hanya untuk pasien dengan berat

badan mencapai 120 – 140 kg. Berat badan melebihi kapasitas tersebut,

membutuhkan meja operasi dengan rancangan khusus atau menggunakan

dua meja operasi ukuran biasa yang disusun bersebelahan. Pasien

dilakukan anestesi setelah ia nyaman berada di meja operasi tersebut.

Kompresi vena cava inferior harus dihindari dengan cara memposisikan

pasien secara lateral ke kiri dari meja operasi atau meletakan sanggahan

dibawah pasien. Terkadang pasien juga dapat diposisikan secara lateral

decubitus untuk mengurangi jumlah tekanan pada dada. (9)

Pasien dipindahkan dari ruangan ke ruang operasi memakai tempat

tidur yang mereka gunakan. Kadang dibutuhkan banyak tenaga dalam

proses pemindahan tersebut.

Analgesia regional

15 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 16: REFERAT OBESITAS.doc

Penggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan

tidak perlunya dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam.

Pada operasi thorakal dan abdominal, biasanya dipilih anestesi epidural

dengan kombinasi anestesi umum. Hal ini lebih bermanfaat dibandingkan

hanya digunakan anestesi umum, termasuk mengurangi penggunaan

opioid dan obat anestesi inhalasi, komplikasi pulmonal pascaoperasi,

peningkatan efek obat analgesik pascaoperasi, dan manfaat lainnya. (9,10)

Secara teknik, anestesi regional pada pasien obesitas menantang

karena sulitnya menentukan batasan pasti tulang, kulit dan lemak. Blok

saraf perifer lebih mudah dan aman dilakukan dengan bantuan stimulator

saraf dan jarum insulasi. Anestesi spinal dan epidural lebih mudah

dilakukan pada posisi berdiri dan menggunakan jarum yang panjang.

Dengan bantuan ultrasound dapat diidentifikasi ruang epidural dan

menuntun jarum Tuohy dalam posisi yang benar. Ada beberapa dokter

anestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah terpasang sehari

sebelum operasi untuk menghemat waktu esok harinya dan memudahkan

pemberian profilaksis heparin pada pagi hari waktu operasi. Anestesi lokal

yang dibutuhkan pada saat melakukan anestesi spinal atau epidural

diturunkan hingga 80 persen mengingat terdapatnya infiltrasi lemak dan

meningkatnya volume darah yang disebabkan tekanan intraabdomen

menyempitkan ruang epidural. Hal ini perlu diwaspadai karena dapat

menyebabkan blokade yang lebih tinggi atau menyebarnya anestesi lokal

tersebut. Blokade diatas thorakal V akan menyebabkan gangguan respirasi

dan blokade otonom pada sistem kardiovaskular. Dalam keadaan ini,

dibutuhkan penggantian anestesi menjadi anestesi umum dengan peralatan

yang cukup dan bantuan orang lain untuk penanganan adekuat. (9,11)

Analgesia sistemik

Penggunaan analgesia opioid tidak dianjurkan pada pasien obesitas

terutama dengan rute intramuskular. Jika diberlakukan rute intravena,

16 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 17: REFERAT OBESITAS.doc

maka dapat diberlakukan Patient-Controlled Analgesia System (PCAs).

Dengan cara ini, efektivitas analgesia bisa tercapai walaupun pernah

terdapat laporan depresi pernapasan. Harus diamati juga saturasi O2 dan

pulse oximetry.(9)

Analgesia pasca epidural anastesi dengan opioid atau anestesi lokal

memberikan analgesi yang efektif dan aman pada pasien obesitas.

Intravena epidural lebih disukai karena rendahnya efek mengantuk, mual,

depresi napas, bahkan mempercepat motilitas usus dan cepat kembalinya

fungsi pernapasan ke titik normal sehingga mengurangi waktu rawat di

rumah sakit. Namun, penggunaan opioid intravena tidak dianjurkan karena

adanya efek lambat dari analgesia tersebut terhadap fungsi pernapasan,

dengan kata lain depresi pernapasan baru muncul setelah beberapa waktu. (9)

Oral analgesik seperti Non-Steroid Anti Inflammation Drugs

(NSAID) atau paracetamol dapat diberikan sebagai tambahan.

SISTEM RESPIRASI PADA PENDERITA OBESITAS

Patofisiologi pernapasan pada penderita obesitas (9,10)

Volume paru-paru

Penurunan kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity

atau FRC), volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume atau

ERV) dan kapasitas total dari paru-paru merupakan masalah yang dihadapi

penderita obesitas seiring dengan peningkatan berat badan. Kapasitas

residu fungsional menurun akibat penyempitan saluran napas,

ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi, shunt dari kanan ke kiri, dan

hipoksemia arteri. Pemberian anestesi dikatakan menurunkan FRC sebesar

50 persen pada penderita obesitas, sedangkan pada orang normal terjadi

penurunan FRC sebesar 20 persen. Söderberg dan kolega dalam suatu

studi menemukan adanya shunt intrapulmonal dari 10 – 25 persen

17 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 18: REFERAT OBESITAS.doc

penderita obesitas yang dilakukan anestesi dan 2 – 5 persen pada orang

normal. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat diberikan oksigen

dengan volume tidal yang besar ( 15 – 20 ml / kg ) walaupun hanya

ditemukan kenaikan saturasi oksigen yang minimal. Namun berbeda

halnya dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (Positive End-

Expiratory Pressure atau PEEP) yang meningkat pada FRC dan tekanan

oksigen arterial. Defek pada pertukaran gas dan penambahan shunt

preoperatif terlihat ketika dilakukan induksi anestesi dan intubasi.

Penambahan PEEP meningkatkan osigenasi namun menurunkan cardiac

output dan distribusi oksigen.

Karena kurangnya FRC, pada penderita obesitas terjadi kegagalan

toleransi ketika terjadi apnoe, selain itu terjadi desaturasi oksigen segera

setelah induksi anestesi. Hal ini karena kecilnya reservoir oksigen dan

meningkatnya pemakaian oksigen. Biasanya FRC berkurang sebagai

konsekuensi reduksi dari ERV dengan tidal volume dalam batas yang

normal. Bagaimanapun juga, pada beberapa penderita obesitas, tidal

volume yang tinggi menandai terperangkapnya gas di dalam paru-paru dan

menyertai penyakit saluran napas obstruktif. Volume ekspirasi paksa

dalam satu detik dan kapasitas vital paksa biasanya tidak terpengaruh

namun enam sampai tujuh persen mengalami perbaikan seiring penurunan

berat badan.

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida

Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida meningkat sebagai

hasil dari aktivitas metabolik pada jumlah lemak yang berlebihan dan

bertambahnya simpanan pada jaringan. Aktivitas metabolik basal (Basal

Metabolic Activity atau BMA) berhubungan dengan luasnya permukaan

tubuh. Pemberian ventilasi beberapa menit akan meningkatkan oksigen

hingga terjadi normokapnia. Walaupun pada beberapa penderita obesitas

dapat berlanjut respon normal keadaan hipoksemia dan hiperkapnia yang

18 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 19: REFERAT OBESITAS.doc

terjadi. Pada saat olahraga, penggunaan oksigen ini akan meningkat tajam

dan menandai adanya effisiensi yang buruk dari otot pernapasan

dibandingkan pada orang normal.

Pertukaran gas

Preoperatif, penderita obesitas biasanya hanya mengalami sedikit

defek pada pertukaran gas dengan reduksi pada PaO2, meningkatnya

perbedaan oksigen alveolar dengan arterial, dan fraksi shunt. Induksi

anestesi akan memperburuk keadaan ini, maka diperlukan fraksi oksigen

jumlah besar untuk memenuhi tahanan oksigen arterial.

Compliance dan resistensi thorak

Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitan

bernapas yang pada kasus berat bisa menurunkan hingga 30 persen dari

pernapasan normal. Walaupun terdapat akumulasi jaringan lemak di dalam

dan sekitar dinding dada yang berakibat tertahannya gerak dinding dada

(restriksi), namun pada beberapa penelitian dikemukakan bahwa hal ini

disebabkan peningkatan volume darah dalam paru-paru. Tertahannya

gerak dinding dada juga berhubungan dengan penurunan FRC,

terhimpitnya saluran napas dan kegagalan pertukaran gas. Perubahan

compliance dan resistensi thorak terlihat dengan adanya napas cepat dan

dangkal, frekuensi yang meningkat dan berkurangnya kapasitas paru.

Efisiensi pernapasan

Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance, dan

meningkatnya kebutuhan metabolik dengan gerakan otot dada,

menghasilkan gerak inefisien dari otot dada tersebut, sehingga pada orang

tersebut terjadi usaha bernapas lebih berat. Penderita obesitas dengan

normokapnia pada waktu istirahat menunjukkan 30 persen peningkatan

usaha bernapas dan terkadang terjadi hipoventilasi. Hipoventilasi ini

menjadi empat kali lebih berat pada waktu istirahat.

19 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 20: REFERAT OBESITAS.doc

Kelainan yang terjadi

Gangguan pernapasan yang paling sering terjadi pada penderita

obesitas adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA). Predisposisi terjadinya

OSA antara lain : laki-laki, usia pertengahan, obesitas dan konsumsi

alkohol (saat senja) atau penggunaan sedatif (saat malam). OSA memiliki

karakteristik (12):

a) Episode apnea atau hipopnea yang lebih sering terjadi saat tidur

dan yang membangunkan pasien tiba-tiba. Episode ini

digambarkan sebagai obstruktif apnea selama 10 detik atau lebih

yang menyebabkan penutupan total dari saluran bernapas dan

adanya usaha keras untuk tetap bernapas. Hipopnea tergambarkan

sebagai reduksi dari 50 persen aliran udara yang adekuat yang

berujung pada penurunan empat persen saturasi oksigen pada

arterial. Frekuensi episode apnea atau hipopnea tercatat lebih dari

lima kali per jam atau lebih dari 30 kali tiap malam. Yang perlu

diperhatikan adalah sekuele dari keadaan ini berupa : hipoksia,

hiperkapnia, hipertensi sistemik atau pulmonal dan aritmia.

b) Apnea terjadi ketika faring mengalami kolaps saat seseorang tidur.

Patensi dari faring tersebut bergantung pada kerja otot dilator yang

mencegah penutupan saluran napas atas. Tonus otot ini akan

menghilang ketika tidur, yang menyebabkan pemendekan dari

saluran napas, sehingga terjadi turbulensi aliran udara sehingga

terdengarlah snoring. Mengorok atau snoring biasanya terdengar

lebih keras jika obstruksi makin hebat. Ngorok ini juga diikuti

periode sunyi (silence) disaat tidak ada aliran udara yang masuk

dan setelahnya akan terjadi gasping atau choking yang

membangunkan pasien dari tidurnya, bernapas beberapa kali, dan

tidur kembali (siklus ini berulang sepanjang waktu tidur).

20 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 21: REFERAT OBESITAS.doc

c) Efek samping : pada pagi hari, penderita OSA akan sering

mengantuk, kehilangan konsentrasi, masalah dalam memori atau

ingatan dan bisa terjadi kecelakaan saat menyetir atau bekerja.

Terkadang penderita mengeluhkan pusing di pagi hari akibat

retensi karbondioksida malam harinya dan vasodilatasi serebral.

d) Perubahan fisiologi : hipoksemia, hiperkapnia, vasokonstriksi

pulmonal dan sistemik. Hipoksemia berulang dapat berujung pada

polisitemia yang meningkatkan resiko penyakit jantung iskemia

dan penyakit serebrovaskular. Sedangkan vasokonstriksi pulmonal

berujung pada kegagalan ventrikel kanan (right ventricle failure).

Bila pada seseorang diketahui BMI > 30 kg/m2 , ada riwayat

hipertensi, apnea selama siklus tidur, lingkar leher > 16.5 cm, polisitemia,

hipoksemia, hiperkapnia, hipertrofi ventrikel kanan atau abnormalitas

EKG, maka perlu dilakukan diagnosis definitif dengan pemeriksaan

polysomnografi untuk memeriksa kemungkinan OSA.(12)

Implikasi anestesi

Premedikasi

Pemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranya

memeriksa kemampuan pasien untuk bernapas dalam dan patensi dari

jalan napas. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap,

foto thoraks, gas darah, fungsi paru dan oximetri. Mereka yang

dicurigai OSA disarankan melakukan tes polysomnografi. Pasien juga

harus diingatkan resiko spesifik dari anestesi, kemungkinan

dilakukannya intubasi dalam kesadaran penuh, pemberian ventilasi

pascaoperasi bahkan trakeostomi. (9)

Durante anestesi

21 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 22: REFERAT OBESITAS.doc

Induksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasien

obesitas. Resiko kesulitan atau gagal intubasi karena adanya obstruksi

saluran napas bagian atas dan menurunnya compliance pulmonal

menjadi kekhususan tersendiri. Insuflasi gaster selama anestesi juga

meningkatkan resiko regurgitasi atau aspirasi isi gaster.(9)

Pendekatan awal adalah pemilihan intubasi dalam kesadaran

penuh atau tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu banyak

dipengaruhi pengalaman dokter anestesi yang akan melakukannya.

Beberapa penulis menyarankan intubasi dengan kesadaran penuh

terutama jika berat badan sesungguhnya > 175 persen berat badan

ideal. Apabila terdapat gejala OSA, maka sudah terpikirkan morfologi

jalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuat

pemakaian ballow dan sungkup menjadi sulit, sehingga intubasi dalam

kesadaran penuh lebih disarankan.

Pendekatan lain adalah penggunaan laringoskop setelah

pemberian lokal anestesi pada faring. Intubasi sadar dengan fiberoptic

dapat dipilih ketika struktur laring tidak terlihat jelas. Tidak

disarankan melakukan intubasi blind melalui hidung mengingat

kemungkinan epistaksis atau efek samping lainnya. (9)

Teknik teraman dan cepat untuk induksi anestesi menggunakan

succinylcholine dengan diikuti pemberian oksigen yang adekuat

sebelumnya.

Pasien obesitas tidak dibolehkan untuk bernapas spontan selama

anestesi berlangsung, mencegah terjadinya hipoventilasi, hipoksia dan

hiperkapnia. Posisi litotomi atau Tredelenburg dihindari mengingat

pada posisi ini terjadi reduksi volume paru. Ventilasi kontrol dengan

fraksi oksigen tinggi dibutuhkan untuk mencapai tekanan oksigen

arterial yang adekuat, yang nantinya pemeriksaan serial gas darah

diperiksa untuk mengontrol hal ini.(7,9)

22 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 23: REFERAT OBESITAS.doc

Post anestesi

Komplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas.

Pemeriksaan fungsi paru preoperatif tidak dapat memprediksi keadaan

yang sama pascaoperatif. Hal ini karena pada pasien obesitas

sensitivitas terhadap obat sedatif, analgesik opioid dan anestesi

meningkat. Pemberian ventilasi pascaoperasi bermanfaat untuk

eliminasi efek obat-obat tersebut, selain dapat diberikan pada mereka

dengan penyakit kardio-respiratori yang telah diketahui sebelumnya,

retensi karbondioksida, dan mereka yang baru menjalani operasi

dalam waktu lama atau mengalami pyrexia pasca operasi.(9)

Ekstubasi hanya boleh dilakukan ketika pasien sadar penuh dan

dipindahkan ke Recovery Room dengan posisi duduk 45 derajat. Oksigen

tambahan segera diberikan dan dilatih untuk bernapas seperti biasa. (9)

SISTEM GASTROINTESTINAL PADA PENDERITA OBESITAS

Kombinasi dari tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume dan

rendahnya pH dalam gaster, lambatnya pengosongan gaster dan tingginya faktor

resiko hiatus hernia dan gastro-esofageal refluks dipercayai menempatkan pasien

obesitas pada resiko terjadinya aspirasi asam lambung diikuti pneumonitis

aspirasi. Zacchi melakukan studi yang menunjukkan bahwa pada penderita

obesitas tanpa gejala gastro-esofageal refluks dan lintasan gastro-esofageal

ternyata struktur anatominya tidak berbeda dengan orang normal (baik pada posisi

duduk atau berbaring). Walaupun penderita obesitas memiliki volume dalam

gasternya 75 persen lebih besar dari orang normal, melalui studi tersebut juga

diketahui bahwa pengosongan gaster justru lebih cepat pada penderita obesitas,

terutama pada intake energi tinggi seperti emulsi lemak. Karena adanya resiko

aspirasi asam, maka ada keharusan diberikannya H2-receptor antagonis, antasid

dan prokinetik, juga dilakukannya induksi yang cepat dengan tekanan pada

krikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar penuh.(9,13)

23 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 24: REFERAT OBESITAS.doc

Keadaan pada penderita obesitas yang menjadi perhatian sehubungan dengan

sistem gastrointestinal, diantaranya (9,13) :

Diabetes mellitus. Setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi,

harus diperiksa gula darahnya, baik gula darah sewaktu atau dapat juga

dilakukan tes toleransi glukosa. Respon katabolik selama operasi mungkin

mengindikasikan pemberian insulin pascaoperasi untuk mengontrol

konsentrasi glukosa dalam darah. Kegagalan dalam menjaga konsentrasi

ini akan berakibat tingginya resiko infeksi pada luka operasi dan infark

miokard pada periode iskemia miokard.

Penyakit tromboembolik. Resiko trombosis vena dalam pada penderita

obesitas dapat disebabkan karena imobilisasi yang lama. Polisitemia,

peningkatan tekanan intraabdomen dengan peningkatan stasis vena

terutama pada ekstremitas bawah, gagal jantung dan berkurangnya

aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan tingginya konsentrasi fibrinogen

juga menjadi predisposisi terjadinya keadaan ini. Oleh karena itu pada

penderita obesitas harus ada pengawasan terhadap keadaan-keadaan

tersebut.

KESIMPULAN

Obesitas menjadi kendala tersendiri bagi praktisi medis baik penanganan

secara umum maupun ketika dihadapkan dengan pertimbangan anestesi yang akan

dilakukan. Hal ini karena pada pasien obesitas, tiga masalah utamanya adalah

masalah kardiovaskular, respirasi dan gastrointestinal yang tiap penangannya juga

berbeda-beda. Maka bagi seorang dokter, perlu pemahaman menyeluruh tentang

apa yang harus dilakukan untuk keadaan seperti ini.

Dalam kaitan dengan anestesi, yang terpenting adalah setiap pasien yang akan

menjalani operasi atau dilakukan anestesi, perlu dimonitor berat badan, kelainan-

kelainan yang menyertai kondisi pasien atau kemungkinan kendala yang akan

dihadapi saat operasi atau pasca operasi. Pada premedikasi di ruangan atau di OK,

24 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 25: REFERAT OBESITAS.doc

pasien dipersiapkan secara baik dan dilakukan pengamatan akan kelainan

metabolik yang mungkin ada. Jika harus diberikan terapi oral atau lainnya, maka

dapat dilakukan konsultasi dengan bagian lain. Proses pemindahan pasien juga

harus diperhatikan. Durante operasi, pemilihan jenis anestesi harus diperhatikan,

apakah nantinya dilakukan intubasi sadar atau tidak, obat-obatan yang boleh dan

tidak boleh diberikan, posisi pasien selama operasi tersebut dan pengamatan akan

metabolik pasien. Pasca operasi tidak boleh dilupakan, mengingat kemungkinan

banyaknya kejadian penurunan keadaan pasien dibanding sebelum operasi.

Premedikasi atau durante operasi atau durante anestesi tidak bisa meramalkan

keadaan pasien setelahnya. Bahkan bisa terjadi efek samping lambat baik dari

tindakan yang dilakukan maupun obat-obatan yang diberikan.(14)

Diperlukan kerjasama yang baik, dari dokter dan perawat anestesi, dokter

penyakit dalam maupun dokter bedah sehingga keberhasilan kesemuanya dapat

tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. [cite 2010 June 10]

Available from : www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yes-

there-is-a-connection.

2. Understanding Cholelithiasis. [cite 2010 June 10] Available from :

http://win.nidkk.nih.gov/publications/understanding.htm.

3. What is obesity?.[cite 2010 June 10] Available from :

www.webmd.com/diet/what-is-obesity.

4. Body Mass Index. [cite 2010 June 10] Available from:

www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about

_adult_BMI.html.

5. Obesity and Consequences.[cite 2010 June 10] Available from :

www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html

25 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )

Page 26: REFERAT OBESITAS.doc

6. Obesity. [cite 2010 June 10] Available from :

http://en.wikipedia.org/wiki/obesity.

7. Henthorn, T K, MD. Anesthetic Consideration in Morbidly Obese

Patients. [cite 2010 June 12] Available from :

http://cucrash.com/Handouts04/MorbObeseHenthorn.pdf.

8. Anesthesia and Morbidly Obesity. [cite 2010 June 11] Available from :

http://anestit.unipa.it/gta/obese.html.

9. Adams, J P and Murphy, P G. Obesity in Anesthesia and Intensive Care

(British Journal). [cite 2010 June 10] Available from :

http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/1/91.

10. Jr Morgan G E., Mikhail M S., Murray M J. Anesthesia For Patient with

Endocrine Disease : Obesity. Lange 4th Ed. Mcgraw-Hill Companies ;

2006 ; 813 - 15

11. Ingrande J., Brodsky J B., Lemmens H J M. Regional Anesthesia and

Obesity. [cite 2010 June 12] Available from :

http://www.csen.com/obesity.pdf.

12. Increase Anesthetic Risk For Patients With Obesity and Obstructive

Sleep Apnea.[cite 2010 June 11] Available from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2007481/pdf/anesthprog00

003-0005.pdf.

13. Anesthesia and Obesity. [cite 2010 June 12] Available from :

http://www.metrohealthanesthesia.com/edu/endocrine/obesity1.htm.

14. Anesthesia in Obese Patients. [cite 2010 June 10] Available from :

http://www.medin.ru/netcat_files/360_117.pdf.

26 | A l i f a M a z a y a A r d h i e ( 0 3 0 . 0 5 . 0 1 7 )