Proposal TA Ari Virdiansyah P

29
GEOMETRI AKIFER DAERAH JATINANGOR DAN SEKITARNYA PROPOSAL TUGAS AKHIR Oleh: Ari Virdiansyah Putra 270110110165 FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

description

Geometri jatinangor

Transcript of Proposal TA Ari Virdiansyah P

Page 1: Proposal TA Ari Virdiansyah P

GEOMETRI AKIFER DAERAH JATINANGOR DAN

SEKITARNYA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh:

Ari Virdiansyah Putra

270110110165

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

JATINANGOR

2014

Page 2: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber kehidupan.Seluruh mahkluk hidup di dunia ini

membutuhkan air untuk kebutuhan hidupnya.Manusia terutama membutuhkan air

untuk keperluan hidupnya seperti untuk minum, makan, mencuci dan lain-lain.

Airtanah adalah air yang berada di lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan

tanah yang merupakan hasil dari siklus hidrologi. Jenis batuan mempengaruhi

keberadaan airtanah. Sifat batuan piroklastik yang pada umumnya berpori dan

tidak kompak dapat menjadi akuifer yang baik. Jatinangor merupakan salah satu

contoh daerah yang bersusun batuan piroklastik. Morfologi daerah jatinangor

berupa daerah vulkanik yang cocok sebagai daerah resapan sehingga daerah ini

memiliki potensi air yang baik

Ketersediaan airtanah di bumi ini semakin terbatas dengan semakin

berkembangnya peradaban manusia. Lebih dari 98% air bersih yang tersedia

untuk kebutuhan manusia yaitu berupa airtanah yang keterdapatannya hanya

0.61% dari keseluruhan air yang ada di bumi ini. Airtanah mempunyai peranan

penting untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk

kepentingan domestik ataupun industri. Perkembangan tata guna lahan yang cepat

khususnya di daerah berkembang mengakibatkan kebutuhan airtanah meningkat,

salah satunya yaitu daerah jatinangor. Pembangunan gedung, rumah, jalan, dan

lain lain di jatinangor ini sedang berkembang pesat. Untuk itu diperlukan

pengelolaan airtanah yang baik dan benar agar terjadi keseimbangan untuk

penggunaan airtanah ini.

2 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 3: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi

hidrogeologi daerah jatinangor, mengetahui bentuk akuifer dan sebarannya, dan

dan mengetahui sistem aliran airtanah yang terjadi di daerah penelitian yang

selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan daerah resapan dan konservasi

airtanah.

1.3 Identifikasi masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu :

a. Bagaimana kondisi hidrogeologi daerah penelitian?

b. Bagaimana bentuk dan sebaran akuifer yang terdapat di daerah

penelitian tersebut?

c. Bagaimana sistem pola aliran airtanah yang terjadi di daerah penelitian

tersebut ?

1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dijadikan daerah penelitian yaitu daerah jatinangor. Penelitian

direncanakan dilaksanakan selama 3bulan.

KEGIATANFEBRUARI MARET APRIL

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Tahap Persiapan

Tahap pengumpulan

data

Tahap pengolahan

data

Tahap penyusunan

laporan

3 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 4: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiografi Regional

Bentuk muka bumi yang kita lihat sekarang merupakan hasil dari proses

geologi berupa tenaga endogen dan pengaruh cuaca sebagai tenaga eksogen.

Proses – proses yang terjadi memberikan bentuk fisiografi yang beragam seperti

yang terjadi di jawabarat ini. Menurut Van Bemmelen (1949) yang dimodifikasi

oleh Martodjodjo (1984)(gambar 2.1) dibagi menjadi 6 zona meliputi :

1. Zona Gunungapi Kuarter

2. Zona Dataran Pantai Jakarta

3. Zona Bogor

4. Zona Kubah dan Pegunungan pada Zona Depresi Tengah

5. Zona Bandung

6. Zona Pegunungan Selatan Jawa-Barat

Gambar 2.1 Jalur Fisiografi Jawa Barat dan Banten (modifikasi dari Van Bemmelen, 1949)

4 Geometri akifer daerah jatinangor

Daerah penelitian

Page 5: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

Berdasarkan pembagian diatas, daerah penelitian termasuk kedalam zona

bandung. Zona Bandung merupakan daerah gunung api, zona ini merupakan suatu

depresi bila dibandingkan dengan Zona Bogor dan Zona Pegunungan Selatan

yang mengapit zona ini. Zona Bandung sebagian besar terisi oleh endapan

vulkanik muda produk dari gunung api disekitarnya. Gunung – gunung berapi

terletak pada dataran rendah antara kedua zona itu dan merupakan dua barisan di

pinggir Zona Bandung pada perbatasan Zona Bogor dan Zona Pegunungan

Selatan.

Zona Bandung sebagian terisi oleh endapan – endapan alluvial dan

vulkanik muda (kuarter), tetapi di beberapa tempat merupakan campuran endapan

tersier dan kuarter. Zona Bandung merupakan puncak geantiklin Jawa Barat,

kemudian runtuh setelah pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian terisi oleh

endapan gunungapi muda. Dalam Zona Bandung, terdapat beberapa tinggian yang

terdiri dari endapan sedimen tua yang menyembul diantara endapan vulkanik.

Salah satu yang penting adalah G. Walat di Sukabumi dan Perbukitan

Rajamandala di daerah Padalarang. Dari penyelidikan ini, Zona Bandung dalam

sejarah geologinya tidak dapat dipisahkan dengan Zona Bogor, kecuali oleh

banyaknya puncak-puncak gunungapi yang masih aktif sampai sekarang.

Lokasi penelitian berada di timur laut dari Zona Bandung. Daerah ini

terdiri dari endapan vulkanik muda yang diperkirakan berasal dari gunungapi

kuarter.

2.2 Stratigrafi Regional

Menurut P.H Silitonga (1973) stratigrafi daerah jatinangor terdiri dari tiga

satuan batuan yaitu Hasil Gunungapi Muda tak Teruraikan, Satuan Lava

Gunungapi Muda, dan Satuan Endapan Danau.

5 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 6: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

2.2.1 Satuan Gunungapi Muda tak Teruraikan

Satuan batuan ini terdiri dari pasir tufaan, lapili, Breksi, Lava, Aglomerat,

sebagian berasal dari G. Tangkubanperahu dan sebagian dari G. Tampomas.

Antara Sumedang dan Bandung batuan ini membentuk dataran – dataran kecil

atau bagian – bagian rata dan bukit – bukit rendah yang tertutup oleh tanah yang

berwarna abu – abu kuning dan kemerahan.

2.2.2 Satuan Lava Gunungapi Muda

Satuan ini berumur Kuarter, didominasi oleh lava, merupakan batuan

utama pembentuk Gunung Geulis.

2.2.3 Satuan Endapan Danau

Satuan ini terdiri dari lempung tufaan, batupasir tufaan, kerikil tufaan.

Membentuk bidang – bidang perlapisan mendatar di beberapa tempat.

Mengandung kongkresi – kongkresi gamping, sisa sisa tumbuhan, moluska air

tawar dan tulang – tulang binatang bertulang belakang. Setempat mengandung

sisipan breksi. Satuan berumur kuarter.

2.4 Hidrogeologi Regional

2.4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi

oleh pembatas topografi, yang merupakan satu kesatuan sungai dan anak-anak

sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang

berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami.

Berdasarkan Keputusan Presiden No 12 Tahun 2012 tentang penetapan

wilayah sungai, daerah jatinangor merupakan bagian dari daerah aliran Sungai

Citarum. Daerah penelitian yang merupakan sub-DAS Cileles terdapat di sebelah

6 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 7: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

timur dari DAS Citarum. Muara dari sub-DAS Cileles ini terdapat pada DAS

Citarum bagian hulu.

2.4.2 Cekungan Air Tanah (CAT)

Cekungan Air Tanah (CAT) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti

proses pengimbunan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.

Berdasarkan Peta Cekungan Air Tanah Indonesia wilayah Jabar dan DKI

(Sukrisna dkk, 2004), daerah jatinangor termasuk kedalam cekungan air tanah

Bandung-Soreang dan cekungan air tanah Sumedang.

2.5 Tinjauan Hidrologi Umum

Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas

maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air, serta reaksinya

terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan.

2.5.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi bermula dari air di laut. Air laut mengalami penguapan

(evaporasi) lalu terakumilasi di atmosfer. Air yang menguap sebagian jatuh ke

laut, lalu sebagian lagi jatuh ke daratan oleh proses hujan (presipitasi). Beberapa

dari air berubah menjadi es dan glasier, lalu sebagian bergerak di daratan dan

mengisi danau. Lalu sebagian lagi mengalir pada aliran sungai dan sebagian lagi

meresap (infiltrasi) ke dalam tanah di recharge zone dan menjadi air tanah (Fetter,

2001).

7 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 8: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

Gambar 2.2 Gambaran Siklus Hidrologi

2.5.2 Sifat Akifer

Akifer adalah suatu unit geologi yang bisa menyimpan dan mengalirkan

air dalam jumlah yang berarti (ekonomis) di bawah kondisi lapangan. Secara

keilmuan, akifer merupakan suatu formasi yang mengandung air yang cukup

jenuh dengan material bersifat permeable serta mampu mengalirkan atau

mengeluarkan sejumlah air melalui pemboran dan mata air. Sesuai dengan

definisinya, maka tidak setiap batuan dapat menjadi akifer. Terdapat batuan yang

berperan sebagai lapisan penyekat (confining bed) yang bersifat :

1. Akiklud adalah lapisan yang kedap air, dengan nilai konduktivitas

Hidrolik yang sangat kecil, sehingga hanya mampu menyimpan air,

tetapi tidak dapat mengalirkan dalam jumlah yang berarti misalnya

lempung, serpih, tuf halus, lanau.

2. Akitar adalah lapisan yang permeable dengan nilai konduktivitas

Hidrolik yang kecil sehingga masih memungkinkan untuk menyimoan

air dan mengalirkan dalam jumlah yang terbatas. Contohnya lempung

pasiran.

8 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 9: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Porositas Primer Porositas Sekunder

Antar Butiran Rekahan Pelarutan

Proposal Tugas akhir 2015

3. Akifug adalah lapisan yang relative impermeable, tidak mengandung

air dan tidak mengalirkan air. Contohnya batu granit yang kompak.

Karakteristik suatu akuifer ini dipengaruhi oleh berbagai macam sifat fisik

dari batuan penyusunnya. Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 3

jenis media aliran airtanah yaitu media sistem pori, sistem rekahan, dan sistem

pelarutan.

Gambar 2.3 Gambaran model sistem aliran pada akifer (S. Mandel, 1981)

Secara hidrodinamik, di alam terdapat 3 tipe akifer yaitu :

1. Akifer tertekan (Confined Aquifer)

Merupakan suatu akifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh

lapisan bersifat akifug atau akiklud.

Gambar 2.4 Gambaran akifer tertekan (Confined Aquifer)

9 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 10: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

2. Akifer tidak tertekan (Unconfined Aquifer)

Merupakan akifer yang pada bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan

yang impermeable, sedangkan lapisan atasnya berupa muka airtanah

Gambar 2.5 Gambaran akifer tak tertekan (Unconfined Aquifer)

3. Akifer bocoran (semi confined / leaky Aquifer)

Merupakan akifer yang dibatasi oleh lapisan semi permeable / lapisan

akitar.

Gambar 2.6 Gambaran akifer bocoran (semi confined / leaky Aquifer)

2.6 Metode Geofisika

Secara umum geofisika merupakan suatu cara untuk mempelajari sifat

fisik bumi dengan menggunakan prinsip – prinsip fisika dan matematika. Geologi

10 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 11: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

dan geofisika memiliki kesamaan dalam memecahkan suatu masalah dengan

objek bumi. Namun geofisika lebih meninjau objek bumi dengan sifat fisika di

bawah permukaan bumi.

2.6.1 Metode Geolistrik

Metode Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk

mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah

dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai

tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah

elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu.

Pengukuran ini dilakukan dengan mendeteksi besarnya beda potensial,

arus listrik yang mengalir di dalam bumi baik secara alami maupun injjeksi arus

ke dalam bumi. Dalam pelaksanaanya pengukuran tahanan jenis dilakukan dengan

menggunakan arus searah atau bolak – balik berfrekuensi rendah yang dialirkan

ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus (A dan B), lalu beda potensialnya

diukur melalui dua buah elektroda potensial (M dan N). Besar beda potensial yang

terjadi diukur di permukaan dengan dua elektroda potensial. Lalu hasil

pengukuran yang diinjeksikan dan beda potensial yang terjadi untuk setiap jarak

elektroda yang berbeda akan memberikan variasi harga tahanan jenis. Variasi nilai

tersebut menunjukan adanya variasi lapisan batuan di bawah permukaan.

Konsep dasar resistivity menganggap bahwa bumi berlapis secara

horizontal dan setiap lapisannya bersifat homogeny serta isotropik (sifat sama).

Apabila bumi dianggap sebagai medium yang homogeny isotropik, maka harga

tahanan jenis yang diukur adalah harga yang sebenarnya. Namun pada

kenyataannya bumi bukanlah medium yang homogeny dan isotropik. Oleh karena

itu harga tahanan jenis hasil pengukuran bukan merupakan harga yang sebenarnya

melainkan merupakan harga tahanan jenis semu.

Data hasil pengukuran geolistrik memberikan nilai – nilai resistivitas di

bawah permukaan. hal ini dapat membantu dalam menginterpretasi keadaan

11 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 12: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

geologi di bawah permukaan dengan mengetahui nilai – nilai resistivitas batuan,

serta dengan bantuan pengolahan software yang dapat menggambarkan distribusi

resistivitas pada keadaan setempat. Hal ini dikorelasikan dengan berbagai falsafah

geologi sehingga menghasilkan gambaran keadaan bawah permukaan yang

mendekati akurat.

Pengukuran geolistrik pada batuan dilakukan dengan menerapkan Hukum

Ohm’s dengan anggapan bahwa batuan tersebut bersifat homogeny dan isotropik.

R=∆VI

dan R= ρLA

Dimana :

R = Resistensi (Ω)

V = Potensial (V)

I = Kuat arus (A)

L = Panjang medium (m)

A = Luas penampang (m2)

ρ = Resistivitas (Ωm)

Dari injeksi arus ( i ) yang dilakukan, didapatkan beda potensial ( V ) di titik lain,

sehingga akan didapatkan nilai resistivitas :

ρa = k. V/I

Dimana k adalah faktor geometri yang bergantung kepada susunan

elektroda yang digunakan. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai R sebagai V/I,

sehingga akan didapat :

12 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 13: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

ρa = k.R

dimana nilai resistivitas yang terukur adalah nilai resistivitas semu, untuk

mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya dilakukan pengolahan dan perhitungan

inverse secara manual maupun software. Untuk mengkonversi harga resistivitas

ke dalam bentuk geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga

resistivitas untuk setiap tipe material dan struktur daerah survey. Harga resistivitas

batuan, mineral, tanah dan unsur kimia secara umum telah diperoleh melalui

berbagai pengukuran dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses konversi

(Telford, et al., 1990).

Menurut Bisri (1991) Ada beberapa macam aturan pendugaan lapisan

bawah permukaan tanah dengan geolistrik ini, antara lain : aturan Wenner, aturan

Schlumberger, aturan ½ Wenner, aturan ½ Schlumberger, dipole-dipole dan lain

sebagainya. Prosedur pengukuran untuk masing-masing konfigurasi bergantung

pada variasi resistivitas terhadap kedalaman yaitu pada arah vertical (sounding)

atau arah lateral (mapping) (Derana,1981).

Gambar 2.7 Beberapa konfigurasi elektroda dan faktor Geometrinya

13 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 14: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

2.6.2 Well Logging

Geophysics Well Logging merupakan suatu metode geofisika yang

mengukur besaran-besaran fisik batuan yang memberikan informasi bawah

permukaan yang meliputi karakteristik litologi, ketebalan lapisan, kandungan

fluida, korelasi struktur, dan kontinuitas batuan dari lubang bor (Gordon H.,

2004).

Logging adalah teknik untuk mengambil data-data dari formasi dan lubang

sumur dengan menggunakan instrumen khusus. Logging geofisik dirancang tidak

hanya untuk mendapatkan informasi geologi, tetapi untuk memperoleh berbagai

data lain, seperti kedalaman, ketebalan dan kualitas lapisan, dan sifat geomekanik

batuan pengambilan sampel fluida formasi, pengukuran tekanan formasi,

pengambilan material formasi (coring) dari dinding sumur, dsb, dan juga

mengkompensasi berbagai masalah yang tidak terhindar apabila hanya dilakukan

pengeboran, yaitu pengecekan kedalaman sesungguhnya dari lapisan penting.

Logging tool (peralatan utama logging, berbentuk pipa pejal berisi alat

pengirim dan sensor penerima sinyal) diturunkan ke dalam sumur melalui tali baja

berisi kabel listrik ke kedalaman yang diinginkan. Biasanya pengukuran dilakukan

pada saat logging tool ini ditarik ke atas. Logging tool akan mengirim sesuatu

sinyal (gelombang suara, arus listrik, tegangan listrik, medan magnet, partikel

nuklir, dsb.) ke dalam formasi lewat dinding sumur. Sinyal tersebut akan

dipantulkan oleh berbagai macam material di dalam formasi dan juga material

dinding sumur. Pantulan sinyal kemudian ditangkap oleh sensor penerima di

dalam logging tool lalu dikonversi menjadi data digital dan ditransmisikan lewat

kabel logging ke unit di permukaan. Sinyal digital tersebut lalu diolah oleh

seperangkat komputer menjadi berbagai macam grafik dan tabulasi data yang

diprint pada continuos paper yang dinamakan log. Well loging dapat digunakan

dalam bidang eksplorasi minyak dan gas, batubara, air bawah tanah dan

geoteknik.

14 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 15: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

Geofisika merupakan ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk

mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi atau dapat

pula diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-

prinsip fisika. Hal ini berhubungan erat kaitannya dengan ilmu geologi dan

hidrogeologi. Pada penelitian ini studi geofisika dimaksudkan untuk memperoleh

informasi bawah permukaan bumi, struktur batuan dan yang terkandung di

dalamnya.

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian ini meliputi aspek – aspek geomorfologi, geologi, dan

hidrogeologi di daerah penelitian yang ditunjang oleh berbagai data berupa data

primer maupun sekunder.

3.2 Tahap Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu :

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Pengumpulan Data

3. Tahap Interpretasi Data

4. Tahap Penulisan Laporan

3.2.1 Tahap Persiapan

Tahap ini berupa tahap awal sebelum melakukan pengamatan dan

penelitian. Tahap ini meliputi :

1. Studi literatur geologi regional peneliti terdahulu pada daerah penelitian.

15 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 16: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

2. Studi literatur hidrogeologi regional peneliti terdahulu pada daerah

penelitian.

3. Menyusun kerangka kerja

3.2.2 Tahap Pengumpulan Data

Dalam tahap ini merupakan proses menghimpun data – data yang akan

digunakan dalam penelitian yaitu berupa data yang berhubungan dengan aspek

geomorfologi, geologi, geolistrik dan hidrogeologi sebagai data primer, dan data

sekunder berupa data hasil studi pustaka, citra pengindraan jauh, data pemboran,

serta data – data peneliti terdahulu mengenai daerah penelitian.

3.2.3 Tahap Pengolahan / Analisis Data

Data – data yang diperoleh dari tahapan sebelumnya kemudian dianalisis

sehingga memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi penulis.

Adapun analisis – analisis yang dilakukan meliputi :

1. Analisis data geomorfologi dan geologi

Pengamatan geomorfologi dilakukan berdasarkan interpretasi pengindraan

jauh berupa Dem dan citra satelit, dan interpretasi pola aliran sungai yang

selanjutnya digunakan untuk menentukan pembagian geomorfologi menjadi

sistem morfologi tertentu untuk dikorelasikan dengan data geologi dan data

hidrologi daerah penelitian. Pengamatan geologi di lapangan ini mengacu kepada

peta geologi peneliti terdahulu yang tedapat pada peta geologi pada BAB II dan

data primer yang didapat dari hasil penelitian di lapangan. Diambil beberapa

sampel untuk dianalisa lebih lanjut. Gambaran keadaan geologi di daerah

penelitian dijadikan acuan untuk mengetahui karakteristik lapisan akifer di daerah

penelitian.

2. Analisis data hidrogeologi

16 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 17: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

Analisis ini meliputi analisis data lapangan yang di dapat di beberapa titik

berupa sumur dangkal, dan mataair daerah penelitian. Data yang di analisis berupa

data sifat fisik air antara lain :

1. Suhu udara

2. Suhu air

3. Konduktivitas elektrik (EC)

4. Total zat padat terlarut (Tds)

5. Nilai keasaman (pH)

6. Debit mataair, dan debit aliran (Q)

7. Konduktivitas hidrolik (K)

8. Transmisivitas (T)

9. Storivitas (S), dll.

3. Analisis data geolistrik

Pendugaan geolistrik ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran

mengenai lapisan tanah di bawah permukaan dan kemungkinan terdapatnya air

tanah dan mineral pada kedalaman tertentu. Pendugaan geolistrik ini didasarkan

pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang

berbeda apabila dialiri arus listrik. Air tanah mempunyai tahanan jenis yang lebih

rendah daripada batuan mineral.

Survei resistivitas akan memberikan gambaran tentang distribusi

resistivitas bawah permukaan. Harga resistivitas tertentu akan berasosiasi dengan

kondisi geologi tertentu. Untuk mengkonversi harga resistivitas ke dalam bentuk

geologi diperlukan pengetahuan tentang tipikal dari harga resistivitas untuk setiap

tipe material dan struktur daerah survey. Harga resistivitas batuan, mineral, tanah

dan unsur kimia secara umum telah diperoleh melalui berbagai pengukuran dan

dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses konversi (Telford, et al., 1990). Nilai

resistivitas sebenarnya dapat dilakukan dengan cara pencocokan (matching) atau

dengan metode inversi.

17 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 18: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

Hasil pengolahan data yang diperoleh berupa penampang resistivitas yang

menggambarkan nilai distribusi lapisan bawah permukaan tanah pada masing-

masing titik sounding. Pada penampang resistivitas tersebut, perubahan nilai

resistivitas dinyatakan dalam bentuk citra warna yang berbedabeda dengan

kedalaman atau ketebalan lapisan tertentu sesuai dengan nilai resistivitasnya.

4. Analisis data pemboran

Data pemboran adalah data sekunder berupa macam grafik dan tabulasi

data. Biasanya data yang didapat berupa log gamma ray, density, neutron, log

sonic dll. Data tersebut di olah dan dianalisis untuk mendapatkan informasi bawah

permukaan yang meliputi karakteristik litologi, ketebalan lapisan, kandungan

fluida, korelasi struktur, dan kontinuitas batuan dari lubang bor.

5. Korelasi data

Korelasi data diperlukan agar data yang dianalisis dapat valid dengan

tingkat kebenaran lebih besar. Pengkorelasian dimulai dengan menghubungkan

antara morfologi dengan hidrologi daerah penelitian. Data geolistrik dan data

pemboran dikorelasikan dengan data hidrogeologi dan data geologi untuk

menentukan geometri akifer, sebaran akifer dan parameter hidrolik.

3.2.4 Penulisan Laporan

Pada tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari semua kegiatan

penelitian. Data hasil pengamatan di lapangan dianalisa dan diinterpretasikan di

studio dan di tulis dalam bentuk sebuah laporan.

18 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 19: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Tahap Persiapan

Proposal Tugas akhir 2015

3.3 Bagan Alur Penelitian

Gambar 3.1 Bagan diagram alur penelitian

19 Geometri akifer daerah jatinangor

Studi literatur geologi

Studi literatur hidrogeologi

Pembuatan kerangka kerja

Tahap pengumpulan data

Pengamatan kondisi

geomorfologi

Pengamatan dan pemetaan

geologi

Pengamatan dan pemetaan

hidrogeologi

Pencariandata – data sekunder

Tahap pengolahan / analisis data

Litologi Sifat fisik air tanah

Tahanan jenis batuan

Korelasi data dan interpretasi geometri akifer

Geometri akifer daerah penelitian

Page 20: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

DAFTAR PUSTAKA

Broto, Sudaryo., Rohima Sera Afifah. 2008. Pengolahan Data Geolistrik dengan

Metode Schlumberger.

Fetter, C. W. 2001. Applied Hydrogeology. London-Australia-Singapore-Canada-

Japan-Malaysia-New Jersey. Pearson Education.

Hadian, Dkk. 2006. Sebaran Akuifer dan Pola Aliran Air Tanah di Kecamatan

Batucepet dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Proponsi Banten. Jurnal

Geologi Indonesia.

Halik, Gusfan., Jojok Widodo S. 2008. Pendugaan Potensi Air Tanah dengan

Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger di Kampus Tegal Boto

Universitas Jember.

Harnandi, Dadi, Dkk. 2006. Pengelolaan Airtanah Cekungan Airtanah Bandung.

Buletin Geologi Tata Lingkungan. Bandung.

Juandi. 2008. Analisis Air Bawah Tanah dengan Metode Geolistrik. Journal of

Environment Science.

Keputusan Presiden No 12 Tahun 2012. Jakarta. Presiden Republik Indonesia.

Kruseman, G. P. and De Ridder, N. A. 1994.Analysis and Evaluation of Pumping

Test Data.Wageningen.International Institute for Land Reclamation and

Improvement.

20 Geometri akifer daerah jatinangor

Page 21: Proposal TA Ari Virdiansyah P

Proposal Tugas akhir 2015

Marta, J., Adidarma, W. 1983. Mengenal Dasar–Dasar Hidrologi. Bandung: Nova

Silitonga, P.H. 1973.Peta Gelogi Regional lembar Bandung. Bandung. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sukrisna dkk. 2004. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Barat dan Daerah

Khusus Ibukota Jakarta. Bandung. Departemen Energi dan Sumberdaya

Mineral.

Virman. 2014. Aplikasi Metode Geolistrik untuk Menentukan Model Penyebaran

Air Tanah Daerah Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura. Prosiding

Seminar Nasional Geofisika. Makasar.

21 Geometri akifer daerah jatinangor