Referat Case Krisis Hipertensi
-
Author
just-mahasiswa -
Category
Documents
-
view
165 -
download
77
Embed Size (px)
description
Transcript of Referat Case Krisis Hipertensi
REFERAT & CASEKRISIS HIPERTENSI
Disusun oleh:
Ayu Paramitha
030.09.035
Pembimbing:
dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD BEKASIPERIODE 9 DESEMBER 2013 15 FEBRUARI 2014FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTALEMBAR PENGESAHAN
Referat dan case dengan judul :
Krisis Hipertensi
Ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Bekasi periode 9 Desember 2013 15 Februari 2014
Disusun oleh :
Ayu Paramitha
030.09.035
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP selaku dokter pembimbing Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Jantung RSUD Bekasi pada tanggal Januari 2014.
Jakarta, Januari 2014
Mengetahui
dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat dan case yang berjudul Krisis Hipertensi tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing saya dalam penyusunan referat ini, terutama kepada :
1. dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP 2. Perawat Bangsal Wijaya Kusum RSUD Bekasi
3. Perawat Poliklinik Jantung RSUD Bekasi4. Rekan-rekan koasisten Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam periode 9 Desember 2013 15 Februari 2014
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak lain yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ditemui banyak kekurangan , baik isi maupun format penyusunan. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa mendatang.
Akhir kata, saya selaku penyusun berharap referat mengenai Krisis Hipertensi ini dapat berguna bagi rekan-rekan sekalian.
Jakarta, Januari 2014PenyusunAyu Paramitha 030.09.035
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHANiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN1BAB II KRISIS HIPERTENSI3
Definisi3
Epidemiologi3
Klasifikasi4
Patofisiologi7
Faktor Resiko9
Manifestasi klinis9
Diagnosis10
Diagnosis Banding13
Penatalaksanaan Krisis Hipertensi13
Prognosis30
BAB III KESIMPULAN31
BAB IV LAPORAN KASUS33
DAFTAR PUSTAKA42BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan berkaitan erat dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Selama kurun waktu kehidupannya, penderita hipertensi bisa mengalami peningkatan tekanan darah yang mendadak yang disebut sebagai krisis hipertensi. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan organ target yang pada akhirnya akan meningkatkan angka kematian akibat hipertensi.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak). (15). Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Seberapa besar TD yang dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang.
Menurut beberapa penulis, 1% dari penderita hipertensi akan mengalami krisis hipertensi dengan gangguan kerusakan organ seperti infark serebral (24,5%), ensefalopati (16,3%) dan perdarahan intraserebral atau subaraknoid (4,5%), gagal jantung akut dengan edema paru (36,8%), miokard infark akut atau angina tidak stabil (12%), diseksi aorta (2%), eklampsia (4,5%) dan ginjal (1%).
Kejadian krisis hipertensi diperkirakan akan meningkat pada masyarakat sejalan dengan meningkatnya data hipertensi, seperti dikemukakan oleh majalah the Lancet dan WHO, dari 26% (tahun 2000) menjadi 29% (tahun 2025) sehingga diperkirakan kejadian hipertensi krisis akan meningkat dari 0,26% menjadi 0,29% penduduk dewasa di seluruh dunia pada masa yang akan datang.
Untuk mencegah timbulnya kerusakan organ akibat krisis hipertensi di Indonesia, perlu dilakukan upaya pengenalan dini dan penatalaksanaan krisis hipertensi yang disepakati bersama sehingga dapat dilaksanakan oleh para dokter di pelayanan primer ataupun di rumahsakit. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai definisi, klasifikasi, aspek klinik, prosedur diagnostik dan pengobatan krisis hipertensi.1,2,3BAB II
KRISIS HIPERTENSI
DEFENISI
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole 180mmHg dan/atau diastole 120 mmHg), pada penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera.EPIDEMIOLOGIDari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.3,4KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi Emergensi (darurat)Kenaikan tekanan darah mendadak, ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg dan disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut (tabel I). Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam ukuran waktu menit/jam. Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).1,22. Hipertensi Urgensi (mendesak) Kenaikan tekanan darah mendadak ditandai TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24-48 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.1,2Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor resiko dan penanggulannya berbeda.Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.Tabel I : Hipertensi Emergensi ( darurat )
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
Cedera kepala.
Luka bakar.
Interaksi obat.
Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )
Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg.1,2,4PATOFISIOLOGI Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu : 1. Peran peningkatan Tekanan Darah Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan kerusakan organ target dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan meluas.2. Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.2,3FAKTOR RESIKO
Krisis hipertensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1,2 Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi tidak teratur.
Kehamilan.
Penggunaan NAPZA.
Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar berat, phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma kepala.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
MANIFESTASI KLINIS
Bidang Neurologi :
Sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, gangguan kesadaran (somnolen, sopor, coma).
Bidang Mata :
Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
Bidang kardiovaskular :
Nyeri dada, edema paru.
Bidang Ginjal :
Azotemia, proteinuria, oliguria.
Bidang obstetri :
Preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan kesadaran/gangguan serebrovaskuler.
Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
Tekanan darahFunduskopiStatus neurologiJantungGinjalGastrointestinal
> 220/140 mmHgPerdarahan, eksudat, edema papillaSakit kepala, kacau, gangguan kesadaran, kejang.Denyut jelas, membesar, dekompensasi, oliguriaUremia, proteinuriaMual, muntah
DIAGNOSA Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.1,2,31. Anamnesis :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
Usia : sering pada usia 40 60 tahun.
Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang, azotemia, proteinuria ). Gejala sistem kardiovascular ( adanya gagal jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan : preeklampsi dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan kesadaran/ gangguan serebovaskular.2. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. Pengukuran tekanan darah di kedua lengan. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
Auskultasi untuk mendengar ada/tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronkhi paru.
Pemeriksaan neurologis umum.3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera/awal seperti : Darah : Hb, hematokrit, kreatinin, gula darah dan elektrolit.
Urinalisa EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi. Foto thorax : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana ).
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :
CT scan kepala
Echocardiografi
Ultrasinigrafi
Penetapan diagnostikWalau biasanya pada krisis hipertensi ditemukan tekanan darah 180/120mmHg perlu diperhatikan kecepatan kenaikan tekanan darah tersebut dan derajat gangguan organ target yang terjadi.1,2,3DIAGNOSIS BANDINGKrisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.PENATALAKSANA KRISIS HIPERTENSI A. TATALAKSANA HIPERTENSI EMERGENSI Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai.
Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin.
Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah sebagaiberikut:
5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean arterial blood pressure) diturunkan 20-25%.
2 s/d 6 jam berikutnya diturunkan sampai 220/140
GejalaSakit kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejalaSakit kepala hebat, sesak napasSesak napas, nyeri dada, nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun
PemeriksaanTidak ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskularKerusakan organ target; muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabilEnsefalopati, edema paru, insufisiensi ginjal, iskemia jantung
TerapiAwasi 1-3 jam; memulai/teruskan obat oral, naikkan dosisAwasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja pendekPasang jalur IV, periksa laboratorium standar, terapi obat IV
RencanaPeriksa ulang dalam 3 hariPeriksa ulang dalam 24 jamRawat ruangan/ICU
Tabel : Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasiKomplikasi
Obat PilihanTarget Tekanan Darah
Diseksi aortaNitroprusside + esmololSBP 110-120 sesegera mungkin
AMI, iskemiaNitrogliserin, nitroprusside, nicardipineSekunder untuk bantuan iskemia
Edema paruNitroprusside, nitrogliserin, labetalol10% -15% dalam 1-2 jam
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, labetalol20% -25% dalam 2-3 jam
Kelebihan katekolaminPhentolamine, labetalol10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopatiNitroprusside20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid hemorrhageNitroprusside, nimodipine, nicardipine20% -25% dalam 2-3 jam
Stroke IskemikNicardipine0% -20% dalam 6-12 jam
PROGNOSISSebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%. Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite 120 mmHg.
Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor :
Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.
Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat.
Autoguralsi dan perfusi dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan.
Faktor klinis lain : obat lain yan gdiberikan , status volum dll.
Efek sqamping obat
Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100mmHg.
Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ.
Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside. Nifedipine, Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.
Dari berbagai penelitian (dalam dan luar negri ) bahwa obat oral Nifedipine dan Captopril cukup efektif untuk mengatasi hipertensi emergensi.
Pemberiaan diuretika pada hipertensi emergensi dimana dibuktikan adanya volume overload seperti payah jantung kongestif dan oedema paru. Pemberian Beta Blocker tidak dianjurkan pada krisis hipertensi kecuali pada aorta disekasi akut.
BAB IV
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: Ny. Uminah
Jenis kelamin: Perempuan
Usia
: 49 tahun
Alamat
: Kampung Dua RT 08/02 Jaka Sampurna
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Status menikah : Menikah
I. ANAMNESIS
Telah dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Januari 2014 di bangsal Wijaya Kusuma.
Keluhan Utama
: Sering sakit kepala
Keluhan Tambahan: Tidak bisa tidur, batuk, sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang perempuan berusia 49 tahun datang ke Poliklinik Jantung RSUD Bekasi dengan keluhan utama sering sakit kepala sejak 3 hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan tiba-tiba, terus menerus dan menyeluruh di bagian kepala. Sakit kepala juga dirasakan menjalar ke leher, sehingga leher dan punggung belakang terasa tegang. Pasien mengaku keluhannya sering dirasakan baik bila melakukan aktivitas maupun istirahat, sehingga pasien merasa sulit tidur beberapa hari ini. Pasien mengaku ada batuk namun tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan terkadang sesak nafas, terutama bila di ruangan dingin. Pasien mengeluhkan badannya terasa pegal-pegal. Pasien menyangkal adanya demam, mual, kembung. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan asma. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit DM, penyakit jantung maupun penyakit paru.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal dikeluarga pasien memiliki riwayat hipertensi, asma, DM, penyakit jantung maupun penyakit paru.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku tidak pernah merokok, maupun minum minuman alkohol. Pasien mengaku jarang berolahraga, minum air putih cukup, gemar makan ikan asin serta makanan yang berminyak/goreng-gorengan dan bersantan.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
Kesadaran compos mentis
Tampak sakit sedang
Tanda Vital
:
Tekanan darah : 200/120 mmHg
Nadi :84 x/menit
Suhu : 36,7oc
RR : 20x/menitAntropometri
BB: 60 kg
TB: 165 cm BMI: 22,03
Status gizi : Gizi baikSTATUS GENERALIS
Kepala: normocephali
Mata
: conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/- reflex cahaya Langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung: Simetris, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)Telinga: Normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)Mulut
: bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir tampak kering, mukosa lidah merah muda, tonsil T1-T1
Leher
: KGB dan Tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2cmH20Thorax:Paru :
Inspeksi: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi
: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri , vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor hemithorax kanan dan kiri
Auskultasi: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-) wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak jelasPalpasi : teraba pulsasi iktus kordis di ICS V 1 cm medial garis midclavikularis kiri, thrill (-)
Perkusi :
Batas kanan jantung: setinggi ICS III ICS V linea sternalis kananBatas atas jantung : setinggi ICS III linea parasternalis kiriBatas kiri jantung: setinggi ICS V 1 cm medial dari linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: mencembung, tidak tampak efloresensi yang bermakna
Auskultasi: bising usus (+)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: timpani, shifting dullness (-)
EkstremitasEkstremitas atas:
Inspeksi: Simetris, deformitas (-), edema (-), efloresensi bermakna (-), ikterik (-)
Palpasi: hangat, tonus otot baik, edema (-)
Ekstremitas bawah:
Inspeksi: Simetris, deformitas (-), edema (-), efloresensi bermakna (-), ikterik (-)
Palpasi: hangat, tonus otot baik, edema (-)III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Interpretasi EKG :
Irama: sinus reguler
QRS rate :
R-R = 18 kotak kecil
1500/18 = 83,33 = 83 x/menit
Aksis:
Lead I dominan positif
aVF dominan positif
Gelombang P :
Dominan positif di lead II
Dominan negatif di aVR
D=0,08 detik, V= 0,1mV
PR Interval :
5 kotak kecil = 0,20 detik
QRS kompleks :
Lebar 2 kotak kecil = 0,04 detik
ST segmen : Isoelektris
IV. RESUME
Seorang perempuan berusia 49 tahun datang ke Poliklinik Jantung RSUD Bekasi dengan keluhan utama sering sakit kepala sejak 3 hari yang lalu. Sakit kepala dirasakan tiba-tiba, terus menerus dan menyeluruh di bagian kepala dan menjalar ke leher, sehingga leher dan punggung belakang terasa tegang. Keluhannya sering dirasakan baik bila melakukan aktivitas maupun istirahat, sehingga pasien merasa sulit tidur beberapa hari ini dan badannya terasa pegal-pegal. Terdapat batuk namun tidak berdahak dan sesak nafas, terutama bila di ruangan dingin. Riwayat hipertensi dan asma (+). Pasien jarang berolahraga, minum air putih cukup, gemar makan ikan asin serta makanan yang berminyak/goreng-gorengan dan bersantan.
Hasil Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, tekanan darah: 200/120 mmHg, nadi: 84 x/menit, suhu: 36,7oc, RR: 20x/menit. BMI: 22,03, status gizi : Gizi baik. Status generalis kepala hingga kaki dalam batas normal. V. DIAGNOSIS
Hipertensi Urgency
VI. PENATALAKSANAAN
Rawat Inap
Tirah baring
Drip Ceremax (Nimodipine) Santesar 2 x 5
HCT (Hidroclorotiazid) 2 x 25 mg Astika 100 mg Clopidogrel 1x75 mg
Alprazolam 2x0,5 mg
PROGNOSIS
Ad vitam: ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonamDAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Norman M. Hypertensive Crises. In: Kaplans Clinical Hypertension 8th editions. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia 2002.p. 339-356. 2. Izzo Jr GJ L, et.al. Seventh Report of JNC on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-1252. 3. Ram S CV. Management of hypertensive emergencies:Changing therapeautic options. Am Heart J 1991;122:356-363.
4. Ram S CV. Current Consepts in the Diagnosis and Management of Hypertensive Urgencies and Emergencies. Keio J Med 1990; 4:225-236.5. Vidt DG. Management of Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Hypertension Primer 2nd Editions.. Eds. Izzo Jr G JL, and Black HR. American Heart AssociatioNn 1999; p. 437-440.6. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in manual of Cardiovascular Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and Coy Boston, 149-60.
7. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
8. Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual Captopril and Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive Emergencies, Arch, Intren. Med, 151 : 678-82.
9. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83.
10. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
11. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 : 1177-83.
12. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensive Crisis, JAMA SEA,266; 39-45.
13. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
14. Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive Emergencies, ACP Journal Clib, 45.
15. Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment Dis, 32, 99-148.
16. Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty Limited, Australia, 169-75.
4