Referat Mata Al

25
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI Mata adalah struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari yang paling luar ke paling dalam, lapisan – lapisan itu adalah (1) sklera/ kornea; (2) koroid/badan siliar/iris; dan (3) Retina. 10 Gambar 1. Struktur mata Retina adalah selapis tipis sel yang terletak pada bagian belakang bola mata. Retina merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal saraf . Retina memiliki sel fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) yang menerima cahaya. Ketika retina menyerap cahaya, molekul fotopigmen berdisosiasi menjadi komponen retinen dan opsin menyebabkan penutupan saluran-saluran Na + gerbang zat perantara kimiawi sehingga terjadi hiperpolarisasi membran (potensial reseptor) yang mana menurunkan pengeluaran transmitter inhibitorik sehingga neuron 2

Transcript of Referat Mata Al

Page 1: Referat Mata Al

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Mata adalah struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari yang

paling luar ke paling dalam, lapisan – lapisan itu adalah (1) sklera/ kornea; (2) koroid/badan

siliar/iris; dan (3) Retina. 10

Gambar 1. Struktur mata

Retina adalah selapis tipis sel yang terletak pada bagian belakang bola mata. Retina

merupakan bagian mata yang mengubah cahaya menjadi sinyal saraf. Retina memiliki sel

fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) yang menerima cahaya. Ketika retina menyerap

cahaya, molekul fotopigmen berdisosiasi menjadi komponen retinen dan opsin menyebabkan

penutupan saluran-saluran Na+ gerbang zat perantara kimiawi sehingga terjadi hiperpolarisasi

membran (potensial reseptor) yang mana menurunkan pengeluaran transmitter inhibitorik

sehingga neuron bipolar tidak mengalami inhibisi atau, dengan kata lain, mengalami eksitasi,

mengakibatkan terjadinya potensial aksi di sel ganglion yang merambat sampai ke korteks

pengelihatan di lobus oksipitalis otak untuk persepsi penglihatan. 10,13

Retina manusia terdiri atas sepuluh lapis12. Urutan lapisan-lapisan tersebut adalah:

1. Epitel pigmen retina

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar. (sel batang dan sel kerucut)

2

Page 2: Referat Mata Al

3. Membran limitans eksterna - Lapisan yang membatasi bagian dalam fotoreseptor dari

inti selnya

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis inti sel kerucut dan sel

batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapatkan metabolisme dari kapiler

koroid.

5. Lapisan pleksiform luar, pada bagian makula ini dikenal sebagai "Lapisan serat

Henle" (Fiber layer of Henle), merupakan lapisan aseluler dan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.

6. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

Lapisan ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentralis.

7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel

amakrin dan sel ganglion.

8. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan yang terdiri dari inti sel ganglion dan

merupakan asal dari serabut saraf optik.

9. Lapisan serabut saraf, merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf

optik.

10.Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

3

Page 3: Referat Mata Al

Gambar 2. Lapisan-lapisan retina

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia dan

merah pada hiperemia. Pembuluh darah dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika,

arteri retina sentral masuk ke dalam retina melalui papil saraf optik yang akan

memberikan nutrisi pada retina dalam. Lapisan luar retina atau sel kerucut dan sel batang

mendapatkan nutrisi dari lapisan koroid.12

Gambar 3. Layar belakang mata, Fundus okuli.

4

Page 4: Referat Mata Al

BAB III

RETINOPATI DIABETIK

III.1 Definisi

Retinopati diabetik adalah Komplikasi diabetes mellitus pada pembuluh darah retina

yang diklasifikasikan menjadi retinopati diabetes nonproliferatif dan retinopati diabetes

proliferatif.14

III.2 Epidemiologi

Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu diwaspadai di

Indonesia. Gambar 4 memperlihatkan proyeksi epidemi diabetes sedunia untuk tahun 2010.

Terlihat berdasarkan benua, proyeksi angka penyandang diabetes paling tinggi diantara empat

benua lainya. Di Indonesia sendiri telah dilakukan beberapa penelitian kuantitatif tentang

penderita diabetes, antara lain di Padang, Jakarta, dan Manado. Hasil penelitian menunjukan

kisaran penderita diabetes antara 1,4-2,3%. Penelitian di Koja tahun 1982 mendapatkan angka

1,7% , di Kayuputih (Jakarta Timur) pada tahun 1992 sebesar 5,7% dan daerah Abadijaya

(Depok I) terdapat penderita diabetes sebesar 13,6% pada tahun 2001. Dengan demikian

terlihat angka prevalensi diabetes selalu meningkat dati waktu-waktu.15

Gambar 4. Global Project for Diabetic Epidemic: 2000-2010

5

Page 5: Referat Mata Al

Prevalensi diabetes melitus untuk Indonesia cukup besar menurut RISKESDAS;

sebesar 14,7% populasi di kawasan urban terancam diabetes dan 7,2% populasi rural

terancam diabetes. Jika diproyeksikan sebanyak 8,2 juta penduduk di kawasan kota dan 5,5

juta penduduk di kawasan desa di Indonesia mengalami diabetes yang artinya terjadi

penambahan jumlah retinopati diabetik yang signifikan.15

Sekitar 40% dari kasus DM berisiko mengalami retinopati diabetes dan 8%

diantaranya terancam mengalami risiko kebutaan. Di Amerika Serikat, retinopati diabetes

merupakan penyebab utama dalam beberapa kasus legal blindness di usia produktif.

Prevalensi retinopati diabetes adalah 3,4% atau diproyeksikan sekitar 4,1 juta orang terancam

retinopati diabetes dengan 0,75% terancam kebutaan.15

Diabetes melitus tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Melitus;IDDM). Juvenile onset,

biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Mayoritas pasien belum terkena retinopati selama 5

tahun pertama setelah terdiagnosis; 95% pasien diabetes tipe 1 menderita retinopati setelah 15

tahun). 72 % akan berkembang menjadi retinopati diabetes proliferatif.14

Diabetes mellitus tipe 2 ( Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus; NIDDM). adult

onset, biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Sekitar 60% pasien dengan diabetes tipe 2

sudah mengalami retinopati diabetes saat penyakit diabetes terdiagnosis. 30% diantaranya

akan berkembang menjadi retinopati diabetes dalam 5 tahun mendatang.14

III.3 Etiologi

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi dinyakini bahwa

hiperglikemia kronis yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.16 Hal

ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda paling

sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa diperoleh pada diabetes tipe 2,

tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit sulit ditentukan secara tepat.17

Perubahan abnormalitas pada sebagian besar hematologi dan biokimiawi telah

dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:16

1. Adhesi trombosit yang meningkat.

2. Agregasi eritrosit yang meningkat.

3. Abnormalitas lipid serum.

6

Page 6: Referat Mata Al

4. Fibrinolisis yang tidak sempurna

5. Abnormalitas dari sekresi hormon pertumbuhan

6. Abnormalitas serum dan viskositas darah

Beberapa faktor risiko penyebab retinopati diabetik antara lain: lamanya menderita

diabetes, kadar gula darah tidak tekontrol, hipertensi, nefropati diabetik, kehamilan, dan

faktor lain seperti merokok, obesitas, dan kadar kolesterol tinggi.

III.4 Klasifikasi

Retinopati diabetik dikelompokan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic

Retinopathy Study (ETDRS) yang tampak pada tabel 1.25

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Retinopati DM berdasarkan ETDRS.

Klasifikasi Retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mata

Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM

Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma

Derajat 3 Retinopati DM nonproliferatif dengan derajat

ringan – sedang yang ditandai oleh

mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:

dilatasi vena, perdarahan, hard exudates, soft

exudates, intraretinal microvascular

abnormalities (IRMA)

Derajat 4 Retinopati DM nonproliferatif dengan derajat

sedang-berat yang ditandai oleh : perdarahan

derajat sedang-berat, mikroaneurisma, IRMA

Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh

neovaskularisasi dan perdarahan vitreous.

7

Page 7: Referat Mata Al

III.5 Patofisiologi

Hiperglikemia kronis mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi

perubahan fisiologi dan biokimiawi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu

terbentuknya reactive oxygen intermediates ( ROIs), dan advanced glycation endproducts

( AGEs), ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang

pelepasan faktor vasoaktif seperti nitrit oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1

(IGF-1), dan endotelin.

Kedua hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang mengikat glikosilasi dan

ekspresi aldolase reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi

sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi endotel.

Ketiga Hipergilkemia mengaktivasi transduksi sinyal protein kinase C intraseluler yang

akan mengaktifkan vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain

diaktivasi oleh protein kinase C intraseluler. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular

adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel

pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis

dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut mengakibatkan gangguan sirkulasi,

hipoksia, inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang

berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang lemah membran

basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit.

Akibatnya terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.9

1. Retinopati diabetik nonproliferatif

Retinopati diabetik nonproliferatif merupakan bentuk yang paling umum dijumpai,18

cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan inkompetensi pembuluh yang terkena.17

Disebabkan oleh penyumbatan dan kebocoran kapiler. Mekanisme perubahannya adanya

perubahan endotel vaskular ( penebalan membran basalis dan hilangnya perisit) dan gangguan

hemodinamik pada sel darah merah dan agregasi trombosit.17 Disini perubahan mikrovaskular

pada retina terbatas pada lapisan dalam retina, tidak melebihi membran dalam.16

8

Page 8: Referat Mata Al

Karakterikstik pada jenis ini adalah dijumpai mikroaneurisma multipel yang dibentuk

oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik, vena

retina mengalami dilatasin dan berkelok-kelok, bercak perdarahan dalam retina.16,17

Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan dan berbentuk nyala api karena lokasi didalam

lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan berbentuk titik-titik

atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson yang berorientasi

vertikal.17

Retinopati diabetik prepoliferatif merupakan stadium paling berat dari retinopati diabetik

nonproliferatif. Pada keadaan ini terdapat penymbatan kapiler mikrovaskular dan kebocoran

plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina ( cotton wool spot, infark pada

lapisan serabut saraf). Hal ini menimbulkan area nonperfusi yang luas dan kebocoran darah

atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot,

perdarahan bercak, intraretinal microvaskular abnormal (IRMA), dan rangkain vena yang

seperti manik-manik. Bila satu dari keempatnya dijumpai ada kecenderungan untuk menjadi

progresif, dan bila keempatnya dijumpai maka berisiko untuk menjadi retinopati proliferatif

dalam satu tahun.19

Edema makula pada retinopati diabetik nonproliferatif merupakan penyebab tersering

timbulnya gangguan penglihatan.18 Edema ini terutama disebabkan oleh rusaknya sawar

darah-retina bagian dalam endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan

plasma. Edema ini bersifat difus dan lokal. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal

dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat retina sehingga terbentuk eksudat kuning

kaya lemak berbentuk bundar disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian

temporal makula.17

2. Retinopati diabetik proliferatif

Retinopati diabetik proliferatif merupakan penyulit mata yang paling parah pada

diabetes melitus. Pada jenis ini iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang

pembentukan pembuluh-pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada

permukaan diskus dan tepi posterior zona perifer disamping itu neovaskularisasi iris atau

rubeosis iridis juga dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh ini berproliferasi dan

menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai bekontraksi menjauhi retina dan darah yang

keluar dari pembuluh tersebuh menyebabkan terjadinya perdarahan masif sehingga

menimbulkan penurunan pengelihatan mendadak.17

9

Page 9: Referat Mata Al

Di samping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis

dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan kontraksi

terus-menerus pada kopus vitreum. Hal ini dapat menyebabkan pelepasan retina akibat traksi

progresif, ablasio retina traksi atau apabila terjadi robekan retina terjadi ablasio retina

regmentogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi perdarahan korpus vitreum.

Apabila kontraksi korpus vitreum telah sempurna pada mata, maka retinopati proliferatif

cenderung masuk ke stadium involusional. 17

III. 6 Manifestasi klinis

a. Gejala klinis subjektif yang dijumpai dapat berupa:20-21

1. Sukar membaca

2. Penglihatan kabur

3. Penglihatan menurun tiba-tiba pada satu mata

4. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya

5. Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Gambar 5. Perbedaan penglihatan normal dengan penglihatan pada retinopati diabetik

b. Gejala klinis objektif yang ditemukan pada retina.21

1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena

dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah

terutama pada polus posterior.

10

Page 10: Referat Mata Al

Gambar 6. Mikroaneurisma pada retinopati diabetik( garis merah).

2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, bercak yang biasanya terletak dekat

mikroaneurisma di polus posterior.

Gambar 7. Perdarahan pada retinopati diabetik

3. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambaranya khusus yaitu

ireguler, kekunung-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan

bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

Gambar. 8. Hard exudate

11

Page 11: Referat Mata Al

4. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan gambaran

iskemik pada retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak

berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi

daerah nonperfusi.

Gambar 9. Soft exudate

5. Neovaskularisasi terletak pada permukaan retina. Tampak sebagai pembuluh darah

yang berkelok-kelok, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada jaringan

retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal dan badan kaca. Pecahnya

neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,

perdarahan preretinal dan perdarahan badan kaca.

Gambar 10. Neovaskularisasi

6. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula

sehingga mengganggu tajam pengelihatan.

III.7 Deteksi Dini Retinopati DM

12

Page 12: Referat Mata Al

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa

rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak

berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata

lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.

Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani.pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis

mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II

harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi

pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan

hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima,

perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester

pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau

perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang

risiko tersebut.7,9

III.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan awal untuk mendeteksi retinopati diabetik yaitu, pemeriksaan

fundus dengan oftalmoskop, menggunakan slitlamp dengan lensa kontak atau lensa +78

dioptri. Untuk membantu mendeteksi awal edema makula pada retinopati diabetik

nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroscopic menggunakan lensa +90

dioptri.18 Disamping itu angiografi fluoresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi

kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik. Dijumpai kelainan pada elektroretinografik

juga memiliki hubungan dengan keparahn dan dapat membantu memperkirakan

perkembangan retinopati.23

III.8 Penatalaksanaan

Terapi terkini yang baik untuk retinopati diabetik ada dua macam, yaitu terapi

sistemik dan terapi okuler. Terapi sistemik dapat dilakukan dengan mengontrol gula darah ,

pengendalian tekanan darah, mengatur lipid. Terapi okuler terdiri atas terapi laser

fotokoagulasi, vitrektomi, dan terapi farmakologis.15

13

Page 13: Referat Mata Al

Fokus pengobatan bagi retinopati diabetes nonproliferatif tanpa edema makula adalah

dengan pengobatan terhadap hiperglikemia, penyakit sistemik lain, dan pemeriksaan rutin tiap

6 -12 bulan. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien yang

secara klinis menunjukan edema makula bermakna dapat memperkecil risiko penurunan

penglihatan. Sedangkan mata dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak

bermakna biasanya hanya dipantau secara ketat tanpa laser.17 Namun demikian pada penderita

retinopati DM nonproliferatif berat dapat dianjurkan menjalani fotokoagulasi panretina laser,

jika berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif, kemudian penderita

dievaluasi tiap 3-4 bulan pascatindakan.

Untuk retinopati diabetik proliferatif biasanya diindikasikan untuk pengobatan

fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan kemungkinan

perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara menimbulkan regresi dan

pada sebagian kasus menghilangkan pembuluh-pembuluh darah baru tersebut. Kemungkinan

fotokoagulasi panretina laser argon ini bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari

retina yang mengalami iskemik. Teknik ini berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam

jumlah sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai bagian

sentral yang dibatasi oleh diskus dan pembuluh darah retina bagian temporal utama. 17,22

Fotokoagulasi panretina laser argon membutuhkan 1200-1500 laser spot dan dapat dilakukan

dalam dua hingga empat sesi. Masing- masing sesi mempunyai waktu 10-20 menit dan

masing-masing sesi diulang hingga 2-4 minggu sehingga terapi ini sangat memakan waktu

dan rasa nyeri pada pasien, selain itu perlu dilakukan evaluasi tiap 2-4 bulan setelah tindakan.

Efek samping lainnya adalah timbulnya jaringan parut retina yang permanen sehingga

menimbulkan skotoma dan menurunkan lapang pandang perifer, gangguan pengelihatan

warna, dan gangguan pengelihatan malam.15

Namun, laser fotokoagulasi mempunyai keterbatasan, yaitu tidak dapat menjamin

bahwa tidak terjadi penurunan visus lebih lanjut ( biasanya perbaikan visus tidak begitu

sering terjadi, paling tidak menetap), dapat menyebabkan komplikasi yang menimbulkan

kerusakan permanen pada jaringan retina . Dibutuhkan strategi terapi lain karena pendekatan

sistemik dengan mengendalikan metabolik cukup sulit dilakukan. Selain itu, sekalipun terapi

laser ini dilakukan pada banyak pasien, namun pasien tetap mengalami penurunan visus

14

Page 14: Referat Mata Al

sehingga perlu dipikirkan terapi lain yang kurang invasif dan dapat ditoleransi oleh pasien-

pasien diabetes, khususnya retinopati diabetes.15

Peran bedah vitrektomi untuk retinopati diabetik proliferatif masih tetap berkembang,

sebagai cara untuk mempertahankan atau memulihakan pengelihatan yang baik. Disamping

itu, saat ini berkembang terapi dengan injeksi anti-VEGF intravitreal. Peranan penting VEGF

dalam retinopati diabetik adalah sebagai mediator dari neovaskularisasi dan merusak dari

sawar darah-retina. Mengingat peran penting tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai

pemakaian anti-VEGF, yaitu ranibizumab, pada terapi edema makula diabetik dan retinopati

diabetik. 15

III. 9 Prognosis

Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna memiliki

prognosis yang lebih buruk dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan

perfusi yang baik.17

BAB IV

RINGKASAN

15

Page 15: Referat Mata Al

Retinopati diabetik adalah komplikasi diabetes mellitus pada pembuluh darah retina

yang diklasifikasikan menjadi retinopati diabetes nonproliferatif dan retinopati diabetes

proliferatif.14

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi dinyakini bahwa

hiperglikemia kronis menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimiawi yang akhirnya

menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.16

Retinopati diabetik dikelompokan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic

Retinopathy Study (ETDRS).25

Gejala klinis yang ditemukan dapat berupa subjektif dan objektif, dimana pada gejala

subjektif terdapat penglihatan kabur, sukar membaca, penglihatan menurun tiba-tiba pada

satu mata, melihat bintik gelap, dab cahaya kelap-kelip.20-21 Sedangkan pada gejala subjektif

di temukan mikroaneurisma, perdarahan pada retina, dilatasi pembuluh darah, hard exudate,

soft exudate, neovaskularisasi, dan edema retina.23

Pemeriksaan penunjang untuk dapat mendeteksi awal retinopati diabetik adalah

pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop, menggunakan slitlamp dengan lensa kontak atau

lensa 78 dioptri. Sedangkan untuk deteksi awal edema makula dapat menggunakan

stereoscopic biomicroscopic. Angiografi fluoresens juga bermanfaat utuk deteksi kelainan

mikrovaskular.17

Terapi terkini yang baik untuk retinopati diabetik ada dua macam, yaitu terapi

sistemik dan terapi okuler. Terapi sistemik dapat dilakukan dengan mengontrol gula darah ,

pengendalian tekanan darah, mengatur lipid. Terapi okuler terdiri atas terapi laser

fotokoagulasi, vitrektomi, dan terapi farmakologis.

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 16: Referat Mata Al

1. Wild s, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalance of diabetes: estimates

for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;2007;27: 1047-53.

2. Noble J, Chaudray V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010;182(15): 1646.

3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD. Diabetic

retinopathy. Diabetes care. 2003;26(Suppll): S99-102.

4. Wong Ty, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamourex EL, Kowalski J. Global prevalence

of diabetic retinopathy. Diabetes care: Pooled data from population studies from the

United States, Australia, Europe, and Asia. Prosiding The Association for Research in

Vision and ophlatmologi Annual Meeting; 2011.

5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro

A.The DiabCare Asia 2008 study – Outcomes on control and complications of type 2

diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.

6. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging

opulation. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.

7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. iabetes

Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.

8. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL. Retinopathy

in diabetes. Diabetes Care. 2004;27(Suppl1):S84-7.

9. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes.

2009;27(4):140-5.

10. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC: Jakarta. hal

161.

11. Anatomi mata. http://id.wikipedia.org/wiki/Retina.

12. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. 2003. Penerbit Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 9-10, 218-9.

13. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC: Jakarta. hal

171.

14. Friedman, Kaiser. The Massachussets Eye and Ear Infirmary Illustrated Manual of

Ophtalmology.2004.Saunders.Pensylvania.

15. Andayani G. Pengangan Terkini Retinopati Diabetik: Retina dari Pedriatik hingga

Geriatrik. 2011. Penerbit Info JEC. hal 155-7

16. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreous. Section 12. America-

Academy of Opthalmologi. United States.1997. page 71-86.

17

Page 17: Referat Mata Al

17. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi 14. 2000. Penerbit Widya

Medika: Jakarta. Hal 211-4

18. Nema HV. Textbook of Opthalmology. Edition 4. 2002. Medical Publisher. New

Delhi. Page 249-51.

19. Freeman WR. Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy. Edition 2. Hongkong

Lippincott-Raven. 1998. Page 199-213.

20. Diabetic Retinopathy. http:// www. Kellog.umich.edu/patientcare/conditions/ diabetic.

Retinopathy.html.

21. Diabetic Retinopati. http://www . Apagrafix.com/patiented/DiabeticRetinopathy

22. Elkington AR, Khaw PT. Petunjuk Penting Kelainan Mata. 1995. Penerbit Buku

Kedokteran EGC.hal 162-165.

23. Viswanath K, McGavin DM. Diabetic Retinopathy: Clinical Findings and

Management. Community Eye Health [internet] 2003 [cited 2012 Des 29]; 16(46):21-

23. Available from: http:// www.cehjournal.org/0953-6833/16

24. The Diabetes Control and Complication Trial/Epidemiology of Diabetes Intervension

and Complication Research Group. Retinopathy and Nephropathy in Patient with tipe 1

diabetes for four years after a trial of intervensive therapy. N Eng J Med 2000; 342,

381-9.

25. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group. Fundus

photograhic risk factor for progresion diabetic retinopathy: report number 12.

Opthalmology. 1991;98:823-33.

18