rangkuman aik1

9
Terdapat sejumlah argumentasi baik yang bersifat teologis- normatif maupun rasional-filosofis yang menegaskan tentang betapa ajaran Islam amat peduli untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pertama, dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi : “Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107). Kedua, dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat adalah orang yang menegaskan komitmen bahwa hidupnya hanya akan berpegang pada pentunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena, tidak mungkin orang mau menciptakan ketenangan jika tidak ada komitmen iman dalam hatinya. Demikian pula ibadah shalat (khususnya yang dilakukan secara berjama’ah), juga mengandung maksud agar mau memperhatikan nasib orang lain. Ucapan salam pada urutan terakhir rangkain shalat berupaya mewujudkan kedamaian. Selanjutnya, dalam ibadah puasa seseorang diharapkan dapat merasakan lapar sebagaimana yang biasa dirasakan oleh orang lain yang berada dalam kekurangan. Kemudian, dalam zakat juga tampak jelas unsur kesejahteraan sosialnya lebih kuat lagi. Demikian pula dengan ibadah haji, yang mengajarkan seseorang agar memiliki sikap merasa sederajat dengan manusia lainnya. Ketiga, upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan

description

Rangkuman

Transcript of rangkuman aik1

Terdapat sejumlah argumentasi baik yang bersifat teologis-normatif maupun rasional-filosofis yang menegaskan tentang betapa ajaran Islam amat peduli untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.

Pertama,dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Islam yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :

Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-anbiy [21]: 107).

Kedua,dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min Allh wa habl min an-ns). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat adalah orang yang menegaskan komitmen bahwa hidupnya hanya akan berpegang pada pentunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena, tidak mungkin orang mau menciptakan ketenangan jika tidak ada komitmen iman dalam hatinya. Demikian pula ibadah shalat (khususnya yang dilakukan secara berjamaah), juga mengandung maksud agar mau memperhatikan nasib orang lain. Ucapan salam pada urutan terakhir rangkain shalat berupaya mewujudkan kedamaian. Selanjutnya, dalam ibadah puasa seseorang diharapkan dapat merasakan lapar sebagaimana yang biasa dirasakan oleh orang lain yang berada dalam kekurangan. Kemudian, dalam zakat juga tampak jelas unsur kesejahteraan sosialnya lebih kuat lagi. Demikian pula dengan ibadah haji, yang mengajarkan seseorang agar memiliki sikap merasa sederajat dengan manusia lainnya.

Ketiga,upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran (hal. 127), menyatakan bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Seperti diketahui, sebelum Adam dan isterinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di Surga. Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu bisa diwujudkan di bumi dan kelak dihuni secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan. Kesjaterjaan surgawi ini dilukiskan antara lain dalam firman-Nya yang berbunyi :

Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasakan dahaga maupun kepanasan. (Q.S. Thh, 20: 117-119).

Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar dan dahaga, tidak telanjang, dan tidak kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial.

Keempat,di dalam ajaran Islam terdapat pranata dan lembaga yang secara langsung berhubungan dengan upaya penciptaan kesejahteraan sosial, seperti wakaf dan sebagainya. Semua bentuk pranata dan lembaga sosial berupaya mencari berbagai alternatif untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Namun, suatu hal yang perlu dicatat, berbagai bentuk pranat ini belum merata dilakukan oleh umat Islam dan belum pula efektif dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini mungkin disebabkan belum munculnya kesadaran yang merata serta pengelolaannya yang baik. Untuk itulah, saat ini pemerintah melalui Departemen Agama membentuk semacam Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat nasional. Berhasilkah konsep ini dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, amat bergantung pada partisipasi kita.

Kelima,ajaran Islam mengenai perlunya mewujudkan kesejahteraan sosial ini selain dengan cara memberikan motivasi sebagaimana tersebut di atas, juga disertai dengan petunjuk bagaimana mewujudkannya. Ajaran Islam menyatakan bahwa kesejahteraan sosial dimulai dari perjuangan untuk mewujudkan dan menumbuhsuburkan aspek-aspek akidah dan etika pada diri pribadi, karena dari diri pribadi yang seimbang akan lahir masyarakat yang seimbang. Masyarakat Islam pertama lahir dari Nabi Muhammad Saw. melalui kepribadian beliau yang sangat mengagumkan. Pribadi ini melahirkan keluarga yang seimbang seperti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, dan lain-lain.

Selain itu, ajaran Islam menganjurkan agar tidak memanjakan orang lain atau membatasi kreativitas orang lain, sehingga orang tersebut tidak dapat menolong dirinya sendiri. Bantuan keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang datang kepada Nabi Saw. mengadukan kemiskinannya, Nabi Saw. tidak memberinya uang, tetapi kapak agar digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan kayu. Dengan demikian, ajaran Islam tentang kesejahteraan sosial ini termasuk di dalamnya ajaran yang mendorong orang untuk kreatif dan bersikap mandiri, tidak banyak bergantung pada orang lain.

Sumber :Disunting dari Buletin Jumat Masjid Agung Attin, Vol. 108, 21 Desember 2001, yang ditulis oleh Ustadz Abuddin Nata.

Memerangi Kemiskinan DanKebodohanRate This

Bentuk kemiskinan ada dua yaitu miskin iman dan miskin material. Demikian pula kebodohan ada dua macam kebodohan dalam beragama dan kebodohan dalam hal dunia. Dua masalah ini memiliki hubungan konotasi yang sangat erat, kemiskinan bisa menimbulkan kebodohan sebaliknya kebodohan bisa menyebabkan kemiskinan.Allah mengutus Rasullah shalallahu alaihi wasalam untuk menupas kebodohan dalam beragama terlebih khusus dalam masalah keyakinan. Karena keyakinan sangat menentukan seseorang tersebut dalam menjalankan tugasnya di dunia sebagai khalifah di muka bumi ini.Orang-orang Quraisy disebut sebagai orang jahiliyah, bukan karena bodoh dalam hal ekonomi, tetapi karena bodoh dalam beragama.Allah menyebutkan dalam surat al Quraisy mereka telah memiliki sistem perdangan lintas negara yaitu syam dan Yaman. (1) (2) (3) (4) [/1-4]Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kabah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 1-4)Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam:(( )) . : (( )). .Diantara sebab kemiskinan material adalah kemiskinan dalam keimanan, sebagaimana Allah berfirman: [/96]Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-Araf: 96) (2) [/2 3]Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq: 2-3) [/4]Barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath-Thalaq: 4)Kebodohan dalam beragama bisa menyebabkan kemiskinan dibawah ini beberapa contoh:Perayaan pembuangan sesajian dengan biaya yang cukup lumayan besar.Pelaksanaan tahlilan bagi seseorang yang meninggal.Biaya operasional untuk penupasan berpagai penyakit masyarakat seperti narkoba, judi dan pergaulan bebas.Biaya pembelian rokok dan subsidi pengaobatannya.Aliran dan pemahaman sesat yang memfaatkan untuk mengeruk keuntungan duniawi.Diantara sebab kemiskinan yang lain adalah sifat malas dan lemahnya sifat tawaakal dalam tubuh kita, sebagaimana dalam sabda rasulullah shalallahu alaihi wasalam : ( . . ( : .Dalam hal menumpas kebodohan dalam Islam, ayat yang pertama sekali diturunkan Allah memerintahkan untuk belajar dan menuntut ilmu: (1) (2) (3) (4) (5) [/1-5]Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)Allah mengangkat orang-orang yang berilmu sebagai saksi bahwa tiada yang berhak diibadati kecuali Allah semata.Allah swt memuji orang-orang berilmu dalam firmanNya yang mulia:{ } ( : 18)Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran: 18)Mencari ilmu yang bermamfat adalah perintah Allah kepada Nabi yang paling mulia dan penghulu segala rasul, yaitu Nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam.Sebagaimana Allah perintahkan Nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam untuk selalu berdoa supaya ilmunya ditambah Allah, disebutkan Allah dalam firmanNya yang mulia;{ } (: 114)Katakanlah (wahai Muhammad): Ya tuhanku !, tambahlah ilmuku.Allah memuji Orang yang berilmu, bahwa mereka adalah hamba yang paling takut kepada Allah.Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah yang mulia ;{ } (: 28)Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya adalah para ulama.Allah mengangkat derajat orong-orang yang berilmu di dunia dan di akhirat.Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firmanNya.{ }(: 11)Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang diberi ilmu (diangkat lagi) beberapa derajat.Keutamaan Ilmu Dalam As SunnahBanyak hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan ilmu, namun dalam tulisan singkat ini kita sebutkan beberapa hadits saja.Dinyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu darda Ra. Ia berkata; aku mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:(( )).Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah telah membentangkan baginya jalan kesurga, sesungguhnya para malaikat meletakan sayap-sayap mereka (dengan) penuh keredhaan bagi penuntut ilmu, sesungguhnya penghuni langit dan bumi sekalipun ikan dalam air memohon ampunan untuk seorang alim, sesungguhnya keutamaan seorang alim diatas seorang ahli ibadah seperti keutaman (cahaya) bulan purnama atas (cahaya) bintang-bintang, sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, sesungguhnya para nabi tidak mewariskan emas dan perak, tetapi mereka mewariskan ilmu, barangsiapa yang mengambilnya berarti ia telah mendapat bagian yang cukup banyak. (Hadits hasan lihgairihi, dirwayatkan oleh; At Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah, dll).Ilmu adalah salah satu amalan yang tidak terputus pahalanya, sekalipun tulang belulang pemiliknya telah hancur ditelan tanah namun pahala ilmunya yang diajarkannya tetap mengalir.Sebagaimana yang dinyatakan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya;(( )).Apabila anak adam meninggal terputuslah segala amalannya, kecuali tiga bentuk; sadaqah jariyah, ilmu yang bermamfaat, dan doa anak yang sholeh. (H. R Muslim).Ilmu adalah pintu untuk segala kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat,sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini:(( ))Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk kebaikan, Allah (berikan) pemahaman kepanya dalam agama. (H.R Bukhari dan Muslim).Penulis: DR. Alimusri Semjan Putra, M.A.Menurut Qaradhawi (2005:6-8) pengangguran dapat di bagi menjadi dua, yaitu pengangguran jabariyah (karena terpaksa) dan pengangguran khiyariyah (karena pilihan). Kedua jenis pengangguran ini mempunyai posisi dan hukumnya masing-masing dalam syariah.Pengangguran Jabariyah (karena terpaksa)adalah pengangguran dimana seorang tidak mempunyai hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya. Pengangguran seperti ini umumnya terjadi karena seseorang yang tidak mempunyai keterampilan sedikitpun, yang sebenarnya bisa digali dan di pelajari sejak kecil. Atau dia mempunyai keterampilan tetapi itu semua tidak berguna kerena berubahnya lingkungan dan zaman. Atau dia sudah mempunyai keterampilan akan tetapi dia tidak dapat memanfaatkan karena kurangnya alat atau modal yang di butuhkan. Contoh ada seseorang yang ahli dalam bertani, tetapi dia tidak mempunyai alat untuk membajak ataupun sepetak lahan untuk dia garap.Pengangguran Khiyariyah (karena pilihan).Adalah seseorang yang mempunyai potensi dan kemampuan untuk bekerja tetapi memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan sehingga menjadi beban bagi orang lain. Dia tidak mengusahakan suatu pekerjaan sehingga menjadi sampah masyarakat. Islam sangat memerangi orang-orang seperti ini, walaupun dari mereka ada yang mengatakan bahwa mereka meninggalkan pekerjaan dunia untuk menkonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah.Adanya pengangguran di kelompokkan menjadi dua ini berkaitan erat dengan solusi yang di tawarkan islam dalam mengatasi pengangguran. Untuk pengangguran jabariyah perlu bantuan pemerintah untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dengan bantuan yang mereka butuhkan. Bantuan itu, bukan sekedar uang atau bahan makanan yang cepat habis, melainkan alat-alat yang mereka butuhkan untuk dapat bekerja. Sebaliknya dengan pengangguran khiyariyah, mereka tidak seharusnya mendapat bantuan materi melainkan motivasi agar mereka bisa memfungsikan potensi yang mereka miliki.