Referat Keratitis
-
Upload
jendycliffdadana -
Category
Documents
-
view
73 -
download
8
description
Transcript of Referat Keratitis
BAB I
PENDAHULUAN
Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat
melihat. Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea
bersifat jernih dan memiliki daya bias sebesar 43D. 1
Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan
maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur). Ketika
patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka
jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan
peradangan pada kornea (keratitis).1Keratitis akan memberikan gejala
seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya secret yang purulen yang biasa
terdapat pada keratitis bakterial.2
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri
seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella. 1
Gambar
1: Keratitis bakteri
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi dan Fisiologi Kornea
a. Anatomi
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki
indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara
dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.
Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam
nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu
organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan
2
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi
sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause
ditemukan pada daerah limbus 3
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk,
merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus
cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas : 3,4
1. Epitel
Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis
sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan
sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh
lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari
media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan.
Epitel memiliki daya regenerasi.
2. Membran bowman
Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran
basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur
seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini
tidak mempunyai daya generasi.
3. Stroma
3
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-
fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman
yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio
atau sesudah trauma.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron,
membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40
mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih
resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan
dengan bagian-bagian kornea yang lain.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk
heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet
melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan
endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya
regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan
mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada
regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan
yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena
kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi
(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel
4
dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini
mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada
lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea
b. Fisiologi
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan
sebuah “jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi
kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur
yang uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma
dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril.
Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari
substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang
kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas
yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan
inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa
bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel.
Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kada air
sebanyak 78%.5,6
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan
seseorang sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal
manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal
ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh
yang cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.7
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya
kornea sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea
melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel
epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari
limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi
pada kornea.6
5
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus
trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks
penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda
asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf
sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks
lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas
penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora)
dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera
kornea.8
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan
struktur jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini
berarti penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino
dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :8
1. Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya
2. Difusi dari humor aquous
3. Difusi dari film air mata
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea
tetap lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata,
permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang
kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi
mata dari infeksi.3
B. Etiologi
6
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus
aeroginosa, dan Moraxella. 8
C. Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi
terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier
epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos,
gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical
maupun sistemik.8
7
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan
pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea
memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan
tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata
(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta
kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.8
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma,
struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk
mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri,
amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen
kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi
yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat
menghasilkan sebuah infeksi di kornea.6
Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi
kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi,
yaitu: 8
Lesi pada kornea
1. Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
2. Antibodi akan mneginfiltrasi lokasi invasi pathogen
3. Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik
invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan
gambaran infiltrasi kornea
4. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa
pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
5. Pathogen akan menginvasi seluruh kornea.
6. Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada
membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan
8
descematocele yang dimana hanya membarana descement yang
intak.
7. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane
descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi
bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan
visus progresef dan bola mata akan menjadi lunak.
D. Klasifikasi
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea
yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel
dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma.
Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah: 3
1. Keratitis punctata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang
dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati
logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia
ringan dan pemakaian lensa kontak.
2. Keratitis flikten
Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi
mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
3. Keratitis sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya
sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di
konjungtiva.
4. Keratitis lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan
trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.
5. Keratitis nummularis
9
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea
biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.
Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :
1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital
2. Keratitis sklerotikans.
E. Gejala Klinis
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada
pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial.
Pasien dapat mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan,
fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan
blefarosspasma.3
Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan
lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri
dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari
palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya
menetap hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai
jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali
mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada
dibagian central.6
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa
lesi epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi
didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata
superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval
atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada
kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi
dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.9
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang,
tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes
simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada
10
pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat
dilihat pada pasien.10
F. Diagnosis
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada
pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah,
rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun
radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang
terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis
superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane
bowman superfisial terkait.5
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis
morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di
kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda – tanda yang terdapat
pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara
luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan
filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon
struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang
bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma
lalu ke epitel kornea.6
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan
kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat.
Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang
mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila
tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi
yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea.
11
Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat
terlihat.6
Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata
epithelial atau Thygenson’s desease merupakan salah satu tipe inflamasi
atau peradangan pada kornea mata dengan hilangnya epitel kornea.
Lesinya berupa pungtata yang terlihat seperti titik – titik meskipun dapat
juga berupa dendritic dengan gambaran linier dan bercabang. Karateristik
dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan jarang menyisakan
penglihatan.6
Keadaan yang meyebabkan penyakit ini dapat berupa infeksi mata
(virus, bakteri) maupun noninfeksi seperti :
1. Abnormalitas air mata
2. Reaksi imun
3. Denervasi
4. Distrofi
5. Trauma kimia ringan
6. Lensa kontak
7. Reaksi terhadap pengobatan sistemik, dll
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing,
fotofobia dan air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat
dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya
meninggi dan berisi titik – titik abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi
spesifik untuk keadaan ini, tergantung factor penyebabnya. Pengguna
kortikosteroid topikal terbukti dapat mengurangi gejala.6
Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan
menggunakan slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat
menggunakan loup. Hal tersebut dapat memberikan gambaran defek
epithelial. Pola distribusi flouresensi yang spesifik dapat sebagai
12
informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan etiologi dan
keratitis pungtata superfisial.1
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-
soluble yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25%
dengan zat anestetik (benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic
(povidone-iodine), maupun dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa
pengawet 2% dosis unit. Floresens akan menempel pada defek epithelial
pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan
dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak bebrbekas melalui film
air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah
defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan
tampak dengan warna hijau pada kornea.11
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea
dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam
penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata
superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit
lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas
dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam
penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.1
H. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis
pungtata superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air
mata artifisial seringkali adekuat pada kasus – kasus yang ringan. Air mata
artifisial dapat mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada
reservoir air mata. Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga
sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi dari film air mata serta
13
sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk membentuk kembali
microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.11
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien,air mata artifisial
dengan viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi)
diresepkan pada pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda.
Pada keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan
viskositas yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.6
Lensa kontak terapeutik yang lunak dapat digunakan sebagai
lubrikasi alternative pada beberapa kasus yang berat, walaupun komplikasi
potensial (seperti keratitis microbial) dapat terjadi. Lensa kontak
memperbaiki gejala dengan menutupi lesi kornea dan saraf yang secara
konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva selama berkedip.1
Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain
itu epitel yang tidak intsk dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke
dalam kornea. Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan
aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-positif
dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui.
Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan
cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan
ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata – rata
penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.6
Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial
dikarenakan penggunaannya pada infeksi virus dan jamur
dikontraindikasikan. Akan tetapi kortikosteroid sistemik dapat mencegah
perforasi kornea dan pembentukan jaringan parut pada kornea.10
Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien.
Levofloxacin maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus
yang baik dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien
hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan
hanya hingga pasien dapat mencapai titik kenyamanan.3
14
I. Komplikasi
Komplikasi keratitis dengan pengobatan yang paling sering
adalah sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan
leukoma.
1. Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat
2. Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat
3. Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat
Sedangkan pasien keratitis tanpa pengobatan komplikasi yang
paling ditakutkan adalah ulkus kornea.3
J. Prognosis 11
Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah
baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea.
Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal
visus pada pasien dengan keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut
ringan pada kornea dapat timbul pada kasus – kasus dengan keratitis
pungtata superfisial yang berlangsung lama.
Progonosis ulkus kornea sembuh dengan bekas luka. Jika dalam
pusat sumbu visual, pembiasan cahaya dipengaruhi. Jika ulkus kecil dan
terletak di pinggiran kornea akan membawa prognosis yang baik. Hindari
luka pada mata Kenakan kacamata pelindung saat bekerja .
Pada sikatriks lekoma kornea adalah yang mengganggu visus &
untuk kepentingan kosmetik, dan untuk memperbaiki visus dapa dilakukan
iridektomi optik dan keratoplasti , sehingga prognosis pasien keratitis yang
sembuh dengan sikatriks adalah baik.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. G.Lang. Flexybook Ophtalmology. 2nd edition. New York. Thieme. 2006.
p.115, 125, 130.
2. Oliver.J. Ophthalmology At a Glance. Blackwell Science. London. 2005.
p.33
3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
4. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62
5. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D.
Manual of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia;
Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p. 67-129
6. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General
Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p.
119-41
7. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related
Disorders of the External Eye. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic
and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009.
Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.205-41
8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60
9. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2012
July]; [1 screen]. Available from URL:http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract
10. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas
S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008.
H 147-78
11. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye
dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal
Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore :
American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-14
16
REFARAT
KERATITIS
Oleh:Jendy Dadana13014101108
Residen Pembimbing :
dr. Renie Indriani
Supervisor Pembimbing :
dr. Laya M Rares, SpM
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
17
LEMBAR PENGESAHAN
Refarat dengan judul :
KERATITIS
telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal Februari 2015
Residen Pembimbing
dr. Renie Indriani
Supervisor Pembimbing
dr. Laya M Rares, SpM
18