Referat-Ensefalokel

download Referat-Ensefalokel

of 30

Transcript of Referat-Ensefalokel

  • REFERAT

    ENSEFALOKEL

    Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya

    SMF Bedah RSUD dr. Soebandi Jember

    Oleh :

    Dyah Febriyanti

    NIM 072011101038

    Pembimbing :

    dr. Moch. Dwikoryanto, Sp.BS

    SMF BEDAH RSUD DR. SOEBANDI

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

    2011

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penyusun dapat menyelesaikan

    refrat yang berjudul Ensefalokel. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka

    memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan klinik madya Fakultas Kedokteran

    Universitas Jember pada bagian Ilmu Bedah RSUD dr. Soebandi Jember.

    Penyusun menyadari bahwa tinjauan pustaka ini jauh dari sempurna, oleh

    karena itu penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari

    semua pihak demi kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Penyusun mengucapkan

    banyak terima kasih kepada para pembimbing atas segala bimbingan, motivasi,

    serta ilmu yang diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaiakan tugas pustaka

    ini. Besar harapan penyusun semoga tinjauan pustaka ini dapat memberikan

    manfaat kepada semua pihak.

    Jember, Mei 2011

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

    BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    BAB 2. PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

    2.1 Definisi dan Klasifikasi ......................................................................... 3

    2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 5

    2.3 Etiologi ..................................................................................................... 5

    2.4 Embriologi dan Patofisiologi ................................................................. 5

    2.5 Manifestasi Klinis ................................................................................... 6

    2.6 Pemeriksaan penunjang ....................................................................... 10

    2.7 Diagnosis ................................................................................................ 14

    2.8 Diagnosis Banding ................................................................................ 15

    2.9 Penatalaksanaan ................................................................................... 15

    2.10 Komplikasi ............................................................................................ 21

    2.11 Prognosis ............................................................................................... 22

    BAB 3. KESIMPULAN ...................................................................................... 23

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    gambar 2. 1 Acquired Posttraumatic Encephalocele 6 ........................................... 4

    Gambar 2. 2 Ensefalokel Oksipital Dengan Hidrosefalus 10

    ................................... 8

    Gambar 2. 3 Ensefalokel Oksipital Berukuran Besar 10

    .......................................... 8

    Gambar 2. 4 Ensefalokel Oksipital Dengan Ukuran Besar10

    .................................. 8

    Gambar 2. 5 Ensefalokel Nasoethmoidal Dengan Hipertelorisme 17

    ...................... 9

    Gambar 2. 6 Ensefalokel Nasofrontal 17

    ................................................................. 9

    Gambar 2. 7 Gambaran USG 2 Dimensi Pada Ensefalokel 19

    .............................. 11

    Gambar 2. 8 Gambaran Ensefalokel Pada USG 3 Dimensi 19

    ............................. 11

    Gambar 2. 9 Gambaran Defek Cranial Pada USG 3 Dimensi19

    .......................... 12

    Gambar 2. 10 Foto Polos Lateral Ensefalokel Serviko-Oksipital 20

    ..................... 12

    Gambar 2. 11 Gambaran Ct Scan Ensefalokel Oksipital 23

    .................................. 13

    Gambar 2. 12 Ensefalokel Ethmoidal Dengan Hipertelorisme ............................. 13

    Gambar 2. 13 Gambaran Mri Ensefalokel Oksipital 3 .......................................... 14

    Gambar 2. 14 Posisi Saat Pembedahan 20

    ............................................................. 17

    Gambar 2. 15. Pembedahan pada Ensefalokel Oksipital 23

    ................................... 17

    Gambar 2. 16 Penutupan Defek Luas`pada Ensefalokel Oksipital2 ...................... 18

    Gambar 2. 17 Koreksi Bedah Pada Ensefalokel Nasoethmoidal 23

    ...................... 19

    Gambar 2. 18 Pasien Ensefalokel Nasoethmoidal Sebelum Dioperasi 23

    ............. 19

    Gambar 2. 19 Pasien Ensefalokel Nasoethmoidal Setelah Dioperasi 23

    ............... 19

    Gambar 2. 20 Tahap-Tahap Pembedahan pada Ensefalokel Transethmoidal 26

    ... 21

  • BAB I. PENDAHULUAN

    Ensefalokel merupakan kelainan congenital yang sering terjadi pada bedah

    saraf. Ukuran ensefalokel dapat bervariasi mulai dari ukuran kecil hingga besar.

    Kelainan ini merupakan salah satu kelainan kongenital yang termasuk dalam

    defek tuba neuralis di daerah cranial yang disebut kranium bifidum. Di antara

    kelainan lain akibat defek tuba neuralis seperti anensefali atau spina bifida,

    ensefalokel tidak terlalu sering, yakni berkisar 1 kejadian di antara 5.000 hingga

    10.000 kelahiran.

    Defek tersebut terkait adanya gangguan proses embriologis pada minggu III

    hingga minggu IV kehamilan yang menyebabkan adanya celah pada penutupan

    tuba neuralis sehingga terjadi herniasi jaringan saraf pusat. Herniasi dapat berisi

    meningen, cairan serebrospinal, maupun jaringan otak dan tampak sebagai

    kantong kecil bertangkai maupun berbentuk kista dengan ukuran melebihi

    kranium. Lokasi anatomis terjadinya defek paling sering di daerah oksipital dan

    dapat terjadi di lokasi lain seperti frontoethmoidal, parietal, dan sphenoidal.

    Pembentukan ensefalokel terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

    proses embriologis pembentukan saraf pusat. Faktor-faktor yang meningkatkan

    kejadian ensefalokel tersebut antara lain radiasi, obat, malnutrisi, bahan-bahan

    kimia, faktor predisposisi genetik, maternal hypertermia pada trimester awal

    kehamilan. Di samping itu, faktor yang menurunkan kemungkinan terjadinya

    ensefalokel dan defek tuba neuralis lain yakni suplementasi asam folat pada masa

    konsepsi dan awal kehamilan.

    Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan di di garis tengah

    kepala yang telah ada sejak lahir. Variasi pada gejala tergantung malformasi

    serebral dan anomali kongenital yang menyertai antara lain hidrosefalus dan

    herniasi jaringan otak yang mengalami displasia. Diagnosis ensefalokel dapat

    ditegakkan dini melalui USG antenatal dan membutuhkan intervensi dini melalui

    pembedahan. Penatalaksanaan utama ensefalokel adalah intervensi bedah saraf.

    Intervensi bedah dilakukan untuk membuang isi herniasi, menutup defek, serta

    mempertahankan fungsi otak. Hasil pembedahan bergantung pada variasi kasus.

  • 2

    Pasien yang bertahan hidup sebagian besar dapat tetap memiliki intelegensia

    normal meski sering didapati adanya gangguan motorik.

    Prognosis pada penderita ensefalokel ditentukan terutama oleh ada

    tidaknya jaringan otak di dalam kantung ensefalokel yang seiring waktu dapat

    terus membesar. Prognosis dapat menjadi buruk dan bahkan tidak dapat diterapi

    apabila berukuran besar dan berisi banyak jaringan otak di dalamnya. Ensefalokel

    dengan herniasi jaringan otak displastik dapat menimbulkan kecacatan fisik dan

    intelektual sedangkan pada ensefalokel dengan kantung mengandung meningen

    saja dapat berkembang normal.

  • 3

    BAB 2. PEMBAHASAN

    2.1 Definisi dan Klasifikasi

    Encephalocele adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan

    meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara

    kongenital atau dapatan1, 2, 3

    . Disebut juga cephalocele, craniocele,

    encephalomeningocele, dan meningoencephalocele.

    Ensefalokel dapat tertutup kulit (closed defect) atau selapis tipis epitel saja

    (open defect). Isi kantung ensefalokel dapat berupa meninges (meningokel),

    meninges dan otak (meningoensefalokel), maupun meninges, otak, dan ventrikel

    (meningoensefalosistokel). 4, 5.

    Klasifikasi ensefalokel didasarkan pada lokasi defek dan patofisiologinya.

    Ensefalokel dapat bersifat kongenital maupun dapatan6 yang muncul post

    traumatik7,8

    , iatrogenik, post operasi, dan post radiasi. Secara garis besar berdasar

    letak defek, ensefalokel dapat terbagi atas ensefalokel frontal/sinsipital,

    ensefalokel basal, dan ensefalokel oksipital.9 Defek pada ensefalokel frontal

    terjadi di antara bregma dan tepi depan os ethmoid, sedangkan defek pada

    ensefalokel basal terjadi di dasar tengkorak, dan defek pada ensefalokel terjadi di

    antara lambda dan forramen magnum atau atlas. Menurut Suwanwela, klasifikasi

    terbagi atas: 2,10

    1. Lesi kubah tengkorak

    a. Oksipital

    b. Interfrontal

    c. Parietal

    d. Fontanel anterior atau posterior

    e. Temporal

    2. Lesi sinsipital

    a. Naso frontal

    b. Naso ethmoidal

    c. Naso orbital

  • 4

    3. Ensefalokel basal, terbagi atas: 11

    a. Transethmoidal

    Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal anterior.

    b. Sphenoethmoidal

    Kantung ensefalokel terletak di fossa nasal posterior.

    c. Sphenoorbital

    Kantung ensefalokel terletak dalam orbita dan menyebabkan

    eksoftalmus.

    d. Sphenomaxillary

    Kantung ensefalokel terletak dalam fossa pterigopalatinus

    e. Sphenopharingeal

    Kantung ensefalokel terletak dalam rhinopharynx atau sinus sphenoid

    Gambar 2. 1 Acquired Posttraumatic Encephalocele 6

    Ensefalokel oksipital terbagi menjadi tiga derajat yakni ensefalokel oksipital

    letak tinggi, ensefalokel oksipital letak rendah, dan ensefalokel serviko-oksipital.

    Pada ensefalokel oksipital letak tinggi, herniasi terjadi pada os oksipital di atas

    foramen magnum. Pada ensefalokel oksipital letak rendah, herniasi pada os

    oksipital berada di dekat foramen magnum, sedangkan pada ensefalokel serviko-

    oksipital, defek termasuk sisi posterior arkus C1 C2. 10

    Ensefalokel serviko-

  • 5

    oksipital disebut juga malformasi chiari tipe III yang berisi hampir seluruh

    serebelum.

    2.2 Epidemiologi

    Ensefalokel lebih sering muncul bersama malformasi kongenital non-neural

    daripada bersama maflormasi kongenital neural atau spina bifida.3 Insidensi

    ensefalokel kurang lebih 0,08 dalam 1.000 total kelahiran di Australia, 0,3-0,6 per

    1.000 kelahiran di Inggris, dan 0,15 per 1000 kelahiran keseluruhan di dunia. 3

    Tipe ensefalokel yang dominan di Eropa dan Australia adalah ensefalokel

    oksipital (75%), frontoethmoidal (13-15%), parietal (10-12%), dan sphenoidal.

    Meskipun demikian, di Asia Tenggara ensefalokel frontal merupakan tipe paling

    dominan.

    2.3 Etiologi

    Etiologi pasti ensefalokel masih belum diketahui hingga saat ini. 2,4,10

    Meskipun

    demikian, berbagai faktor terkait terjadinya ensefalokel telah berhasil

    diidentifikasi. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya ensefalokel antara lain: 3

    Infeksi rubella pada ibu

    Diabetes maternal

    Sindrom genetic

    Amniotic band syndrome

    Hipervitaminosis

    Defisiensi asam folat

    Sosioekonomi ibu rendah 12,13

    Pajanan obat-obatan: methotrexate, asam valproat, dan aminoterin 12

    Pernikahan sedarah (consanguineous marriage)

    2.4 Embriologi dan Patofisiologi

  • 6

    Pada embryogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28

    kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda.

    Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum menutup

    pada hari ke-24 14

    Teori mengenai terjadinya ensefalokel10

    :

    Kegagalan penutupan tuba neuralis sebelum hari 25 kehamilan

    Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8

    kehamilan karena adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel

    keempat.

    Defek primer pada jaringan penyusun mesensefalon yang menyebabkan

    terjadinya herniasi encephalon sehingga terbentuk ensefalokel oksipital.

    Hidrosefalus dapat muncul menyertai ensefalokel karena adanya distorsi saluran

    cairan otak / CSF10

    .

    Ensefalokel dapat muncul sebagai salah satu komponen utama sebuah sindrom.

    Sindrom dengan ensefalokel sebagai komponen utama yakni Chernkes syndrome,

    Fraser syndrome, Knoblochs syndrome, Meckel-Grubers syndrome, Roberts

    syndrome, amniotic band syndrome, dwarfisme dissegmental, dan displasia

    frontonasal. 3

    Tabel 2. 1 Sindrom dengan Ensefalokel sebagai Komponen Utama 3

    2.5 Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis paling utama dari ensefalokel adalah adanya benjolan yang

    muncul sejak lahir. Benjolan ini dapat disertai gejala dan kelainan kongenital

  • 7

    lainnya. Secara umum, manifestasi klinis yang dapat muncul pada ensefalokel

    adalah10

    :

    1. Benjolan atau kantung pada garis tengah yang ada sejak lahir dan cenderung

    membesar, terbungkus kulit normal, membranous ataupun kulit yang

    mengalami maserasi. Konsistensi kistous dan kenyal atau lebih solid bila

    terdapat herniasi otak. Kantung dapat mengempis dan menegang, tergantung

    tekanan intrakranial karena berhubungan dengan ruang intrakranial.

    2. Hidrosefalus

    3. Mikrosefalus

    4. Pada ensefalokel basal adanya kantung seringkali tidak tampak menonjol di

    luar melainkan di dalam rongga hidung atau massa epifaringeal sehingga

    seringkali tampak seperti polip nasal. Kelainan penyerta yang muncul berupa

    hipertelorisme, nistagmus, snoring persisten dan cleft palate sekunder. 15

    5. Kelumpuhan anggota gerak, gangguan perkembangan, gangguan penglihatan

    dan gangguan lain akibat pendesakaan massa maupun sindrom kelainan

    kongenital terkait.

    Gejala klinis ensefalokel ditandai dengan adanya benjolan di salah satu

    lokasi di sepanjang garis tengah kepala, baik di parietal, frontal, nasofaringeal,

    maupun nasal10

    . Letak benjolan di oksipital terjadi pada 75% kasus, sedangkan

    letak di oksipital sebesar 15%, serta benjolan di vertex sebesar 5% jumlah

    keseluruhan kasus ensefalokel4. Isi benjolan atau kantung ensefalokel ditentukan

    melalui pemeriksaan fisik palpasi dan transluminasi. Pemeriksaan transluminasi

    dilakukan dengan penyorotan lampu yang kuat pada tonjolan tersebut (di dalam

    ruangan gelap) diharapkan akan menampakkan bayang-bayang isi ensefalokel.

  • 8

    Gambar 2. 2 Ensefalokel Oksipital dengan Hidrosefalus 10

    Gambar 2. 3 Ensefalokel Oksipital Berukuran Besar 10

    Gambar 2. 4 Ensefalokel Oksipital dengan Ukuran Lebih Besar daripada Kepala

    10

  • 9

    Ensefalokel frontoethmoidal muncul dengan massa di wajah sedangkan

    Ensefalokel basal tidak tampak dari luar.16

    Ensefalokel nasofrontal muncul di

    pangkal hidung di atas tulang hidung. Ensefalokel nasoethmoidal terletak di

    bawah tulang hidung dan naso-orbital ensefalokel menyebabkan, hipertelorisme,

    proptosis dan mendesak bola mata.

    Gambar 2. 5 Ensefalokel Nasoethmoidal dengan Hipertelorisme 17

    Gambar 2. 6 Ensefalokel Nasofrontal

    17

  • 10

    Pada pemeriksaan neurologis umumnya didapatkan hasil normal, tetapi

    beberapa kelainan dapat terjadi meliputi deficit fungsi saraf cranial, gangguan

    penglihatan, dan kelemahan motorik fokal. 10

    Ensefalokel seringkali muncul bersama kelainan kongenital lain. Sekitar 40%

    kasus disertai dengan kelainan defek tuba neuralis lain seperti mikrosefali.3,4

    Mikrosefali tersebut disebabkan oleh berpindahnya massa intrakranial ke dalam

    kantung ensefalokel. Kelainan lain yang muncul antara lain amniotic band

    syndrome, sindrom genetik meliputi Meckel-Gruber, Fraser, Robets dan

    Chemkes syndrome, facial cleft, spina bifida, agenesis renal, dekstrokardia, dan

    hipoplasia pulmoner. 10

    2.6 Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan pada ensefalokel adalah USG,

    CT scan, foto polos kepala, dan MRI. USG merupakan pemeriksaan untuk

    mendeteksi ensefalokel sejak dini. CT scan dipilih untuk visualisasi defek internal

    dan eksternal. MRI dapat memvisualisasikan isi dari ensefalokel dan membantu

    mendeteksi anomaly otak yang lain.16

    Pemeriksaan penunjang paling bermanfaat dalam penegakan diagnosis

    prenatal ensefalokel adalah ultrasonografi / USG.8 USG yang dilakukan dapat

    terdiri dari USG 2 dimensi maupun 3 dimensi serta secara transabdominal

    maupun transvaginal.18

    Pada USG yang dilakukan antenatal, tampak adanya defek

    pada cranium serta massa kistik, kombinasi massa kistik dan solid, maupun massa

    dominan solid tampak menempel di calvaria3,4

    . Pada USG terutama USG 3

    dimensi, ensefalokel dapat tampak kurangnya diameter biparietal, kecilnya lingkar

    kepala, serta gambaran unik berupa cyst within a cyst dan target sign

    appearance, banana sign, lemon sign. 19 Pada USG 3 dimensi, defek cranial dapat

    tampak dengan jelas.

  • 11

    Gambar 2. 7 Gambaran USG 2 dimensi pada Ensefalokel 19

    Gambar 2. 8 gambaran ensefalokel pada USG 3 dimensi

    19

  • 12

    Gambar 2. 9 gambaran defek cranial pada USG 3 dimensi19

    Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dimanfaatkan adalah foto polos kepala,

    CT scan, dan MRI. Foto polos kepala untuk mencari defek pada tengkorak dan

    mendeteksi keadaan patologis penyerta lainnya. Pemeriksaan CT scan digunakan

    pada persiapan preoperatif untuk menentukan isi kantung ensefalokel dan ukuran

    ventrikel20

    . Dengan menggunakan MRI, dapat diketahui lokasi defek beserta

    isinya dengan lebih jelas.

    Gambar 2. 10 Foto polos lateral pasien dengan ensefalokel serviko-oksipital 20

  • 13

    Gambar 2. 11 gambaran CT scan Ensefalokel Oksipital

    23

    Gambar 2. 12 Gambaran CT scan ensefalokel ethmoidal dengan hipertelorisme

  • 14

    Gambar 2. 13 Gambaran MRI ensefalokel oksipital

    3

    2.7 Diagnosis

    Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik melalui

    manifestasi klinis yang khas. Manifestasi klinis utama ensefalokel adalah benjolan

    yang muncul sejak lahir di daerah kepala, bisanya di garis tengah.

    Penegakan diagnosis dapat dilakukan sebelum kelahiran yakni dengan

    pemeriksaan USG antenatal. Pada pemeriksaan USG, kriteria yang dipakai untuk

    menegakkan diagnosis ensefalokel adalah sebagai berikut:3

    1. Tampak massa melekat pada kepala janin atau bergerak sesuai gerakan

    kepala janin.

    2. Tampak defek tulang tengkorak.

    3. Tampak ketidaknormalan anatomis, contohnya hidrosefalus.

    4. Scan tulang belakang untuk mengetahui ada tidaknya spina bifida.

    5. Pemeriksaan ginjal janin, karena tingginya keterkaitan dengan penyakit

    ginjal kistik.

    Terdapat beberapa kelainan pada sistem saraf pusat yang dapat membantu

    diagnosa ensefalokel, yakni sebagai berikut: 3

  • 15

    1. Defek tengkorak (didapatkan pada 96% kasus).

    2. Ventrikulomegali (didapatkan pada 23% kasus).

    3. Mikrosefali (didapatkan pada 50% kasus).

    4. Basio-occiput mendatar (didapatkan 38% kasus).

    2.8 Diagnosis Banding

    Diagnosa banding ensefalokel antara lain higroma kistik, teratoma, dan

    hemangioma. Higroma kistik tidak berbatas jelas, berisi cairan, bersepta, dan

    sering disertai efusi pleura dan asites sedangkan teratoma berisi massa solid dan

    tidak melibatkan jaringan otak.3 ensefalokel nasoethmoidal dapat disalahartikan

    sebagai polip nasal. Perbedaan keduanya terletak pada pulsasi, pada ensefalokel

    nasoethmoidal teraba pulsasi sedangkan pada polip nasal tidak.15

    Selain itu,

    diferensial diagnosis untuk ensefalokel antara lain lipoma, kista dermoid, dan lesi

    kulit kepala yang lain.21

    Gambaran

    USG

    Higroma kistik Ensefalokel

    Defek cranium Tidak ada Selalu

    Septae Ada dan bilateral, hingga

    mencapai leher .

    Tidak selalu ada. Bila ada

    hanya di garis tengah kepala.

    Isi kantung Hanya cairan Bervariasi

    Mikrosefali Jarang Sering menyertai

    Lokasi Aspek posterolateral leher Oksipital (70%), frontal,

    parietal, atau nasofrontal Tabel 2. 2 Perbandingan ensefalokel dan higroma kistik

    3

    2.9 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pada ensefalokel adalah koreksi melalui pembedahan10.

    Pembedahan dilakukan sedini mungkin yakni saat pasien berusia kurang dari 4

    bulan22

    . Bila tidak dilakukan koreksi, ensefalokel akan terus membesar karena

    bertambahnya herniasi jaringan otak yang dapat menimbulkan defisit neurologis.

    10. Meskipun demikian, ensefalokel dengan ukuran sangat minimal dan hanya

  • 16

    melibatkan segi kosmetis dapat dipertimbangkan untuk tidak dikoreksi secara

    pembedahan. 17,21 Pembedahan pada ensefalokel dilakukan elektif sedini mungkin

    kecuali terjadi rupture pada kantung dan kebocoran CSF 2. Pembedahan elektif

    memberikan waktu bagi pasien untuk kenaikan berat badan dan kekuatan, serta

    memberikan waktu bagi ahli bedah untuk pemilihan teknik operasi dan

    komunikasi dengan orang tua pasien 16

    .

    Pembedahan ensefalokel terdiri dari membuka dan mengeksplorasi isi

    kantung, eksisi jaringan otak yang mengalami displasia, dan menutup kembali

    defek secara water tight. Jaringan otak displastik di dalam kantung telah menjadi

    non-fungsional akibat strangulasi, iskemi, dan edema13

    sehingga dapat diangkat

    dengan aman daripada mendorongnya ke dalam rongga cranium.16

    Pada

    ensefalokel dengan ukuran dan herniasi sangat minimal, jaringan yang mengalami

    herniasi dimasukkan kembali ke dalam rongga intracranial.23

    Pembedahan ini

    dihadapkan pada tantangan untuk menutup defek anatomis pada tulang tengkorak,

    hasil operasi sedekat mungkin dengan fungsi normal, dan menghindari defek pada

    psikomotor 22

    .

    Pada ensefalokel oksipital, pasien diposisikan lateral 24

    atau dapat pula

    telungkup dengan menggunakan penyangga kepala berbentuk tapal kuda. 10,25

    Posisi pasien dijaga agar tidak terjadi cedera karena penekanan bola mata2

    Langkah-langkah koreksi bedah pada ensefalokel oksipital dimulai dengan

    membuat insisi melintang pada benjolan hingga perikranium dapat teridentifikasi

    dan dipisahkan dari jaringan yang lebih dalam. Setelah itu, dilakukan insisi

    perikranial dengan inspeksi dan diseksi isi benjolan. Koreksi bedah dilakukan

    untuk mempertahankan jaringan otak agar tidak mengalami herniasi lebih banyak

    lagi 12

    .

    Pada anak-anak, defek pada cranium ditutup dengan autogenous bone. Insisi

    kulit kemudian ditutup.10

    Pada ensefalokel oksipital berukuran besar dengan

    mikrosefali sekunder akibat herniasi otak massif, digunakan fine mesh untuk

    mencegah kompartemen ekstrakranial.22 Pembedahan pada ensefalokel dengan

    penyerta memerlukan beberapa prosedur tambahan. Bila didapatkan hidrosefalus

    yang menyertai, maka dilakukan VP shunt17

    . Kadang prosedur ini harus dilakukan

  • 17

    sebelum terapi pembedahan definitive. Ventrikulostomi endoskopi digunakan

    untuk menangani hidrosefalus pada kasus ensefalokel.16

    Gambar 2. 14 Posisi pada Saat Pembedahan 20

    Gambar 2. 15. Pembedahan pada Ensefalokel Oksipital 23

  • 18

    Gambar 2. 16 Penutupan Defek Luas pada Ensefalokel Oksipital2

    Pada ensefalokel frontal terdapat beberapa perbedaan dalam hal

    pertimbangan bedah bila dibandingkan dengan ensefalokel oksipital. Secara

    umum, pembedahan pada ensefalokel frontal meliputi pengangkatan ensefalokel,

    penutupan dura secara intracranial, bone grafting transkranial, dan koreksi

    hipertelorisme orbital atau dystopia. Pembedahan pada ensefalokel frontal

    umumnya dilakukan elektif dengan indikasi berupa proteksi otak, pencegahan

    infeksi, perbaikan jalan nafas, kemampuan bicara, dan penglihatan, serta

    kosmetis. Indikasi pembedahan darurat pada ensefalokel frontal yakni tidak

    adanya kulit yang membungkus kantung ensefalokel, obstruksi jalan nafas, atau

    gangguan penglihatan. 22

    Pada ensefalokel nasoethmoidal, terdapat beberapa tambahan sasaran hasil

    koreksi pembedahan. Selain bertujuan untuk menutup defek dan membuang atau

    mengembalikan jaringan yang mengalami herniasi, koreksi bedah pada

    ensefalokel nasoethmoidal juga ditujukan untuk merekonstruksi kraniofasial

    sehingga mencegah long nose deformity. Koreksi dilakukan dengan osteotomi

    dan rekonstruksi bentuk wajah di sekitar defek, termasuk mengoreksi

    hipertelorisme yang kerap menyertai. 23

  • 19

    Gambar 2. 17 Koreksi bedah pada ensefalokel nasoethmoidal 23

    Gambar 2. 18 Pasien ensefalokel nasoethmoidal sebelum dioperasi 23

    Gambar 2. 19 Pasien ensefalokel nasoethmoidal setelah dioperasi 23

    Pembedahan pada ensefalokel basal memerlukan teknik yang sedikit

    berbeda dan peralatan tambahan karena letak ensefalokel tertutup struktur wajah.

    Salah satu tipe ensefalokel basal, yakni ensefalokel transethmoidal yang

  • 20

    bermanifestasi sebagai massa intranasal membutuhkan endoskopi nasal dalam

    pembedahan.26

    Endoskopi nasal inisial digunakan untuk melihat struktur

    intranasal, kemudian dilakukan ethmoidectomi dan eksisi prosesus uncinatus agar

    dapat mengakses ensefalokel yang terletak di dekat dasar tengkorak. Setelah

    ensefalokel terlihat, dilakukan penilaian kantung ensefalokel dan defek pada

    ehtmoid kemudian dilakukan reseksi ensefalokel dengan forsep bipolar tipe pistol-

    grip. Reseksi dilakukan hingga pedikel ensefalokel tereduksi mendekati dasar

    tengkorak. Perbaikan defek dilakukan dengan memotong mukosa di sekitar defek

    hingga tampak os ethmoid. Untuk defek lebih dari 5 mm, kartilago atau tulang

    dari septum nasi ditempatkan antara dura dan dasar tengkorak. Selain graft tulang,

    prostetik yang absorbable dapat pula digunakan. Setelah itu, graft mukosa dari

    dasar hidung digunakan untuk menutup defek tersebut. 26

  • 21

    Gambar 2. 20 Tahap-tahap Pembedahan pada Ensefalokel Transethmoidal

    26

    2.10 Komplikasi

    Ensefalokel besar dapat berkomplikasi pada kebocoran CFS dan terjadi

    infeksi. Ensefalokel juga dapat menimbulkan hidrosefalus. Pembuluh darah

    intracranial dapat masuk ke dalam kantung sehingga dapat teriris saat eksisi dan

    1 2

    3 4

    5 6

  • 22

    menyebabkan infark. Mikrosefali yang terjadi sekunder akibat herniasi massif

    jaringan otak merupakan penyulit karena jaringan otak yang mengalami herniasi

    sangat sulit bahkan tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga kranial. 15

    Selain itu, sebagaimana defek tuba neuralis lain, ensefalokel dapat menimbulkan

    aborsi spontan, kematian janin intrauterine, kematian bayi pada awal kehidupan,

    dan kecacatan seumur hidup.27

    Pada kasus yang jarang, baik ensefalokel maupun

    pembedahannya dapat mengakibatkan kebutaan. 28

    Pembedahan yang dilakukan

    sebagai tatalaksana utama ensefalokel dapat menimbulkan perdarahan

    intraserebral, infeksi28

    , kehilangan kemampuan penghidu, epilepsy, disfungsi

    lobus frontal, edema serebri, dan defisit kemampuan konsentrasi. 29

    2.11 Prognosis

    Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran ensefalokel,

    banyaknya jaringan otak yang mengalami herniasi16,17

    , derajat ventrikulomegali,

    adanya mikrosefali dan hidrosefalus terkait, serta munculnya kelainan kongenital

    lain. Ensefalokel berukuran besar memiliki prognosis yang buruk.4 Pasien

    ensefalokel tanpa hidrosefalus memiliki peluang mencapai intelektual normal

    sebesar 90% sedangkan ensefalokel dengan hidrosefalus memiliki peluang lebih

    rendah 30%.10

  • 23

    BAB 3. KESIMPULAN

    Ensefalokel adalah herniasi isi kranium berupa suatu bagian otak dan

    meninges (selaput otak) melalui suatu defek pada tengkorak yang muncul secara

    kongenital maupun dapatan. Insidensi ensefalokel di dunia kurang lebih 0,15 per

    1000 kelahiran dengan jenis terbanyak tipe oksipital kecuali di Asia Tenggara

    ensefalokel didominasi tipe frontal. Ensefalokel terjadi didasari oleh adanya

    gangguan pada proses embriologis penutupan tuba neuralis pada awal kehamilan.

    Penyebab pasti ensefalokel belum diketahui, hanya faktor resiko saja yang sudah

    teridentifikasi.

    Manifestasi klinis berupa gejala utama benjolan atau kantung di sepanjang

    garis tengah kepala sejak lahir. Ensefalokel dapat muncul sendiri, disertai gejala

    penyerta lain, maupun muncul sebagai bagian dari suatu sindrom kelainan

    kongenital. Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,

    dan pemeriksaan penunjang. Terapi untuk ensefalokel adalah koreksi dengan

    pembedahan sedini mungkin untuk memperbaiki defek, membuang atau

    mengembalikan jaringan herniasi, menutup kembali kantung serta menatalaksana

    penyulit. Penyulit yang terjadi antara lain hidrosefalus, mikrosefalus, dan infeksi.

    Prognosis pada pasien ensefalokel dipengaruhi ukuran ensefalokel, herniasi,

    derajat ventrikulomegali, adanya kelainan kongenital lain.

  • 24

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Dorland, W.A. Neman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.

    2. Lyons, Kathleen P. Operative Techniques in Pediatric Neurosurgery. New

    York: Thieme.

    3. Bianchi, D W., Crombleholme, TM., Dalton, M E. 2000. Fetology: Diagnosis

    and Management of the Fetal Patient. New York: McGraw-Hill.

    4. Kumar, Sailesh. 2010. Handbook of Fetal Medicine. Cambridge: Cambridge

    University Press.

    5. Burton, Barbara K. dan Kumar, Praveen. 2008. Congenital Malformation

    Evidence-Based Evaluation and Management. New York: McGraw-Hill

    Company.

    6. Bhatoe, dkk. 2007. Traumatic Frontonasoethmoidal Encephalocele. Indian

    J. Neurotrauma Vol.1: 73-74.

    7. Vargas, dkk. 2008. Temporal Anterior Encephalocele. Neurology vol.71:

    1293.

    8. Upadhyaya dan Sarkar. 2005. Sincipital Encephalocele with Corpus

    Callosum Agenesis and Intracranial Lipoma: A Case Report. Ind J Radiol

    Imag vol.15(4): 507-510.

    9. El Ghani dan El Ansarry. 2006. Neural Tube Defects. ASJOG vol.3(2): 38-

    41.

    10. Oak, Sanjay N., Chaubal, Nitin G., Viswanath, Naveen. 2007. Paediatric

    Surgical Diagnostic. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.

    11. Stevenson, David K. 2003. Fetal and Neonatal Brain Injury. Cambridge:

    Cambridge University Press.

    12. Chen, Kan-Ping., Chen, Peir-Rong., Chou, Yu-Fu. 2006.

    Meningoencephalocele of the Temporal Bone Repaired with a Free

    Temporalis Muscle Flap Case Report. Tzu Chi Med. J. Vol.18: 149-153.

    13. Rowland, dkk. 2005. Are Encephaloceles Neural Tube Defects? Pediatrics

    vol.118: 916-923.

  • 25

    14. Ramamurthi, Ravi., Sridhar, K., MC Vasudevan. 2005. Textbook of Operative

    Neurosurgery. New Delhi: BI Publications Pvt Ltd.

    15. Hashemi, Kazemel, Bayat. 2010. Large Sphenoethmoidal Encephalocele

    Associated with Agenesis of Corpus Callosum and Cleft Palate. Iran J Med

    Sci Vol.35(2): 154-156.

    16. Raja, Riaz A dkk. 2008. Pattern of Encephaloceles: A Case Series. J.

    Ayub. Med. Coll. Abbottabad Vol. 20(1): 125-128.

    17. Barkovich, James A. 2005. Pediatric Neuroimaging. New York: Lippincott

    Williams & Wilkins

    18. Noriega, Fleming, dan Bonebrake. 2001. A False-Positive Diagnosis of a

    Prenatal Encephalocele on Transvaginal Ultrasonography. J Ultrasound Med

    vol.20: 926-927.

    19. Yoon, dkk. 2010. An Antenatally Diagnosed Huge Non-syndromic

    Encephalocele with Succesful Term Delivery and Postnatal Management. J

    Womens Med vol.3(3): 127-130.

    20. Goodrich, James Tait. 2008. Neurosurgical Operative Atlas: Pediatric

    Neurosurgery. New York: Thieme Medical Publisher, Inc.

    21. Senel, Sahiner, Erkek, Yoney, dan Karacan. 2007. A Case of Atretic Parietal

    Cephalocele. New J Med vol.24: 237-238.

    22. Doubilet, Peter M., Benson, Carol B. 2003. Atlas of Ultrasound in Obstetric

    and Gynecology. Philadelpia: Lippincon Williams and Wilkins.

    23. Holmes dkk. 2001. Frontoethmoidal Encephaloceles: Reconstruction and

    Refinements. J Craniofacial Surg Vol.12(1): 6-18.

    24. Agarwal, dkk. 2010. A Giant Occipital Encephalocele. J Case Rep vol.1: 16.

    25. Walia, dkk. 2005. Giant Occipital Encephalocele. MJAFI Vol.61: 293-294.

    26. Jackler, Robert K. 2008. Atlas of Skull Base Surgery and Neurotology. New

    York: Thieme Medical Publishers, Inc.

    27. Afshar, Golilapour, Farhud. 2006. Epidemiologic Aspects of Neural Tube

    Defects in South East Iran. Neurosciences Vol.11(4): 289-292.

    28. Taub, Peter J. dan Koch, R.Michael. 2009. Plastic Surgery: Clinical Problem

    Solving. New York: McGraw-Hill.

  • 26

    29. Gursan, Aydin, Altas, dan Ertas. 2003. Intranasal Encephalocele: A Case

    Report. Turk. J Med Sci vol.33: 191-194.