Referat (Keratitis Viral)

26
BAB I PENDAHULUAN Kornea merupakan jaringan yang menutup bola mata bagian depan yang terdiri dari lima lapisan. Lapisan tersebut adalah epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan endotel. Selain itu, kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya. Kornea dapat menembus cahaya dikarenakan strukturnya yang avaskular, memiliki sel yang uniform dan desturgesens. Rata-rata kornea memiliki ketebalan di bagian sentral yaitu 0,5 mm, memiliki diameter horizontal sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Pada kornea dapat terjadi suatu peradangan yang disebut dengan keratitis. Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian obat topikal dan reaksi terhadap konjungtivitis menahun. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda. Selain itu, keratitis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya seperti keratitis virus, keratitis bakteri, keratitis jamur dan keratitis alergi. Pada referat ini akan dibahas mengenai keratitis yang disebabkan oleh virus. Dari anamnesa pada keratitis virus seringkali didapatkan mata merah, nyeri, silau, buram, terasa mengganjal atau seperti kelilipan. Disertai gejala dan tanda berupa injeksi silier dan kornea keruh yang penuh dengan infiltrat. Timbulnya rasa sakit yang berat pada keratitis 1

description

referat keratitis mata

Transcript of Referat (Keratitis Viral)

Page 1: Referat (Keratitis Viral)

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea merupakan jaringan yang menutup bola mata bagian depan yang terdiri dari

lima lapisan. Lapisan tersebut adalah epitel, membran bowman, stroma, membran descement

dan endotel. Selain itu, kornea adalah selaput bening mata yang dapat menembus cahaya.

Kornea dapat menembus cahaya dikarenakan strukturnya yang avaskular, memiliki sel yang

uniform dan desturgesens. Rata-rata kornea memiliki ketebalan di bagian sentral yaitu 0,5

mm, memiliki diameter horizontal sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.

Pada kornea dapat terjadi suatu peradangan yang disebut dengan keratitis. Keratitis

adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya air

mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian obat topikal dan reaksi terhadap

konjungtivitis menahun. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang

terkena seperti keratitis superficial dan profunda. Selain itu, keratitis juga dapat

diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya seperti keratitis virus, keratitis bakteri, keratitis

jamur dan keratitis alergi.

Pada referat ini akan dibahas mengenai keratitis yang disebabkan oleh virus. Dari

anamnesa pada keratitis virus seringkali didapatkan mata merah, nyeri, silau, buram, terasa

mengganjal atau seperti kelilipan. Disertai gejala dan tanda berupa injeksi silier dan kornea

keruh yang penuh dengan infiltrat. Timbulnya rasa sakit yang berat pada keratitis disebabkan

oleh karena kornea bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media

untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk ke

mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi

terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris yang meradang. Oleh

karena itu, keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan merasa ada yang

mengganjal atau kelilipan.

Secara umum, komplikasi yang dapat timbul pada keratitis adalah uveitis, glaukoma dan

endofthalmitis. Maka dari itu penanganan yang cepat dan tepat pada keratitis akan sangat bermanfaat untuk

mengindari penyakit lanjutan yang merupakan komplikasi dari penyakit ini. Oleh karena itu, referat ini

membahas lebih lanjut mengenai keratitis khususnya keratitis virus sehingga kelainan mata

ini dapat dideteksi secara dini dengan cara mengetahui gejala, pemeriksaan fisik dan

oftalmologi maupun penunjang untuk menegakkan diagnosis sehingga komplikasi dari

penyakit ini dapat dihindarkan dan dapat memperbaiki prognosis pasien ke depannya.

1

Page 2: Referat (Keratitis Viral)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea

II.1.1. Anatomi Kornea

Kornea merupakan jaringan selaput bening yang menutupi bola mata bagian depan.

Kornea bersifat transparan dikarenakan strukturnya yang avaskular, memiliki sel yang

uniform dan disturgensi. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar

pada sambungannya disebut dengan sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai

tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Kornea

memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan

dioptri mata manusia.8

Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya,

kornea bergantung pada difusi glukosa dari aquous humor dan oksigen yang berdifusi melalui

lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus.

Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak

dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.1

Gambar 1. Anatomi Mata

(Sumber: http://www.aao.org/eyecare/anatomy/)

Dari anterior ke posterior, kornea memiliki lima lapisan yang berbeda-beda. Kelima

lapisan itu adalah lapisan epitel yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris, 2

Page 3: Referat (Keratitis Viral)

membran bowman, stroma, membran descement dan endotel. Berikut ini adalah penjelasan

mengenai lima lapisan tersebut.3

Epitel

Tebal lapisan epitel kira-kira 5% (550 µm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel

dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Terdiri 5

lapis sel epitel squamous bertingkat tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu

lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel

dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapisan sel sayap dan semakin maju ke

depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya

dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini

menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi

gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Sedangkan epitel berasal dari ektoderem

permukaan. Selain itu, lapisan epitel memiliki daya regenerasi.

Membran bowman

Lapisan basal tipis yang berasal dari sel basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian epan stroma..

Lapisan ini memiliki daya tahan yang tinggi terhadap trauma, namun tidak memiliki

daya regenerasi. Apabila terjadi trauma akan menimbulkan jaringan parut. Tebal

lapisan ini sekitar 12 µm.

Stroma

Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah

pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang

sejajar satu dengan yang lainnya dengan lebar sekitar 0,5 mm yang saling menjalin

dan mencakup seluruh diameter kornea. Lamela terletak di dalam satu zat dasar

proteoglikan terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak diantara

serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen

dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Membran Descemet

Lapisan ini merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak

amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur

3

Page 4: Referat (Keratitis Viral)

hidup dan mempunyai tebal 40 µm. Lebih kompak dan elastis daripada membran

bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya

dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain.

Endotel

Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara

20-40 µm melekat erat pada membran descemet melalui hemi desmosom dan zonula

okluden. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aquous humor.

Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya

regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi

kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel

tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem

pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan

kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Endotel korne juga cukup

rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan.

Gambar 2. Lapisan Kornea

Sumber: http://kedokteranbook.blogspot.com/2013/10/

korpus_alienum_kornea_benda_asing_di.htm)

4

Page 5: Referat (Keratitis Viral)

Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan

membran semi permeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea,

jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada

kornea.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel

dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk

sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah

limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa

endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak

mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan

menutupi bola mata di bagian depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana

40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea.

II.1.2. Fisiologi Kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya

menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh susunan filamen-filamen kolagen

pada stroma yang uniform, avaskular, dan komposisi air yang konstan di dalam stroma atau

keadaan dehidrasi relatif (deturgesens). Air di dalam stroma dipertahankan sebanyak 70%.8

Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa

bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme

dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau

fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-

sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,

kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan

menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata

prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin

merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu

mempertahankan keadaan dehidrasi.6

Penetrasi obat ke dalam ke kornea bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat

melalui epitel utuh dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar

5

Page 6: Referat (Keratitis Viral)

dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus. Epitel adalah sawar yang

efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun, sekali kornea ini

cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai

macam organisme, seperti bakteri, virus, parasit, dan jamur.6

II.2. Keratitis

II.2.1. Definisi Keratitis

Keratitis adalah suatu keadaan dimana kornea mata yang merupakan bagian terdepan

bola mata mengalami peradangan. Keratitis dapat memberikan gejala mta merah, rasa silau,

merasa ada yang mengganjal atau kelilipan dan penurunan tajam penglihatan.7

II.2.2. Etiologi Keratitis

Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan

keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain

adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang

masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu,

polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A , penggunaan lensa kontak yang kurang

baik dan bahkan bisa disebabkan oleh konjuntivitis yang menahun.7,3

II.2.3. Klasifikasi Keratitis 6,3

Keratitis dapat dibagi berdasarkan etiologi dan lokasi. Berikut ini merupakan

klasifikasi keratitis berdasarkan lokasi dan etiologinya, berdasarkan lokasinya

diklasifikasikan sebagai berikut ini:

1. Keratitis epitelial

2. Keratitis subepitelial

3. Keratitis stromal

4. Keratitis Endotelial

Sementara menurut etiologinya keratitis memiliki klasifikasi berikut ini

1. Keratitis Bakterial

a. Streptococcus Pneumoniae (pneumokokal)

b. Streptococcus Grup A

c. Moraxella Liquefaciens

d. Pseudomonas Aeruginosa

6

Page 7: Referat (Keratitis Viral)

2. Keratitis Virus

a. Keratitis Herpes Simpleks

b. Keratitis Herpes Zooster

c. Keratitis Varicella Zooster

3. Keratitis Jamur

4. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis Flikten

b. Keratokonjungtivitis Vernal

c. Ulkus Fliktenular

d. Keratitis Fasikularis

5. Keratitis Marginal

6. Keratitis Filamentosa

7. Keratitis Lagoftalmus

8. Keratitis Neuroparalitik

9. Keratokonjungtivitis Sicca

II.3. Keratitis Virus

Keratitis ini memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada dataran

depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit seperti herpes simpleks, herpes zooster,

varicella zooster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma. Pada keratitis ini biasanya terdapat

bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut.

II.3.1. Keratitis Herpes Simpleks

HSV adalah virus DNA yang umumnya menyerang manusia. Infeksi terjadi oleh

kontak langsung kulit atau membran mukosa dengan lesi virus atau sekresinya. HSV yang

menyerang manusia terdiri dari dua tipe yaitu HSV tipe 1 dan tipe 2. HSV tipe 1 infeksinya

terutama pada daerah orofasial dan ocular, sementara HSV tipe 2 umumnya ditularkan

melalui hubungan seksual dan menyebabkan penyakit genitalia. Diantara kedua tipe ini, HSV

tipe 1 paling sering menyebabkan infeksi pada kornea. HSV-2 jarang terjadi namun, dapat

menginfeksi mata melalui kontak orofasial dengan lesi genitalia dan secara tidak sengaja

ditularkan kepada neonatus ketika neonatus lahir secara normal pada ibu yang teinfeksi HSV-

2.2

7

Page 8: Referat (Keratitis Viral)

Keratitis herpetika yang disebabkan oleh herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu

epitelial dan stromal. Perbedaan ini perlu dipahami karena mekanisme kerusakannya yang

berbeda. Pada keratitis epitelial kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial,

mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang

stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen

antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan

proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal

ini penting diketahui karena manajemen pengobatannya yang berbeda, pada yang epitelial

ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan

reaksi radangnya.2

Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kornea kurang

vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler

HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara

imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak. Sesudah

terjadi infeksi primer, virus ini akan menetap secara laten di ganglion trigeminum. Faktor

yang mempengaruhi kekambuhan penyakit ini adalah dari lokasinya, kemudian oleh jenis

virusnya.2

a. Manifestasi Klinik

Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan.

lnfeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler,

konjungtivitis folikularis, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99%

kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya

pada pasien-pasien atopik. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya

antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Selain itu keratitis herpes simpleks

didomininasi oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.6

Gejala-gejala subyektif keratitis epitelial meliputi fotofobia, injeksi siliar, dan

penglihatan kabur. Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi

epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai

terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya pada herpes zoster

oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati

bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak

adanya fotofobia.5

8

Page 9: Referat (Keratitis Viral)

Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan, bermanifestasi sebagai

blefarokonjungtivitis vesikular, kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya terdapat pada

anak-anak muda. Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa menimbulkan kerusakan

yang berarti pada mata. Serangan keratitis herpes jenis rekurens umumnya dipicu oleh

demam, pajanan sinar yang berlebihan terhadap cahaya sinar UV, trauma, stress psikis, awal

menstruasi, atau keadaan imunosupresi lokal atau sistemik lainnya. Umumnya unilateral,

namun lesi bilateral dapat terjadi pada 4-6% kasus dan paling sering pada kasus atopik.6

Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian sentral

terkena akan terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anastesi kornea umumnya timbul

pada awal infeksi, gejalanya minimal dan pasien tidak datang berobat. Sering ada riwayat

lepuh-lepuh demam atau infeksi herpes lain, tetapi ulkus kornea terkadang merupakan satu-

satunya gejala pada infeksi herpes rekurens.6

Selain manifestasi gejala klinis diatas, keratitis HSV juga memiliki manifestasi

adanya ulkus. Ulkus yang timbul dibedakan menjadi 5 golongan sebagai berikut ini:

Ulserasi Dendritik

Paling khas, yang ditandai oleh percabangan linear khas dengan tepian kabur, dan

memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya, yang akan terwarnai oleh fluoresin

dan berkurangnya sensasi kornea. Lesi ini terjadi pada epitel kornea.

Gambar 3. Keratitis Dendritik Tanpa Fluorescein

(Sumber: http://www.scribd.com/doc/99701398/Referat-keratitis)

9

Page 10: Referat (Keratitis Viral)

Gambar 4. Keratitis Dendritik Dengan Fluorescein

(Sumber: http://www.scribd.com/doc/99701398/Referat-keratitis)

Ulserasi Geografik (Ameboid)

Bentuk ulkus dendritik kronik dengan lesi dendritik halus yang bentuknya lebih lebar.

Tepian ulkus tidak terlalu kabur. Sensasi kornea menurun seperti pada penyakit kornea

lainnya. Keadaan ini terutama terjadi pada mata yang diobati dengan steroid topikal

secara kurang hati-hati. Ulkus jenis ini akan menimbulkan keratitis trofik bila tidak

mengalami penyembuhan epitel.

Gambar 5. Ulkus Geografik

(Sumber: http://www.scribd.com/doc/99701398/Referat-keratitis)

Lesi Subepitelial

Tampak adanya bayangan mirip hantu yang bentuknya sesuai dengan defek epitelial asli,

tetapi sedikit lebih besar, serigkali terlihat di daerah tepat di bawah lesi epitel. Biasanya

lesi ini tidak menetap lebih dari satu tahun.

Keratitis Disiformis

Terjadi karena hipersensitivitas terhadap virus herpes yang ditandai dengan edema

stroma pada zona sentral tanpa adanya vaskularisasi dan edema epitel yang disertai iritis 10

Page 11: Referat (Keratitis Viral)

dan presipitat keratik. Patogenesis dari keratitis ini umumnya diakibatkan suatu reaksi

imunologik terhadap antigen virus dalam stroma atau endotel. Kebanyakan lesi herpetik

pada orang imunokompeten, keratitis disiformis umumnya akan sembuh sendiri setelah

berlangsung beberapa hari sampai bulan. Edema adalah tanda yang paling menonjol, dan

biasanya penyembuhan dapat terjadi dengan parut dan vaskularisasi minimal.

Gambar 6. Keratitis Disiformis

(Sumber: http://www.scribd.com/doc/99701398/Referat-keratitis)

Keratitis Nekrotik (Infiltratif)

Bentuk ini jarang terjadi, tetapi sangat serius karena dapat menimbulkan perforasi dan

pembentukan parut kornea. Stroma kornea menjadi seperti keju dan keruh akibat

infiltrasi aktif dan destruksi. Sebelum terjadinya keratitis jenis ini akan timbul lesi perifer

kornea. Lesi ini umumnya liear dan terdapat kehilangan epitel kornea.

b. Tatalaksana 6,3,9

Hal-hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi rasa

sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Tujuan dari

terapi keratitis herpetik yaitu untuk menghentikan replikasi virus di dalam kornea dan juga

memperkecil efek perusakan respon pandang.

Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.

Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga

untuk menghilangkansawar epitelial sehingga antiviral lebih mudah menembus. Dalam halini

juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang seringmengikuti keratitis dendritik.

Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epitelial, konsekuensinya

11

Page 12: Referat (Keratitis Viral)

reaksi radang akan cepat berkurang. Di antara 8 kelompok penelitian yang dilakukan antara

tahun 1976-1987 tentang peranan debridement ternyata kelompok peneliti menyimpulkan

bahwa tindakan debridement mempercepat penyembuhan. Cara yang dilakukan adalah

dengan menggunakan obat siklopegik seperti homatropin 5% diteteskan ke dalam saccus

konjungtivalis, kemudian dibalut tekan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti

balutannya hingga defek korneanya sembuh. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal

mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis

epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien

menghadapi berbagai keracunan obat. Apabila tidak ada perbaikan dalam 21 hari, perlu

diganti dengan antiviral yang lain.

Tatalaksana lain yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan obat-obatan.

Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine,trifluridine,

vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk penyakit stroma

dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan reaksi toxik.

Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata berat, khususnya

pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema

herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis

herpes simpleks dan pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye

disease study).

Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel

kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini

penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat merusak.

Kortikosteroid topikal dapat juga mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan

risiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya

respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk

mengendalikan replikasi virus.

Setelah menggunakan obat tatalaksana lain yang dapat dilakukan adalah dengan

tindakan bedah seperti keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi

penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan

beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat

timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah

penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari

penyakit stroma rekurens.

12

Page 13: Referat (Keratitis Viral)

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi

mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan sianokrilat dapat

dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft “petak” lamelar berhasil baik

pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti

penetrans karena lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak

untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat

padakeratitis herpes simplek.

Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV Infeksi

HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira–kira sepertiga kasus dalam 2 tahun serangan

pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya. Setelah denga teliti mewawancarai

pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah

demam, pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari. Keadaan –

keadaan yang dapat menimbulkan streapsikis dapat dikurangi. Dan aspirin dapat diminum

sebelum menstruasi.

c. Prognosis

Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila

tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala sisa.

II.3.2. Keratitis Virus Varicella Zooster 6,5

Infeksi virus varicella zoster terjadi dalam 2 bentuk yaitu, primer (varicella) dan

rekuren (zooster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella namun sering pada

zoster ophthalmic. Pada varicella, lesi mata umumnya pada kelopak dan tepian kelopak.

Jarang ada keratitis (khas lesi stroma perifer dengan vaskularisasi), dan lebih jarang lagi

keratitis epithelial dengan atau tanpa pseudodendrite. Pernah dilaporkan keratitis disciformis,

dengan uveitis yang lamanya bervariasi.

Berbeda dari lesi kornea varicella, yang jarang dan jinak, zoster ophthalmic relatif

banyak dijumpa, kerap kali disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan

status kekebalan pasien. Komplikasi kornea pada zoster ophthalmic dapat diperkirakan

timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi cabang-cabang Nervus

Nasosiliaris.

Berbeda dari keratitis HSV rekuren, yang umumnya hanya mengenai epithel, keratitis

VZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi epitelnya keruh, kecuali kadang-

13

Page 14: Referat (Keratitis Viral)

kadang pada pseudodendrite linear yang sedikit mirip dendrite pada keratitis HSV. Keluhan

stroma disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrate sel yang pada awalnya hanya subepitel.

Keadaan ini dapat diikuti penyakit stroma dalam dengan nekrosis dan vaskularisasi. Kadang-

kadang timbul keratitis disciformis dan mirip keratitis disciformis HSV. Kehilangan sensasi

kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi

kornea tampak sudah sembuh. Uveitis yang timbul cenderung menetap beberapa minggu

sampai bulan, namun akhirnya sembuh. Skleritis dapat menjadi masalah berat pada penyakit

VZV mata.

Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes

zoster ophthalmic, khususnya pada pasien yang kekebalannya terganggu. Dosis oralnya

adalah 800mg, 5 kali sehari untuk 10-14 hari. Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah

timbulnya kemerahan. Peranan antivirus topikal kurang meyakinkan. Kortikosteroid topikal

mungkin diperlukan untuk mengobati keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder.

Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Terapi ini mungkin diindikasikan

untuk mengurangi insidensi dan hebatnya neuralgia paska herpes. Namun demikian keadaan

ini sembuh sendiri.

14

Page 15: Referat (Keratitis Viral)

BAB III

KESIMPULAN

Kornea merupakan jaringan selaput bening yang menutupi bola mata bagian depan

yang merupakan salah satu media refraksi. Kornea bersifat transparan dikarenakan

strukturnya yang avaskular, memiliki sel yang uniform dan disturgensi. Kornea dewasa rata-

rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6

mm. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total

58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea terdiri dari 5 lapian yaitu, epitel, membran

bowman, stroma, membran descement dan endotel. Dalam nutrisinya, kornea bergantung

pada difusi glukosa dari aquous humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.

Keratitis adalah peradangan yang terjadi pada kornea yang dapat disebabkan oleh

berbagai hal seperti, berkurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi pada pemberian

obat topikal dan pajanan benda asing yang masuk ke dalam mata serta reaksi terhadap

konjungtivitis menahun. Secara umum, keratitis akan memberikan gejala berupa mata merah,

mata berair, terasa mengganjal seperti kelilipan dan bahkan dapat terjadi penurunan tajam

penglihatan. Menurut lapisan kornea yang terkena keratitis dibedakan menjadi 4 yaitu,

keratitis epitelial, keratitis subepitelial, keratitis stromal dan keratitis endotelial. Menurut

etiologinya keratitis diklasifikasikan menjadi, keratitis bakteri, keratitis jamur, keratitis virus,

keratitis alergi, dan masih banyak lagi klasifikasi lainnya dari keratitis.

Untuk keratitis virus klasifikasinya terbagi menjadi dua yaitu, keratitis virus herpes

simpleks dan keratitis virus varicella zoster. Keratitis herpetika yang disebabkan oleh herpes

simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Perbedaan ini perlu dipahami

karena mekanisme kerusakannya yang berbeda. Sementara pada keratitis VZV terjadi dalam

2 bentuk yaitu, primer (varicella) dan rekuren (zooster). Kedua keratitis ini memiliki gejala

dan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Salah satu contoh manifestasi klinisnya adalah

lokasi yang terkena, pada keratitis HSV mengenai bagian epitel namun, pada keratitis VZV

mengenai stroma dan uvea anterior. Selain itu untuk keratitis HSV juga seringkali ditemukan

adanya beberapa jenis lesi yang terjadi.

Untuk penatalaksanaannya, kedua jenis keratitis ini pada umumnya sama-sama

menggunakan obat antiviral. Dosis dan jenis antiviral yang digunakan tergantung dari gejala

dan etiologinya. Pada keratitis HSV terdapat tatalaksana lainya yang dapat dilakukan selain

15

Page 16: Referat (Keratitis Viral)

dengan medikamentosa, tatalaksana lainnya tersebut adalah debridement, dan tindakan bedah

seperti keratoplasti. Pada dasarnya kedua keratitis ini memiliki prognosis yang baik apabila

penegakan diagnosisnya tepat dan penatalaksanaannya secara cepat dan sesuai dengan

etiologinya.

DAFTAR PUSTAKA16

Page 17: Referat (Keratitis Viral)

1. American Academy OF Ophtalmology. 2007. Externa Disease and Cornea.

San Fransisco.

2. Saputri, Lucy Octavia. 2010. Keratitis Herpes Simpleks.

(http://www.scribd.com/doc/56647105/Keratitis-Herpes-Simplex). Diakses 10

Mei 2014.

3. Ilyas, Sidarta. 2012. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Keempat. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta, Indonesia.

4. Ilyas, Sidarta. 2002. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta, Indonesia.

5. Elmer Tu, Sugar Joel. 2011. Eye Conditions: Keratitis. University of Illonis

Department of Ophtalmology and Visual Sciences. Available URL

(http://www.uic.edu/com/eye/PatientCare/EyeConditions/Keratitis.shtml).

6. Vaughan, Daniel. 2009. Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku

Kedokteran, EGC. Jakarta, Indonesia.

7. Wijaya N. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta,

Indonesia

8. Zagoto, Rabel Relianta. 2010. Anatomi, Histologi, Fisiologi Kornea.

(http://www.scribd.com/doc/210643159/Anatomi-Histologi-Dan-Fisiologi-

Kornea) diakses 11 Mei 2014.

9. Anggraeni, Reni. 2009. Keratitis Viral.

(http://www.scribd.com/doc/99701398/Referat-keratitis). Diakses 11 Mei

2014.

10. Kanski JJ, Bowling B, editors. 2011. Clinical Ophthalmology: a systemic

approach. 7th ed. Elsevier.

17