Rangkuman Filsafat
Transcript of Rangkuman Filsafat
1. FILSAFAT ILMU
Ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri.
Pengetahuan (knowledge) mempunyai berbagai cabang pengetahuan dan ilmu
(science) merupakan salah satu cabang pengetahuan tersebut. Karakteristik keilmuan
itulah yang mencirikan hakekat keilmuan dan sekaligus yang membedakan ilmu dari
berbagai cabang pengetahuan lainnya. Atau dengan perkataan lain, karakeristik
keilmuan menjadikan pengetahuan menjadikan pengetahuan menjadi bersifat ilmiah.
Dengan demikian, sinonim dari ilmu ialah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib
dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai kedasar suatu
persoalan, yakni berfikir yang mempunyai cirri-ciri khusus, seperti analitis,
pemahaman, deskriptif, evaluatif, interpretative dan spekulatif.
Filsafat ilmu dapat dipahami dari dua sisi,yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofi bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat
merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus,yaitu ilmu
pengetahuan. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia tak lain
adalah kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang kita belum tahu, atau semacam
keberanian untuk berterus terang. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita breterus terang
kepada diri kita sendiri, apakah sebenarnya yang kita tahu tentang ilmu? Apakah ciri-
ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dengan pengetahuan lain yang bukan ilmu.
Demikian juga berfilsafat berarti merendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan
yang telah kita ketahui. Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang
seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu dimulai dan
berhenti?
Terdapat tiga karakter berpikir filsafat :
1. Sifat menyeluruh (bebas)
Artinya ilmuwan tidak akan puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang
ilmu itu sendiri dan ingin melihat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang
lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral, dan kaitan ilmu dengan
agama.
2. Sifat mendasar (radikal)
Kerendahan hati ilmuwan dalam melihat segala sesuatu sebagai ketidak tahuan
sehingga berusaha membongkar tenpat berpijak secara fundamental. Dia tidak
lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu bisa disebut
benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan?
Apakah kriteria itu sendiri benar?
3. Sifat spekulatif (makna)
Secara terus terang tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara
keseluruhan, dan bahkan kita tidak yakin kepada titik awal yang menjadi
jangkar pmikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulatif.
Dalam prosesnya baik dalam analisis maupun pembuktiannya, kita bisa
memisahkan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak.
Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Pengetahuan
Pengetahuan adalah terminology genetic yang mencakup segenap cabang
pengetahuan seperti seni, moral, dan ilmu. Manusia mendapatkan pengetahuan
tersebut berdasarkan kemampuannya selaku makhluk yang berfikir, merasa,
mengindera. Disamping itu, manusia juga bisa mendapatkan pengetahuannya lewat
intuisi dan wahyu dari Tuhan yang disampaikan lewat pesuruhnya.
Secara garis besar kita dapat menggolongkan pengetahuan kepada tiga
katagori utama, yakni:
(1) Pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk (etika)
(2) Pengetahuan tentang apa yang indah dan jelek (estetika)
(3) Pengetahuan tentang apa yang benar dan salah (logika)
Kita sudah dapat membedakan pengetahuan secara garis besar baik ditinjau
dari kegunaannya yakni etika, estetika, dan logika. Kita menggunakan tiga ciri
pembeda yakni tentang apa (ontologi) , bagaimana (epistemologi), dan untuk apa
(aksiologi) pengetahuan tersebut disusun, diketahui, dan dimanfaatkan. Aspek
ontology, epistemology, serta aksiologi tiap jenis pengetahuan itulah yang mencirikan
hakikat pengetahuan tersebut dan sekaligus membedakannya dengan jenis-jenis
pengetahuan yang lain.
Penalaran
Dari kelima sumber pengetahuan yakni pikiran, perasaan, indera, intuisi, dan
wahyu, ilmu berkaitan erat dengan dua sumber pengetahuan yakni pikiran dan indera.
Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir berdasarkan suatu aturan. Aturan dalam
kegiatan berfikir tersebut disebut logika. Jadi berfikir logis merupakan suatu kegiatan
berfikir secara teratur berdasarkan logika.
Perasaan merupakan sumber pengetahuan yang efektif bagi seni dan moral,
tetapi tidak dapat diandalkan dalam menyusun pengetahuan ilmiah. Hal ini
disebabkan persyaratan ilmu adalah bersifat objektif.
Apakah ilmu?
Didalam perjalanan sejarah, metafisika keilmuan sering bercampur dengan
nilai dan baru pada abad-abad terakhir inilah ilmu secara otonom dapat mempelajari
alam sebagaimana adanya. Singkatnya ontologi keilmuan bersifat bebas nilai.
Secara epistemologis ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam
mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakekatnya
merupakan gabungan antara berfikir secara rasional dan berfikir secara empiris.
Kedua cara berfikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk
menemukan kebenaran.
Apakah kebenaran?
Ilmu, dalam upaya untuk menemukan kebenaran, mendasarkan dirinya kepada
beberapa kriteria kebenaran. Kriteria tersebut (atau sering disebut sebagai teori)
adalah kriteria koherensi , korespondensi , dan pragmatisme :
- Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kriteria
tentang konsitensi suatu argumentasi.
- Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada
kriteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu
pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut.
- Pramagtisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada
kriteria tentang berfungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang
dan waktu tertentu.
Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan
ilmiah dengan menggabungkan cara berfikir rasional dan empiris dengan jalan
membangun jembatan penghubung yang berupa pengajuan hipotesis. Hipotesis
merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berfikir
yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya. Hipotesis
tersebut berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang ditelaah
dalam kegiatan ilmiah.
Perangkat yang digunakan untuk keahlian penarikan kesimpulan tersebut
dinamakan logika deduktif. Logika deduktif adalah prosedur penarikan kesimpulan
dari pernyataan yang bersifat umum menjadi pernyataan yang bersifat khas.
Secara lebih rinci maka metode ilmiah tersusun dari langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Perumusan Masalah
Merupakan pernyataan tentang obyek empiris yang mempunyai lingkup/batas
permasalahan yang jelas yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang terkait didalamnya.
(2) Penyusunan kerangka berpikir
Merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan teoritis antara faktor-
faktor yang merupakan permasalahan dengan mempergunakan pengetahuan
ilmiah dengan tujuan untuk menyimpulkan hipotesis-hipotesis yang erfungsi
sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan.
(3) Pengajuan Hipotesis
Merypakan kesimpulan yang ditarik dari kerangka yang telah disusun
(4) Pengujian Hipotesis
Berupa pengumpulan data yang relevan untuk menilai kesesuaian antara
materi pernyataan yang terkandung dalam hipotesis dengan kenyataan empiris
yang sebenarnya
(5) Penarikan kesimpulan
Untuk menilai apakah kenyataan empiris sesuai atau tidak dengan hipotesis
yang diajukan
Filsafat : Peneratas Pengetahuan
Meminjam pemikiran Will Duran, perumpamaan pengetahuan yang
diantaranya adalah ilmu seperti pasukan infanteri. Filsafat sebagai tempat berpijak
bagi kegiatan keilmuan, kemudian ilmu menang dan menjadi pengetahuan yang bisa
diandalkan. Filsafat pun pergi, mencari tempat berspekulasi dan meneratas. Semua
ilmu baik, ilmu pengetahuan alam dan sosial, bertolak dari pengembangannya
bermula sebagai filsafat.
Auguste Comte, membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan ke dalam
tahap religius, metafisik dan positif. Tahap pertama maka asas religilah yang
dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduki atau penjabaran dari ajaran
religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud
yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan
sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Sedangakan tahap ketiga,
adalah tahap pengetahuan ilmiah, (ilmu) dimana asas-asas yang dipergunakan diuji
secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif.
2. Signifikansi Filsafat Ilmu
Sampai hari ini, sudah berapa banyak temuan berharga di bidang ilmu
kealaman(sains), dibidang ilmu-ilmu social kedokteran,farmasi,dll, baik berupa
konsep,teori, baik yang sudah diakui masyarakat maupun yang masih controversial.
Seiring dengan temuan-temuan tersebut, sampai saat ini sudah berapa disiplin ilmu
yang kita kenal, berapa disiplin ilmu yang lahir dari ilmu kealaman, berapa dr ilmu
yang lahir dari ilmu sosial. Demikian juga berapa disiplin ilmu yang dilahirkan dari
kelompok ilmu humanities.
Dalam sejarah pemikiran barat, tidak kurang dari 20 abad l amanya, para filsuf
memikirkan realitas. Temuan-temuan banyak ditemukan di bidang metafisika
sehingga mendorong seorang Rene Descrates (1596-1650) memikirkan “bagaimana
manusia mendapatkan pengetahuan?“ atau dengan kata lain “bagaimana cara para
filsuf itu sampai pada kesimpulannya?”
I nilah yang dimaksud dengan persoalan epistemologis. Sejak inilah kajian d
bidang epistemologis (filsafat pengetahuan) mendapat momentumnya, yakni di tangan
Descartes. Filsuf ini terkenal dengan konsepnya: cogito ergo sum (saya berfikir maka
saya ada), yang mengantarkannya kepada pelopor aliran rasionalisme di bidang
epistemologis. Yang kemudian kedua aliran ini didamaikan oleh Immanuel Kant
dengan kritisismenya dan para filsuf lain seperti August Comte dengan
positiveismenya, Edmund Husserl dengan fenomenologinya.
Perkembangan ilmu fisika alam tidak bias lepas dri kemunculan filsuf Francis
Bacon (1561-1626) yang melihat pentingnya menerangkan terjadinyailmu-ilmu (yang
terglong) empiris tersebut. Untuk itu ia menulis Novum Organum (Organom baru),
sebagai pengganti OrganonAristoteles, yakni berisi tawaran tentang perangkat baru
dalam penyelidikan. Jika ilmu alam merupakan tahapan baru dari filsafat alam
(metafisika) dalam membaca realitas alam, maka filsafat ilmu sebenarnya merupakan
tahapan baru dari epistemology ( filsafatpengetahuan, teori pengetahuan, theory of
knowledge) yang menyelidiki proses keilmuan manusia.
Bidang Telaah Filsafat
Filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat diperkirakan oleh
manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pioner dia mempermasalahkan hal-hal
yang pokok, terjawab masalah yang satu dia merambah masalah yang lain.
1. Pada tahap mula sekali, filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu. Tahap
ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli filsafat sejak zaman
Yunani Kuno sampai sekarang mempermasalahkan tentang manusia.
Terutama ilmu sosial, mempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang
menjadi lakon utama dalam kajian keilmuannya.
2. Tahap yang kedua adalah pertanyaan yang berkisar tentang ada: tentang hidup
dan eksistensi manusia. Apakah hidup itu sebenarnya? Apakah hidup itu
sekedar peluang dengan nasib yang melempar dadu acak? Ataukah hidup ini
sama sekali absurd, tanpa arah tanpa bentuk, bagaikan amoeba yang
berzigzag?
3. Tahap yang ketiga menyangkut tugas utama filsafat bukanlah menghasilkan
susunan pertanyaan filsafati, melainkan menyatakan sebuah pernyataan sejelas
mungkin. Dengan demikian maka epistemologi dan bahasa merupakan
gumulan utama para filsuf dalam tahap ini.
Teori Pengetahuan (Theory of Knowledge)
Penemuan-penemuan baru dibidang fisika yang didahului oleh
’Heliosentrisme’ Copernicus telah menggugah dunia filsafat untuk
mendiskusikan apa dan bagaimana cara serta sarananya untuk mencapai
pengetahuan itu.
Dalam Filsafat pengetahuan ini diselidiki otoritas pengalaman, rasio
(Verstand), akal budi (Vernunft) dan intuisi; arti evidensi dan syarat-syarat
untuk mencapainya; batas-batas validitas kebenaran yang dikonotasikan
sebagai kenyataan (koherensi,korespondensi,hermeneutiks) guna memahami
horison pengetahuan manusia dalam upaya mendekati kebenaran atau
kenyataan tadi.
Kesemuanya itu tercemin dalam faham atau aliran-aliran rasionalisme
(Descartes, Spinoca, Leibniz), Empiris (John Locke, David Hume, Berkeley),
kritisme atau rasionalisme kritis (Immanuel Kant), positivisme (Auguste
Comte), dan fonomenologi (Husserl) yang merupaka aliran-aliran induk.
Aktualitas Filsafat
Kemajuan spektakuler yang diawali dengan gerakan Renaisance dan
Aufklaerung telah mendorong berkembangnya mentalitas manusia barat untuk
semakin percaya akan kemampuan dirinya berkat kuasa rasionya.
Sejarah telah menunjukkan bahwa pada awalnya ilmu-ilmu
pengetahuan cabang berinduk pada filsafat ini, spesialisme menjadi semakin
intensif di satu pihak, namun dilain pihak menjadikan kita ’pangling’ akan
sumber pemikiran filsafatinya, sehingga munculah ilmuan-ilmuan yang
kehilangan visi dan orientasi filsafatinya.
B. Dari Pola Pikir Hingga Pola Hidup
Hal yang banyak menarik perhatian para filsuf ialah -bisa dikatakan- perkembangan
sosiologis lebih jauh dari suatu ilmu, dan hal ini, adanya kecedrungan bahwa problem
epistemologis yang awalnya hanya sebagai pola pikir dalam melahirkan sebuah ilmu,
kemudian menguat menjadi pola hidup, bahkan sebagai pandangan dunia
(weltanschauung).
Pola fikir saintifik yang digunakan para ilmuan fisika dalam melihat fenomena
alam, secara serta merta diterapkan dalam melihat fenomena sosial. Kritik dari ilmuan
sosial sendiri menimbulkan suatu proses yang disebut naturalisasi dan universalisasi
dinamika sosial masyarakat. Pola fikir saintifik yang men g usung naturalisasi dan
rasionalisasi ini pada akhirnya muncul sebagai sebuah peradaban modern, yakni suatu
peradaban yang menuntut efesiensi, kompetetif, dinamis, dan lain-lain.
Filsafat ilmu menjadi sangat penting artinya, untuk melihat rancang bangunan
keilmuan, baik ilmu kealaman, kemasyarakatan (sosial), dan humanities (termasuk
keislaman), sekaligus menganalisis konsekuensi logis dari pola pikir yang
mendasarinya.sehingga ekses-ekses yang ditimbulkan dapat dipahami dan akhirnya
dapat dikontrol sedemikian rupa.
C. Dari Epistemologi ke Filsafat Ilmu
Epistemologis maupun filsafat ilmu sama-sama merupakan cabang dari filsafat
yang secara khusus membahas keilmuan manusia. Keduanya memiliki lebih banyak
persamaan dari pada perbedaan. Perbedaan nya terletak pada objek material yakni
epistemologis menjadikan ‘pengetahuan’ sebagai objek kajiannya sedangkan filsafat
ilmu, objek kajiannya adalah ilmu pengetahuan. Epistemologis berasal dari bahasa
yunani, episteme yang berarti pengetahuan, logos yang berarti ilmu. Dalam bidang
initerdapat tiga persoalan pokok, yakni:
(a). apakah sumber-sumber pengetahuan itu?
(b). apakah sifat dasar pengetahuan itu?
(c). apakah pengetahuan kita itu benar (valid)?
Tiga persoalan pokok itu merupaka objek formal dari filsafat ilmu, sebagai
filsafat ilmu, sebagai perspektif dalam melihat objek materialnya, yakni ilmu. Bisa
dikatakan bahwa filsafat ilmu merupakan perkembangan lebih jauh dari
epistemologis1 atau bias juga dikatakanbahwa epistemologis sebenarnya telah
memperoleh maknanya yang baru, sekaligus memiliki maknanya yang luas sampai
pada ‘garapan’ filsafat ilmu.
D. Antara Filsafat Ilmu dan Sejarah Ilmu
Pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan ilmu umumnya
menunjukan (a). Bagaimana proses isnad ( silsilah). Thomas S. Khun dengan
penelitiannya di bidang sejarah ilmu(sains) menemukan sebuah teori yakni ‘teori
paradigma’. August Comte melihat bahwa perkembangan pengetahuan manusia
terjadi atas tiga tahap, yakni; teologis, metafisika, dan terakhir positif2. Hegel melihat
perkembangan ilmu sebagai proses dari suatu tesis, antitesis, dan terakhir sintesis3.
1
2
3
(b). Bahwa perkembangan ilmu itu terbagi menjadi beberapa penggal sejarah dan
pada setiap penggal sejarah itu memiliki keunikan wacana atau tema dominan
tertentu.
E. Antara Filsafat Ilmu dan Sosiologi Ilmu
Sosiologi ilmu adalah sebuah disiplin yang secara teoritis berusaha
menganalisis kaitan antara pengetahuan dengan kehidupan dan secara metodologis
berupaya menelusuri bentuk-bentuk yang diambil oleh kaitan itu dalam
perkembangan intelektual manusia.Disiplin ini dirintis oleh Max Scheler dan
kemudian diperkokoh oleh Karl Mannheim.4 Ilmu sosial-budaya dikenal dengan
pendekatan verstehen (pemahaman), sedangkan untuk ilmu-ilmu alam dikenal dengan
pendekatan erklaren (penjelasan berdasar hokum alam;kausalitas). Perbedaan secara
dikotomis ini dikenalkan oleh Wilhelm Dilthey. Dengan demikian, sosiologi ilmu
memberikan informasi yang cukup tentang adanya keterkaitan antara proseskeilmuan
tertentu dengan factor-faktor lain diluarkeilmuan, misalnya ideology,
tradisi,keagamaan, otoritas,ekonomi,dll.
F. Problematika Filsafat Ilmu
Problematika filsafat ilmu dapat diidentifikasikan menjadi beberapa hal
berikut:
1. Mempelajari stuktur fundamental ( fundamental structure ) suatu ilmu
Stuktur fundamental suatu ilmu adalah hakikat ilmu itu sendiri. Melihat ilmu
dari aspek ini merupakan sumbangan dari epistemology in the old fashion; yakni
lebih menitikberatkan pada perspektif apa(objek formal!) yang digunakan suatu ilmu
dalam memahami objek kajiannya. dalam perkembangan keilmuan, struktur
fundamental juga bisa dipahami sebagai ‘kerangka’ paradigma keilmuan (asumsi
filosofis), yang dengannya bisa dilihat konsistensi’kerja’ konsep-konsep atau teori-
teori keilmuan. Paradigma dan teori keilmuan adalah dua hal yang mendasari (dalam
arti filosofis), mengarahkan dan menjadi batu ujian atas kosistensi suatu proses
keilmuan.
2. Mempelajari struktur logis ( logical stucture ) suatu ilmu
4
Struktur logis suatu ilmu berhubungan dengan pandangan dunianya. Ini
artinya terkait dengan logika ‘apa’ yang ‘bermain’ dibelakang suatu ilmu tertentu dan,
karenanyabisa dilihat ‘apa’ konsekuensi sosiologis yang ditimbulkannya.dengan
melihat suatu struktur logis suatu ilmu, pada suatu sisi, akan bisa dipahami tipe-tipe
argumen yang digunaka, sekaligus sebagai landasan filosofis-logis dalam membuat
argumen ilmiah, pada sisi yang lain.
3. Sesuai dengan sifat heuristik dari filsafat, filsafat ilmu berusaha mencari trobosa n
baru agar suatu ilmu tetap dapat survive, marketable, aktual, dan berguna.
Menurut Fazlur Rahman filsafat diperlukan untuk menerobos kemacetan dan
jalan buntu yang dihadapin ilmu-ilmu, baik keilmuan alam, sosial, maupun
humanities, termasuk keilmuan agama.Filsafat merupakan alat yang terus menerus
diperlukan, untuk itu harus boleh berkembang secara alamiah, baik untuk kepentingan
pengembangan filsafat itu sendiri maupun untuk pengembangan disiplin-disiplin
keilmuan yang lain.
4. melakukan kritik (analisis kritik)
Kritik adalah dasar filsafat.Maka filsafat ilmu tidak henti-hentinya melakukan
kritik terhadap setiap ilmu dan perkembangannya, terutama diarahkan pada adanya
keselarasanpada tiga aspek, yaitu: epistemologis, metafisika, dan aksiologis.
3. CAKUPAN FILSAFAT ILMU
G. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu dapat dipahami dar i dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan
sebagai landasan filosofi ilmu pengetahuan. Pertama , sebagai disiplin ilmu ,Filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat, dengan demikian, juga merupakan disiplin
filsafat khusus yang mempelajari bidang khusus, yaitu ilmu pengetahuan.maka
mempelajari ilmu berarti mempelajari secara filosofis berbagai hal yang terkait
dengan ilmu pengetahuan.
Persoalan utama ontologi ilmu adalah apa bangunan dasar (fundamental
structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmiah atau kapan sesuatu disebut ilmiah.
Sedang dalam epistemologislmu, persoalan utamanya adalah tentang “logika apa”
atau struktur logis (logical structure) yang bagaimana yang ’dipakai’ dalam
membangun ilmu. Sementara dalam aksiologi ilmu, ilmu dilihat dari sudut “peran dan
tanggung jawabnya” terhadap masyarakat dan sejarah, maka perhatian terhadap
sosiologi dan sejarah ilmu menjadi pembahasan utama.
Kedua, sebagai landasan filosofis bagi ilmu pengetahuan 5 .Disini jelas filsafat
ilmu lebih dilihat dalam hal fungsinya, bahkan aplikasinya dalam kegiatan
keilmuan.Ilmu pengetahuan itu pada dasarnya merupakan representasi fakta;
ungkapan kembali dari fakta. Dalam pandangan filsafat ilmu, proses dan hasil
keilmuan pada jenis apapun, sangat dientukan oleh landasan filosofis yang
mendasarinya, yang memang berfungsi memberikan kerangka, mengarahkan,
menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkannya.
1. Cakupan istilah “Ilmu”
Filsafat ilmu sebagai sebuah disiplin memiliki objek kajian yang cukup luas
yaitu, mulai dari yang masuk akal dalam kategori pengetahuan ( knowledge ), ilmu
( science ) itu sendiri, baik natural science maupun social science sampai yang
tergolong humanities, termasuk ilmu-ilmu keagamaan dan kebahasaan. Untuk yang
terakhir Diltheymenyebutnya dengan cultural-historical-science. Sementara itu
sebagaimana kema yang dibuat Jurgen Harbermas, bhwa ilmu pengetahuan itu terdiri
dari ilmu-ilmu empiris-analitis (ilmu-ilmu alam juga,juga ilmu hokum,psikologi)
ilmu-ilmu histories-hemeneteus (ilmu agama, filsafat, bahasa, sastra,kebudayaan), dan
ilmu sosial-kritis (ilmu politik, ekonomi, sosiologi).
Suatu bangunan keilmuan, ilmu-ilmu keislaman juga digerakan oleh
paradigma keimuan tertentu sekaligus berjalan diatas dialektiknya denan persoalan
aktual sezaman.dengan kata lain, ilmu-ilmu keislaman juga mempunyai filsafat ilmu,
dan karenanya juga termasuk dalam diskursus filsafat ilmu, yang bisa dianalisis
bangunan dasarnya konsekuensi-konsekuensinya, baik konsekuensi logis maupun
sosiologisnya.
2. Landasan Filosofis bagi Ilmu
Landasan flosofis dimaksud adalah asumsi dasar, paradigma keilmuan dan
kerangka teori ( theoretical framework ). Ketiga hal inilah yang lazim disebut filsafat
ilmu atau filsafat keilmuan . K etiga landasan filosofis ini, memang tidak serta merta
ditunjukan dalam wilyah praktis, namun jelas sangat menentukan “corak” ilmu yang
dihasilkan.
5
Asumsi dasar proses keilmuan diidentifikasi oleh filsafat ilmu menjadi
beberapa aliran pemikiran, yang meliputi; rasionalisme, empirisisme, kritisisme,
intusionisme, sementara paradigma keilmuan(dalam tradisi sains) meliputi:
positivisme, pospositivisme, konstruktifisme, dan teori-teori kritis (critical theory).
Beberapa ilmu kemudian dapat diklasifikasikan menurut kesamaan karakteristiknya,
yakni atas dasar kesamaan teori atau paradigmanya, misalnya seperti apa yang
dilakukan Habermas.
Cabang-Cabang Filsafat
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang
disebut benar dan apa yang disebut salah ( logika ), mana yang dianggap baik dan mana
yang dianggap buruk ( etika ), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk
jelek ( estetika ). Ketiga cabang filsafat utama ini kemudian bertambah lagi yakni,
pertama, teori tentang ada : tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran
serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika ; dan,
kedua, politik : yakni kejian mengenai organisasi sosial atau pemerintahan yang ideal.
Kelima cabang filsafat ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang filsafat yang
kajiannya lebih spesifik, mencakup :
1. Epistemologi (Filsafat pengetahuan)
2. Etika (Filsafat moral)
3. Estetika (Filsafat seni)
4. Metafisika
5. Politik (Filsafat pemerintahan)
6. Filsafat Agama
7. Filsafat Ilmu
8. Filsafat Pendidikan
9. Filsafat Hukum
10. Filsafat Sejarah
11. Filsafat Matematika
Filsafat Ilmu
Merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu sering dibagi
menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial, pembagian ini
merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah antara ilmu alam dan
ilmu sosial. Filsafat ilmu merupakan telaahan ecara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti :
1. Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek
tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia yang membuahkan pengetahuan?
2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu
sendiri?Apa kriterianya?
3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
Kelompok pertanyaan satu disebut landasan ontologis, yang kedua
merupakan epistemologi dan kelompok ketiga adalah aksiologi. Semua
pengetahuan apakah itu ilmu, seni, atau pengetahuan apa saja pada dasarnya
mempunyai ketiga landasan ini. Yang berbeda adalah materi perwujudannya
serta sejauh mana landasan-landasan dari ketiga aspek ini dikembangkan dan
dilaksanakan. Dari semua pengetahuan maka ilmu merupakan pengetahuan
yang aspek onotogis, epistemologis, dan aksiologisnya telah jauh berkembang
dibandingkan dengan pengetahuan lain dan dilaksanakan secara konsekuen
dan penuh disiplin. Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan
pengetahuan lain maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah : Apa yang
dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termasuk
dipergunakan (aksiologi)?
Filsafat ilmu adalah cabang ilmu filsafat. Filsafat ilmu adalah refleksi
mendasar dan integral mengenai hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat
ilmu (Philosophy of science,Wissenchaftlehre, Wetenschapsleer) merupakan
penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan.
Ilmu sebagai masyarakat menunjukkan adanya sekelompok elit yang
dalam kehidupannya sangat mendambakan imperatives, yang oleh R. Merton
disebut universalisme, komunalisme, desinterestedness dan skepsisme yang
teratur.
BAB II
Struktur Fundamental Ilmu Pengetahuan
( Membaca Archie J.Bahm dalam “ What is Science”)
A. Bangunan Dasar Imu Pengetahuan
Buku “What is Science” karya Archie J.Bahm secara umum membicarakan
enam komponen dari rancang bangunan ilmu pengetahuan, artinya dengan enam
komponen itu, sesuatu itu bisa disebut ilmu pengetahuan,yaitu:
1. Adanya Masalah (Problem)
Archie J.Bahm menjelaskan bahwa tidak semua masalah menunjukan cirri
keilmiahan. Suatu masalah disebuat masalah ilmiah, jika memenuhi ‘persyaratan’,
yaitu bahwa maslah itu merupakan masalah yang dihadapi dengan sikap dan metode
ilmiah; Masalah yang terus mencari solusi; Masalah yang saling berhubungan dengan
masalah dan solusi ilmiah lain secara sisitematis (dan lebih menandai dalam
memberikan pemahamanyang lebih besar). Masalah yang dapat dikomunikasikan dan
capable, yang disuguhkan dengan sikap dan metode ilmiah sebagai ilmu
pengetahuanawal, sudah pantas dikatakan “ masalah ilmiah” (scientific problem).
2. Adanya Sikap, dala artian sikap ilmiah
Menurut Bahm paling tidak, meliputi enam kharakteristik pokok, yaitu:
keingintahuan, spekualasi,kemauan untuk objektif, kemauan untuk menangguhkan
penilainan, dan kesmentaraan.
a. Keingintahuan; yang dimaksud disini adalah keingintahuan ilmiah, yang
bertujuan untuk memahami.
b. Spekulatif, artinya suatu hal yang disengaja dan berguna untuk
mengembangkan dan mencoba membuat berbagai hipotesa.
c. Kemauan untuk objektif. Objektifas adalah salah satu jenis sikap subyektif.
Dalam arti bahwa objektifitas bergantung pada eksistensinya, tidak hanya atas
eksistensi sebuah subyek, tetapi juga atas kemauan subyek untuk memperoleh
dan mengikuti sikap objektif, dalam arti minat untuk memahami sifat dasar
objek itu sendiri, sejauh objek tersebut bisa dipahami dengan cara ini.
d. Keterbukaan. Kemauan untuk mempertimbangkan semua saran yang
relevandengan hipotesis, metodologi, dan bukti yang berhubungan denagn
masalah dimana seorang bekerja.
e. Kemauan. Sikap ilmiah menyangkut kemauan untuk menangguhkan penilaian
sampai bisa diperolehnya semua bukti yang diperlukan.
f. Kesementaraan. Sikap sementara akan selalu meragukan validitas suatu
hipotesa termasuk pengerjaannya, bahkan meragukan segala usaha ilmiah
termasuk bidang keahlian seseorang.
3. Menggunakan Metode Ilmiah
Archie J.Bahm berpendapat bahwa metode ilmiah adalah satu sekaligus
banyak; dikatakan satu karena metode ilmiah; sedangkan dikatakan banyak, karena
dalam kenyataannya terdapat banyak jalan. Yaitu:
a. Masing-masing ilmu mempunyai metodenyasendiri-sendiri, yang paling cocok
dengan masalahnya sendiri.
b. Setiap masalah particular memerlukanmetode uniknya sendiri
c. Secara historis, para ilmuan dalam bidang yang sama dalam waktu yang
berbeda, memakai metode yang sama sekali berbeda, lantaran berbeda dalam
perkembangan teoritis dan temuan teknologis.
d. Perkembangan yang cepat dalam banyak ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin lama semakin bergantung dewasa ini, memerlukan
perkembangan berbagai metodologi bru yang cepat, berkenaan dengan maslah
yang ruwet dan dinamis
e. Siapa saja yang concern pada metode ilmiah harus mengakui bahwa metode
ini mempunyai tahapan-tahapan yang membutuhkan metode yang berbeda
pula.
Secara lebih Khusus Archie J. Bahm menjelaskan bahwa metode ilmiah meliputi 5
langkah, yaitu:
a. menyadari akan masalah
b. menguji masalah
c. mengusulkan teori
d. menguji usulan atau proposal
e. memecahkan masalah
4. Adanya aktifitas
Ilmu pengetahuan adalah apa yang dikerjakan oleh para ilmuan, yang
kemudian biasa disebut ‘ riset ilmiah’. Riset demikian mempunyai dua aspek:
aspek individu dan aspek sosial
5. Adanya kesimpulan
Kesimpulan – pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah- adalah
tujuan ilmu pengetahuan.
6. Adanya Pengaruh
Ilmu pengetahuan adalah apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan. pengaruh yang
ditibulkan ilmu pengetahuan begitu beragam dan dapat dihubungkan pada dua hal,
yaitu: a). terhadap teknologi dan industri melaui apa yang disebut dengan ilmu
terapan. b). Pengaruh ilmu terhadap-atau dalam- masyarakat dan peradaban.
B. Pelajaran dari Archie J. Bahm: Keprihatinan dan Perhatian ( concern)
Kegiatan keilmuan dan pengembangan ilmu terkait denagn dua pertimbangan,
yaitu pertimbangan objektivitas dan pertimbangan nilai.
Pertama, para ilmuan hanya menggunakan satu pertimbangan yaitu nilai Kebenaran
dengan mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai metafisik yang lain.
kedua, para ilmuan memandang sangat perlu memasukan pertimbangan nilai-nilai
etni, kesusialaan, dan kegunaan untuk melengkapin pertimbangan nilai kebenaran
yang akhirny sampai pada prinsip bahwa ilmu pengetahuanharus bertaut nilai.