referat dispepsia disfungsional ujian AM

26
REFERAT DISPEPSIA FUNGSIONAL Dokter Pembimbing : dr. Hotmen Sijabat, Sp.PD Disusun Oleh : Amanda Samurti Pertiwi 1018011038 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM 0

description

kedokteran

Transcript of referat dispepsia disfungsional ujian AM

Page 1: referat dispepsia disfungsional ujian AM

REFERAT

DISPEPSIA FUNGSIONAL

Dokter Pembimbing :

dr. Hotmen Sijabat, Sp.PD

Disusun Oleh :

Amanda Samurti Pertiwi

1018011038

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

2014

0

Page 2: referat dispepsia disfungsional ujian AM

BAB I

PENDAHULUAN

Dispepsia diderita oleh lebih dari 40 % orang dewasa di setiap tahunnya dan

sering didiagnosis sebagai dispepsia fungsional (non ulkus). Gejala dari dispepsia

fungsional diantaranya rasa penuh setelah makan, kembung, cepat kenyang, nyeri

didaerah epigastrium seperti rasa terbakar tanpa ditemukan bukti adanya penyakit

struktural yang menyebabkan timbulnya gejala. Gejala-gejala ini dapat muncul

berdampingan dengan gejala gangguan pencernaan, seperti gastroesophageal reflux

disease (GERD), irritable bowel syndrome, anxietas dan depresi. Anamnesis dan

pemeriksaan fisik dapat membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab lain.

Tanda-tanda peringatan penyakit serius, seperti kanker adalah hilangnya berat badan

yang tidak diketahui sebabnya, disfagia progresif, muntah terus menerus, perdarahan

gastrointestinal, dan riwayat keluarga kanker perlu diperhatikan. Dalam kasus ini,

penyelidikan yang lebih ekstensif seperti laboratorium, pencitraan, dan endoskopi

harus dipertimbangkan untuk mendukung gejala klinis yang ada. Selama

pemeriksaan awal, strategi eradikasi Helicobacter pylori lebih efektif daripada

pengobatan empiris dan lebih hemat biaya dari pada endoskopi. Eradikasi H. pylori

membantu 1 dari 15 pasien dengan dispepsia fungsional yang didiagnosis dengan

endoskopi, tapi mungkin tidak efektif biaya. Pilihan pengobatan untuk dispepsia

fungsional adalah histamin H2 blocker, proton pump inhibitor dan agen prokinetic.

Meskipun obat psikotropik dan intervensi psikologis tidak terbukti memiliki manfaat

pada pasien dengan dispepsia fungsional, namum dapat menurunkan dispepsia

karena psikiatri umum.

1

Page 3: referat dispepsia disfungsional ujian AM

BAB II

A. DEFINISI

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein

(pencernaan).1 Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators,

dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan

di daerah perut bagian atas,2 sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru,3,4

dispepsia fungsional didefi nisikansebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih

dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau

rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan

awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.

Dispepsia diderita >40% orang dewasa di setiap tahunnya dan sekitar 10%

dari mereka berusaha mendapatkan pelayanan medis.1 Kebanyakan pada pasien yang

mencari pelayanan medis pada akhirnya diagnosis sebagai dispepsia fungsional.2

Dispepsia fungsional (non ulkus) didefinisikan sebagai rasa penuh setelah makan,

kembung, cepat kenyang, nyeri didaerah epigastrium seperti rasa terbakar tanpa

ditemukan bukti adanya penyakit struktural yang menyebabkan timbulnya gejala.3,4

Pedoman terbaru membedakan nyeri ulu hati dan gejala refluks

gastroesophageal, yang sering terjadi bersamaan dengan dispepsia tetapi dianggap

terpisah.5 Studi sebelumnya telah menggunakan berbagai definisi untuk dispepsia.

Akibatnya, diperlukan penelitian lebih untuk membedakan dispepsia fungsional

dengan penyakit lain dari saluran gastrointestinal (GI). Untuk memudahkan

penelitian ini, kriteria diagnostik Roma III membagi dispepsia fungsional menjadi

dua subkategori: epigastic pain syndrome (yaitu nyeri epigastrium, rasa seperti

terbakar) dan postprandial distres syndrome (yaitu perasaan cepat kenyang, rasa

penuh setelah makan).3

B. PATOFISIOLOGI

2

Page 4: referat dispepsia disfungsional ujian AM

Tidak ada mekanisme patofisiologis definitif untuk dispepsia fungsional, hal

ini menunjukkan bahwa dispepsia fungsional merupakan sekelompok gangguan yang

heterogen. Pasien dengan dispepsia fungsional biasanya bersamaan gejala irritable

bowel syndrome atau kelainan fungsional gastrointestinal (GI) lainnya.6 Dalam satu

studi yang dilakukan selama 10 tahun, pasien dengan dispepsia dan irrittable bowel

syndrome, 40% pasien gejalanya beralih/berubah-ubah selama periode penelitian.7

Beberapa studi menghubungkan dismotilitas lambung dalam patofisiologi

dispepsia fungsional.8-12 Banyak pasien mengalami gejala motilitas, seperti kembung,

cepat kenyang, mual, dan muntah. Studi telah menyatakan bahwa motilitas lambung

(misalnya, gastroparesis, disritmia lambung, disfungsi sfingter piloric) terdapat pada

80% pasien dispepsia fungsional.8, 9 Namun, tingkat dismotilitas tidak berkorelasi

dengan gejala.8-12

Banyak pasien dispepsia fungsional mengeluh nyeri seperti terbakar yang bisa

dibedakan dengan dispepsia terkait ulkus, hubungan antara dispepsia fungsional dan

sekresi asam lambung tidak jelas. Sebuah studi membandingkan tingkat pH yang

rendah dalam duodenum pada pasien dispepsia fungsional dibandingkan dengan

kelompok kontrol, hasilnya tingkat pH tidak berkorelasi dengan gejala. Peran infeksi

Helicobacter pylori dalam dispepsia fungsional juga telah diselidiki. Studi populasi

yang besar telah menunjukkan peningkatan insiden infeksi Helicobacter pylori pada

pasien dengan dispepsia fungsional, namun, tingginya insiden pada kedua populasi

dan respon minimal terhadap pengobatan tidak jelas.1,14 Meskipun masih ada

ketidakpastian ini, pengujian dan mengobati infeksi H. pylori telah menjadi bagian

dari pengelolaan dispepsia fungsional.

C. PENDEKATAN DIAGNOSTIK

Dispepsia fungsional adalah diagnosis eksklusi, sehingga dokter harus fokus

pada penyakit, tanpa menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menyelidiki gejala.

Dispepsia sangat luas dan memiliki beragam diagnosis banding, termasuk dispepsia

fungsional, penyakit ulkus peptikum, refluks esophagitis, dan keganasan lambung

3

Page 5: referat dispepsia disfungsional ujian AM

atau esofagus. Dispepsia fungsional merupakan diagnosis yang paling umum dan

sering yang mencapai >70% dari kasus dispepsia.15

Dokter harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara rinci,

mencatat setiap temuan yang mengarah ke diagnosis selain dispepsia fungsional

(misalnya, nyeri pada kuadran kanan atas dengan cholelithiasis, hubungan latihan

dengan penyakit arteri koroner, radiasi dengan pankreatitis). Tabel 3 termasuk obat

dan agen lainnya yang umumnya berkaitan dengan dispepsia.19 Karena diagnosis

banding yang luas, maka memerlukan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan

laboratorium dan pencitraan. Pada gambar 1 merupakan algoritma evaluasi dan

pengobatan pasien dengan dispepsia. 5,19

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Roma III untuk Dispepsia Fungsional

1. Kreteria diagnostik terpenuhi bila 2 poin dibawah ini terpenuhi :

a. rasa penuh setelah makan yang mengganggu

b. perasaan cepat kenyang

c. nyeri epigastrium

d. rasa terbakar di daerah epigastrium

2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan penyakit struktural yang

menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi

saluran cerna bagian atas)

CATATAN: Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala diatas terjadi sedikitnya

dalam 3 (tiga) bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul setidaknya 6

(enam) bulan sebelum diagnosis.

a. Postprandial distress syndrome

Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:

1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan

porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu

2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi

makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu

* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan

terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum

diagnosis.

Kriteria penunjang

4

Page 6: referat dispepsia disfungsional ujian AM

1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan

atau bersendawa yang berlebihan

2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.

b. Epigastric pain syndrome

Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:

1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan

tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam

seminggu

2. Nyeri timbul berulang

3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah

perut bagian atas/epigastrium

4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin

5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung

empedu dan sfi ngter Oddi

* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan

terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum

diagnosis.

Kriteria penunjang

1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke

daerah retrosternal

2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun

mungkin timbul saat puasa

3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.

Anamnesis penyakit dan pemeriksaan fisik saja memiliki sensitivitas dan

spesifitas rendah untuk memprediksi pasien dengan dispepsia yang memiliki penyakit

organik, sehingga kadang diperlukan pemeriksaan esophagogastroduodenoscopy.15,20

Karena hasil temuan tingginya endoskopi yang normal, sangat rendah insiden

keganasan, sehingga perlu mencoba pengobatan secara empiris sebelum melakukan

tes diagnostik yang invasif dan mahal.

Beberapa strategi telah diusulkan untuk pengelolaan awal pasien dengan

dispepsia, termasuk penekan asam lambung, pendekatan tes dan mengobati (untuk

infeksi H. pylori) dan endoskopi. Tinjauan Cochrane menemukan bahwa dalam

5

Page 7: referat dispepsia disfungsional ujian AM

ketiadaan tanda-tanda peringatan untuk penyakit yang serius, strategi tes dan

pengobatan lebih efektif dan murah daripada endoskopi.21 Endoskopi telah terbukti

mengurangi risiko terjadinya dispepsia berulang. Namun dokter harus

mempertimbangkan biaya endoskopi.21 Dokter dapat mendiagnosis infeksi H. pylori

dengan tes non-invasif, seperti uji serologi, antigen tinja dan tes napas urea. Uji

serologi merupakan uji yang paling umum karena ketersediaan luas dan biaya rendah,

meskipun pengujian napas urea lebih akurat.22

Pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun, American Gastroenterological

Association (AGA) merekomendasikan beberapa tanda-tanda peringatan yang harus

diperhatikan (misalnya, kehilangan berat badan yang tidak diketahui sebabnya,

disfagia progresif, muntah terus menerus, adanya bukti perdarahan gastrointestinal,

riwayat keluarga kanker).5 Pada pasien yang memiliki tanda-tanda peringatan

tersebut, AGA merekomendasikan untuk segera melakukan endoskopi, terutama

bagi mereka yang berusia >55 tahun. 5 Namun, masih ada perdebatan tentang batas

usia yang lebih rendah dari 35-45 tahun.23 Meskipun tidak dibahas dalam pedoman

AGA, pemeriksaan darah lengkap perlu dipertimbangkan untuk melihat adanya

anemia. Pedoman AGA tidak merekomendasikan pengujian laboratorium dan

pencitraan, namun wajar untuk mempertimbangkan pendekatan ini pada pasien

dengan temuan esophagogastroduodenoscopy negatif dan adanya tanda-tanda

peringatan atau jika program pengobatan tidak berhasil.

Tabel 2. Diangnosis Banding Dispepsia

KATEGORI DIAGNOSTIK PROSENTASE

Dispepsia fungsional >70%

Ulkus peptikum 15-25 %

Refluks esofagitis 5-15 %

Kanker lambung atau esofagus < 2 %

Kanker perut, terutama kanker pankreas Jarang

Penyakit saluran bilier Jarang

Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, sorbitol, fruktosa, manitol) Jarang

Gastroparesis Jarang

Hepatoma Jarang

6

Page 8: referat dispepsia disfungsional ujian AM

Penyakit infiltratif perut (penyakit crohn, sarkoidosis) Jarang

Parasit usus (spesies giardia, spesies strongyloides) Jarang

Penyakit usus iskemik Jarang

Efek obat (tabel 3) Jarang

Gangguan metabolisme (hiperkalsemia, hiperkalemia) Jarang

Pankreatitis Jarang

Gangguan sistemik (diabetes mellitus, gangguan tiroid dan

paratiroid, penyakit jaringan ikat)

Jarang

Tabel 3. Agen yang umumnya terkait dengan dispepsia

Acarbose (precose)

Alkohol

Antibiotik oral (misalnya, eritromisin)

Bisphosphonates

Kortikosteroid (misalnya prednisone)

Herbal (misalnya, bawang putih)

Iron

Metformin (glucophage)

Miglitol (glyset)

Obat NSAID, termasuk

cyclooxgenase-2 inhibitor

Opiat

Orlistat (xenical)

Potasium klorida

Theophyline

D. PENGOBATAN

Pengobatan dispepsia fungsional bisa membuat frustasi bagi dokter dan

pasien karena beberapa pilihan pengobatan telah terbukti efektif. Pasien akan

memerlukan lanjutan penanganan dan dukungan dari dokter mereka. Pengobatan

umumnya ditujukan pada salah satu yang dianggap mendasari menjadi etiologi dari

dispepsia fungsional.

Rekomendasi Klinis Peringkat

Evidence

Refe

rensi

Ket.

Dokter harus langsung endoskopi pada pasien dengan

dispepsia yang memiliki tanda-tanda peringatan

C 5 Konsensus,

pendapat

7

Page 9: referat dispepsia disfungsional ujian AM

(misalnya, kehilangan berat badan yang tidak

diinginkan, disfagia progresif, muntah terus menerus,

bukti perdarahan gastrointestinal, riwayat keluarga

kanker) pada usia > 55 tahun.

ahli, praktek

Pada pasien dengan dispepsia yang tidak menunjukkan

tanda-tanda peringatan, strategi tes dan mengobati

infeksi Helicobacter pylori efektif dan lebih murah

dibandingkan endoskopi.

A 21 Metaanalisis

Histamin H2 blocker dan proton pump inhibitor

mengurangi gejala dispepsia fungsional, meskipun

efeknya kecil.

A 24 Metaanalisis

Agen prokinetic metoclopramide (reglan) efektif dalam

mengobati dispepsia fungsional, meskipun data yang

mendukungnya terbatas.

B 24 Studi

metaanalisis

berkualitas

rendah

Eradikasi H. pylori efektif dalam mengurangi gejala,

pemeriksaan endoskopi dikonfirmasikan dengan

dispepsia fungsional, meskipun mungkin tidak efektif

biaya.

A 27 Metaanalisis

A = bukti berorientasi pasien konsisten dan berkualitas baik.

B = bukti berorientasi pasien tidak konsisten atau berkualitas sedang

C = konsensus, bukti berorientasi penyakit, praktek, pendapat ahli, kasus.

8

Page 10: referat dispepsia disfungsional ujian AM

Evaluasi dan Managemen Dispepsia

9

Tidak ada perbaikan

Lakukan endoskopi

Mengevaluasi dan mengobati kondisi komorbiditas

(misalnya, stres, kecemasan, depresi)

Pertimbangkan tes laboratorium dan pencitraan ketika

terindikasi secara klinis

Lanjutkan pengobatan dengan reevaluasi

periodik

Perbaikan

Tes untuk infeksi Helicobacter pylori, dan mengobati jika ada *

Percobaan terapi antisecretory jika pasien

masih bergejala

Lakukan endoskopi

Diagnosa dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

(lihat tabel 2 untuk diagnosis diferensial)

Pasien datang dengan dispepsia

Evaluasi pasien dengan faktor risiko: usia> 55 th, penurunan berat badan,

disfagia progresif, muntah terus menerus, bukti perdarahan

gastrointestinal, riwayat keluarga kanker

Faktor risiko Tidak ada faktor risiko

Hasil positifLakukan pengobatan

Hasil negatif

*Dokter dapat memilih uji coba terapi antisecretory sebelum

pengujian untuk infeksi H. pylori, terutama ketika terjadinya

dispepsia adalah relatif baru (< 3-6 bulan)

Page 11: referat dispepsia disfungsional ujian AM

1) Penekanan Asam Lambung

Penekan asam lambung telah dipelajari secara intensif dalam

pengobatan dispepsia fungsional. Meskipun bermanfaat pada pasien dengan

dispepsia ulkus atau refluks gastroesophagus cukup besar, namun manfaat pada

pasien dengan dispepsia fungsisional kurang jelas. Antasid, sucralfat

(carafate), dan misoprostol (cytotec) telah dievaluasi dalam studi terbatas tanpa

bukti manfaat.24 Garam Bismuth menunjukkan beberapa manfaat dibandingkan

dengan plasebo, namun studi menunjukkan manfaat yang tidak baik. Karena

manfaatnya yang masih dipertanyakan dan risiko jangka panjang dapat

menyebabkan neurotoksik, garam bismuth tidak direkomendasikan sebagai

agen lini pertama untuk pengobatan dispepsia fungsional.24

Histamin H2 blocker lebih menjanjikan untuk mengobati dispepsia

fungsional dan telah dievaluasi dalam beberapa uji. Sebuah studi metaanalisis

menyimpulkan bahwa H2 blocker secara signifikan meningkatkan perbaikan

gejala, namun ada beberapa bukti bias dalam publikasi dan efeknya telah

dibesar-besarkan, terutama dibandingkan dengan proton pump inhibitors.24

Studi proton pump inhibitor telah menunjukkan perbaikan yang signifikan

dalam gejala dispepsia fungsional dibandingkan dengan plasebo. Studi ini

dinilai kualitasnya lebih baik dari pada histamin H2 blocker, sehingga sulit

untuk membandingkan efektifitasnya.24 Mengingat penggunaan penekan asam

lambung manfaatnya relatif kecil, dokter harus mempertimbangkan biaya dan

jangka panjang profil keamanan obat yang dipilih untuk pengobatan awal.

2) Prokinetik

Banyak pasien dengan dispepsia fungsional melaporkan gejala yang

dominan berupa keluhan kembung, mudah cepat kenyang, mual, dan muntah.

Akibatnya, dokter mencoba menargetkan pengobatan untuk meningkatkan

motilitas gastrointestinal (GI). Beberapa percobaan randomized control

10

Page 12: referat dispepsia disfungsional ujian AM

menunjukkan bahwa agen prokinetik efektif dalam mengobati dispepsia

fungsional.24 Namun, kualitas dari studi ini masih dipertanyakan dan efektivitas

agen mungkin telah dibesar-besarkan. Uji coba menunjukkan efektivitas

cenderung hanya ditargetkan pada pasien dengan gejala sugestif dari gangguan

motilitas, sehingga menimbulkan pertanyaan keefektivitasannya dalam kasus

nyeri epigastrium. Juga, kebanyakan penelitian menggunakan cisapride, yang

sejak lama telah dihapus dari pasar USA karena dapat menyebabkan jantung

aritmia.24 Satu studi telah menunjukkan bahwa domperidone efektif untuk

pengobatan dispepsia fungsional.24 Domperidone relatif aman, namun belum

disetujui untuk digunakan di USA.

Agen prokinetik yang tersedia di USA adalah metoclopramide (reglan)

dan eritromisin, yang buktinya jarang. Metoclopramide dapat menyebabkan

tardive dyskinesia dan gejala parkinson pada orang tua, sehingga harus dibatasi

dalam penggunaannya.24 Eritromisin memiliki beberapa efek prokinetik dan

digunakan untuk mengobati gastroparesis. Namun, eritromisin belum diteliti

untuk pengobatan dispepsia fungsional, sehingga efektivitasnya tidak diketahui.

Ada beberapa bukti awal yang menunjukkan bahwa formulasi herbal yang

mengandung peppermint meningkatkan perbaikan gejala dispepsia fungsional,

kemungkinan melalui efek pada otot polos usus.25,26 Namun, formulasi

peppermint yang tersedia di USA belum diteliti dengan baik, penelitian lebih

lanjut diperlukan.

3) Eradikasi Helicobacter Pylori

Eradikasi H.pylori bermanfaat sebagai strategi awal untuk pengelolaan

dispepsia sebelum endoskopi. Beberapa studi metaanalisis telah meneliti terapi

eradikasi pada pasien dengan endoskopi pada dispepsia fungsional.19 Meskipun

ada beberapa perbedaan antara studi, studi metaanalisis terbaru menunjukkan

perbaikan yang kecil tapi signifikan secara statistik pada gejala dispepsia

fungsional dengan eradikasi H. pylori.27

4) Intervensi Psikotropika dan Psikologi

11

Page 13: referat dispepsia disfungsional ujian AM

Karena tingginya risiko terjadinya depresi dan penyakit kejiwaan pada

pasien dengan dispepsia fungsional, banyak dokter meresepkan antidepresan.

Namun, penelitian yang mendukung strategi ini masih kurang. Sebuah studi

metaanalisis menunjukkan bahwa antidepresan tricyclic secara signifikan

memperbaiki gangguan gastrointestinal, tapi studi ini tidak mereview dispepsia

fungsional dari gangguan GI lainnya, seperti irritable bowel syndrome dan

nyeri ulu hati.28 Studi mini crossover menyatakan bahwa dosis rendah

amitripyline memperbaiki gejala dispepsia fungsional, namun, itu hanya 14

pasien dan hanya berlangsung 1 bulan.29 Sebuah studi yang lebih besar pada

anak-anak dengan irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional tidak

menunjukkan perbaikan dengan amitriptyline versus placebo. Ada 30 lebih

percobaan sedang berlangsung yang meneliti penggunaan antidepresan tricyclic

pada pasien dengan dispepsia fungsional.31

Empat percobaan randomised control meneliti penggunaan intervensi

psikologis pada pasien dispepsia.32 Setiap intervensi (psikoterapi, psikodrama,

terapi perilaku kognitif, terapi relaksasi, dan hipnosis), dievaluasi berbeda dan

tidak ada studi metaanalisis yang mendukung. Selain itu, karena rendahnya

kualitas uji coba. Namun, metode ini masih bisa digunakan untuk mengobati

penyakit yang bersamaan dengan psikiatri umum.

12

Page 14: referat dispepsia disfungsional ujian AM

BAB III

KESIMPULAN

Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih

gejala-gejala berikut ini: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau

rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan

awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Dispepsia secara

klasik terbagi atas dyspepsia organik dan dispepsia fungsional.

Dispepsia fungsional diklasifikasikan kembali menjadi postprandial distress

syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu, juga dibagi

menjadi ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia. Hingga tahun 2012,

penelitian-penelitian mengenai patomekanisme dispepsia berfokus pada upaya

mengurai mekanisme patofi siologis yang disebabkan abnormalitas fungsi motorik

lambung, infeksi Helicobacter pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya

terkait gangguan cemas dan depresi.

Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi

penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifi k organik yang mungkin, bukan

menggali karakteristik detail gejalagejala dispepsia yang dikemukakan pasien.

Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan Kriteria Roma III. American

College of Gastroenterology Guidelines for the Management of Dyspepsia (2005)

mengemukakan pentingnya mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarming features) pada

pasien dengan keluhan dispepsia, yang penting untuk menentukan pengelolaan

selanjutnya. Segera rujuk apabila didapatkan tanda-tanda bahaya tersebut atau

terdapat tanda-tanda yang mengarah pada gangguan jantung.

13

Page 15: referat dispepsia disfungsional ujian AM

DAFTAR PUSTAKA

1. McNamara DA, Buckley M, O’Morain CA. Nonulcer dyspepsia. Current concepts and management. Gastroenterol Clin North Am. 2000;29(4):807-818.

2. McQuaid K. Dyspepsia. In: Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH. Sleisenger & Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology, Diagnosis, Management. 7th ed. Philadelphia, Pa.: Saunders; 2002:102-103.

3. Tack J, Talley NJ, Camilleri M, et al. Functional gastroduodenal disorders [published correction appears in Gastroenterology. 2006;131(1):336]. Gastroenterology. 2006;130(5):1466-1479.

4. Drossman DA, Corazziari E, Delvaux M, et al. Rome III: The Functional Gastrointestinal Disorders. 3rd ed. McLean, Va.: Degnon Associates; 2006. http://theromefoundation.org/assets/pdf/19_RomeIII_apA_885-898.pdf.

5. Talley NJ. American Gastroenterological Association medical position statement: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology. 2005;129(5): 1753-1755.

6. Kaji M, Fujiwara Y, Shiba M, et al. Prevalence of overlaps between GERD, FD and IBS and impact on health-related quality of life. J Gastroenterol Hepatol. 2010;25(6):1151-1156.

7. Ford AC, Forman D, Bailey AG, Axon AT, Moayyedi P. Fluctuation of gastrointestinal symptoms in the community: a 10-year longitudinal follow-up study. Aliment Pharmacol Ther. 2008;28(8):1013-1020.

8. Sha W, Pasricha PJ, Chen JD. Correlations among electrogastrogram, gastric dysmotility, and duodenal dysmotility in patients with functional dyspepsia. J Clin Gastroenterol. 2009;43(8):716-722.

9. Sha W, Pasricha PJ, Chen JD. Rhythmic and spatial abnormalities of gastric slow waves in patients with functional dyspepsia. J Clin Gastroenterol. 2009;43(2):123-129.

10. Mizushima T, Sawa K, Ochi K, et al. Gastrobiliary motility is not coordinated in patients with non-ulcer dyspepsia of normal gastric emptying time: simultaneous sonographic study. J Gastroenterol Hepatol. 2005;20(6):910-914.

11. Lin X, Levanon D, Chen JD. Impaired postprandial gastric slow waves in patients with functional dyspepsia. Dig Dis Sci. 1998;43(8):1678-1684.

12. Lin Z, Eaker EY, Sarosiek I, McCallum RW. Gastric myoelectrical activity and gastric emptying in patients with functional dyspepsia. Am J Gastroenterol. 1999;94(9):2384-2389.

13. Bratten J, Jones MP. Prolonged recording of duodenal acid exposure in patients with functional dyspepsia and controls using a radiotelemetry pH monitoring system. J Clin Gastroenterol. 2009;43(6):527-533.

14. Armstrong D. Helicobacter pylori infection and dyspepsia. Scand J Gastroenterol Suppl. 1996;215:38-47.

15. Value of the unaided clinical diagnosis in dyspeptic patients in primary care. Am J Gastroenterol. 2001;96(5):1417-1421.

16. Bazaldua OV, Schneider FD. Evaluation and management of dyspepsia. Am Fam Physician. 1999;60(6):1773-1784.

17. Talley NJ, Silverstein MD, Agréus L, Nyrén O, Sonnenberg A, Holtmann G. AGA technical review: evaluation of dyspepsia. American Gastroenterological Association. Gastroenterology. 1998;114(3):582-595.

14

Page 16: referat dispepsia disfungsional ujian AM

18. Fisher RS, Parkman HP. Management of nonulcer dyspepsia. N Engl J Med. 1998;339(19):1376-1381.

19. Dickerson LM, King DE. Evaluation and management of nonulcer dyspepsia. Am Fam Physician. 2004;70(1):107-114.

20. Moayyedi P, Talley NJ, Fennerty MB, Vakil N. Can the clinical history distinguish between organic and functional dyspepsia? JAMA. 2006; 295(13):1566-1576.

21. Delaney B, Ford AC, Forman D, Moayyedi P, Qume M. Initial management strategies for dyspepsia. Cochrane Database Syst Rev. 2005;(4): CD001961.

22. Ables AZ, Simon I, Melton ER. Update on Helicobacter pylori treatment. Am Fam Physician. 2007;75(3):351-358.

23. Marmo R, Rotondano G, Piscopo R, et al. Combination of age and sex improves the ability to predict upper gastrointestinal malignancy in patients with uncomplicated dyspepsia: a prospective multicentre database study. Am J Gastroenterol. 2005;100(4):784-791.

24. Moayyedi P, Soo S, Deeks J, Delaney B, Innes M, Forman D. Pharmacological interventions for non-ulcer dyspepsia. Cochrane Database Syst Rev. 2006;(4):CD001960.

25. Kligler B, Chaudhary S. Peppermint oil. Am Fam Physician. 2007;75(7): 1027-1030. 26. Melzer J, Rösch W, Reichling J, Brignoli R, Saller R. Meta-analysis: phytotherapy of

functional dyspepsia with the herbal drug preparation STW 5 (Iberogast). Aliment Pharmacol Ther. 2004;20(11-12):1279-1287.

27. Moayyedi P, Soo S, Deeks J, et al. Eradication of Helicobacter pylori for non-ulcer dyspepsia. Cochrane Database Syst Rev. 2006;(2):CD002096.

28. Jackson JL, O’Malley PG, Tomkins G, Balden E, Santoro J, Kroenke K. Treatment of functional gastrointestinal disorders with antidepressant medications: a meta-analysis. Am J Med. 2000;108(1):65-72.

29. Mertz H, Fass R, Kodner A, Yan-Go F, Fullerton S, Mayer EA. Effect of amitriptyline on symptoms, sleep, and visceral perception in patients with functional dyspepsia. Am J Gastroenterol. 1998;93(2):160-165.

30. Saps M, Youssef N, Miranda A, et al. Multicenter, randomized, placebo-controlled trial of amitriptyline in children with functional gastrointestinal disorders. Gastroenterology. 2009;137(4):1261-1269.

31. Talley NJ, Herrick L, Locke GR. Antidepressants in functional dyspepsia. Expert Rev Gastroenterol Hepatol. 2010;4(1):5-8.

32. Soo S, Moayyedi P, Deeks J, Delaney B, Lewis M, Forman D. Psychological interventions for non-ulcer dyspepsia. Cochrane Database Syst Rev. 2005;(2):CD002301.

15