REFERAT ANAK
-
Upload
riri-pratiwi-s -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
Transcript of REFERAT ANAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis merupakan kasus penyakit infeksius yang dapat terjadi pada dewasa,
anak maupun bayi. Sepsis cukup sering dijumpai di Pediatric Intensive Care Unit
(PICU), dengan angka kematian yang cukup tinggi. Angka kejadian dan angka
kematian bervariasi menurut umur dan adanya penyakit yang menyertai.
Sepsis merupakan suatu penyebab penting morbiditas dan mortalitas yang
terjadi. Patofisiologi dan simptom sepsis pada orang dewasa dan anak-anak pada
dasarnya hampir sama, yaitu mengindikasikan adanya respon inflamasi sistemik yang
menyebabkan terjadinya hipotensi, perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, dan
pada akhirnya, kegagalan organ dan kematian.
Di negara maju, angka kematian bisa ditekan hingga 9%, namun di Negara
berkembang, angka kematian justru masih sangat tinggi, mencapai 50 – 90%.
Kematian akibat syok dan disfungsi multiorgan menempati urutan tertinggi, yakni
80% 5,8,11. Sepsis yang terjadi pada anak-anak dan terutama bayi lebih berbahaya
dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada dewasa, karena sistem imunitas yang
belum sempurna. Oleh karena itu, apabila bayi atau anak mengalami sepsis, harus
diawasi dan dipantau secara ketat dalam perawatannya.
Kegagalan pemberian antibiotik dalam pengobatan sepsis berhubungan erat
dengan respons inflamasi terhadap pengaruh mikrooganisme penyebab beserta
produknya. Penelitian mengenai virulensi mikroorganisme penyebab, respons
inflamasi terhadap mikroorganisme serta komponennya memberikan pemahaman
yang lebih baik mengenai patofisiologi sepsis. Pengetahuan mengenai mediator
sebagai respon imun pejamu terhadap inflamasi membuka strategi baru dalam
pengobatan. Klasifikasi mengenai terminologi merupakan hal yang penting dalam
pemahaman patofisiologi yang terjadi pada sepsis. Terminologi ini diadaptasi dari
pedoman sepsis pada orang dewasa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sepsis
Pada tahun 1992, The American College of Chest Physicians and the Society
of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan suatu konsensus
tentang definisi sepsis. Beberapa diskusi dilakukan untuk membahas tentang dapat
tidaknya definisi ini diaplikasikan kepada bayi atau neonatus. Hal ini menyangkut
adanya perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada usia, seperti nilai-nilai normal
tekanan darah, frekwensi, frekwensi pernafasan, oliguria, dan jumlah
leukosit. Selain itu, adanya beberapa sindrom seperti syok kardiogenik, syok
hemoragic, dan syok ensefalopati yang menyerupai syok septic.Konsensus
internasional ini telah diadaptasi untuk pemakaian di bagian pediatric. Pada
pembahasan patofisiologi sepsis ini, yang dipakai adalah konsensus internasional
tentang sepsis, yakni adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dengan infeksi.
2.2 Klasifikasi Sepsis
Derajat sepsis :
1) Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Ditandai dengan ≥2 gejala sebagai berikut
Suhu > 38 °C; atau < 36 °C
Respirasi > 20 kali/menit
Denyut jantung > 90 kali/menit
Leukosit > 12.000/mm3 atau > 10% sel imatur
2) Sepsis
Adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan
biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak
harus positif. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan
dengan infeksi bakteri, tidak harus terhadap bakteriemia.
3) Sepsis berat
3
Adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi,
atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada :
asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental.
4) Sepsis dengan hipotensi
Adalah sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan
tekanan sistolik >40 mmHg).
5) Syok septik
Adalah sepsis yang menyebabkan kondisi syok, dengan hipotensi walaupun
telah dilakukan resusitasi cairan. Sehubungan terjadinya hipoperfusi juga bisa
menyebabkan asidosis laktat, oliguria atau penurunan status mental secara
mendadak. Pasien yang mendapatkan inotropik atau vasopresor mungkin tidak
tampak hipotensi walaupun masih terjadi gangguan perfusi.
Gambar 1. Klasifikasi pada sepsis
SEPSIS NEONATORUM
Fetus dan neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Sekitar 1-2 bayi dari 1000
kelahiran mengalami infeksi. Ada tiga jalur utama terjadinya infeksi perinatal: (1)
infeksi transplasental (misalnya: cytomegalovirus, rubella, syphilis); (2) infeksi
asendens dengan disertai rusaknya barier plasenta (misalnya: infeksi bakteri setelah
12-18 jam selaput amnion pecah); dan (3) infeksi yang didapat oleh bayi saat
melewati jalan lahir yang telah terinfeksi atau terpapar darah ibu yang infeksius
(misalnya: herpes simplex, hepatitis B, infeksi bakteri lainnya).
Beberapa faktor resiko klinis sepsis neonatorum:
A. Mayor
4
1. Maternal prolonged Rupture of Membranes >24 jam
2. Intrapartum maternal fever >38 °C
3. Chorioamnionitis
4. Sustained Fetal Tachycardia >160 x/menit
B. Minor
1. Intrapartum maternal fever >37.5 °C
2. Gemelli
3. Premature (<37>
4. Maternal Leukocytosis (White Blood Cell >15.000/mm3)
5. Rupture of Membranes > 12 hour
6. Tachypnea (<1>
7. Maternal Group B Streptococcus Colonization
8. Low APGAR ( 1 menit <5>
9. LBW (<1500>
10. Foul lochia
Sepsis neonatorum dapat dikategorikan sebagai onset dini atau onset
lanjut.Sekaitar 85% neonatus dengan infeksi onset dini mengalami sepsis dalam 24
jam pertama kehidupannya, 5% antara 24-48 jam, dan sejumlah kecil terjadi setelah
48 jam pertama kehidupan. Organisme penyebab infeksi, dan lokasi primer infeksi
bervariasi tergantung dari waktu terjadinya (onset) serta tempat di mana bayi
mendapatkan infeksi tersebut, apakah di rumah atau di rumah sakit. Onset terjadi
lebih cepat lagi pada bayi-bayi prematur.
Sepsis onset dini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh
dari ibunya. Organisme yang sering menyebabkan infeksi onset dini ini antara lain;
group B Streptococcus (GBS), Escherichia coli, Haemophilus influenzae, dan Listeria
monocytogenes Beberapa kondisi perinatal berhubungan dengan meningkatnya resiko
sepsis onset dini. Sepsis onset dini umumnya sering terjadi pada prematuritas,
gemelli, kelainan kongenital, asfiksia perinatal, dan jenis kelamin laki-laki.
Sindrom sepsis onset lanjut terjadi pada hari ke-7-90 kehidupan dan umumnya
didapatkan dari lingkungan. Organisme penyebab antara lain coagulase-negative
staphylococci, Staphylococcus aureus, E coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, dan anaerob. Organisme-
5
organisme ini umumnya membentuk koloni pada kulit bayi, traktur respiratorius,
konjungtiva, traktus gastrointestinal, dan umbilicus. Vektor yang dapat menjadi
tempat kolonisasi juga mencakup kateter urin, IV line, serta melalui kontak dengan
orang yang merawat bayi tersebut. Kapsul polisakarida menempel dengan baik pada
polimer pelastik kateter. Adhesi ini menciptakan suatu kapsul di antara mikroba dan
kateter yang menghalangi deposisi C3 dan fagositosis. Selain itu juga, protein yang
terdapat pada organisme [AtlE and SSP-1] akan meningkatkan penempelan pada
permukaan kateter.
Pneumonia yang ditandai dengan distress pernafasan sering terjadi pada sepsis
onset dini, sementara meningitis umumnya sering terjadi pada sepsis onset lanjut (±
85% disebabkan oleh GBS dan L. monocytogenes). Faktor resiko ibu mencakup
kolonisasi streptokokus pada vagina, demam intrapartum, ketuban yang lambat pecah
(>18-24 jam), kala 2 memanjang, serta chorioamnionitis atau ada riwayat infeksi
saluran kemih.Bayi-bayi prematur dan bayi-bayi sakit memiliki kerentanan yang
tinggi terhadap sepsis dan umumnya tidak serta merta tampak jelas; karena itu
kelompok ini membutuhkan perhatian lebih sehingga ancaman sepsis dapat
diidentifikasi secara dini dan mendapat terapi yang efektif.
Tabel 3. Tanda-tanda Klinis pada Sepsis Neonatorum
Onset dini Onset lanjut
bayi tampak tidak sehat
Merintih temperatur tidak stabil
Tachypnea tidak mau minum
Cyanosis mengisap lemah
Perfusi buruk muntah/residu gaster
Hipotonus distensi abdomen
letargi/apnoe letargi/apnoe
ikterus(<24jam) fontanel tegang/konvulsi
Syok Syok
6
2.3 Etiologi sepsis dan faktor predisposisi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah ke terjadinya sepsis. Sepsis pada bayi
hampir selalu disebabkan oleh bakteri.
Bakteri seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis,
Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, Salmonella, dan
Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi
berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis
paling sering pada neonatus.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Candida albicans.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia
tersamar, yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat mengarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteri telah memasuki aliran darah, tapi tidak
ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar
adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami
demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari
mereka akhirnya akan mengalami infeksi bacterial di dalam darah. Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia
tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak
adalah :
1. faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit kronik,
trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis
2. faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,
antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit.
(Budhiarso, 2000)
7
2.4 Patogenesis Sepsis
Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis,
yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya
sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (3)Tahap disfungsi
bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis
digambarkan dalam Skema 2.1
8
Keterangan :
Tahap 1 : Inflamasi
Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response
Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma,
infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang
9
mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi,
proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung
dari organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan
stimulus toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi
proses inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin
seperti TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan
menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan
darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.
Tahap 2 (Koagulasi)
Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh
manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan,
yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk
bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu
protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut
berjalan abnormal.
Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)
Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui
serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan
darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut
fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini
akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital,
menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor
biokimia yang berperan adalah :
Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis
Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis
Inhibitor)
Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :
inhibitor utama PAI-1)
Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan
proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan
fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat
10
proses pembekuan darah, terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis,
kadar protein C teraktivasi biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar
thrombomodulin (yang diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-
teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan
outcome buruk pada pasien sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)
2.5 Gejala klinis sepsis
Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi dengan
ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :
a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C
b. denyut jantung > 90x/menit
c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit
d. PaCO2 < 32 mmHg
e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit <
4000 sel/mm3
f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.
Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil,
demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang
dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal,
dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya.
Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat
langsung mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi
organ dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.
Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,
distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan
aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang
abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan
mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan
resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti
ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan
Pseudomonas aeuruginosa.
Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang
mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis,
11
gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan
penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan
untuk terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut,
gagal hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan
disfungsi organ multiple.
Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau karena
hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang
mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan
juga sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.
a. Sistem Respirasi
Disfungsi organ paru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%
terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60%
bila disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru
diawali dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil
teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru.
Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem
alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya
akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi
terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran
membrane dasar.
b. Sistem Kardiovaskuler
Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin
proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar
belakang timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran
kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung.
Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun
demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan
depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah
vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi
miokard.
12
c. Sistem Urinarius
Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan
vasodilatasi oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan
renal disebabkan oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif,
nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis.
d. Sistem Traktus Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali
dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi
kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi
klinis dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya
integritas mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan
saluran cerna. Pada penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian
diet enteral dapat mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya
kerusakan barier mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke
sirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan
fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan mekanis dari hati.
Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase
menandakan adanya kerusakan organ lain.
e. Sistem Hematologi
Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC
menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit.
Akibat adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi
dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin,
molekul-molekul adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari kaskade
sepsis. Petanda yang dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial
Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen.
Pada penderita dengan ventilator mekanik yang relative statis berisiko
mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal.
(Paterson, 2008; Sareharto, 2007)
13
2.6 Diagnosis sepsis
Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan
pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).
Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat
invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,
pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis
hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan
antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah.
Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah
lanjut (severe sepsis). (FK Undip, 2004)
1. Respon sistem inflamasi sistemik
SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik
terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka
bakar) yang ditandai dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :
a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)
b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur
dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat jangka
panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR <12 10 persentil sesuai
umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau penyakit
jantung bawaan.
c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator
mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit neuromuskuler
atau penggunaan anestesi umum.
d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari
kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.
2. Infeksi
Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan
jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom
klinis yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi
meliputi penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test
laboratorium (misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril,
14
perforasi usus, foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam
ptekiae atau purpura atau purpura fulminan).
(FK UNDIP, 2004)
Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable
laboratorium :
Sumber : Kumpulan Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-NICU, RS.Kariadi, Semarang.
2004
Karena manifestasi awal dari sepsis tidak spesifik, diagnosis dini terhadap
sepsis sukar dilakukan. Sepsis bakterialis memiliki progresifitas yang sangat cepat
sehingga klinisi harus awas terhadap gejala-gejala dan tanda infeksi yang mungkin
ada dan melakukan reevaluasi diagnosis serta pemberian terapi antimikroba
empiris. Sebagian besar klinisi merekomendasikan untuk mulai memberikan terapi
antibiotic pada neonatus yang mengalami distress pernafasan yang membutuhkan
oksigen atau bantuan ventilator, khususnya pada bayi dengan usia kehamilan di atas
34 minggu.
15
Tabel 4. Tanda-tanda dan Gejala infeksi Neonatus pada beberapa sistem organ
UMUM CVS
Demam, temperatur tidak stabil Pucat, bercak-bercak, dingin, clammy skin
Bayi tampak tidak sehat Tachycardia
Tidak mau minum Hipotensi
Edema Bradikardi
GI SYSTEM CNS
Distensi abdomen Irritable, letargi
Muntah tremor, kejang
Diare hiporefleks, hipotonus
Hepatomegali Refleks Moro abnormal
Respirasi ireguler
SISTEM PERNAPASAN Fontanel tegang
Apnoe, dyspnoe high-pitched cry
Tachipnoe, retraksi
PCH, merintih SISTEM HEMATOLOGI
Cyanosis Ikterus
Splenomegali
SISTEM RENAL Pucat
Oliguria Petechiae, purpura
Perdarahan
2.7 Pemeriksaan penunjang sepsis
a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit
b. GDS
c. CRP
d. Faktor koagulasi
e. Kultur darah berseri
f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left
g. Urinalisis
h. Foto thoraks
i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG
16
2.8 Penatalaksanaan sepsis
Bila sepsis kecurigaan sudah cukup kuat ke arah sepsis, maka beberap tes harus
dilakukan segera dan pemberian antibiotic perlu dilakukan segera. Antibiotik
dilanjutkan sampai hasil ada hasil biakan dan respon klinis terhadap intervensi
dievaluasi. Mula-mula, infeksi diterapi empiris dengan antibiotik spektrum luas
seperti penisilin dan aminoglikosida untuk mencakup organisme-organisme Gram-
positif dan Gram-negatif.Ketika organisme penyebab telah diidentifikasi, antibiotik
tadi mungkin perlu diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
Beberapa golongan antibiotik yang biasanya dipakai untuk sindrom sepsis
neonatorum antara lain adalah: ampicillin, gentamicin, cefotaxime, vancomycin,
metronidazole, erythromycin, dan piperacillin. Pilihan antibiotik harus didasarkan
pada organisme yang bersangkutan dengan sepsis tersebut, sensitifitas agen bakterial,
serta harus mencegah tren infeksi naosokomial pada bayi. Perlu diingat bahwa infeksi
virus juga dapat menyerupai infeksi bakteri.
Kategori Obat: Antibiotik – Terapi antimikroba secara empiris Empiric antimicrobial
harus cukup luas dan sebaiknya mencakup semua pathogen yang mungkin pada
konteks gambaran klinis.
Nama Obat
Ampicillin (Marcillin, Omnipen, Polycillin, Principen,
Totacillin) – Antibiotik beta-lactam yang bersifat
bacteriocidal bagi bebrapa organisms, seperti GBS, Listeria,
non–penicillinase-producing Staphylococcus, beberapa
strains of H influenzae, dan meningokokus.
Dosis Pediatrik
<7 hari dan <2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h
<7>2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h
7-30 hari dan <1200 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h
7-30 hari dan 1200-2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h
7-30 hari dan >2000 g: 50 mg/kg/dose IV/IM q6h
>30 hari: 100-200 mg/kg/hari IV/IM dibagi q6h; dosis
dapat digandakan pada kasus meningitis.
Nama Obat Gentamicin (Garamycin) -- Aminoglycoside yang
bacteriocidal untuk beberapa organisme gram-negative
seperti E coli danPseudomonas,
Proteus, dan Serratia species. Efektif pada kombinasi
17
dengan ampicillin untuk GBS and Enterococcus.
Dosis Pediatrik
0-4 minggu dan <1200 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q18h
<7 hari dan 1200-2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q12h
<7>2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q12h
>7 hari dan 1200-2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q8h
>7 hari dan >2000 g: 2.5 mg/kg/dose IV/IM q8h
(IM dilakukan bila akses vena sukar)
Nama Obat
Cefotaxime (Claforan) – Cephalosporin generasi III. Efektif
melawan GBS dan E coli serta gram-negative enteric bacilli
lainnya. Kadar dalam serum dan LCS baik. Kemampuannya
melawan drug-resistant gram-negative bacteria lebih
daripada penicillin dan aminoglycoside. Tidak efektif
terhadapListeria dan enterococci. Digunakan dalam
kombinasi dengan ampicillin.
Pediatric Dose<7 hari: 50 mg/kg/dose IV/IM q12h
>7 hari: 50 mg/kg/dose IV/IM q8h
Nama Obat
Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) –
Bakterisidal terhadap kebanyakan coccus dan basil gram-
positif maupun anaerob.Penting khususnya untuk terapi
MRSA.Direkomendasikan bila sepsis dicurigai disebabkan
olehcoagulase-negative staphylococcal. Terapi dengan
rifampin, gentamycin, or cephalothin dilakukan pada
endokarditis atau infeksi CSF shunt oleh coagulase-
negative staphylococcus.
Pediatric Dose
<1 month:
<1200 g: 15 mg/kg/dose IV qd
1200-2000 g: 10 mg/kg/dose IV q12h
>2000 g: 10 mg/kg/dose IV q8h
Drug Name
Metronidazole (Flagyl) -- Antimicrobial yang efektif
melawan infeksi anaerob, terutama meningitis
oleh Bacteroides fragilis.
Pediatric Dose <4 minggu dan <1200 g: 7.5 mg/kg/dose PO/IV q2d
18
<7 hari dan 1200-2000 g: 7.5 mg PO/IV qd
<7>2000 g: 7.5 mg/kg PO/IV q12h
>7 hari dan 1200-2000 g: 7.5 mg/kg PO/IV q12h
>7 hari dan >2000 g: 15 mg/kg/dose q12h
Nama obat
Erythromycin (E-Mycin, Erythrocin) – Macrolide
antimicrobial agent terutama bersifat bacteriostatik dan aktif
melawan kebanyakan bakteri Gram-positif,
seperti Neisseria species,Mycoplasma pneumoniae,
Ureaplasma urealyticum, danChlamydia trachomatis. Tidak
terkonsentrasi dengan baik di LCS.
Dosis Pediatrik
<7 hari dan <2000 g: 5 mg/kg/dose PO/IV/IM q12h
<7>2000 g: 5 mg/kg/dose PO/IV/IM q8h
>7 hari dan <1200 g: 5 mg/kg PO/IV/IM q12h
>7 hari dan >1200 g: 10 mg/kg PO/IV/IM q8h
Nama Obat
Piperacillin (Pipracil) -- Suatu acylampicillin dengan aktivitas
yang baik melawan Pseudomonas aeruginosa. Efektif
melawanKlebsiella pneumonia, Proteus mirabilis, B fragilis,
S marcescens, dan kebanyakan strain Enterobacter. Tersedia
dalam bentuk kombinasi dengan aminoglikosida.
Pediatric Dose
<7 hari dan 1200-2000 g: 75 mg/kg IV/IM q12h
<7>2000 g: 75 mg/kg IV/IM q8h
>7 hari dan 1200-2000 g: 75 mg/kg IV/IM q8h
>7 hari dan >2000 g: 75 mg/kg/dose IV/IM q6h
Kategori Obat: Antiviral – Infeksi viral seperti HSV, dapat menyerupai sepsis
bakterialis. Pada onset infeksi, terapi harus langsung diberikan untuk mencegah
replikasi virus.
Nama obatAcyclovir (Zovirax) – Digunakan untuk infeksi mukosa,
kutan, dan sistemik oleh HSV-1 and HSV-2.
Dosis Pediatrik 1500 mg/m2/hari PO/IV dibagi q8h atau
30 mg/kg/hari PO/IV dibagi q8h selama 14-21 hari;
dosis 45-60 mg/kg/hari dibagi q8h digunakan untuk bayi
aterm.
19
Bayi prematur: 20 mg/kg/hari PO/IV dibagi q12h selama
14-21 hari.
Nama ObatZidovudine (Retrovir) – Analog thymidine, menginhibisi
replikasi virus. Dipakai pada terapi penderita HIV.
Dosis Pediatrik
3 bulan – 12 tahun: 90-180 mg/m2/dosis PO q6h; max: 200
mg q6h
0.5-1.8 mg/kg/jam (continuous IV); atau 100 mg/m2/dosis
(intermittent IV q6h)
Kategori obat: Antifungi – Infeksi fungi dapat menyerupai infeksi bacterial dan/atau
dapat muncul pada terapi antibacterial yang lama. Mekanismenya dapat mencakup
perubahan metabolisme RNA dan DNA atau akumulasi peroksida yang sangat toksik
pada sel fungi.
Nama Obat
Fluconazole (Diflucan) – Digunakan untuk infeksi jamur,
termasuk candidiasis orofaringeal, esophageal, dan
vaginal.Juga digunakan untuk infeksi kandida sistemik dan
meningitis krooptokokal. Aktivitasnya bersifat
fungistatik. Merupakan antifungal oral sintetik (broad-
spectrum bistriazole) yang menginhibisi fungal secara
selektif (CYP450 dan sterol C-14 alpha-demethylation),
yang mencegah konversi which prevents conversion
lanosterol menjadi ergosterol, sehingga dengan demikian
mengganggu membrane sel.
Dosis Pediatrik 0-14 hari : Oropharyngeal Candidiasis : 6 mg/kg PO/IV
initial dose; setelah 3 hari, 3 mg/kg q3d (total 14 hari).
Esophageal candidiasis: 6 mg/kg PO/IV initial dose,
kemudian 6-12 mg/kg q3d selama 21 hari.
Systemic candidiasis: 6-12 mg/kg/dose PO/IV q3d selam 28
hari.
Dosis neonatus dan bayi, sama. Diberikan tiap hari.
Untuk meningitis kriptokokal akut, dosis inisial
ditingkatkan menjadi 12 mg/kg, dan 6-12 mg/kg/dose
diberikan selama 10-12 minggu setelah kultur LCS
20
negative.
Nama Obat
Amphotericin B (Amphocin, Fungizone) – digunakan untuk
mengobati infeksi sistemik dan meningitis yang disebabkan
oleh beberapa jenis jamur
seperti Candida dan Aspergillusspecies, Histoplasma
capsulatum, dan Cryptococcus neoformans. Antibiotik
polyeneyang diproduksi oleh strainStreptomyces
nodosus; dapat bersifatfungistatik satau
fungisidal. Berikatan dengan sterols, seperti ergosterol, di
dalam membrane sel jamur. Hal ini menyebabkan kebocoran
komponen intraselular dan akhirnya kematian sel jamur
tersebut.
Dosis Pediatrik
Dosis percobaan: 0.1 mg/kg/dose IV; max: 1 mg/dose
melalui infuse selama 20-60 menit atau 0.25 mg/kg melalui
infuse selama 6 jam; bila dapat ditolerasi, diberikan 0.25
mg/kg/hari; dosis ditingkatkan secara bertahap sebanyak
0.25mg/kg/hari. Peningkatan ini dilakukan sampai dicapai
dosis harian yang diinginkan.
Dosis pemeliharaan: 0.25-1 mg/kg/hari IV qd melalui infus
selama 4-6 jam; total dosis yang diberikan: 30-35 mg/kg
selama 6 minggu.
Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut
1. Early Goal Directed Therapy
EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,
pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam
sesudah diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal
20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60
ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat
sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
21
Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan
mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan
pertama. Apabila refrakter terhadap pemberian dopamine, maka dapat
diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan
curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan
pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi
volume dan pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau
nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan
pembuluh darah sistemik meningkat disertai syok.
3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)
ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi
cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.
4. Suplemen oksigen
Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena
kapasitas residual fungsional yang rendah.
5. Koreksi asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan
pH > 7,15 dengan hipoperfusi.
6. Sumber infeksi
Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement
jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.
7. Terapi kortikosteroid
Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan
fludorcortison 50 μg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian
22
absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk
syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk
terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.
8. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)
Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitungan neutrofil
< 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.
9. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :
a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,
fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin
b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.
c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-
laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulose dalam
melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati
dang gangguan elektrolit.
10. Hemofiltrasi
Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan
mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen memperbaiki
fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin,
memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.
11. Terapi Suportif
a. Profilaksis Stress Ulcer
Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.
b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam
23
Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang nmempunyai
kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah
aktif, riwayat perdarahan intraserebral.
c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis
Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,
sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau gkujose
10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.
d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ
Disfungsi paru
Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dan positif end
expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps alveolus.
Disfungsi saluran cerna
Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau 2
hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna,mencegah atrofi
mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan
mempertahankan hormone saluran cerna.
Disfungsi koagulasi
Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada perdarahan
pasca operasi yaitu sebagai berikut :
- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan
- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya
perdarahan
- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan tindakan
operasi.
Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan
perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0
gr/L/recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi
organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin
dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)
Disfungsi renal
24
Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria. Hemofiltrasi
venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc. Pemberian dopamine
dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum terbukti.
(FK UNDIP, 2004; Kumar 2009; Paul, 2009; Sareharto 2007)
2.9 Komplikasi
Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon
syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis
dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan
disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi),
multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan
berakhir pada kematian (Powell, 2000)
Sindrom distress pernapasan dewasa (ARDS/adult respiratory disease
syndrome)
Koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Gagal ginjal akut (ARF/acute renal failure)
Perdarahan usus
Gagal hati
Disfungsi sistim saraf pusat
Gagal jantung
Kematian
2.10 Pencegahan
Meskipun belum ada cara untuk mencegah semua tipe sepsis, tapi beberapa
kasus dapat dcegah, terutama yang disebabkan oleh GBS (Grup Beta Streptococcus)
yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya saat lahir. Ibu hamil dapat melakukan swab
test yang sederhana untuk mengetahui apakah mereka carrier GBS. Tes ini biasanya
dilakukan pada umur 35 – 37 minggu kehamilan dan sekali lagi saat akan melahirkan.
Jika ibu dengan hasil GBS positif, maka ia diberi antibiotik intravena selama
melahirkan. Atau untuk wanita hamil yang belumm pernah di sek GBS namun
dicurigai mempunyai risiko tinggi untuk itu (misalnya karena ia mengalami demam
saat melahirkan, ketuban pecah dini, atau sebelumnya ia mempunya anak dengan
25
penyakit GBS, termasuk sepsis, pneumonia dan meningitis) ia juga sebaiknya diberi
antibiotik intravena untuk meminimalkan risiko penularan terhadap bayinya.
Selain itu, untuk bayi dan anak-anak yang lebih besar, dianjurkan untuk
imunisasi Hib dan terhadap pneumococcus lainnya yang dapat menyebabkan
bakteriemi atau sepsis. Terbukti setelah adanya vaksin Hib, sepsis yang diakibatkan
komplikasi infeksi H. influenza tipe b berkurang 99% sejak tahun 1988.
Selain itu dapat juga dengan :
Menghindari trauma di permukaan mukosa yang biasanya merupakan koloni
bakteri Gram negatif
Untuk anak leukemia, digunakan trimethoprim-sulfamethoxazole profilaksis
Pada pasien luka bakar, menggunakan silver nitrate, silver sulfadiazine, atau
sulfamylon topikal uyntuk profilaksis
Pemberian spray polimiksin ke faring posterior untuk mencegah pneumonia
nosokomial oleh bakteri Gram negatif
Sterilisasi flora normal usus dengan polimiksin atau gentamisin dengan
vankomisin dan nistatin, yang efektif untuk mengurangi sepsis oleh bakteri
Gram negatif pada pasien dengan neutropenia
Melindungi pasien dari lingkungan untuk pasien yang berisiko biasanya tidak
berhasil karena kebanyakan infeksi yang terjadi adalah endogen.
2.11 Prognosis
Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas
kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian
karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60%
untuk penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda
prognosis buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia
(<100.000/ul) kadar fibrinogen rendah (< 150 mg/dl).
26
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan
panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.
Sepsis adalah SIRS yang disertai dengan infeksi yang diketahui, dimana SIRS
harus meliputi ≥ 2 dari gejala sebagai berikut : 1) Suhu > 38 °C; atau < 36 °C, 2)
Respirasi > 20 kali/menit, 3) Denyut jantung > 90 kali/menit, 4) Leukosit >
12.000/mm3 atau > 10% sel imatur.
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan presentase 60–
70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel
tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Agen-agen yang
menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian menyebar
secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini mengizinkan mereka
untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu faktor
host dan pengobatan. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap
inflamasi, koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.
Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2, yaitu sepsis
berat dan syok sepsis.
Pendekatan diagnosis pada anak adalah menggunakan pendekatan PIRO
(Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction). Prinsip penatalaksanaan
meliputi early goal directed therapy, inotropik, extra corporeal membrane
oxygenation, suplemen oksigen, koreksi asidosis, terapi antibiotika, sumber infeksi,
terapi kortikosteroid, anti-inflamasi, granulocyte macrophage colony stimulating
factor, intravenous immunoglobulin, hemofiltrasi, dan terapi suportif. Prognosis
tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ
multiple dan respon imun penderita.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Stave Kohl, Larry P, 2000. Nelson Textbook of Pediatrics Jilid 2 16th Edition :
USA : Saunders Company. Hal. 846-857
2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap
PICU/UGD/HNDPICU. FK UNDIP; Semarang. 2004
3. Sareharto, TP. Sirkulasi Mikro Pada Sepsis. SUB Bagian Pediatri Gawat
Darurat Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP RSUP Dr. Kariadi
Semarang. 2007
4. Neal L Chamberlain,Ph.D. 2004. From Systemic Inflamatory Response
Sydrome to Bacteral Sepsis With Shock.
www.kcom.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm
5. Linda L Bellig, RN.Sepsis. www.emedicine.com/ped/topic2630.htm
6. Dorel Sandesc MD, PhD.2004. Sepsis : A Review I. Timisoara Medical
Journal. www.tmj.ro/cme_articles3.html
7. Jennifer W.A,MD,2002. Activated Protein C : The New Standard of Care for
Sepsis. www.intmedweb.wfubmc.edu/grand_rounds/2002/actprotdoc