REFERAT FORENSIK
description
Transcript of REFERAT FORENSIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Maraknya penggunaan formalin sebagai pengawet makanan seperti yang banyak
diberitakan oleh berbagai media akhir-akhir ini membuat keresahan pada masyarakat, karena
masyarakat beranggapan formalin hanya digunakan untuk mengawetkan jenazah, walaupun
sebenarnya formalin cukup luas untuk berbagai keperluan lainnya.Badan pengawas obat dan
makanan (BPOM) memberitahukan hasil penelitiannya pada tahun 2006 bahwa 56% dari 700
sampel makanan yang diambil dari berbagai provinsi di Indonesia mengandung formalin,
pada tahun 2009 dilakukan penelitian pada jajanan di kantin sekolah di Indonesia ditemukan
40% mengandung bahan berbahaya dimana salah satu kandungannya tersebut adalah
formalin. Hal ini bertentangan dengan PERMENKES RI No. 033 Tahun 2014 yang
melarang penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pada makanan, PP No. 28 tahun
2012 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, UU No.7 tahun 1996 tentang pangan dan UU
No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Formalin merupakan ikatan formaldehide dengan air. Seratus persen formalin berisi
larutan formaldehide (40% per volume atau 37% per massa) dalam air. Formaldehide
merupakan senyawa golongan formaldehide dengan senyawa CH2O dan dihasilkan oleh
proses oksidasi methanol, tidak berwarna, mudah terbakar dan mempunyai bau yang
menyengat. Dalam kehidupan sehari-hari, formaldehide memiliki beberapa kegunaan,
diantaranya untuk industri sintetis, kosmetik, fungisida, tekstile, dan cairan pengawet.
Seorang dapat terpapar formalin dengan berbagai cara antara lain: terhirup, peroral dan
melalui kulit. Ambang batas yang ditentukan oleh American Conference of Environtmental,
Govermental and Industrial Hygine (ACGIH) yaitu 0,4 ppm, National Institute for
ocupational safety and health (NIOSH) yaitu 0.016 ppm selama periode 8 jam dan 0,1 ppm
selama periode 15 menit., nternational program of chemical safety (IPCS) yaitu 0,1 ml/L atau
0,2 mg/hari dalam air minum dan 1,5 mg- 14 mg per hari dalam makanan. Penelitian WHO
menyebutkan kadar formalin baru dapat menimbulkan toksifikasi atau pengaruh negatif jika
mencapai 6 gram.
1
Berdasarkan uraian di atas, maka, penyusun hendak membahas lebih lanjut mengenai
aspek medikolegal makanan berformalin.
1.2. Rumusan Masalah
Mengetahui aspek medikolegal makanan berformalin
Mengetahui efek dari keracunan formalin peroral terhadap tubuh manusia.
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang aspek medikolegal makanan berformalin
2. Tujuan Khusus
Mengetahui aspek medikolegal makanan berformalin
Mengetahui pengertian keracunan
Mengetahui tentang formalin
Mengetahui ciri-ciri bahan pangan yang mengandung formalin
Mengetahui cara mengawetkan makanan tanpa formalin
Mengetahui cara kerja dan efek formalin pada organ otak, lambung, hepar dan
ginjal
Mengetahui hasil pemeriksaan tambahan pada organ otak, jantung, lambung, dan
hepar yang ditemukan pada manusia yang keracunan formalin.
1.4. Manfaat
Manfaat referat ini dapat dirasakan berbagai pihak sebagai berikut:
Bagi masyarakat:
1. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang formalin
2. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang keracunan formalin per oral
3. Memberikan informasi tentang penemuan tanda-tanda keracunan formalin pada tubuh
manusia
2
4. Memberikan informasi tentang ciri-ciri pangan yang mengandung formalin
Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran:
1. Mengerti efek formalin pada organ otak, jantung, lambung, hepar dan ginjal
2. Membantu perkembangan ilmu kedokteran dan sebagai bahan reevaluasi terhadap
penggunaan formalin.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. RACUN
2.1.1 Definisi
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala gejala
dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal. (1)
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologi dalam dosis
toksik yang akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. (1)
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keracunan
Berbagai faktor yang mempengarubi terjadinya keracunan, yaitu:
A. Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain
berturut-turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan
paling lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.(1)
B. Umur
Kecuali untuk beberapa jenis tertentu, orang tua dan anak-anak lebih sensitif misalnya
pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap obat karena ekskresi melalui
ginjal belum sempurna dan aktivitas mikrosom dalam hepar belum cukup.(1)
C. Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal pada umumnya lebih mudah mengalami keracunan. Pada
penderita demam dan penyakit lambung, absorpsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk
fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung berisi atau kosong.
D. Kebiasaan
Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin, sebab dapat
terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu ketika
dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi. (1)
4
E. Waktu Pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum makan, absorpsi terjadi lebih baik,
sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka pemberian waktu lama (kronik) atau
waktu singkat/sesaat. (1)
2.2 FORMALDEHIDA
2.2.1 Definisi
Formaldehid berasal dari formika Latin, yang berarti semut (semut menghasilkan asam
forniat sebagai pertahanan alami). Ini adalah gas tidak berwarna, tetapi biasanya
didistribusikan sebagai larutan (umumnya disebut sebagai formalin), dan dikenal sebagian
besar orang dalam rumah sakit sebagai disinfektan penting, yang telah digunakan sejak akhir
1800-an.(2,4)
Formaldehida juga merupakan senyawa dalam kimia industri yang sangat penting,
dimana jutaan ton formaldehid digunakan setiap tahun dan diproduksi dengan bahan kimia
lain. Adapun fungsi dari formaldehid adalah dalam pembuatan berbagai plastik, desinfektan
dan perekat untuk membuat partikel, kayu lapis untuk furnitur dan konstruksi indurstri, dan
lain-lain. (2,4)
2.2.2 Struktur Formaldehida
Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reaksi oksidasi katalitik pada metanol.
Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung
karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.
Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen
terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil
sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia. (3)
Formaldehyde
5
IUPAC:
Methanol
Nama lain:
Formol, methyl aldehyde, methylene oxide, methanal, methylene glycol (3)
2.2.3 Sumber Formaldehida
Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis yang
paling sering dipakai adalah logam pera atau campuran oksida besi dan molibdenum serta
vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai (proses Formox), reaksi
metanol dan oksigen terjadi pada 250ºC dan menghasilkan formaldehida, berdasarkan
persamaan kimia(3)
2CH3OH + 02 2 H2CO + 2 H20 (3)
Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang lebih
tinggi. Kira-kira 650ºC. Dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus yang
menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi adalah reaksi
dehidrogenasi (3)
CH3OH H2CO + H2 (3)
Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format yang
sering ada dalam larutan formakdehiga dalam kadar ppm. (3) Di dalam skala yang lebih kecil,
formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara kmoersial tidak
menguntungkan. (3)
2.2.4 Sifat Formaldehida
Gas formaldehid ini sudah dikenal sejak lama sebagai zat bakterial dan sudah lama
digunakan untuk maksud-maksud pengasapan. Mempunyai sifat sangat reaktif terhadap
6
asam amino dan protein, dan berdasarkan hal inilah maka formaldehid ini mempunyai daya
antibakteri. (3)
Gas formaldehid ini dapat diperoleh dengan menguapkan paraformaldehid atau
dengan pemanasan solution formalehid (formalin). Cara-cara lain dapat juga dilakukan
dengan mencampurkan dua bagian formalin dengan 1 bagian KMnO4 dan akan timbul panas
sebagai hasil reaksi oksidasi yang akan menimbulan gas formaldehid. (3)
Kekurangan dari sterilisasi dengan gas formaldehid ini baik yang berasal dari
paraformaldehid ataupun formalin adalah sifatnya mudah berkondensasi pada permukaan-
permuakaan yang akan membentuk lapisan-lapisan putih tipis pada temperatur kamar. Tapi
kondensasi ini tidak akan terjadi sampai konsentrasi gas itu melebihi 3mg/L dan ada tekanan
uap air cukup untuk merubah formaldehid membentuk larutan.
2.2.5 Kegunaan Umum Formaldehid (5,6)
Larutan formaldehida secara luas digunakan dalam otopsi, bedah, departemen
patologi dan juga pada tingkat lebih rendah, dalam dermatologi dan bedah klinik,
departemen X-ray dan unit perawatan kesehatan lainnya. Untuk pengawetan biasanya
digunakan formalin dengan konsentrasi 10%.
Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
Bahan pembuatan sutra sintesis, zat pewarna , cermin, kaca
Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia fotografi.
Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Bahan untuk pembuatan produk parfum.
Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
Pencegah korosi untuk sumur minyak.
Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%). Formalin digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, pasta
gigi, dan pembersih karpet.
Di industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa
hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam
pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir.
7
Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracum bagi ikan. Ambang batas
amannya sangat rendah, sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat
formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan
spesimen ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi.
2.3 INTOKSIKASI FORMALIN SECARA UMUM
2.3.1 Efek Keracunan Formalin Secara Umum
Formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan
pernapasan. Sebetulnya, sehari-hari kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar.
Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau
tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Asap rokok atau air hujan yang
jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.8
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa: luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernapasan, reaksi
alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan
bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi
sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh.
Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker.
Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing pemberian formalin dalam dosis tertentu
jangka panjang secara bermakna mengakibatkan kanker saluran cerna seperti
adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma
duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan resiko kanker faring
(tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan
formalin melalui hirupan.8
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar
bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.
Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika
imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin
formalin dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Usia anak
khususnya bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk mengalami gangguan ini.
Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltik (gerakan usus)
8
merupakan pelindung masuknya zat asing masuk ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam
lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara
imunologik sLgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit
pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Pada usia anak,
usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan
gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit
untuk dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih menggangu pada penderita gangguan saluran
cerna yang kronis seperti pada penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya.
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang
batas aman di dalam tubuh adalah 1 miligram per liter IPCS adalah lembaga khusus dari
tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada
keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin masuk ke tubuh melebihi ambang
batas tersebut maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh
manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka
pendek dan dalam jangka panjang, bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.8
Akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam jumlah
yang banyak. Tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah bersin,
radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar,
sakit kepala, mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat
menyebabkan kematian.8
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendaraahan, sakit perut yang hebat, sakit
kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu
juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf
pusat dan ginjal.6
Meskipun dalam jumlah kecil, dalam jangka panjang formalin juga bisa
mengakibatkan banyak gangguan organ tubuh. Apabila teerhirup dalam jangka lama
maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan,
batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan
sensitasi paru. Gangguan otak mengakibatkan efek neuropsikologis meliputi gangguan
tidur, cepat marah, gangguan emosi, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi,
daya ingat berkurang dan gangguan perilaku lainnya. Dalam jangka panjang dapat terjadi
9
gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung,
mulut, tenggorokan, paru dan otak juga bisa terjadi.8
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah dan
kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di
dada.8
2.3.2 Penanganan Keracunan Formalin Secara Umum
Pertolongan tergantung pada konsentrasi cairan dan gejala yang dialami korban.
Sebelum ke Rumah Sakit, berikan arang aktif (norit) bila tersedia. Jangan lakukan
rangsangan agar korban muntah, karena akan menimbulkan resiko trauma korosif pada
saluran cerna atas. Di Rumah Sakit biasanya tim medis akan melakukan bilas lambung
(gastric lavage) memberikan arang aktif (walaupun pemberian arang aktif akan
menggangu penglihatan saat endoskopi).5
Yang lebih menyulitkan adalah pemantauan efek samping jangka panjang. Biasanya
hal ini terjadi akibat paparan terhadap formalin dalam jumlah kecil. Dalam jangka
pendek akibat yang ditimbulkan seringkali tanpa gejala atau gejala sangat ringan. Jangka
waktu tertentu gangguan dan gejala baru timbul.5
2.4 KERACUNAN FORMALIN PER ORAL
2.4.1 Penggunaan Formalin yang Salah
Melalui sejumlah survei dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk
pangan yang menggunakan formalin sebagai pengawet. Praktek yang salah seperti ini
dilakukan oleh produsen atau pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa
contoh produk yang sering diketahui mengandung formalin misalnya :7
1. Ikan segar : Ikan basah yang warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna
merah tua (bukan merah segar), awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk.7
10
2. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan tidak
mudah busuk.7
3. Mie basah : Mie basah yang awet sampai beberapa hari dan tidak mudah basi
dibandingkan dengan yang tidak mengandung formalin.7
4. Tahu : Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa
hari dan tidak mudah basi.7
2.4.2 Cara Mengenali Pangan yang Mengandung Formalin9
Beberapa contoh produk yang sering diketahui mengandung formalin misalnya :
a. Ikan segar “
1. Pada suhu kamar (250C), ikan berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 3
hari.
2. Warna insang pucat kusam, sedikit keputihan (tidak cemerlang)
3. Aroma agak menyengat (bau formalin)
4. Warna daging ikan putih bersih, tekstur kenyal dan bau asam
b. Ikan asin :
1. Pada suhu kamar (25ºC), ikan asin berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 30
hari.
2. Warna bersih dan cerah.
3. Tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur.
4. Tidak dihinggapi lalat biladitaruh tempat terbuka.
c. Ayam potong : Ayam yang sudah dipotong berwarna putih bersih, awet dan tidak
mudah busuk.
d. Bakso:
1. Pada suhu kamar (25ºc), bakso berformalin tidak mengalami kerusakan sampai 2 hari.
2. Tekstur bakso sangat kenyal.
e. Mie basah :`1. Pada suhu kamar (25ºC), mie basah tidak mengalami kerusakan sampai 2 hari.
11
2. Pada suhu lemari es (10ºC), mie basah akan bertahan lebih dari 15 hari.
3. Aroma agak menyengat ( bau formalin ).
4. Tampian mie lebih mengkilap dibanding mie normal.
5. Tidak lengket.
f. Tahu :
1. Pada suhu kamar (25ºC), tahu berformalin tidak mengalami kerusakan sampai
3 hari.
2. Pada suhu lemari es (10ºC), tahu berfornalin akan bertahan lebih dari 15 hari.
3. Aroma agak menyengat ( bau formalin ).
4. Tampilan tahu berformalin lebih keras, namun tidak padat.
2.4.3 Cara Menjaga Keawetan Pangan(9)
Cara untuk mempertahankan keawetan pangan dengan lebih tepat : Menurunkan
suhu bahan makanan ( contoh : dimasukkan ke dalam lemari pendingin ).
2.5 TEMUAN POST MORTEM PADA KERACUNAN FORMALIN
2.5.1 Otak
Bagian otak yang sering terkena dampak pada keracunan formalin adalah putamen
dan nervus optikus. Di putamen sering terjadi nekrosis karena kebutuhan metabolismenya
yang tinggi. Sedangkan pada nervus optikus terpengaruh karena di tempat ini terjadi
penumpukan dari asam format, dengan adanya paparan zat toksik yang terus menerus
ataupun dengan kadar tinggi dapat juga menyebabkan nekrosis dari sel.(11)
Pada pemeriksaan postmortem secara makroskopis kita dapat menentukan tanda
asfikisia seperti bintik-bintik perdarahan (tardieu spot) . Tanda edem otak yang tampak
dengan gambaran otak menjadi lebih berat, gyrus melebar, sulcus menyemit, batas substansia
grisea dan alba mengabur. Pada jaringan otak juga terjadi hipoksia yang mengakibatkan sel-
sel otak menjadi nekrosis sehingga dapat dijumpai jaringan otak yang nekrotik mencair
meninggalkan rongga yang berisi cairan. Perdarahan juga dapat timbul di mana sering terjadi
pada khiasma optikum, thalamus, putamen akan nampak sebagai jendalan darah.(11)
12
Makroskopis lainna yaitu melalui pemeriksaan dengan CT scan, yaitu lesi pada
substansia alba, hipodensitas pada putamen yang mencerimnkan terjadi nekrosis, sedangkan
perdarahan akan keluar sebagai lesi hiperdensitas. Sedangkan pada pemeriksaan MRI akan
kita temukan hipointense pada daerah yang nekrosis dan hiperintense pada daerah
perdarahan.(11)
Pada pemeriksaan mikroskopis yaitu dengan pemeriksaan Hematoxylin Eosin (HE)
maka akan terlihat nekrosis sel-sel otak, perdarahan, kavitas, infiltrasi makrofag yang luas.
Formaldehid dan metabolitnya dapat ditemukan konsentrasinya di otak maupun dalam cairan
serebrospinal. Pemeriksaannya melalui gas konjugasi zat yang dapat berbahaya dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.(11)
Gambar 1: Putamen yang mengalami nekrosis11
2.5.2 Hepar
Paparan formaldehid dalam makanan dapat menimbulkan stress oksidatif, kerusakan
oksidatif, dan terjadinya reaksi preoksidasi senyawa biologis yang terdapat pada sel dan
jaringan hepar, terutama lemak membran sel hepar. Makin tinggi dosis paparan formaldehid,
akan semakin tinggi potensi kerusakan lemak membran sel, bahkan bisa menimbulkan
kerusakan serius, sampai dengan kematian sel, yang ditandai dengan semakin tinggi produksi
malondialdehid (MDA). Senyawa radikal bebas, terutama radikal hidroksil (OH-) dapat
menyebabkan terjadinya reaksi lanjut pada asam-asam lemak tidak jenuh, menghasilkan
produk senyawa malondialdehid (MDA). Berdasarkan penelitian menggunakan binatang
percobaan, pemberian formaldehid dengan dosis minimal 10 mmol/l sudah dappat
menyebabkan peningkatan GPT, penumpukan kalsium, dan penurunan kadar glutation di
hepar. Selain itu akan terjadinya pelepasan senawa malondialdehid (MDA) dari sel-sel hepar
yang mengidikasikan telah terjadinya proses peroksidatif, pada tahap ini konsumsi jaringan
hepar kan diikutin oleh metabolisme anaerobik yang akan menghentikan asam laktat. Jika
13
keadaan ini berlangsung terus, akan menyebabkan penumpukan laktat yang bisa menurunkan
pH darah dan menyebabkan asidosis. Selain itu hipoksia jaringan hepar juga dapat
menimbulkan gejala yang sama seperti hepatitits yang disebabkan oleh hepatitis virus.(12)(13)
Pada penelitian dengan sampel tikus, otopsi hepar akan kemungkinan besar terjadi
penambahan berat dan ukuran. Pemeriksaaan mikroskopis akan meningkatkan pengurangan
sel hepar, hiperplasia sel, hiperkertosis, metaplasia skuamosa dan penambahan jaringan
adiposa yang menggantikan sel hepar normal. Selain itu juga terjadi penurunan level
trigliserid hepar.(12)(14)
Gambar 2: Tahapan kerusakan hati12
2.5.3 Ginjal
Pada penelitian dengan kelompok kontrol tikus, otopsi di ginjal akan ditemukan
degenerasi tubulus renal dengan derajat yang bervariasi. Pada hampir semua kasus
didapatkan bercak nekrosis pada parenkim ginjal, selain itu juga didapatkan bendungan pada
kapiler peritubular, pelebaran dan bendungan pada kapiler-kapiler glomerulus,
pembengkakan pada lapisan endotel pembuluh darah ginjal dan proliferasi sel-sel mesangial.
Penelitian pada tikus yang mendapatkan inhalasi formalin didapatkan peningkatan sel adipose
pada jaringan ginjal.(14)
Gambar 3: Nekrosis pada parenkim ginjal14
14
2.5.4 Lambung
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan pada tikus wistar, peningkatan dosis
menunjukkan adanya hubungan korelasi positif kuat antara paparan formalin per oral dosis
bertingkat dengan jumlah sel gaster yang mengalami erosi dan ulserasi, hal ini sesuai dengan
teori dengan teori bahwa formalin dengan dosis tinggi mempunyai sifat iritatif kuat. Sifat
iritatif kuat ini menyebabkan kerusakan pada mukosa lambung.(15)
Gambar 4 : Ulserasi pada mukosa lambung15
2.5 ASPEK MEDIKOLEGAL
Landasan Hukum yang Berlaku di Indonesia Seputar Perlindungan Konsumen dalam
Penyalahgunaan Zat Berbahaya dalam Produk Pangan Undang-Undangn mengenai
Perlindungan konsumen diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1999 Tentang
perlindungan konsumen. Diantaranya : (10)
Ban IV : Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap.
Bab VI : Tanggung jawab pelaku usaha.
1. Pasal 19 : bagian 1 : Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/ atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Bagian 2 : Ganti rugi sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa jasa yang sejenis atau
15
setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Bagian 4 : Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Pasal 67
(1) Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu,
bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat
(2) Keamanan pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Pasal 75
(1) Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan:
a. Bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;
dan/atau
b. Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
(2) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dilarang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 75
ayat (1) dikenai sanksi administrative.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) berupa
a. Denda;
b. Penghentian sementara dari kegiatan, produksi dan/atau peredaran;
c. Penarikan pangan dari peredaran oleh produsen;
d. Ganti rugi; dan/atau
e. Pencabutan izin
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme
pengenaan sangksi administrative sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
16
Pasal 86
(2) Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan wajib memenuhi standar
keamanan pangan dan mutu pangan
(6) Ketentuan mengenai standar keamanan pangan dan mutu pangan diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 136
Setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja
melakukan:
a. Bahan tambahan pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan: atau
b. Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
Pasal 148
(1) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 sampai pasal 145 dilakukan
oleh korporasi, selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana dan denda terhadap perseorangan.
PP No. 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.16
Bahan Tambahan Pangan
Pasal 11
17
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan
apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang.
(2) Bahan yang dinyatakan terlarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala badan.
Pasal 12
(1) Setiap orang yang memproduksi pangan dengan menggunakan bahan tambahan untuk
diedarkan wajib menggunakan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
(2) Nama dan golongan bahan tambhan pangan yang diizinkan, tujuan pengguanaan dan
batas maksimal penggunaannya menurut jenis pangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Permenkes No. 033 tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Makanan17
Pasal 8
(1) Bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan tercantum dalam
lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
18
Kesimpulan
1. Formalin dapat dikonsumsi oleh manusia dalam batas tertentu
2. Gejala keracunan formalin peroral dapat berupa tenggorokan dan perut terasa
terbakar, sakit menelan, mual, muntah, sakit perut yang hebat, diare, terjadi
pendarahan, hipotensi, kejang, tidak sadar hingga koma.
3. Untuk mengetahui bahan panjang yang mengandung formalin dapat dilihat secara
kasat mata
4. Secara medikolegal penggunaan formalin tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat
pengawet makanan dan diatur dalam UU perlindungan konsumen, PERMENKES,
serta UU pangan.
Saran
1. Pengawasan terhadap makanan yang beredar di masyarakat lebih tingkatkan.
2. Konsumen lebih cerdas dalam memilih makanan.
3. Mahasiswa kedokteran membantu perkembangan ilmu kedokteran dan sebagai bahan
reevaluasi terhadap penggunaan formalin.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. A.Budianto, W Widyatmaka, S Sudiono. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Hal : 71-
86.Vol 1.
2. Toxicity of Ingested Formalin and Its Management. Pandey, C K, et al. 360-66,
India : Nature America, 2000, Vol.19.
3. Formaldehid. Wikipedia. (Online) (Dikutip : 06 Maret 2013).
http://www.wikipedia.org/wiki/formaldehid.
4. FC, Lu. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko.
Jakarta:Universitas Indonesia, 2006. Hal. 380-J.Vol 2.
5. Kegunaan Formaldehida. Scrib. (Online) (Dikutip : 06 Maret 2013).
http://www.scrib.com/doc/117820289/FORMALDEHYDE
6. Ma’at, Suprapto. Sterilisasi dan Disinfeksi. Surabaya : Airlangga University
Press,2009.
7. Formalin dan Efek Sampingnya. Shvoong. (Online) (Dikutip : 06 Maret 2013).
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2158297-
formalin-dan-efek-sampingnya/
8. Occupational Safety and Health Administration. Occupational Safety and Health
Standards (Online) US Department of Labor. (Dikutip: 27 September 2015).
http://www.osha.gov/pls/oshaweb/owadisp.show_document?
p_table=standards&p_id=10078
9. Formalin bahan tambahan pangan yang berbahaya. Diskanlut-jateng (Online) (Dikutip
: 06 Maret 2013). http://www.diskanlut-jateng.go.id/index.php/read/news/detail/29
10. Pengertian Pangan. Hukumkes Wordpress (Online) (Dikutip: 27 September 2015).
http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/pengertian-pangan/
11. A. Songar dan al, et. The Toxic Effects of Formaldehyde on The Nervous System.
Anatomy. (Online) (Dikutip: 27 September 2015 ).
http://www.anatomidemegi.org/belge/The%20Toxic%20Effects%20of
%20Formaldehyde.pdf.
12. Y. Kunthi. Efek Pemberian Formalin Peroral Selama Satu Minggu Terhadap
Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Wistar. Program Pendidikan Dokter Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolgal, Universitas Diponegara. Semarang:S.N.2010.
13. C,H.Hamdi, et, al. A Riview of The Health Effects of Formaldehyde Toxicity. Turky:
Ankara University,2000.
20
14. K, Sadive, et al. Effects of Formaldehyde and Xylene Inhalation on Fattyliver and
Kidney in Adult and Developing Rats. Us: Jurnal of Animal and Veterinary advances,
2010, vol. 9.396-411.
15. Mansuri. Efek Pemberian Formalin Peroral Selama Satu Minggu Terhadap Gambaran
Histopatologis Lambung Tikus Wistar. Semarang: Universitas Diponegoro,2010.
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Depkes (Online) (Dikutip: 3 Oktober 2015).
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 Tentang
Bahan Tambahan Makanan. . Depkes (Online) (Dikutip: 3 Oktober 2015).
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/P ermenkes -No- 033 -Th-
20 12 .pdf
21