Referat Mata

23
Referat Vernal Keratokonjungtivitis Pembimbing : dr. Yulia Fitriani, Sp.M Disusun oleh: Shabrina Resi Putri G4A014077

description

vernal keratokonjungtivitis

Transcript of Referat Mata

ReferatVernal Keratokonjungtivitis

Pembimbing :dr. Yulia Fitriani, Sp.M

Disusun oleh:

Shabrina Resi Putri G4A014077

SMF ILMU PENYAKIT MATARSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJOPURWOKERTO2015

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi referat berjudul" Vernal Keratokonjungtivitis"

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :Shabrina Resi PutriG4A014077Pada tanggal : Maret 2015

Mengetahui,Pembimbing

dr. Yulia Fitriani, Sp. M.

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar belakangKonjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis (Vaughan, 2009).Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Penyakit ini merupakan penyakit mata paling umum di dunia, gejalanya bervariasi dari hiperemi ringan dengan air mata sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen dan kental. Berdasarkan agen penyebabnya maka konjungtivitis dapat dibedakan konjungtivitis bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis rickettsia, konjungtivitis fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika, konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik (Vaughan, 2009).Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%) (Vaughan, 2009).Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.

B. Tujuan1. Tujuan UmumUntuk mengetahui perjalanan penyakit dan penatalaksanaan vernal keratokonjungtivitis.2. Tujuan KhususUntuk menyelesaikan tugas referat dari kepaniteraan klinik di SMF Mata RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiVernal keratokonjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva yang rekuren, bilateral, interstitial dan self-limiting. Pada Keratokonjungtivitis vernal terjadi perubahan-perubahan akibat dari reaksi alergi

B. Anatomi dan Fisiologi KonjungtivaKonjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata).

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris (Vaughan, 2009).Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sclera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),. Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit dan membran mukosa.Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.2Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas (Vaughan, 2009).

C. EpidemiologiKeratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset pada dekade pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum onset pubertas dan kemudian berkurang (Ventolicia, 2012).

D. EtiologiVernal keratokonjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatangb. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udarac. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.

E. KlasifikasiTerdapat dua bentuk utama konjngtivitis vernalis (yang dapat berjalan bersamaan), yaitu 1. Bentuk palpebraBentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan besegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya (Ilyas, 2009).

Gambar 2. Bentuk Palpebra

2. Bentuk LimbalPada bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.

Gambar 3. Bentuk Limbal

F. Gejala klinis1. Gatal2. Mata kemerahan3. Biasanya rekuren pada musim panas4. Inflamasi bilateral5. Follikel, papil dan cobblestone pada konjungtiva tarsal superior6. Trantas dots pada area limbal7. Fotofobia8. Lakrimasi

G. Pemeriksaan1. AnamnesisPada anamnesis pasien biasanya ditemukan gejala yang mendasar yaitu rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang masuk. Pada tipe palpebral terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun seperti batu bata (cobble stones appearance). Cobble stones menonjol, tebal dan kasar karena serbukan limfosit, plasma, eosinofil dan akumulasi kolagen & fibrosa. Hal ini dapat menggesek kornea sehingga timbul ulkus kornea.Pada tipe bulbar/limbal terlihat penebalan sekeliling limbus karena massa putih keabuan. Kadang-kadang ada bintik-bintik putih (Horner-Trantas dots), yang terdiri dari sebukan sel limfosit, eosinofil, sel plasma, basofil serta proliferasi jaringan kolagen dan fibrosa yang semakin bertambah.

2. LaboratoriumPada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.

Gambar 4. Gambaran cobble stones appearance

H. PatogenesisPerubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanikLimbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.I. PenatalaksanaanPenanganan dari konjungtivitis alergi pada umumnya adalah berdasar pada identifikasi antigen spesifik dan eliminasi dari pathogen spesifik. Pengobatan suportif seperti lubrikan dan kompres dingin dapat membantu meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang menurunkan respon imun juga digunakan pada kasus konjungtivitis alergi untuk menurunkan respon imun tubuh dan meredakan gejala inflamasi.Obat obat berikut ini berguna dalam mengobati konjungtivitis alergi:1. Steroid topikal.Kortikosteroid menghambat proses inflamasi (misalnya, edema, dilatasi kapiler, dan proliferasi fibroblast). Obat tersebut juga membatasi migrasi makrofag dan neutrofil untuk daerah meradang serta memblokir aktivitas fosfolipase A2 dan selanjutnya induksi asam arakidonat cascade. Obat ini digunakan dalam pengobatan penyakit mata akut alergi, steroid efektif dalam mengurangi gejala alergi akut, namun, penggunaannya harus dibatasi karena potensi efek samping dengan biala lama digunakan. Penggunaan kortikosteroid topikal jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi: katarak subkapsular posterior dan peningkatan tekanan intraokular (TIO).2. Vasokonstriktor topikal / antihistaminAgen ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan mengurangi mata gatal-gatal dengan memblokir histamin H1 receptors. Antihistamin topikal. Anithistamines kompetitif terikat dengan reseptor histamin dan dapat mengurangi gatal dan vasodilatasi. Levocabastine hidroklorida 0,05%, sebuah H1 selektif topikal antagonis reseptor histamin, efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala alergi lain conjunctivitis. H1 selektif antagonis, azelastine hidroklorida 0,05%, efektif dalam mengurangi gejala yang terkait dengan alergi, difumarate 0,05%, suatu antagonis H1 selektif, mungkin lebih efektif dibandingkan levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak mata bengkak,dan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada pasien dewasa dan anak. 3. Non-steroid anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) topicalObat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim prostaglandins. Ketorolac trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1% efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan konjungtivitis alergi, meskipun Makanan dan Drug Administration (FDA) telah menyetujui hanya ketorolac untuk pengobatan konjungtivitis alergi.4. Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast, sehingga membatasi pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil dan eosinofil faktor chemotactic, dan platelet-activating factor. 5. ImunosupresanSiklosporin A adalah agen imunosupresan sistemik ampuh digunakan untuk mengobati berbagai immunemediated kondisi. Sistemik diberikan siklosporin A dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk pasien dengan keratokconjugtiviits atopik yang berat.6. Antihistamin sistemikAgen ini berguna dalam kasus-kasus tertentu respon alergi dengan edema, dermatitis, rinitis, atau sinusitis. Mereka harus digunakan dengan hati-hati karena penenang yang dan efek antikolinergik dari beberapa antihistamin generasi pertama obat-obatan. Pasien harus memperingatkan efek samping potensial. Antihistamin baru yang jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan sedasi, tetapi penggunaannya dapat mengakibatkan kekeringan okular meningkat permukaan.3,4,6Penanganan khusus untuk konjungtivitis vernal berupa :a. Terapi lokalis1. Steroid topical penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut2. Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%3. Antihistamin topical4. Acetyl cysteine 0,5%5. Siklosporin topical 1%b. Terapi sistemik1. Anti histamine oral untuk mengurangi gatal2. Steroid oral untuk kasus berat dan non responsivec. Terapi lain dan pencegahan1. Apabila terdapat papil yang besar, dapat diberikan injeksi steroid supratarsal atau dieksisi. Eksisi sering dianjurkan untuk papil yang sangat besar.2. Menghindaritindakanmenggosok-gosokmata dengantangan ataujari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator -mediatorselmast.Disampingitu,jugauntukmencegah super infeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.3. Menghindaridaerahberanginkencangyangbiasanyajuga membawa serbuk sari dan hindari penyebab dari alergi itu sendiri.4. Kaca mata gelap untuk fotofobia dan untuk mengurangi kontak dengan alergendiudara terbuka. Pemakaianlensa kontak justru harusdihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen5. Kompres dingin dapat meringankan gejala.6. Penggantiairmata(artifisial).Selainbermanfaatuntukcucimatajugaberfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.7. Pasien dianjurkan pindah ke daerah yang lebih dingin yangsering jugadisebut sebagai climato-therapy.

J. KomplikasiDapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.

K. PrognosisPrognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.

BAB III PENUTUP

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk keratokonjungtivitis vernal.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophtalmology. Clinical approach to immune-related disordersof the ecxternal eye in External Disease and Cornea. San Fransisco: AmericanAcademy of Ophtalmology; 2008. h205-41.Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu PenyakitMata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. 2009. General Ophtalmology. 17th Ed. McGraw Hills.Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. Medscape Reference. 2012. http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a0104.

.