REFERAT ANAK

41
1 BAB I PENDAHULUAN Sepsis merupakan kasus penyakit infeksius yang dapat terjadi pada dewasa, anak maupun bayi. Sepsis cukup sering dijumpai di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), dengan angka kematian yang cukup tinggi. Angka kejadian dan angka kematian bervariasi menurut umur dan adanya penyakit yang menyertai. Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas yang terjadi. Patofisiologi dan simptom sepsis pada orang dewasa dan anak-anak pada dasarnya hampir sama, yaitu mengindikasikan adanya respon inflamasi sistemik yang menyebabkan terjadinya hipotensi, perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, dan pada akhirnya, kegagalan organ dan kematian. Di negara maju, angka kematian bisa ditekan hingga 9%, namun di Negara berkembang, angka kematian justru masih sangat tinggi, mencapai 50 – 90%. Kematian akibat syok dan disfungsi multiorgan menempati urutan tertinggi, yakni 80% 5,8,11. Sepsis yang terjadi pada anak-anak dan terutama bayi lebih berbahaya dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada dewasa, karena sistem imunitas yang belum sempurna. Oleh karena itu, apabila bayi atau anak mengalami sepsis, harus diawasi dan dipantau secara ketat dalam perawatannya.

Transcript of REFERAT ANAK

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis merupakan kasus penyakit infeksius yang dapat terjadi pada dewasa,

anak maupun bayi. Sepsis cukup sering dijumpai di Pediatric Intensive Care Unit

(PICU), dengan angka kematian yang cukup tinggi. Angka kejadian dan angka

kematian bervariasi menurut umur dan adanya penyakit yang menyertai.

Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas yang

terjadi. Patofisiologi dan simptom sepsis pada orang dewasa dan anak-anak pada

dasarnya hampir sama, yaitu mengindikasikan adanya respon inflamasi sistemik yang

menyebabkan terjadinya hipotensi, perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, dan

pada akhirnya, kegagalan organ dan kematian.

Di negara maju, angka kematian bisa ditekan hingga 9%, namun di Negara

berkembang, angka kematian justru masih sangat tinggi, mencapai 50 – 90%.

Kematian akibat syok dan disfungsi multiorgan menempati urutan tertinggi, yakni

80% 5,8,11. Sepsis yang terjadi pada anak-anak dan terutama bayi lebih berbahaya

dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada dewasa, karena sistem imunitas yang

belum sempurna. Oleh karena itu, apabila bayi atau anak mengalami sepsis, harus

diawasi dan dipantau secara ketat dalam perawatannya.

Kegagalan pemberian antibiotik dalam pengobatan sepsis berhubungan erat

dengan respons inflamasi terhadap pengaruh mikrooganisme penyebab beserta

produknya. Penelitian mengenai virulensi mikroorganisme penyebab, respons

inflamasi terhadap mikroorganisme serta komponennya memberikan pemahaman

yang lebih baik mengenai patofisiologi sepsis. Pengetahuan mengenai mediator

sebagai respon imun pejamu terhadap inflamasi membuka strategi baru dalam

pengobatan. Klasifikasi mengenai terminologi merupakan hal yang penting dalam

pemahaman patofisiologi yang terjadi pada sepsis. Terminologi ini diadaptasi dari

pedoman sepsis pada orang dewasa.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sepsis

Pada tahun 1992, The American College of Chest Physicians and the Society

of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan suatu konsensus

tentang definisi sepsis. Beberapa diskusi dilakukan untuk membahas tentang dapat

tidaknya definisi ini diaplikasikan kepada bayi atau neonatus. Hal ini menyangkut

adanya perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada usia, seperti nilai-nilai normal

tekanan darah, frekwensi, frekwensi pernafasan, oliguria, dan jumlah

leukosit. Selain itu, adanya beberapa sindrom seperti syok kardiogenik, syok

hemoragic, dan syok ensefalopati yang menyerupai syok septic.Konsensus

internasional ini telah diadaptasi untuk pemakaian di bagian pediatric. Pada

pembahasan patofisiologi sepsis ini, yang dipakai adalah konsensus internasional

tentang sepsis, yakni adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

dengan infeksi.

2.2 Klasifikasi Sepsis

Derajat sepsis :

1) Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Ditandai dengan ≥2 gejala sebagai berikut

Suhu > 38 °C; atau < 36 °C

Respirasi > 20 kali/menit

Denyut jantung > 90 kali/menit

Leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur

2) Sepsis

Adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan

biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak

harus positif. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan

dengan infeksi bakteri, tidak harus terhadap bakteriemia.

3) Sepsis berat

3

Adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi,

atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada :

asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental.

4) Sepsis dengan hipotensi

Adalah sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan

tekanan sistolik >40 mmHg).

5) Syok septik

Adalah sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun

telah dilakukan resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa

menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara

mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak

tampak hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi.

Gambar 1. Klasifikasi pada sepsis

SEPSIS NEONATORUM

Fetus dan neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Sekitar 1-2 bayi dari 1000

kelahiran mengalami infeksi. Ada tiga jalur utama terjadinya infeksi perinatal: (1)

infeksi transplasental (misalnya: cytomegalovirus, rubella, syphilis); (2) infeksi

asendens dengan disertai rusaknya barier plasenta (misalnya: infeksi bakteri setelah

12-18 jam selaput amnion pecah); dan (3) infeksi yang didapat oleh bayi saat

melewati jalan lahir yang telah terinfeksi atau terpapar darah ibu yang infeksius

(misalnya: herpes simplex, hepatitis B, infeksi bakteri lainnya).

Beberapa faktor resiko klinis sepsis neonatorum:

A. Mayor

4

1. Maternal prolonged Rupture of Membranes >24 jam

2. Intrapartum maternal fever >38 °C

3. Chorioamnionitis

4. Sustained Fetal Tachycardia >160 x/menit

B. Minor

1. Intrapartum maternal fever >37.5 °C

2. Gemelli

3. Premature (<37>

4. Maternal Leukocytosis (White Blood Cell >15.000/mm3)

5. Rupture of Membranes > 12 hour

6. Tachypnea (<1>

7. Maternal Group B Streptococcus Colonization

8. Low APGAR ( 1 menit <5>

9. LBW (<1500>

10. Foul lochia

Sepsis neonatorum dapat dikategorikan sebagai onset dini atau onset

lanjut.Sekaitar 85% neonatus dengan infeksi onset dini mengalami sepsis dalam 24

jam pertama kehidupannya, 5% antara 24-48 jam, dan sejumlah kecil terjadi setelah

48 jam pertama kehidupan. Organisme penyebab infeksi, dan lokasi primer infeksi

bervariasi tergantung dari waktu terjadinya (onset) serta tempat di mana bayi

mendapatkan infeksi tersebut, apakah di rumah atau di rumah sakit. Onset terjadi

lebih cepat lagi pada bayi-bayi prematur.

Sepsis onset dini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh

dari ibunya. Organisme yang sering menyebabkan infeksi onset dini ini antara lain;

group B Streptococcus (GBS), Escherichia coli, Haemophilus influenzae, dan Listeria

monocytogenes Beberapa kondisi perinatal berhubungan dengan meningkatnya resiko

sepsis onset dini. Sepsis onset dini umumnya sering terjadi pada prematuritas,

gemelli, kelainan kongenital, asfiksia perinatal, dan jenis kelamin laki-laki.

Sindrom sepsis onset lanjut terjadi pada hari ke-7-90 kehidupan dan umumnya

didapatkan dari lingkungan. Organisme penyebab antara lain coagulase-negative

staphylococci, Staphylococcus aureus, E coli, Klebsiella, Pseudomonas,

Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, dan anaerob. Organisme-

5

organisme ini umumnya membentuk koloni pada kulit bayi, traktur respiratorius,

konjungtiva, traktus gastrointestinal, dan umbilicus. Vektor yang dapat menjadi

tempat kolonisasi juga mencakup kateter urin, IV line, serta melalui kontak dengan

orang yang merawat bayi tersebut. Kapsul polisakarida menempel dengan baik pada

polimer pelastik kateter. Adhesi ini menciptakan suatu kapsul di antara mikroba dan

kateter yang menghalangi deposisi C3 dan fagositosis. Selain itu juga, protein yang

terdapat pada organisme [AtlE and SSP-1] akan meningkatkan penempelan pada

permukaan kateter.

Pneumonia yang ditandai dengan distress pernafasan sering terjadi pada sepsis

onset dini, sementara meningitis umumnya sering terjadi pada sepsis onset lanjut (±

85% disebabkan oleh GBS dan L. monocytogenes). Faktor resiko ibu mencakup

kolonisasi streptokokus pada vagina, demam intrapartum, ketuban yang lambat pecah

(>18-24 jam), kala 2 memanjang, serta chorioamnionitis atau ada riwayat infeksi

saluran kemih.Bayi-bayi prematur dan bayi-bayi sakit memiliki kerentanan yang

tinggi terhadap sepsis dan umumnya tidak serta merta tampak jelas; karena itu

kelompok ini membutuhkan perhatian lebih sehingga ancaman sepsis dapat

diidentifikasi secara dini dan mendapat terapi yang efektif.

Tabel 3. Tanda-tanda Klinis pada Sepsis Neonatorum

Onset dini Onset lanjut

bayi tampak tidak sehat

Merintih temperatur tidak stabil

Tachypnea tidak mau minum

Cyanosis mengisap lemah

Perfusi buruk muntah/residu gaster

Hipotonus distensi abdomen

letargi/apnoe letargi/apnoe

ikterus(<24jam) fontanel tegang/konvulsi

Syok Syok

6

2.3 Etiologi sepsis dan faktor predisposisi

Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat

menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi

hampir selalu disebabkan oleh bakteri.

Bakteri seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis,

Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, Salmonella, dan

Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi

berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis

paling sering pada neonatus.

Selain itu juga dapat disebabkan oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,

Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,

Candida albicans.

Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia

tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat mengarah ke sepsis.

Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteri telah memasuki aliran darah, tapi tidak

ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar

adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami

demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari

mereka akhirnya akan mengalami infeksi bacterial di dalam darah. Streptococcus

pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia

tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak

adalah :

1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit kronik,

trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis

2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,

antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.

(Budhiarso, 2000)

7

2.4 Patogenesis Sepsis

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis,

yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya

sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (3)Tahap disfungsi

bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis

digambarkan dalam Skema 2.1

8

Keterangan :

Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response

Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma,

infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang

9

mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi,

proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung

dari organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan

stimulus toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi

proses inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin

seperti TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan

menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan

darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 (Koagulasi)

Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh

manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan,

yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk

bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu

protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut

berjalan abnormal.

Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)

Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui

serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan

darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut

fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini

akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital,

menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor

biokimia yang berperan adalah :

Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis

Inhibitor)

Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :

inhibitor utama PAI-1)

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan

proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan

fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat

10

proses pembekuan darah, terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis,

kadar protein C teraktivasi biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar

thrombomodulin (yang diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-

teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan

outcome buruk pada pasien sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)

2.5 Gejala klinis sepsis

Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan

ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :

a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C

b. denyut jantung > 90x/menit

c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

d. PaCO2 < 32 mmHg

e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit <

4000 sel/mm3

f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil,

demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang

dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal,

dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.

Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat

langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi

organ dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,

distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan

aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang

abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan

mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan

resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti

ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan

Pseudomonas aeuruginosa.

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang

mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis,

11

gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan

penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan

untuk terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut,

gagal hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan

disfungsi organ multiple.

Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau karena

hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang

mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan

juga sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.

a. Sistem Respirasi

Disfungsi organ paru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%

terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60%

bila disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru

diawali dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil

teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru.

Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem

alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya

akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi

terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran

membrane dasar.

b. Sistem Kardiovaskuler

Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin

proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar

belakang timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran

kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung.

Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun

demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan

depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah

vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi

miokard.

12

c. Sistem Urinarius

Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan

vasodilatasi oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan

renal disebabkan oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif,

nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis.

d. Sistem Traktus Gastrointestinal

Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali

dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi

kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi

klinis dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya

integritas mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan

saluran cerna. Pada penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian

diet enteral dapat mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya

kerusakan barier mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke

sirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan

fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan mekanis dari hati.

Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase

menandakan adanya kerusakan organ lain.

e. Sistem Hematologi

Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC

menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit.

Akibat adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi

dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin,

molekul-molekul adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari kaskade

sepsis. Petanda yang dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial

Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen.

Pada penderita dengan ventilator mekanik yang relative statis berisiko

mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.

(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)

13

2.6 Diagnosis sepsis

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).

Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat

invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,

pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis

hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan

antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah.

Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah

lanjut (severe sepsis). (FK Undip, 2004)

1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik

terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka

bakar) yang ditandai dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)

b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur

dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat jangka

panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR <12 10 persentil sesuai

umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau penyakit

jantung bawaan.

c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator

mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler

atau penggunaan anestesi umum.

d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

2. Infeksi

Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan

jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom

klinis yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi

meliputi penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test

laboratorium (misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril,

14

perforasi usus, foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam

ptekiae atau purpura atau purpura fulminan).

(FK UNDIP, 2004)

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable

laboratorium :

Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang.

2004

Karena manifestasi awal dari sepsis tidak spesifik, diagnosis dini terhadap

sepsis sukar dilakukan. Sepsis bakterialis memiliki progresifitas yang sangat cepat

sehingga klinisi harus awas terhadap gejala-gejala dan tanda infeksi yang mungkin

ada dan melakukan reevaluasi diagnosis serta pemberian terapi antimikroba

empiris. Sebagian besar klinisi merekomendasikan untuk mulai memberikan terapi

antibiotic pada neonatus yang mengalami distress pernafasan yang membutuhkan

oksigen atau bantuan ventilator, khususnya pada bayi dengan usia kehamilan di atas

34 minggu.

15

Tabel 4. Tanda-tanda dan Gejala infeksi Neonatus pada beberapa sistem organ

UMUM CVS

Demam, temperatur tidak stabil Pucat, bercak-bercak, dingin, clammy skin

Bayi tampak tidak sehat Tachycardia

Tidak mau minum Hipotensi

Edema Bradikardi

GI SYSTEM CNS

Distensi abdomen Irritable, letargi

Muntah tremor, kejang

Diare hiporefleks, hipotonus

Hepatomegali Refleks Moro abnormal

Respirasi ireguler

SISTEM PERNAPASAN Fontanel tegang

Apnoe, dyspnoe high-pitched cry

Tachipnoe, retraksi

PCH, merintih SISTEM HEMATOLOGI

Cyanosis Ikterus

Splenomegali

SISTEM RENAL Pucat

Oliguria Petechiae, purpura

Perdarahan

2.7 Pemeriksaan penunjang sepsis

a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

b. GDS

c. CRP

d. Faktor koagulasi

e. Kultur darah berseri

f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left

g. Urinalisis

h. Foto thoraks

i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

16

2.8 Penatalaksanaan sepsis

Bila sepsis kecurigaan sudah cukup kuat ke arah sepsis, maka beberap tes harus

dilakukan segera dan pemberian antibiotic perlu dilakukan segera. Antibiotik

dilanjutkan sampai hasil ada hasil biakan dan respon klinis terhadap intervensi

dievaluasi. Mula-mula, infeksi diterapi empiris dengan antibiotik spektrum luas

seperti penisilin dan aminoglikosida untuk mencakup organisme-organisme Gram-

positif dan Gram-negatif.Ketika organisme penyebab telah diidentifikasi, antibiotik

tadi mungkin perlu diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.

Beberapa golongan antibiotik yang biasanya dipakai untuk sindrom sepsis

neonatorum antara lain adalah: ampicillin, gentamicin, cefotaxime, vancomycin,

metronidazole, erythromycin, dan piperacillin. Pilihan antibiotik harus didasarkan

pada organisme yang bersangkutan dengan sepsis tersebut, sensitifitas agen bakterial,

serta harus mencegah tren infeksi naosokomial pada bayi. Perlu diingat bahwa infeksi

virus juga dapat menyerupai infeksi bakteri.

Kategori Obat: Antibiotik – Terapi antimikroba secara empiris Empiric antimicrobial

harus cukup luas dan sebaiknya mencakup semua pathogen yang mungkin pada

konteks gambaran klinis.

Nama Obat

Ampicillin (Marcillin, Omnipen, Polycillin, Principen,

Totacillin) – Antibiotik beta-lactam yang bersifat

bacteriocidal bagi bebrapa organisms, seperti GBS, Listeria,

non–penicillinase-producing Staphylococcus, beberapa

strains of H influenzae, dan meningokokus.

Dosis Pediatrik

<7 hari dan <2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h 

<7>2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h 

7-30 hari dan <1200 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h 

7-30 hari dan 1200-2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h 

7-30 hari dan >2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q6h 

>30 hari: 100-200 mg/kg/hari IV/IM dibagi q6h; dosis

dapat digandakan pada kasus meningitis.

Nama Obat Gentamicin (Garamycin) -- Aminoglycoside yang

bacteriocidal untuk beberapa organisme gram-negative

seperti E coli danPseudomonas,

Proteus, dan Serratia species. Efektif pada kombinasi

17

dengan ampicillin untuk GBS and Enterococcus.

Dosis Pediatrik

0-4 minggu dan <1200 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q18h 

<7 hari dan 1200-2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q12h 

<7>2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q12h 

>7 hari dan 1200-2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q8h 

>7 hari dan >2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q8h 

(IM dilakukan bila akses vena sukar)

Nama Obat

Cefotaxime (Claforan) – Cephalosporin generasi III. Efektif

melawan GBS dan E coli serta gram-negative enteric bacilli

lainnya. Kadar dalam serum dan LCS baik. Kemampuannya

melawan drug-resistant gram-negative bacteria lebih

daripada penicillin dan aminoglycoside. Tidak efektif

terhadapListeria dan enterococci. Digunakan dalam

kombinasi dengan ampicillin.

Pediatric Dose<7 hari: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h 

>7 hari: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h

Nama Obat

Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) –

Bakterisidal terhadap kebanyakan coccus dan basil gram-

positif maupun anaerob.Penting khususnya untuk terapi

MRSA.Direkomendasikan bila sepsis dicurigai disebabkan

olehcoagulase-negative staphylococcal. Terapi dengan

rifampin, gentamycin, or cephalothin dilakukan pada

endokarditis atau infeksi CSF shunt oleh coagulase-

negative staphylococcus.

Pediatric Dose

<1 month: 

<1200 g: 15 mg/kg/dose IV qd 

1200-2000 g: 10 mg/kg/dose IV q12h 

>2000 g: 10 mg/kg/dose IV q8h

Drug Name

Metronidazole (Flagyl) -- Antimicrobial yang efektif

melawan infeksi anaerob, terutama meningitis

oleh Bacteroides fragilis.

Pediatric Dose <4 minggu dan <1200 g: 7.5 mg/kg/dose PO/IV q2d 

18

<7 hari dan 1200-2000 g: 7.5 mg PO/IV qd 

<7>2000 g: 7.5 mg/kg PO/IV q12h 

>7 hari dan 1200-2000 g: 7.5 mg/kg PO/IV q12h 

>7 hari dan >2000 g: 15 mg/kg/dose q12h

Nama obat

Erythromycin (E-Mycin, Erythrocin) – Macrolide

antimicrobial agent terutama bersifat bacteriostatik dan aktif

melawan kebanyakan bakteri Gram-positif,

seperti Neisseria species,Mycoplasma pneumoniae,

Ureaplasma urealyticum, danChlamydia trachomatis. Tidak

terkonsentrasi dengan baik di LCS.

Dosis Pediatrik

<7 hari dan <2000 g: 5 mg/kg/dose PO/IV/IM q12h 

<7>2000 g: 5 mg/kg/dose PO/IV/IM q8h 

>7 hari dan <1200 g: 5 mg/kg PO/IV/IM q12h 

>7 hari dan >1200 g: 10 mg/kg PO/IV/IM q8h

Nama Obat

Piperacillin (Pipracil) -- Suatu acylampicillin dengan aktivitas

yang baik melawan Pseudomonas aeruginosa. Efektif

melawanKlebsiella pneumonia, Proteus mirabilis, B fragilis,

S marcescens, dan kebanyakan strain Enterobacter. Tersedia

dalam bentuk kombinasi dengan aminoglikosida.

Pediatric Dose

<7 hari dan 1200-2000 g: 75 mg/kg IV/IM q12h 

<7>2000 g: 75 mg/kg IV/IM q8h 

>7 hari dan 1200-2000 g: 75 mg/kg IV/IM q8h 

>7 hari dan >2000 g: 75 mg/kg/dose IV/IM q6h

Kategori Obat: Antiviral – Infeksi viral seperti HSV, dapat menyerupai sepsis

bakterialis. Pada onset infeksi, terapi harus langsung diberikan untuk mencegah

replikasi virus.

Nama obatAcyclovir (Zovirax) – Digunakan untuk infeksi mukosa,

kutan, dan sistemik oleh HSV-1 and HSV-2.

Dosis Pediatrik 1500 mg/m2/hari PO/IV dibagi q8h atau

30 mg/kg/hari PO/IV dibagi q8h selama 14-21 hari;

dosis 45-60 mg/kg/hari dibagi q8h digunakan untuk bayi

aterm.

19

Bayi prematur: 20 mg/kg/hari PO/IV dibagi q12h selama

14-21 hari.

Nama ObatZidovudine (Retrovir) – Analog thymidine, menginhibisi

replikasi virus. Dipakai pada terapi penderita HIV.

Dosis Pediatrik

3 bulan – 12 tahun: 90-180 mg/m2/dosis PO q6h; max: 200

mg q6h 

0.5-1.8 mg/kg/jam (continuous IV); atau 100 mg/m2/dosis

(intermittent IV q6h)

Kategori obat: Antifungi – Infeksi fungi dapat menyerupai infeksi bacterial dan/atau

dapat muncul pada terapi antibacterial yang lama. Mekanismenya dapat mencakup

perubahan metabolisme RNA dan DNA atau akumulasi peroksida yang sangat toksik

pada sel fungi.

Nama Obat

Fluconazole (Diflucan) – Digunakan untuk infeksi jamur,

termasuk candidiasis orofaringeal, esophageal, dan

vaginal.Juga digunakan untuk infeksi kandida sistemik dan

meningitis krooptokokal. Aktivitasnya bersifat

fungistatik. Merupakan antifungal oral sintetik (broad-

spectrum bistriazole) yang menginhibisi fungal secara

selektif (CYP450 dan sterol C-14 alpha-demethylation),

yang mencegah konversi which prevents conversion

lanosterol menjadi ergosterol, sehingga dengan demikian

mengganggu membrane sel.

Dosis Pediatrik 0-14 hari : Oropharyngeal Candidiasis : 6 mg/kg PO/IV

initial dose; setelah 3 hari, 3 mg/kg q3d (total 14 hari). 

Esophageal candidiasis: 6 mg/kg PO/IV initial dose,

kemudian 6-12 mg/kg q3d selama 21 hari. 

Systemic candidiasis: 6-12 mg/kg/dose PO/IV q3d selam 28

hari. 

Dosis neonatus dan bayi, sama. Diberikan tiap hari.

Untuk meningitis kriptokokal akut, dosis inisial

ditingkatkan menjadi 12 mg/kg, dan 6-12 mg/kg/dose

diberikan selama 10-12 minggu setelah kultur LCS

20

negative.

Nama Obat

Amphotericin B (Amphocin, Fungizone) – digunakan untuk

mengobati infeksi sistemik dan meningitis yang disebabkan

oleh beberapa jenis jamur

seperti Candida dan Aspergillusspecies, Histoplasma

capsulatum, dan Cryptococcus neoformans. Antibiotik

polyeneyang diproduksi oleh strainStreptomyces

nodosus; dapat bersifatfungistatik satau

fungisidal. Berikatan dengan sterols, seperti ergosterol, di

dalam membrane sel jamur. Hal ini menyebabkan kebocoran

komponen intraselular dan akhirnya kematian sel jamur

tersebut.

Dosis Pediatrik

Dosis percobaan: 0.1 mg/kg/dose IV; max: 1 mg/dose

melalui infuse selama 20-60 menit atau 0.25 mg/kg melalui

infuse selama 6 jam; bila dapat ditolerasi, diberikan 0.25

mg/kg/hari; dosis ditingkatkan secara bertahap sebanyak

0.25mg/kg/hari. Peningkatan ini dilakukan sampai dicapai

dosis harian yang diinginkan. 

Dosis pemeliharaan: 0.25-1 mg/kg/hari IV qd melalui infus

selama 4-6 jam; total dosis yang diberikan: 30-35 mg/kg

selama 6 minggu.

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut

1. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,

pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam

sesudah diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal

20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60

ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat

sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.

2. Inotropik/vasopresor/vasodilator

21

Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan

mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan

pertama. Apabila refrakter terhadap pemberian dopamine, maka dapat

diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan

curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan

pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi

volume dan pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau

nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan

pembuluh darah sistemik meningkat disertai syok.

3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi

cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

4. Suplemen oksigen

Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat

bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena

kapasitas residual fungsional yang rendah.

5. Koreksi asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi

kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan

pH > 7,15 dengan hipoperfusi.

6. Sumber infeksi

Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement

jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

7. Terapi kortikosteroid

Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan

fludorcortison 50 μg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian

22

absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk

syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk

terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.

8. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitungan neutrofil

< 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

9. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,

fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-

laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulose dalam

melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati

dang gangguan elektrolit.

10. Hemofiltrasi

Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan

mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen memperbaiki

fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin,

memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.

11. Terapi Suportif

a. Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

23

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang nmempunyai

kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah

aktif, riwayat perdarahan intraserebral.

c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis

Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,

sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau gkujose

10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.

d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ

Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dan positif end

expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps alveolus.

Disfungsi saluran cerna

Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau 2

hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna,mencegah atrofi

mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan

mempertahankan hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasi

Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada perdarahan

pasca operasi yaitu sebagai berikut :

- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya

perdarahan

- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan tindakan

operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan

perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0

gr/L/recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi

organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin

dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)

Disfungsi renal

24

Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria. Hemofiltrasi

venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc. Pemberian dopamine

dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum terbukti.

(FK UNDIP, 2004; Kumar 2009; Paul, 2009; Sareharto 2007)

2.9 Komplikasi

Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon

syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis

dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan

disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi),

multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan

berakhir pada kematian (Powell, 2000)

Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS/adult respiratory disease

syndrome)

Koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Gagal ginjal akut (ARF/acute renal failure)

Perdarahan usus

Gagal hati

Disfungsi sistim saraf pusat

Gagal jantung

Kematian

2.10 Pencegahan

Meskipun belum ada cara untuk mencegah semua tipe sepsis, tapi beberapa

kasus dapat dcegah, terutama yang disebabkan oleh GBS (Grup Beta Streptococcus)

yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya saat lahir. Ibu hamil dapat melakukan swab

test yang sederhana untuk mengetahui apakah mereka carrier GBS. Tes ini biasanya

dilakukan pada umur 35 – 37 minggu kehamilan dan sekali lagi saat akan melahirkan.

Jika ibu dengan hasil GBS positif, maka ia diberi antibiotik intravena selama

melahirkan. Atau untuk wanita hamil yang belumm pernah di sek GBS namun

dicurigai mempunyai risiko tinggi untuk itu (misalnya karena ia mengalami demam

saat melahirkan, ketuban pecah dini, atau sebelumnya ia mempunya anak dengan

25

penyakit GBS, termasuk sepsis, pneumonia dan meningitis) ia juga sebaiknya diberi

antibiotik intravena untuk meminimalkan risiko penularan terhadap bayinya.

Selain itu, untuk bayi dan anak-anak yang lebih besar, dianjurkan untuk

imunisasi Hib dan terhadap pneumococcus lainnya yang dapat menyebabkan

bakteriemi atau sepsis. Terbukti setelah adanya vaksin Hib, sepsis yang diakibatkan

komplikasi infeksi H. influenza tipe b berkurang 99% sejak tahun 1988.

Selain itu dapat juga dengan :

Menghindari trauma di permukaan mukosa yang biasanya merupakan koloni

bakteri Gram negatif

Untuk anak leukemia, digunakan trimethoprim-sulfamethoxazole profilaksis

Pada pasien luka bakar, menggunakan silver nitrate, silver sulfadiazine, atau

sulfamylon topikal uyntuk profilaksis

Pemberian spray polimiksin ke faring posterior untuk mencegah pneumonia

nosokomial oleh bakteri Gram negatif

Sterilisasi flora normal usus dengan polimiksin atau gentamisin dengan

vankomisin dan nistatin, yang efektif untuk mengurangi sepsis oleh bakteri

Gram negatif pada pasien dengan neutropenia

Melindungi pasien dari lingkungan untuk pasien yang berisiko biasanya tidak

berhasil karena kebanyakan infeksi yang terjadi adalah endogen.

2.11 Prognosis

Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas

kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian

karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60%

untuk penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda

prognosis buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia

(<100.000/ul) kadar fibrinogen rendah (< 150 mg/dl).

26

BAB III

KESIMPULAN

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon

tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan

panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan

gangguan sirkulasi darah.

Sepsis adalah SIRS yang disertai dengan infeksi yang diketahui, dimana SIRS

harus meliputi ≥ 2 dari gejala sebagai berikut : 1) Suhu > 38 °C; atau < 36 °C, 2)

Respirasi > 20 kali/menit, 3) Denyut jantung > 90 kali/menit, 4) Leukosit >

12.000/mm3 atau > 10% sel imatur.

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60–

70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel

tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Agen-agen yang

menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar

secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka

untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain.

Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu faktor

host dan pengobatan. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap

inflamasi, koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.

Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2, yaitu sepsis

berat dan syok sepsis.

Pendekatan diagnosis pada anak adalah menggunakan pendekatan PIRO

(Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction). Prinsip penatalaksanaan

meliputi early goal directed therapy, inotropik, extra corporeal membrane

oxygenation, suplemen oksigen, koreksi asidosis, terapi antibiotika, sumber infeksi,

terapi kortikosteroid, anti-inflamasi, granulocyte macrophage colony stimulating

factor, intravenous immunoglobulin, hemofiltrasi, dan terapi suportif. Prognosis

tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ

multiple dan respon imun penderita.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Stave Kohl, Larry P, 2000. Nelson Textbook of Pediatrics Jilid 2 16th Edition :

USA : Saunders Company. Hal. 846-857

2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap

PICU/UGD/HNDPICU. FK UNDIP; Semarang. 2004

3. Sareharto, TP. Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. SUB Bagian Pediatri Gawat

Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi

Semarang. 2007

4. Neal L Chamberlain,Ph.D. 2004. From Systemic Inflamatory Response

Sydrome to Bacteral Sepsis With Shock.

www.kcom.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm

5. Linda L Bellig, RN.Sepsis. www.emedicine.com/ped/topic2630.htm

6. Dorel Sandesc MD, PhD.2004. Sepsis : A Review I. Timisoara Medical

Journal. www.tmj.ro/cme_articles3.html

7. Jennifer W.A,MD,2002. Activated Protein C : The New Standard of Care for

Sepsis. www.intmedweb.wfubmc.edu/grand_rounds/2002/actprotdoc