REFERAT HIPERTENSI

14
Pendahuluan Pengaturan Tekanan Darah Tekanan darah ditentukan oleh dua factor utama yaitu curah jantung (cardiac output) dan resistensi vascular perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter di atas dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain system saraf simpatis dan system saraf parasimpatis, system renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan factor local berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah. System saraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. System parasimpatis bersifat depresif yaitu menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain itu terdapat sinergisme antara system simpatis dan system SRAA yang saling memperkuat efek masing-masing. Sel endotel pembuluh darah memperoduksi berbagai bahan vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local dan sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium derived relaxing factor (EDRF) yang dikenal dengan nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu, jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin yang bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah. Obat-obat hipertensi bekerja dengan berbagai

description

refrat

Transcript of REFERAT HIPERTENSI

Page 1: REFERAT HIPERTENSI

Pendahuluan

Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah ditentukan oleh dua factor utama yaitu curah jantung (cardiac output) dan resistensi vascular perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah. Semua parameter di atas dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain system saraf simpatis dan system saraf parasimpatis, system renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan factor local berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah. System saraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan meningkatkan resistensi pembuluh darah. System parasimpatis bersifat depresif yaitu menurunkan tekanan darah karena menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif berdasarkan efek vasokontriksi angiotensin II dan perangsangan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga meningkatkan volume darah. Selain itu terdapat sinergisme antara system simpatis dan system SRAA yang saling memperkuat efek masing-masing.

Sel endotel pembuluh darah memperoduksi berbagai bahan vasoaktif yang sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II local dan sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium derived relaxing factor (EDRF) yang dikenal dengan nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu, jantung terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin yang bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah. Obat-obat hipertensi bekerja dengan berbagai mekanisme yang berbeda, namun akan berakhir pada penurunan curah jantung atau resistensi perifer atau keduanya.

Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi sekunder.

1. Hipertensi essensialHipertensi essensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebabnya multifactor meliputi factor genetic dan lingkungan. Factor genetic mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin. Sedangkan factor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.

2. Hipertensi sekunder

Page 2: REFERAT HIPERTENSI

Meliputii 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan. Hipertensi renal dapat berupa hipertensi renovaskular misalnya pada stenosis arteri renalis, vaskulitis intrarenal dan sebagainya. Yang termasuk hipertensi endokrin adalah akibat kelainan korteks adrenal (hiperaldosteronisme primer, sindorma Cushing), tumor medulla adrenal. Penyakit yang dapat menimbulkan hipertensi antara lain koarktasio aorta, kelainan neurologic (tumor otak, ensefalitis), stress akut, serta beberapa obat kontrasepsi hormonal.

Komplikasi Hipertensi dan Faktor Risiko Kardiovaskular

Hipertensi lama dan atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ (target organ damage) pada jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darah perifer. Pada jantung dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri sampai gagal jantung, pada otak dapat terjadi stroke karena pecahnya pembuluh darah serebral dan pada ginjal menyebabkan penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal. Pada mata terjadi retinopati hipertensif berupa bercak-bercak perdarahan pada retina dan edema papil nervus optikus. Selain itu, hipertensi merupakan factor risiko terjadi aterosklerosis dengan akibat penyakit jantung koroner (angina pectoris sampai infark miokard) dan stroke iskemik. Hipertensi yang sangat berat juga menimbulkan aneurisma aorta dan robeknya lapisan intima aorta (dissecting aneurisma). Pengendalian berbagai factor risiko pada hipertensi sangat penting untuk mencegah komplikasi kardiovaskular. Factor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain tekanan darah, kelainan metabolic seperti DM, lipid darah, asam urat, kolesterol,obesitas), merokok, alcohol dan yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, dan factor genetic.

Tujuan dan Strategi Pengobatan Hipertensi

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular. Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena pada umumnya tekanan diastolic akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya tekanan sistolik. Target tekanan darah bila tanpa kelainan penyerta adalah <140/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan DM atau kelainan ginjal maka tekanan darah harus diturunkan di bawah 130/80 mmHg.

Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dari perubahan gaya hidup (lifestyle modification) berupa diet rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alcohol, aktivitas fisik yang teratur dan penurunan berat badan bagi pasien yang obesitas. Selain dapat menurunkan tekanan darah, perubahan gaya hidup juga terbukti meningkatkan efektivitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskuler.

Page 3: REFERAT HIPERTENSI

Untuk hipertensi grade I tanpa factor risiko dan tanpa target organ damage (TOD), perubahan pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan apabila disertai kelainan penyerta seperti gagal jantunug, pasca imfark miokard, penyakit jantung koroner, DM, dan riwayat stroke maka terapi farmakologi harus dimulai lebih dini mulai hipertensi grade I. Bahkan untuk pasien dengan kelainan ginjal atau diabetes, pengobatan dimulai pada tahap prehipertensi dengan target TD <130/80 mmHg. Golongan obat-obat anti hipertensi :1. Diuretik

Diuretic bekerja meningkatkan ekskretsi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Diuretic juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensi. Efek ini diduga akibat penurunan natrium, diruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang menghambat influx kalsium. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif tetap ada. Penelitian membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretic belum terkalahkan oleh obat lain, sehingga diuretic dianjurkan untuk hipertensi ringan dan sedang bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi maka salah satunya dianjurkan diuretic. a. Golongan Tiazid

Obat golongan ini bekerja menghambat transport Natrium klorida di tubulus distal ginjal sehingga ekskresi Na dan Cl meningkat. Hidroklorotiazid merupaka protipe golongan tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan sedang dan dalam kombinasi dengan anti hipertensi lain. Bendroflumetiazid mempunyai waktu paruh 3 jam, hidroklorotiazid 10-12 jam dan indapamid 15-25 jam. Golongan tiazid kurang efektif pada gangguan fungsi ginjal, dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama menyebabkan hiperlipidemia. Efek hipotensif tiazid terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Karena itu peningkatan dosis tiazid harus dilakukan dengan interval waktu tidak kurang dari 4 minggu. Pada pasien gagal ginjal, tiazid kehilangan efektivitas diuretic dan antihipertensi untuk itu digunakan diuretic kuat.

Tiazid terutama efektif pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang rendah misalnya pada orang tua. tiazid jarang menyebabkan hipotensi ortostatik dan ditoleransi dengan baik. tiazid sering dikombinasikan dengan antihipertensi karena dapat meningkatkan efektivitas hipertensi dengan mekanisme kerja yg berbeda sehingga dosis nya dapat berkurang ,mencegah retensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat tersebut bertahan.

Efek samping tiazid terutama dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila tiazid dikombinasikan dengan obat diuretic hemat kalium atau ACEI. Tiazid dapat menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesemia serta hiperkalesemia. Tiazid dapat

Page 4: REFERAT HIPERTENSI

menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pada pasien hiperuresemia dapat mencetuskan serangan gout akut.

Page 5: REFERAT HIPERTENSI

2. Penghambat adrenergicPenghambat adrenergic atau adrenolitik adalah golongan obat yang menghambat perangsangan adrenergic. Berdasarkan tempat kerjanya, golongan obat ini dibagi atas antagonis adrenoreseptor dan penghambat saraf adrenergic. Antagonis adrenoreseptor atau adrenoreseptor bloker adalah obat yang menduduki adrenoreseptor sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergic, dan dengan demikian menghalangi kerja obat adrenergic pada sel efektornya. Adrenoreseptor mengurangi respons sel efektor adrenergic terhadap perangsangan saraf adrenergic maupun terhadap obat adrenergic eksogen. Antagonis adrenoreseptor atau -bloker memblok hanya reseptor dan tidak menduduki reseptor . Sebaliknya antagonis reseptor atau -bloker memblok hanya reseptor dan tidak mempengaruhi reseptor . Penghambat saraf adrenergic adalah obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf adrenergic, tetapi tidak terhadap obat eksogen. Obat golongan ini bekerja pada ujung saraf adrenergic, mengganggu penglepasan dan penyimpanan norepinefrin (NE).

1. Antagonis Adrenoresptor ( -bloker)Penghambat alfa blockers adalah -blocker yang selektif menghambat reseptor -

1 yang digunakan sebagai antihipertensi. -blocker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena hambatan reseptor -2 di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan penglepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis sehingga terjadi hambatan reseptor -1 terjadi vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Venodilatasi menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal menyebabkan refleks takikardi, peningkatan aktivitas renin plasma. Keunggulannya adalah menurunkan LDL, dan trigliserida dan meningkatkan HDL, mengurangi resistensi insulin. Efek samping adalah hipotensi ortostatik , sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual.

Dosis dan sediaan ( -bloker)

Obat Dosis awal Dosis maksimal Frekuensi Pemberian

Sediaan

Prazosin 0,5 mg/hari 4 mg/hari 1-2x Tab 1 dan 2 mg

Terazosin 1-2 mg/hari 4 mg/hari 1x Tab 1 dan 2 mg

Bunazosin 1-5 mg/hari 3 mg/hari 3x Tab 0,5 dan 1 mg

Page 6: REFERAT HIPERTENSI

Doksazosin 1-2 mg/hari 4 mg/hari 1x Tab 1 dan 2 mg

o Penghambat Adrenoreseptor Beta β-Blockers

Berhubungan dengan hambatan reseptor β1 yaitu :

1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung.

2. Hambatan sekresi renin di sel juxtaglomerulus ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II

3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

Adenolitik Sentrala. Metil dopa

Merupakan prodrug yang dalam SSP menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin dengan hasil alfa-metilnorepinefrin yang akan stimulasi reseptor -2 di sentral mengurangi sinyal simpatis ke perifer. Metildopa menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan curah jantung. Terjadi hipotensi ortostatik lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian obat yang bekerja di perifer atau ganglia otonom. Absorpsi melalui saluran cerna bervariasi. Bioavaibilitas oral rata-rata 20-50%. Sekitar 50-70% diekskresi melalui urin dalam konjugasi dengan sulfat dan 25%

Page 7: REFERAT HIPERTENSI

dalam bentuk utuh. Waktu paruh obat sekitar 2 jam. Efek maksimal 6-8 jam setelah pemberian oral atau IV. Efektivitas berlangsung selama 24 jam. Perlambatan ini diduga dengan proses transpor ke SSP konversi menjadi metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak. Efek samping yaitu sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering, sakit kepala, depresi, gg.tidur, impotensi, kecemasan. Penghentian mendadak dapat menyebabkan fenomena rebound berupa peningkatan TD mendadak. 2. Klonidin bekerja pada reseptor alfa-2 di SSP dengan efek penurunan simpatik outflow. Efek hipotensifkarena penurunan resistensi perifer dan curah jantung.Penurunan tonus simpatis yaitu penurunan kontraktilitas miokard dan frekuensi denyut jantung. Kinetik di absorpsi oral berlangsung cepat dan lengkap dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Klonidin dapat diberikan secara transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian per oral. Berlangsung 6-13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieliminasi dalam bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan fungsi ginjal atau pada usai lanjut. Efek samping : mulut kering, sedasi, pusing, mual, impotensi, gejala ortostastik kadang terjadi jika ada deplesi cairan. Efek central : mimpi buruk, insomnia, cemas dan depresi. 3. Guanfasin dan Guanabenz

Efek hipertensi guanabenz mencapai maksimal setelah 2-4 jam pemberian oral dan menghilang 10 jam kemudian. Bioavabilitasnya tinggi, waktu paruh sekitar 6 jam dan di metabolisme. Guanfasin mempunyai waktu paruh panjang 14-18 jam. Obat ini dieliminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan metabolik. Dosis pemberian 0,5-3 mg/hari sebelum tidur.

4. Moksonidin dan Rilmedin

Mempunyai struktur mirip sama klonidin, tapi 600 kali lebih selektif terhadap reseptor imidazolin.

Penghambat Adrenergik

1. Reserpin

Reserpin terikat kuat pada vesikel di ujung saraf sentral dan perifer menghambat proses penyimpanan katekolamin ke dalam vesikel vesikel dipecah dan enzim monoamin oksidase di sitoplasma. Proses yang sama terjadi untuk 5-hidroksitriptamin (serotonin). Penurunan curah jantung dan resistensi perifer serta sekresi renin berkurang. Reserpin mulai kerja lambat dan masa kerja yang panjang. Peningkatan dosis tidak boleh dilakukan lebih cepat dari 5-7 hari sedangkan penambahan obat anti hipertensi tidak boleh diberikan setelah 3-4 minggu. Efek samping : letargi, depresi mental, menurunkan ambang kejang pada epilepsi, gg.ekstrapiramidal, bradikardi, hipotensi ortostatik, kongesti nasal, muntah.

Page 8: REFERAT HIPERTENSI

Vasodilator

1. Hidralazin

Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol.Vasodilatasi yang menimbulkan reflek kompensasipeningkatan kekuatan dan frekuensi denyut jantung, peningkatan renin dan norepinefrin plasma. Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal karena tafilaksis akibat retensi cairan dan reflek simpatis mengurangi efek antihipertensinya. Retensi cairan dapat diatasi oleh diuretik dan reflek takikardi dihambat oleh β-blocker. Hidralazin diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna, bioavabilitas relatif rendah 16% pada asetilator cepat dan 32% asetilator lambat karena ada metabolisme asetilator lambat dicapai kadar plasma yang lebih tinggi, dengan efek hipotensi berlebihan. Efek samping : sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardi, palpitasi, angina pektoris, iskemik miokard, neuritis perifer. Kontraindikasi : hipertensi dengan PJK , usia diatas 40 tahun.

2. Minoksidil bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif ATP akibat refluk kalium dan hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos p.darah dan vasodilatasi.Minoksidil diserap dengan baik pemberian per oral. Bioavabilitas mencapai 90% dan kadar puncak plasma tercapai dalam 1 jam. Waktu paruh 3-4 jam, namun bertahan 24 jam atau lebih. Metabolisme terjadi di hati dengan cara konjugasi dengan glukuronida. Ekskresi utama melalui urin, 20% bentuk tidak berubah. Minoksidil diberikan secara bersamaan diuretik dan penghambat adrenergik untuk mencegah retensi cairan dan mengontrol saraf simpatis. Efek samping : retensi cairan dan garam, reflek simpatis, hipertrikosis, sakit kepala.

3. Diazoksid golongan obat ini derivat benzotiazid dengan struktur mirip tiazid, tapi tidak memiliki efek diuresis. Mekanisme kerja, farmakodinamik dan efek samping mirip dengan minoksidil. Efek samping : retensi cairan dan hiperglikemi, relaksasi uterus, hipertrikosis. Kontraindikasi : pada pasien PJK, edema paru.

Terapi Hipertensi Pada Pasien Stroke

Sebagian besar 70-94% pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia kejadian hipertensi pada stroke akut 73,9% diantaranya 22,5%-27,6% peningkatan tekanan sistolik >180 mmHg. Pada sebagian besar, tekanan darah akan turun sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Penurunan tekanan darah bisa pada kondisi :

1. Pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik >220 mmHg dan diastolik >120 mmHg.

a. Diberikan terapi trombolitik (rtPA) TD diturunkan <185 mmHg dan <110 mmHg lalu dipantau selama 24 jam setelah pemberian rtPA.

Page 9: REFERAT HIPERTENSI

b. Obat antihipertensi yaitu labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin atau diltiazem intravena.

2. Pasien ICH apabila TDS>200 mmHg/ MAP>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan antihipertensi IV secara kontinu dengan pemantauan TD setiap 5 menit.

3. Apabila TDS>180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan intrakranial. Tekanan darah diturunkan dengan antihipertensi IV secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral setiap >60 mmHg.

4. Apabila TDS>180 mmHg atau MAP>130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan intrakranial. TD diturunkan hati-hati dengan antihipertensi IV secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan TD setiap 15 menit hingga TD 160/90 mmHg.

5. Pada pasien stroke ICH dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.

6. . Pemakaian obat anti hipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem IV).

7. Hidralazin dan nitroprusid tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan TIK meski bukan kontra indikasi mutlak.

8. Pada stroke SAH aneurisma TD dipantau dan diturunkan 140-160 mmHg untuk mencegah terjadi vasospasme dan komorbid kardiovaskular.

9. Penurunan TD pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah pada kondisi tertentu misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, GGA dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut 15-25% pada jam 1, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Page 10: REFERAT HIPERTENSI