Referat Demensia Acil
-
Upload
ayu-kusuma-ningrum -
Category
Documents
-
view
150 -
download
1
Transcript of Referat Demensia Acil
REFERAT
DEMENSIA ALZHEIMER
Pembimbing :
Dr. M. Rowi Sp. S
Disusun Oleh :
Ayu Kusuma Ningrum 030.08. 048
JAKARTA, APRIL 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang
tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi.
Manifestasi klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan/atau sistem yang
terkena. Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus
dibedakan dari perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal
mengintensifkan sejumlah proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah
timbulnya demensia. Penyakit semacam ini sering dicirikan sebagai pelemahan fungsi
kognitif atau sebagai demensia. Memang, demensia dapat terjadi pada umur berapa saja,
bergantung pada faktor penyebabnya, namun demikian demensia sering terjadi pada lansia.
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial. Disamping itu, suatu diagnosis
demensia menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan
yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.
Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular, yaitu
demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Demensia
vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling
sering ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki
dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 EPIDEMIOLOGI
Pada 17-25 juta orang di seluruh dunia, dengan perkiraan empat juta orang terkena
demensia di negara Amerika serikat dan 800.000 orang di UK.
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun
adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70
tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45
% pada usia diatas 85 tahun.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya
menderita demensia tipe Alzheimer (Alzheimer’s diseases).
II.2. DEFINISI
Demensia adalah sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah
inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi,
perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial
Di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat
(DSM-IV) demensia dicirikan oleh adanya defisit kognitif multipleks (termasuk gangguan
memori) yang secara langsung disebabkan oleh gangguan kondisi medik secara umum,
bahan-bahan tertentu (obat, narkotika, toksin), atau berbagai faktor etiologi. Demensia dapat
progresif, statik atau dapat pula mengalami remisi. Reversibilitas demensia merupakan fungsi
patologi yang mendasarinya serta bergantung pula pada ketersediaan dan kecepatan terapi
yang efektif.
II.3. FAKTOR RESIKO
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis(Asia, Africo-
American), jenis kelamin (pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit
jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian
estrogen dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis,
konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang
berhubungan dengan pekerjaan (pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume
kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark4.
II. 4 ETIOLOGI
Demensia mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab demensia
lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob,
penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.
A. Demensia Degeneratif
1. Demensia tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui
penyebabnya.
Neuropatologi
Observasi makroskopis neuro-anatomik è atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal
dan pembesaran ventrikel serebral.
Mikroskopis klasik dan patognomonik è bercak- bercak senilis, kekusutan neurofibriler,
hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50 % di korteks), degenerasi granulovaskular
pada neuron.
Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal (protein berfosforilasi).
Plak senilis (plak amiloid) è indikatif untuk penyakit Alzheimer.
Kelainan neurotransmiter.
Degenerasi spesifik pada neuron kolinergik di nukleus basalis Meynerti.
Penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak.
Penurunan somatostatin dan kortikotropin
Penuaian aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan
neuron yang mengandung norepinefrin didalam lokus sareleus yang telah ditemukan pada
beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua
neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua
peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada
penyakit Alzheimer.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan
perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik
resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic: MRS) untuk memeriksa hipotesis
tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah
dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan
dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.
2. Penyakit Pick (Demensia Frontotemporal)
Berbeda dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer,
penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah
tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang
merupakan massa elemen sitoskeletal. Penyakit ini paling sering terjadi pada laki-laki,
khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama dengan kondisi tersebut.
Gambaran sindroma Kluver-Bucy (sebagai contohnya, hiperseksualitas, plasiditas,
hiperoralitas) adalah jauh lebih sering pada penyakit Pick dibandingkan pada penyakit
Alzheimer.
3. Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai oleh
kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih sedikit dibandingkan tipe
demensia kortikal. Demensia pada penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan
psikomotor dan kesulitan melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan
tetap relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat penyakit
berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang membedakan penyakit ini dari
demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depresi dan psikosis.
4. Penyakit Parkinson
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia
basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 sampai 30 persen
pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia, dan tambahan 30 sampai 40 persen
mempunyai gangguan kemampuan kognitif yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada
pasien dengan penyakit Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa
pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter sebagai bradifenia
(bradyphenia).
B. Kelainan Vaskular
Demensia Vaskular
Penyebab utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral yang
multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan dulu disebut sebagai
demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi
ketiga yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya
pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular
lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar pada daerah
otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh (sebagai contohnya katup
jantung). Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi,
atau pembesaran kamar jantung.
C. Infeksi
Demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) seringkali menyebabkan demensia
dan gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia
dengan angka tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan sindroma
immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem saraf pusat saat otopsi.
Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya
kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
D. Tumor
E. Trauma kepala
F. Kelainan Metabolik
Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
Endokrinopati (hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
G. Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
H. Kelainan Psikiatri
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut
I. Obat-obatan dan toksin
Anti-kolinergik (mis. Atropin dan sejenisnya); anti-konvulsan (mis. Phenytoin,
Barbiturat); anti-hipertensi (Clonidine, Methyldopa, Propanolol); psikotropik (Haloperidol,
Phenothiazine); dll (mis. Quinidine, Bromide, Disulfiram).
II. 5 KLASIFIKASI
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia subkortikal.
Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang reversibel dan
irreversibel
Perbedaan demensia kortikal dan subkortikal
Ciri Demensia Kortikal Demensia Subkortikal
Penampilan Siaga, sehat Abnormal, lemah
Aktivitas Normal Lamban
Sikap Lurus, tegak Bongkok, distonik
Cara berjalan Normal Ataksia, festinasi, seolah
berdansa
Gerakan Normal Tremor, khorea, diskinesia
Output verbal Normal Disatria, hipofonik, volum
suara lemah
Berbahasa Abnormal, parafasia,
anomia
Normal
Kognisi Abnormal (tidak mampu
memanipulasi
pengetahuan)
Tak terpelihara
(dilapidated)
Memori Abnormal (gangguan
belajar)
Pelupa (gangguan
retrieval)
Kemampuan visuo-spasial Abnormal (gangguan
konstruksi)
Tidak cekatan (gangguan
gerakan)
Keadaan emosi Abnormal (tak
memperdulikan, tak
menyadari)
Abnormal (kurang
dorongan drive)
Contoh Penyakit Alzheimer, Pick Progressive Supranuclear
Palsy, Parkinson, Penyakit
Wilson, Huntington.
Dikutip dari Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994, 69.
II.6. GAMBARAN KLINIK
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks, termasuk
gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan kognitif berikut ini:
afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi eksekutif. Defisit kognitif harus
sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial atau okupasional (pergi ke sekolah,
bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya)
serta harus menggambarkan menurunnya fungsi luhur sebelumnya.
A. Gangguan Fungsi luhur
1. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau lupa akan
hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian penderita demensia
mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita seringkali kehilangan dompet dan
kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan masakan di kompor yang menyala, dan
merasa asing terhadap tetangganya. Pada demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi
sedemikian berat sehingga penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota
keluarga, dan bahkan terhadap namanya sendiri.
2. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia. Sebagai
contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah
pergi ke kamar mandi. Tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak
menunjukkan gangguan pada tingkat kesadaran.
3. Afasia
Dapat dalam bentuk kesulitan menyebut nama orang atau benda. Penderita afasia
berbicara secara samar-samar atau terkesan hampa, dengan ungkapan kata-kata yang panjang,
dan menggunakan istilah-istilah yang tak menentu misalnya “anu”, “itu”, “apa itu”. Bahasa
lisan dan tertulis dapat pula terganggu. Pada tahap lanjut, penderita dapat menjadi bisu atau
mengalami gangguan pola bicara yang dicirikan oleh ekolalia (menirukan apa yang dia
dengar) atau palilalia yang berarti mengulang suara atau kata terus-menerus.
4. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan gerakan meskipun kemampuan motorik,
fungsi sensorik dan pengertian yang diperlukan tetap baik. Penderita dapat mengalami
kesulitan dalam menggunakan benda tertentu (menyisir rambut) atau melakukan gerakan
yang telah dikenali (melambaikan tangan). Apraksia dapat mengganggu keterampilan
memasak, mengenakan pakaian, menggambar.
5. Agnosia
Adalah ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena,
meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya dan
bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun sensasi taktilnya
utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang diletakkan di tangannya atau yang
disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
B. Gangguan fungsi eksekutif
Yaitu merupakan gejala yang sering dijumpai pada demensia. Gangguan ini
mempunyai kaitan dengan gangguan di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang
berhubungan dengan lobus frontalis. Fungsi eksekutif melibatkan kemampuan berpikir
abstrak, merencanakan, mengambil inisiatif, membuat urutan, memantau, dan menghentikan
kegiatan yang kompleks. Gangguan dalam berpikir abstrak dapat muncul sebagai kesulitan
dalam menguasai tugas/ide baru serta menghindari situasi yang memerlukan pengolahan
informasi baru atau kompleks.
C. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga mungkin
menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek perilaku mereka
terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid, perubahan
kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
D. Gangguan Lain
Psikiatri. Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan
adalah gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50 persen pasien demensia, walaupun sindroma
gangguan depresif yang sepenuhnya mungkin hanya ditemukan pada 10 sampai 20 persen
pasien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang
patologis, yaitu emosi yang ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis. Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia adalah
sering, dan keberadaannya dimasukkan sebagai kriteria diagnostik potensial dalam DSM-IV.
Tanda neurologis lain yang dapat berhubungan dengan demensia adalah kejang, yang terlihat
pada kira-kira 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer dan 20 persen pasien
dengan demensia vaskular, dan presentasi neurologis yang atipikal, seperti sindroma lobus
parietalis nondominan. Refleks primitif-seperti refleks menggenggam, moncong, mengisap,
kaki-tonik, dan palmomental-mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis, dan jerks
mioklonik ditemukan pada lima sampai sepuluh persen pasien.
Pasien dengan demensia vaskular mungkin mempunyai gejala neurologis tambahan-
seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur-
mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Palsi serebrobulbar, disartria, dan
disfagia juga lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan demensia lain.
II.7. DIAGNOSIS
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional dan perilaku, sehingga
terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian dan sosial. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neuropsikologis.
1. ANAMNESIS
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-
hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang paling penting
diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan
sebelumnya. Awitan (mendadak/progresif lambat) dan adanya perubahan prilaku dan
kepribadian.
a. Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga perlu diketahui
adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis), ganguan endokrin
(hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan merokok, penyakit jantung,
penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan aterosklerosis.
b. Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler, trauma kapitis,
infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
c. Riwayat Gangguan Kognisi
Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dari diagnosis demensia. Riwayat
gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang; gangguan orientasi ruang,
waktu dan tempat, benda, maupun gangguan komprehensif): gangguan fungsi eksekutif
(meliputi pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis
dan visuospasial.
d. Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita demensia. Hal ini
perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya depresi, skizofrenia, terutama
tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis berupa
waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa
bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan
disinhibisi.
e. Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, alkoholisme
dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.
f. Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom down dan
retardasi mental.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. MMSE, Clock drawing test (CDT), ADL dan Instrumental ADL (Menentukan
seberapa terganggunya fungsi kognitif)
b. Skala iskemik Hachinsky (untuk sebagai pembanding diagnosis antara demensia
alzheimer / vaskular)
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Perbaikan yang terus menerus dalam teknik pencitraan otak, khususnya MRI, telah
membuat perbedaan antara demensia, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular agak lebih cepat dibandingkan di masa lalu pada beberapa kasus. Suatu bidang
penelitian yang sedang giat dilakukan adalah menggunakan tomografi komputer emisi foton
tunggal (single photon emission computed tomography; SPECT) untuk mendeteksi pola
metabolisme otak dalam berbagai jenis demensia; dan tidak lama lagi, penggunaan pencitraan
SPECT dapat membantu dalam diagnosis banding klinis penyakit demensia.
1. Demensia vaskular
Biasanya demensia vaskular telah dibedakan dari demensia tipe Alzheimer dengan
pemburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskular selama satu periode waktu.
Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus,
gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada
demensia tipe Alzheimer, demikian juga faktor risiko standar untuk penyakit serebrovaskular.
2. Delirium
Gangguan memori terjadi baik pada delirium maupun pada demensia. Delirium juga
dicirikan oleh menurunnya kemampuan untuk mempertahankan dan memindahkan perhatian
secara wajar. Gejala delirium bersifat fluktuatif, sementara demensia menunjukkan gejala
yang relatif stabil. Gangguan kognitif yang bertahan tanpa perubahan selama beberapa bulan
lebih mengarah kepada demensia daripada delirium. Delirium dapat menutupi dejala
demensia. Dalam keadaan sulit untuk membedakan apakah terjadi delirium atau demensia,
maka dianjurkan untuk memilih demensia sebagai diagnosa sementara, dan mengamati
penderita lebih lanjut secara cermat untuk menentukan jenis gangguan yang sebenarnya.
3. Depresi
Depresi yang berat dapat disertai keluhan tentang gangguan memori, sulit berpikir dan
berkonsentrasi, dan menurunnya kemampuan intelektual secara menyeluruh. Kadang-kadang
penderita menunjukkan penampilan yang buruk pada pemeriksaan status mental dan
neuropsikologi. Terutama pada lanjut usia, sering kali sulit untuk menentukan apakah gejala
gangguan kognitif merupakan gejala demensia atau depresi. Kesulitan ini dapat dipecahkan
melalui pemeriksaan medik yang menyeluruh dan evaluasi awitan gangguan yang ada, urutan
munculnya gejala depresi dan gangguan kognitif, perjalanan penyakit, riwayat keluarga, serta
hasil pengobatan. Apabila dapat dipastikan bahwa terdapat demensia bersama-sama dengan
depresi, dengan etiologi yang berbeda, kedua diagnosis dapat ditegakkan bersama-sama.
4. Skizofrenia
Pada skizofrenia mungkin terjadi gangguan kognitif multipleks, tetapi skizofrenia
muncul pada usia lebih muda; disamping itu dicirikan oleh pola gejala yang khas tanpa
disertai etiologi yang spesifik. Yang khas, gangguan kognitif pada skizofrenia jauh lebih
berat daripada gangguan kognitif pada demensia.
II.9. PENATALAKSANAAN
A. Non Medika Mentosa
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan
farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu.
Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan
farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia.
Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi
dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris.
B. Medika Mentosa
Obat untuk demensia
a. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian
cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita;
namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh
defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya.
Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks;
pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu
sistem kardiovaskular.
b. Choline dan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer danhipotesis tentang
sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan
perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, choline dan lecithin merupakan
salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal
yang istimewa. Dengan choline ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan
visual. Dengan lecithin hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih
sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik
sampai 58 persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida
dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada
lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi
dan memperbaiki keadaan umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam terapi
demensia, ialah nicergoline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap
katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi
tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku,
aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain, nicergoline
tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels
menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi
kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan
fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin
memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan
demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap
hipertensi esensial.
II. 10 PROGNOSIS
Nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu
1. Derajat beratnya penyakit
2. Variabilitas gambaran klinis
3. Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
BAB III
KESIMPULAN
Kesulitan pada ingatan jangka pendek dan jangka panjang, berpikir abstrak (kesulitan
menemukan antara benda-benda yang berhubungan), dan fungsi kortikal yang tinggi lainnya
(sebagai contoh, ketidakmampuan untuk menamakan suatu benda, mengerjakan perhitungan
aritmatika, dan mencontoh suatu gambar) - semuanya cukup berat untuk mengganggu fungsi
sosial dan pekerjaan, terjadi dalam keadaan kesadaran yang jernih, dan tidak disebabkan oleh
gangguan mental seperti gangguan depresif berat - menyatakan suatu demensia.
Demensia disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Memperhatikan faktor
penyebab tadi, maka ada beberapa jenis demensia yang dapat ditolong dengan mengobati
penyebabnya walaupun kadang-kadang tidak mempunyai hasil sempurna. Disamping itu ada
jenis demensia yang sampai saat ini belum ada obatnya, ialah demensia pada Creutzfeldt-
Jakob dan AIDS. Sementara itu, untuk demensia Alzheimer belum ada obat yang benar-benar
manjur.
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan pemenuhan kriteria yang telah
ditetapkan/disepakati dalam DSM-IV. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam melakukan
pemeriksaan. Penentuan faktor etiologi merupakan hal yang sangat esensial oleh karena
mempunyai nilai prognostik.
Penatalaksanaan demensia secara menyeluruh melibatkan seluruh anggota keluarga
terdekat. Dengan demikian kepada anggota keluarga perlu diberikan penyuluhan agar
penderita dapat dirawat dengan sebaik-baiknya.