Referat Keratitis

28
BAB I PENDAHULUAN Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat. Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan memiliki daya bias sebesar 43D. 1 Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan pada kornea (keratitis). 1 Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya secret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial. 2 Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella. 1 1

description

semua tentang keratitis

Transcript of Referat Keratitis

Page 1: Referat Keratitis

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat

melihat. Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea

bersifat jernih dan memiliki daya bias sebesar 43D. 1

Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan

maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur). Ketika

patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka

jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan

peradangan pada kornea (keratitis).1Keratitis akan memberikan gejala

seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya secret yang purulen yang biasa

terdapat pada keratitis bakterial.2

Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri

seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,

Stapylococcus aeroginosa, dan Moraxella. 1

Gambar

1: Keratitis bakteri

1

Page 2: Referat Keratitis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Kornea

a. Anatomi

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,

berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki

indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara

dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia.

Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam

nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan

oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea

perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu

organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan

sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan

2

Page 3: Referat Keratitis

suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran

Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi

sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause

ditemukan pada daerah limbus 3

Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk,

merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus

cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan dan terdiri atas : 3,4

1. Epitel

Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis

sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan

sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh

lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari

media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda

ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di

sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan

makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan

glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang

melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan

erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem permukaan.

Epitel memiliki daya regenerasi.

2. Membran bowman

Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran

basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur

seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini

tidak mempunyai daya generasi.

3. Stroma

3

Page 4: Referat Keratitis

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.

Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibril-

fibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir

mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman

yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang

sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan

fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit

membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang

stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan

jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron,

membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40

mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih

resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan

dengan bagian-bagian kornea yang lain.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk

heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet

melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan

endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya

regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan

mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada

regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan

yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena

kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi

(kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel

4

Page 5: Referat Keratitis

dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini

mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada

lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea

b. Fisiologi

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan

sebuah “jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi

kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur

yang uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma

dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril.

Walaupun indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari

substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang

kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan regularitas

yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan

inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa

bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan endotel.

Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kada air

sebanyak 78%.5,6

Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan

seseorang sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh

kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal

manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal

ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh

yang cukup signifikan dalam fungsi fisus seseorang.7

Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya

kornea sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea

melalui membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel

epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari

limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi

pada kornea.6

5

Page 6: Referat Keratitis

Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus

trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks

penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda

asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf

sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks

lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas

penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora)

dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera

kornea.8

Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan

struktur jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini

berarti penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino

dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :8

1. Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya

2. Difusi dari humor aquous

3. Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea

tetap lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata,

permukaan epitel akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang

kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi

mata dari infeksi.3

B. Etiologi

6

Page 7: Referat Keratitis

Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus

aeroginosa, dan Moraxella. 8

C. Patofisiologi

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi

terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier

epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos,

gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical

maupun sistemik.8

7

Page 8: Referat Keratitis

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan

pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea

memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan

tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata

(lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta

kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.8

Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya

mikroorganisme ke dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma,

struma yang avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk

mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri,

amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen

kornea bacterial, pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi

yang berat atau pada host yang immunocompromised untuk dapat

menghasilkan sebuah infeksi di kornea.6

Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi

kornea superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi,

yaitu: 8

Lesi pada kornea

1. Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

2. Antibodi akan mneginfiltrasi lokasi invasi pathogen

3. Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik

invasi pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan

gambaran infiltrasi kornea

4. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa

pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

5. Pathogen akan menginvasi seluruh kornea.

6. Hasilnya stroma akan mengalamii atropi dan melekat pada

membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan

8

Page 9: Referat Keratitis

descematocele yang dimana hanya membarana descement yang

intak.

7. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane

descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut

ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi

bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan

visus progresef dan bola mata akan menjadi lunak.

D. Klasifikasi

Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea

yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel

dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma.

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah: 3

1. Keratitis punctata superfisialis

Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang

dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati

logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia

ringan dan pemakaian lensa kontak.

2. Keratitis flikten

Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi

mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.

3. Keratitis sika

Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya

sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di

konjungtiva.

4. Keratitis lepra

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan

trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.

5. Keratitis nummularis

9

Page 10: Referat Keratitis

Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea

biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :

1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital

2. Keratitis sklerotikans.

E. Gejala Klinis

Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada

pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial.

Pasien dapat mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan,

fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan

blefarosspasma.3

Oleh karena korea memiliki banyak serat – serat saraf, kebanyakan

lesi kornea baik supervisial ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri

dan fotofobia. Nyeri pada keratitis diperparah degan pergerakan dari

palpebral (umunnya palpebral superior) terhadap kornea dan biasanya

menetap hingga terjadi penyembuhan karena kornea bersifat sebagai

jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea sering kali

mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada

dibagian central.6

Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa

lesi epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi

didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata

superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval

atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada

kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi

dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.9

Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang,

tapi tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes

simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada

10

Page 11: Referat Keratitis

pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat

dilihat pada pasien.10

F. Diagnosis

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada

pasien yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah,

rasa silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun

radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang

terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis

superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane

bowman superfisial terkait.5

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis

morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di

kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda – tanda yang terdapat

pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara

luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan

filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon

struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang

bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma

lalu ke epitel kornea.6

Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan

kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat.

Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang

mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan

biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila

tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi

yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya

sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea.

11

Page 12: Referat Keratitis

Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat

terlihat.6

Keratitis pungtata superfisial yang disebut juga keratitis pungtata

epithelial atau Thygenson’s desease merupakan salah satu tipe inflamasi

atau peradangan pada kornea mata dengan hilangnya epitel kornea.

Lesinya berupa pungtata yang terlihat seperti titik – titik meskipun dapat

juga berupa dendritic dengan gambaran linier dan bercabang. Karateristik

dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan jarang menyisakan

penglihatan.6

Keadaan yang meyebabkan penyakit ini dapat berupa infeksi mata

(virus, bakteri) maupun noninfeksi seperti :

1. Abnormalitas air mata

2. Reaksi imun

3. Denervasi

4. Distrofi

5. Trauma kimia ringan

6. Lensa kontak

7. Reaksi terhadap pengobatan sistemik, dll

Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing,

fotofobia dan air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat

dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya

meninggi dan berisi titik – titik abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi

spesifik untuk keadaan ini, tergantung factor penyebabnya. Pengguna

kortikosteroid topikal terbukti dapat mengurangi gejala.6

Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan

menggunakan slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat

menggunakan loup. Hal tersebut dapat memberikan gambaran defek

epithelial. Pola distribusi flouresensi yang spesifik dapat sebagai

12

Page 13: Referat Keratitis

informasi yang berguna dalam menegakkan kemungkinan etiologi dan

keratitis pungtata superfisial.1

Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-

soluble yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25%

dengan zat anestetik (benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic

(povidone-iodine), maupun dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa

pengawet 2% dosis unit. Floresens akan menempel pada defek epithelial

pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan

dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak bebrbekas melalui film

air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah

defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan

tampak dengan warna hijau pada kornea.11

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea

dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian

selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam

penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata

superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit

lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas

dapat dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam

penegakan diagnosis maupun penanganan penyakit.1

H. Penatalaksanaan

Terdapat beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis

pungtata superfisial. Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air

mata artifisial seringkali adekuat pada kasus – kasus yang ringan. Air mata

artifisial dapat mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada

reservoir air mata. Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga

sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi dari film air mata serta

13

Page 14: Referat Keratitis

sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk membentuk kembali

microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.11

Tergantung dari keparahan gejala pada pasien,air mata artifisial

dengan viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi)

diresepkan pada pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda.

Pada keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan

viskositas yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.6

Lensa kontak terapeutik yang lunak dapat digunakan sebagai

lubrikasi alternative pada beberapa kasus yang berat, walaupun komplikasi

potensial (seperti keratitis microbial) dapat terjadi. Lensa kontak

memperbaiki gejala dengan menutupi lesi kornea dan saraf yang secara

konstan mengalami fraksi dengan konjungtiva selama berkedip.1

Sekitar 90% dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain

itu epitel yang tidak intsk dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke

dalam kornea. Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan

aktivitas broad spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-positif

dan Gram-negative hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui.

Regimen awal yang diberikan termasuk aminoglycoside dengan

cephalosporin generasi pertama setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan

ciprofloxacin 0,3% yang meberikan percepatan waktu rata – rata

penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan terapi konvensional.6

Penggunaan kortikosteroid topikal masih kontroversial

dikarenakan penggunaannya pada infeksi virus dan jamur

dikontraindikasikan. Akan tetapi kortikosteroid sistemik dapat mencegah

perforasi kornea dan pembentukan jaringan parut pada kornea.10

Antibiotik sistematik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat

infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien.

Levofloxacin maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus

yang baik dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien

hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan

hanya hingga pasien dapat mencapai titik kenyamanan.3

14

Page 15: Referat Keratitis

I. Komplikasi

Komplikasi keratitis dengan pengobatan yang paling sering

adalah sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan

leukoma.

1. Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat 

2. Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat

3. Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat

Sedangkan pasien keratitis tanpa pengobatan komplikasi yang

paling ditakutkan adalah ulkus kornea.3

J. Prognosis 11

Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah

baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea.

Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal

visus pada pasien dengan keratitis pungtata superfisial sangat baik. Parut

ringan pada kornea dapat timbul pada kasus – kasus dengan keratitis

pungtata superfisial yang berlangsung lama.

Progonosis ulkus kornea sembuh dengan bekas luka. Jika dalam

pusat sumbu visual, pembiasan cahaya dipengaruhi. Jika ulkus kecil dan

terletak di pinggiran kornea akan membawa prognosis yang baik. Hindari

luka pada mata Kenakan kacamata pelindung saat bekerja .

Pada sikatriks lekoma kornea adalah yang mengganggu visus &

untuk kepentingan kosmetik, dan untuk memperbaiki visus dapa dilakukan

iridektomi optik dan keratoplasti , sehingga prognosis pasien keratitis yang

sembuh dengan sikatriks adalah baik.

15

Page 16: Referat Keratitis

DAFTAR PUSTAKA

1. G.Lang. Flexybook Ophtalmology. 2nd edition. New York. Thieme. 2006.

p.115, 125, 130.

2. Oliver.J. Ophthalmology At a Glance. Blackwell Science. London. 2005.

p.33

3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.

Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13

4. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK.

2005. p.62

5. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston D.

Manual of Ocular Diagnosis and Theraphy. 5th edition. Philadelphia;

Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p. 67-129

6. Biswell R. Cornea. In: Vaughan D, Asbury T, Riordon-Eva P. General

Ophthalmology. 15th edition. Connecticut ; Appleton & Lange; 1999. p.

119-41

7. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Clinical Approach to Immune-Related

Disorders of the External Eye. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic

and Cliniccal Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009.

Singapore : American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.205-41

8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook

Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60

9. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited 2012

July]; [1 screen]. Available from URL:http://bjo.bmj.com/cgi/pdf_extract

10. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam : Ilyas

S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008.

H 147-78

11. Skuta GL,Cantor LB,Weiss JS. Structure dan Function of the External Eye

dan Cornea. In : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Basic and Cliniccal

Science Cources : External Disease dan Cornea 2008-2009. Singapore :

American Academy of Ophthalmology ; 2007. p.5-14

16

Page 17: Referat Keratitis

REFARAT

KERATITIS

Oleh:Jendy Dadana13014101108

Residen Pembimbing :

dr. Renie Indriani

Supervisor Pembimbing :

dr. Laya M Rares, SpM

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2015

17

Page 18: Referat Keratitis

LEMBAR PENGESAHAN

Refarat dengan judul :

KERATITIS

telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal Februari 2015

Residen Pembimbing

dr. Renie Indriani

Supervisor Pembimbing

dr. Laya M Rares, SpM

18