Proposal TA Que

download Proposal TA Que

of 38

Transcript of Proposal TA Que

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Dewasa ini pembuangan bahan kimia, limbah maupun pencemar lain ke

badan air semakin hari semakin meningkat yang salah satu pen yebabnya yakni adanya aktifitas/kegiatan manusia dalam pelaksanaan pembangunan

berkelanjutan, hal ini diperparah dengan adanya peningkatan secara intensif dari penggunaan anorganik toksik dan bahan organic di dalam kegiatan produksi pada sector industry salah satunya ialah penggunaan asam sianida pada industry pertambangan emas. Keberadaan anorganik toksik seperti Sianida (CN) di dalam badan air dengan konsentrasi tinggi bila masuk ke dalam rantai makanan akan berdampak buruk bagi organisme terutama organisme yang menjadi pemuncak dari piramida makanan tersebut. Konsentrasi anorganik toksik tersebut akan semakin tinggi dan terakumulasi seiring dengan semakin tingginya tingkatan suatu organisme di dalam suatu rantai makanan dan piramida makanan yang kita kenal sebagai bioakumulasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu tindakan pemulihan terhadap badan air yang sudah terkontaminan oleh anorganik toksik agar tidak berdampak buruk bagi lingkungan perairan terutama kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Salah satu tindakan pemulihan yang dapat dilakukan yakni dengan memanfaatkan penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan dan menurunkan konsentrasi anorganik toksik di dalam badan air atau yang lebih dikenal dengan Fitoremediasi. Banyak jenis tanaman yang dapat digunakan di dalam teknologi Fitoremediasi untuk menurunkan dan menghilangkan konsentrasi dari anorganik toksik seperti Sianida (CN) salah satunya yaitu Azolla sp. Selain Azolla sp tanaman lain yang dapat digunakan untuk menurunkan dan menghilangkan konsentrasi dari anorganik tosik yaitu genjer (Limnocharis flava) dan Ipomoea sp. Dimana fitoproses yang terjadi dalam tumbuhan ini berupa fitoekstrasi yakni proses penyerapan kontaminan dari medium tumbuhnya 1. Kelebihan dari

1

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Fitoteknologi Terapan. Hal 59

tumbuhan Azolla sp ini jika dibandingkan dengan tumbuhan fitoremediasi yang lain yaitu waktu pertumbuhan yang cepat karena berkembang biak dengan spora. Azolla sp merupakan satu-satunya genus dari paku air mengapung suku Azollaceae . Selain dapat digunakan sebagai tanaman Bioremediasi, Azolla juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau baik di lahan sawah maupun lahan kering hal ini dikarenakan kemampuan Azolla sp yang dapat bersimbiosis dengan bakteri Anabaena azollae yang dapat mengikat nitrogen langsung dari udara. 1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum Tujuan umum penulisan laporan tugas akhir adalah sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) di Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro 1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari Studi Analisis Fitoremediasi Efisiensi Penurunan Konsentrasi Sianida (CN) dengan Menggunakan Azolla sp adalah: 1. Mengetahui seberapa besar batasan konsentrasi dari anorganik tosik sianida (CN- ) yang dapat memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan Azolla sp melalui Uji Toksikologi serta mengetahui mekanisme penyerapan anorganik toksik Sianida (CN) oleh tumbuhan Azolla sp yang digunakan di dalam teknologi Fitoremediasi terhadap Penurunan konsentrasi dari anorganik toksik Sianida (CN) sebagai kontaminan di dalam suatu lingkungan perairan. 2. Menetapkan laju reaksi yang terjadi dan konstanta laju reaksi yang terlihat dari hubungan penurunan konsentrasi anorganik tosik sianida (CN) melalui fitoproses pada tumbuhan Azolla sp dengan waktu penuran konsentrasi selama proses fitoremediasi berlangsung. 3. Menganalisis seberapa besar kemampuan dari tumbuhan Azolla sp sebagai tumbuhan fitoremediasi untuk menurunkan konsentrasi dari anorganik toksik sianida (CN) sebagai dasar pemecahan berbagai masalah lingkungan dengan penerapan fitoteknologi.

1.3.

Ruang Lingkup Ruang lingkup studi analisis ini meliputi lingkup keilmuan, masalah dan

sasaran. Penjelasan dari masing-masing ruang lingkup terdapat dalam uraian berikut. 1.3.1. Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan Studi Analisis Fitoremediasi Penurunan Konsentrasi Sianida (CN) dengan Menggunakan Azolla sp adalah termasuk dalam Ilmu Teknik Lingkungan, khususnya tentang Pengelolaan Buangan Industri dan Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun. 1.3.2. Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup studi analisis ini adalah penurunan konsentrasi anorganik toksik Sianida (CN) sebagai kontaminan lingkungan perairan dengan

menggunakan tumbuhan Azolla sp sebagai teknologi pemulihan Fitoremediasi pada skala laboratorium. 1.3.3. Ruang Lingkup Sasaran Sasaran studi analisis ini adalah mekanisme penyerapan dan penurunan konsntrasi anorganik toksik Sianida (CN) sebagai kontaminan lingkungan perairan dengan menggunakan Azolla sp di dalam teknologi pemulihan Fitoremediasi pada skala laboratorium.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Air Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehinga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.2 Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda 3: a. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi b. Sampah organik seperti comberan (sewage) menyebabkan

peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. c. Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan, air limbah tersebut memiliki efek termal terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air. Sumber Pencemar dapat dibedakan menjadi sumber domestik (rumah tangga) yaitu dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal, rumah sakit, dan sebagainya, serta sumber non domestik yaitu dari pabrik, industri, pertanian, perternakan, perikanan, transportasi dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan bentuk pencemar dapat dibagi menjadi bentuk cair, bentuk padat, dan bentuk gas serta kebisingan. 4

2

Dr. Ir. Dede Setiadi. Kumpulan Peraturan Perlindungan Lingkungan Hidup. Hal 298 www.wikipedia.com. Pencemaran Air. 19 April 2010 4 A. Tresna Sastrawijaya. Pencemaran Lingkungan. Hal 1053

Ol

karena it sebagian besar Pencemaran air ini disebabkan oleh adanya si enghasil an

kegiatan ataupun akti itas manusia, karena seti buangan atau li bah, bai

berupa li bah padat, li bah cair maupun gas.

Limbah cair dan air limbah yang paling banyak dihasilkan dari setiap manusia setelah melakukan berbagai aktifitasnya Berdasarkan sumbernya, pengertian dari air limbah adalah campuran dari limbah cair ataupun air limbah yang terbawa dan terbuang yang berasal dari rumah tangga, perusahaan kom ersial maupun industri yang masuk bersama aliran air dan mencemari air tanah maupun air permukaan.5

2.2 Si

id

Sianida merupakan senyawa kimia yang masuk kedalam cyano group (C yang tersusun atas satu atom carbon yang berikatan rangkap tiga denganatom hidrogen. Sianida ini bisa ditemukan dalam bentuk gas, solid maupun liquid , keberadaan sianida di dalam suatu badan lingkungan telah diketahui memberikan dampak negati karena sianida merupakan senyawan anorganik yang bersi at toksik. Sianida juga biasanya ditemukan dalam bentuk senyawa yang berikatan dengan unsur kimia lainnya, seperti hidrogen sianida, potasium sianida dan sodium sianida.

Gambar 2. 1 Stuktur Atom Sianida Sumber : www.Wiki edia.com

5

Metcal & ddy. Wastewater ngineering Treatment and Reuse. Hal 1

2.2.1 Sumber Siani a Sebagian besar sumber sianida berasal dari aktifitas dan kegiatan di bidang industri terutama sektor industri yang bergerak di dalam bidang pertambangan, sianida ini digunakan sebagai pelarut di dalam kegiatan penambangan emas maupun perak. Berikut adalah reaksi yang terjadi dari penggunaan sianida pada penambangan emas :

2 Au + 4 KCN + O2 + H2 O 2 Ag + 4 KCN + O2 + H2 O

2 K[Au(CN)2] + 2 KOH 2 K[Ag(CN)2] + 2 KOH

Selain digunakan pada kegiatan penambangan emas dan perak, sianida juga sering digunakan di dalam electroplating, metallurgy, produk kimia organik, photografi, produksi plastik, dan pengecatan kapal. Keberadaan sianida di badan lingkungan juga bisa secara alami melalui aktifitas dari beberapa bakteri, jamur dan alga yang dapat memproduksi sianida. Kandungan sianida juga dapat ditemukan di beberapa tumbuhan seperti bambu, kedelai dan bayam.6

2.2.2 Dampak Siani a Terha ap Kesehatan Manusia Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas k arena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.

6

Agency For Toxic Subtances And Disase Registry. 2006

Tanda awal dari keracunan sianida adalah : Hiperpnea sementara Nyeri kepala Disepnea Kecemasan Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul Tanda akhir sebagai ciri dari keracunan sianida adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari : Dosis sianida Banyaknya paparan Jenis paparan Tipe komponen dari sianida

2.3 Fitoreme iasi Istilah fitoremediasi berasal dari bahasa inggris yaitu phytoremediation, kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari bahasa yunani phyton yang berarti tumbuhan dan remediation yang berasal dari bahasa latin remedium yang berarti menyembuhkan. Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan zat pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. 7

7

Budhi Priyatno dan Joko Prayitno. Jurnal Berjudul Fitoremediasi Sebagai Sebuah Teknologi Pemulihan Pencemaran, Khususnya Logam Berat.

Fitoproses di dalam teknologi pemulihan fitoremediasi dapat dibagi menjadi : a. Fitoekstrasi Fitoekstrasi adalah proses penyerapan kontaminan dari medium tumbuhnya. Kontaminan terserap tumbuhan selanjutnya terdistribusi ke dalam berbagai organ tumbuhan (translokasi). Proses penyerapan kontaminan berlangsung sejalan dengan aliran transpirasi (transpiration stream) saat kejadian proses transpirasi.8 b. Rizofiltrasi Rizofiltrasi merupakan istilah lain dari fitofiltrasi, yang merujuk proses adsorpsi atau presipitasi pada akar 9 jadi dengan kata lain rizofilttrasi adalah Pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah proses pengendapan kontaminan ini terjadi karena koagulasi kontaminan dan juga kondisi pH air tanah.. c. Fitodegradasi Fitodegradasi merupakan proses metabolisme kontaminan di dalam jaringan tumbuhan 10, misalnya proses fotosintesis pada tumbuhan yang menguraikan karbon dioksida menjadi karbohidrat. d. Fitostabilisasi Fitostabilisasi adalah sebagai proses imobilisasi kontaminan dalam tanah. Naiknya kontaminan disebabkan terbawa aliran air tanah melalui proses kapiler ketika musim kemarau dan naiknya kontaminan mendekati permukaan tanah pada saat musim penghujan. Di samping itu, kotaminan naik menuju zona akar disebabkan oleh proses transpirasi tumbuhan, dengan naiknya kontaminan ke zona akar membuat kontaminan tersebut terakumulasi dan tidak dapat bergerak atau imobilisasi. 11 e. Fitovolatilisasi Terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepaskannya ke udara lewat daun, dapat pula kontaminan mengalami degradasi.12Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 59 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit, hal 56 10 Budhi Priyatno dan Joko Prayitno. Op.Cit., 11 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro.Op.Cit., hal 55 12 Budhi Priyatno dan Joko Prayitno. Op.Cit.,9 8

Di dalam penggunaan tumbuhan dengan menggunakan teknologi pemulihan fitoremediasi di dalam pengolahan air limbah, maka harus diperhatikan jenis tumbuhan, yaitu : 13 a. Jenis tumbuhan dapat tumbuhan air untuk mengolah limbah cair dan tumbuhan tanah untuk mengolah lumpur hasil pengolahan b. Jenis tumbuhan dipilih berdasarkan indeks pompa tumbuhan, RGR dan kemampuan absorpsi berbagai zat pencemar c. Kemampuan tumbuhan untuk mengalihkan aliran air limbah dari bak pengolahan menuju udara, dan efek zat terhadap tumbuhan

2.4 Azolla sp. Azolla merupakan satu-satunya genus dari paku air mengapung suku Azollaceae. Terdapat tujuh species yang termasuk dalam genus ini, ke tujuh jenis species ini yaitu : a. Asia b. Afrika Azolla nilotica Azolla japonica Azolla filiculoides Azolla pinnata

c. Amerika Azolla caroliniana Azolla mexicana Azolla microphylla

Klasifikasi Azolla sp. Kingdom Division Class Ordo Family Genus13

: Plantae : Pteridophyta : Pteridopsida : Salviniales : Salviniaceae : Azolla

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 253

Suku Azollaceae sekarang dianjurkan untuk digabungkan ke dalam suku Salviniaceae, berdasarkan kajian morfologi dan molekular. Azolla dikenal mampu bersimbiosis dengan bakteri biru-hijau Anabaena azollae yang mengikat langsung nitrogen dari udara, potensi ini yang membuat Azolla dapat digunakan sebagai pupuk hijau baik di lahan sawah maupun lahan kering.

Gambar 2. 2 Tumbuhan Paku air Azolla sp. Sumber : www. Wikipe ia.com

2.4.1 Morfologi Azolla sp. 2.4.2 Perkembangbiakan Azolla sp. Azolla dapat berkembang biak dengan beberapa cara yaitu secara vegetatif dan secara generatif. Pada perbanyakan secara vegetatif, cabang-cabang sisi memisahkan diri dari cabang utama atau batang induk, diikuti oleh pembentukan lapisan penutup luka akibat pemisahan. Selanjurnya cabang-cabang sisi yang memisah tumbuh menjadi tanaman dewasa yang bisa membentuk cabang-cabang baru. Perbanyakan secara vegetatif ini sangat cepat dengan waktu ganda (doubling time) biomasa sekitar 4 -5 hari. Dari tumbuhan yang memisahkan diri ini sampai menjadi Azolla, memerlukan waktu 10-15 hari. di dalam proses pertumbuhannya Azolla melalui tiga tahapan siklus pertumbuhan, ketika siklus pertumbuhan terebut adalah sebagai berikut : 1. Tahap pertama Tahap ini merupakan tahap pemunculan kecam bah dengan umur 7 10 hari setelah tumbuhan mulai berkecambah, kecambah tumbuh agak lambat dan mempunyai 1 8 anak daun dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,6 0,7 anak daun per hari tanpa tunas-tunas sisi.

2. Tahap kedua Tahap ini disebut juga tahap muda dengan umur antara 25 -35 hari setelah berkecambah. Pada tahap ini kecambah telah memiliki 2 11 tunas yang masing-masing menumbuhkan 4 7 anak daun per hari. 3. Tahap ketiga Tahap ini merupakan tahap mengembang dengan umur di atas 35 hari setelah berkecambah. Biasanya pada tahap ini masing-masing sporofit memiliki lebih dari 11 tunas dan memperbanyak secara cepat. Laju pertumbuhan rata-rata 15 18 anak daun per hari. Sporofit terbentuk setelah melalui tahap terjadinya zigot sebagai akibat adanya pembuahan sel telur oleh sperma.

Pertumbuhan Azolla dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air, temperatur, dan cahaya. Air merupakan prasarat bagi kelangsungan hidup azolla karena merupakan tempat untuk mengambil mineral. Dalam proses pertumbuhan dan fiksasi N2 di pengaruhi oleh temperatur, kualitas dan kuantitas cahaya, gas alam dan lain-lain. Pada siang hari dengan cuaca cerah, aktivitas fiksasi N2 udara sekitar 8 10 % lebih tinggi dari pada dalam keadaan berawan atau hujan. Pada malam hari aktivitas fiksasi N2 udara hanya 25 30 %. Adapun faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan Azolla adalah sebagai berikut : a. Derajat keasaman air dan tanah Azolla dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman tanah 3,5 10 bila faktor-faktor lainnya telah memenuhi syarat pertumbuhannya. Tanah dengan pH terlalu rendah dapat menimbulkan keracunan alumunium (Al) dan besi (Fe) serta diefisiensi fosfor. Agar pertumbuhan Azolla menjadi baik, maka pH harus dijaga dalam kisaran pH optimum untuk laju pertumbuhan Azolla yang tinggi yakni untuk pH tanah berkisar 4,5 7 sedangkan untuk pH air optimum berkisar 5 6.

b. Unsur hara Unsur hara sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan Azolla, terutama unsur fosfor (P). Tanah yang baik untuk pertumbuhan azolla biasanya mempunyai kandngan fosfat tinggi, tetapi kapasitas absorbsi fosfat rendah. Kekurangan fosfat pada tumbuhan Azolla ditandai oleh penampilan pertumbuhan yang kecil, warna agak merah sampai merah tua, vigor rendah, dan total nitrogen dalam Azolla rendah. Kekurangan fosfat yang sangat parah akan menyebabkan daun Azolla mengerut, berwarna merah kehitam-hitaman, dan pertumbuhan akar menjadi keriting. c. Air Ketersediaan air harus terjanmin dan mencukupi selama pertumbuhan Azolla. Ini disebabkan Azolla merupakan tumbuhan air yang tumbuh dan berkembang di atas permukaan air. Air yang cukup selama pertumbuhannya dapat meningkatkan laju pertumbuhan relatif, total biomas, dan kandungan nitrogen. Disamping itu, Azolla menghendaki kualitas air yang baik dan bebas dari pencemar. d. Temperatur Temperatur merupakan salah satu faktor lingkungan penting bagi pertumbuhan Azolla. Temperatur optimal untuk menghasilkan laju pertumbuhan Azolla yang tinggi berkisar antara 20 35 oC.

2.5 Toksikologi Toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu mengenai zat beracun 14. Toksik atau zat beracun sendiri diartikan sebagai suatu zat yang menghasilkan efek negatif bagi makhluk hidup 15, besarnya dampak negatif yang ditimbulkan akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dari suatu zat beracun tersebut. Dimana peningkatan respon dari

14

James R. Pfafflin dan Edward N. Ziegler. Encyclopedia Of Environmental Science and Engineering. Fifth Edition. Hal 1152 15 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro.Op. Cit., hal 2

dampak negatif yang ditimbulkan kemudian akan dikonversikan dengan peningkatan konsentrasi yang dapat dilihat melalui kurva dosis respon..16 Toksikan atau yang biasa disebut sebagai zat Xenobiotic adalah zat yang berada dalam lingkungan dan tidak dihaasilkan di alam (zat buatan manusia) yang tidak diperlukan makhluk hidup. 17 Bedasarkan pengertian dari zat xenobiotic dapat ditarik kesimpulan bahwa zat xenobiotic merupakan kontaminan. Toksikan ini diklasifikasikan berdasarkan kandungan zat karbon, yaitu zat organik dan zat anorganik. Zat organik adalah semua senyawa yang menggandung karbon kecuali karbondioksida dan bikarbonat; selebihnya adalah zat anorganik. Toksikan dapat berbentuk zat elemental (antara lain Hg), molekul (antara lain gas NOx), senyawa (antara lain CHCl3) dan campuran zat dalam media pembawanya (antara lain limah). Satuan ukuran toksikan adalah mg L-1, ppm, mol dan sejenisnya untuk bentuk toksikan zat, molekul dan senyawa. Satuan ppm, % dan sejenisnya untuk bentuk toksikan media pembawa zat. 18 Tingkatan toksisitas suatu zat dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :19 1. Berkaitan dengan toksikan itu sendiri Toksisitas toksikan dapat dipengaruhi oleh komposisi toksikan. Ada kemungkinan komponen toksikan mempunyai perbedaan toksisitas karena adanya sifat fisik kimia toksikan yang berkaitan dengan : Struktur molekul Kelarutan dalam air Tekanan uap Kecepatan hidrolisis, fotolisis, degradasi biologis, evaporasi, sorpsi, koefisien partisi dan lainnya.

16

17

James R. Pfafflin dan Edward N. Ziegler. Op. Cit., hal 1152 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 31 18 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 32 19 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 95 - 96

2. Berkaitan dengan pemaparan toksikan Toksikan akan menghasilkan efek negatif jika kontak dan bereaksi dengan target biota pada konsentrasi tertentu dan cukup waktu. Faktor-faktor yang berkaitan dalam pemaparan toksikan adalah : Jenis toksikan : toksikan hidrofilik (suka air) akan terlarut dalam air dan lebih cepat mengadakan kontak reaksi dibandingkan toksikan hidrofobik bagi biota pelagik. Durasi pemaparan : pemaparan jangka pendek (skala waktu jam, hari) yang secara umum lebih pendek dibandingkan dengan umur reproduksi biota dapat memberikan efek pendek (efek akut). Sedangkan pemaparan jangka panjang (skala waktu hari, minggu, bulan tahun) yang secara umum meliputi umur generasi biota mungkin diperlukan bagi toksikan mengadakan kontak reaksi dengan hasil efek kronis. Frekuensi pemaparan : frekuensi pemaparan bisa sekali, sesekali (berulang), atau kontinu. Konsentrasi toksikan : pada umumnya mengikuti frekuensi pemaparan. Pemaparan sekali terjadi pada konsentrasi tinggi dan menurun untuk pemaparan berulang hingga kontinu. 3. Berkaitan dengan lingkungan Sifat-sifat lingkungan sebagaimana yang mempengaruhi toksikan di atas juga mempengaruhi toksisitas toksikan. 4. Berkaitan dengan biota Toksisitas toksikan berbeda untuk berbagai spesies biota, karena adanya perbedaan ketahanan dan kemudahan spesies biota menerima toksikan. Perbedaan diantara spesies biota tersebut berkaitan dengan faktor-faktor genetik, umur dan status kesehatan.

2.5.1 Kriteria Efek Pencemar Dengan melalui pengujian toksisitas yang berdasarkan skala waktu (lama) pengujian dan skala tempat pengujian kita dapat menetapkan kriteria efek perusak dari suatu pencemar. Besaran efek pencemar ini dapat terjadi dalam waktu singkat yang disebut sebagai efek akut dimana skala waktu untuk efek akut adalah < 10 % umur kehidupan hayati. Untuk mendapatkan efek akut pada umumnya digunakan konsentrasi zat yang tinggi sehingga dalam waktu pendek dapat diketahui hasilnya. Sedangkan efek pencemar yang terjadi > 10 % umur hayati disebut sebagai efek kronis yang pada umumnya efek kronis dikaji berdasarkan konsentrasi zat yang lebih rendah mendekati mutu lingkungan yang sebenarnya. Besaran efek pencemar dinyatakan dalam konsentrasi pencemar oleh karena yang diukur adalah besaran pencemar dalam ekosistem (media dimana hayati hidup), bukan besaran pencemar yang masuk ke sistem biologis (dosis). Untuk efek perubahan bukan kematian maka kriteria efek dinyatakan secara kuantitatif sebagai konsentrasi efek (EC), misalnya EC50. EC50 adalah konsentrasi pencemar yang menyebabkan efek bukan kematian pada sejumlah 50 % ukuran hayati. Ukuran hayati dapat berupa populasi, kecepatan respirasi, keragaman spesies, dan lainnya. Hal yang sama berlaku untuk kriteria efek berupa kematian hayati, yang dinyatakan sebagai konsentrasi kematian (LC). Kegunaan kriteria efek, kejadian efek dan target hayati adalah untuk mengetahui :20 a. Tingkat toksisitas relatif antar pencemar terhadap spesies hayati tertentu b. Tingkat sensitivitas respon antar spesies hayati terhadap pencemar tertentu

20

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 36

2.5.2 Respon Biologis Respon biologis secara umum adalah respon struktural dan fungsional pada masing-masing tingkat organisasi biota yang berdasarkan tingkatan rantai makanan. Berikut adalah bebrapa contoh dari bentuk respon biologis, yaitu :21 Respon Struktural Penurunan ragam spesies, penurunan jumlah spesies, penurunan pertumbuhan spesies Respon Fungsional Ketidak seimbangan mata rantai makanan pada komunitas(antara lain kekurangan jumlah tumbuhan menyebabkan penurunan eksudat, yang mengurangi sumber makanan mikroba dan berakibat kepada penurunan jumlah mikroba), penurunan laju fotosintesis tumbuhan, penurunan laju respirasi mikroba.

2.6 Fitotoksikologi Zat-zat kimia dalam lingkungan tumbuhan, baik tanah, air maupun udara, dan zat terserap tumbuhan baik melalui akar maupun daun, dalam jumlah tertentu dan waktu tertentu dapat mengakibatkan efek negatif bagi tumbuhan. Efek negatif zat dapat berupa kerusakan struktur tumbuhan (misalnya kerdil) dan fungsi tumbuhan (misalnya hambatan fotosintesis). Kajian terhadap potensi efek negatif zat terhadap tumbuhan dikenal sebagai fitotoksikologi. 22 Peranan penting dari fitotoksikologi menentukan batasan dari kontaminan yang ditentukan oleh jumlah (konsentrasi) dan waktu (durasi) paparan kontaminan serta kondisi lingkungan lainnya dimana kontaminan tersebut dapat memberikan efek negatif bagi tumbuhan dan menjadi berkualifikasi sebagai pencemar atau toksikan tumbuhan.

21 22

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 102 Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 39

2.6.1 Ukuran Pertumbuhan sebagai In ikasi Respon Pertumbuhan tumbuhan adalah peningkatan ukuran struktur tumbuhan secara progresif dan ireversibel. Proses dasar tumbuhan menyangkut kebutuhan air dari tanah dan karbondioksida dari udara. Pada hari terang, tumbuhan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk mengubah karbondioksida dan air dalam tumbuhan untuk menjadi karbohidrat (disederhanakan dalam bentuk glukose) proses ini dikenal dengan fotosintesis. Selain melakukan fotosintesis tumbuhan juga

melakukan respirasi dimana karbohidrat dari hasil fotosintesis akan digunakan melakukan respirasi yang menghasilkan karbondioksida dan air serta energ yang diperlukan saat hari gelap sehingga kehidupan tumbuhan berkelanjutan. Waktu proses respirasi adalah lebih lama dibandingkan dengan lama waktu proses fotosintesis. Hasil proses fotosintesis adalah lebih besar dibandingkan hasil respirasi. Selama 24 jam terjadi akumulasi karbohidrat, yang disebut sebagai hasil fotosintesis neto. Secara visual, tumbuhan menampakan pertumbuhan. Hasil proses respirasi dapat sama dengan hasil proses fotosintesis, pada kondisi ini dikenal sebagai titik kompensasi. Selanjutnya, hasil proses respirasi dapat lebih besar dibandingkan dengan hasil proses fotosintesis, dalam kondisi demikian terjadi degradasi

pertumbuhan yang secara visual ditandai dengan daun menguning, mengering dan mati. Tumbuha tidak hanya memerlukan karbondioksida dan air, namun memerlukan zat-zat lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Zat-zat keperluan tumbuhan antara lain nitrogen anorganik, fosfor, kalium bahkan logam berat dalam jumlah kecil. Pola pertumbuhan tumbuhan adalah bertahap sigmoid : aklimatisasi, vegetatif, dan reproduksi/generatif. Aklimatisasi adalah tahap penyesuaian dengan lingkungan tumbuh. Pertumbuhan vegetatif dicirikan oleh peningkatan ukuran bagian-bagian tumbuhan (akar, batang, daun). Ciri pertumbuhan generatif adalah tumbuh bunga, buah dan perbanyakan tumbuhan. Pertumbuhan vegetatif

mempunyai laju pertumbuhan tercepat dibanding lainnya yang menjadi

dasar formulasi kuantitatif pertumbuhan tumbuhan dan fokus fitoteknologi untuk penerapan sanitasi lingkungan. Formulasi pertumbuhan tumbuhan dinyatakan sebagai berikut :23

GR (Growth Rate) = (Nt No)/(t 0) = dN/dt

Nt menyatakan ukuran tumbuhan pada waktu t dan No menyatakan ukuran tumbuhan pada waktu awal. Dalam penelitian fitoteknologi, ukuran awal antar tumbuhan harus mendekati sama (simpangan < 10%) : jumlah tumbuhan antar pot, luas daun, tinggi tumbuhan, berat b asah tumbuhan, lingkar batang, berat biji dan lainnya. Hasil-hasil pertumbuhannya dianalisis menggunakan laju pertumbuhan relatif berikut ini : 24

RGR (Relatitive Growth Rate) = (dN/dNo)/dt

Ukuran pertumbuhan adalah panjang, tinggi, berat, jumlah dan luas bagian-bagian tumbuhan maupun tumbuhan secara utuh. Tinggi tumbuhan adalah tinggi bagian tumbuhan di atas permukaan media tumbuh sampai pucuk tertinggi tanpa memperhatikan posisi daun. Jika posisi daun diluruskan memanjang dari batang maka panjang antar bagian tumbuhan di atas media tumbuh dan pucuk terpanjang merupakan panjang tumbuhan. Hal sama berlaku bagi kedalaman dan panjang akar. Pengukuran pertumbuhan panjang, tinggi, jumlah dan luas dapat dilakukan secara non destruktif, yaitu tumbuhan tetap berada dalam media tumbuhnya tanpa dicabut. Berat tumbuhan dapat dinyatakan sebagai berat basah dan berat kering. Berat basah (BB) adalah berat tumbuhan besih dari kotoran tanpa pengeringan tumbuhan. Berat kering (BK) adalah berat tumbuhan setelah dipanaskan dalam oven 80 0C (biasa berlaku dalam bidang pertanian) atau 105 0C (biasa berlaku untuk bidang lingkungan sesuai metode baku untuk pengukuran berat kering benda padat) sampai berat konstan. Pengukuran23 24

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 51 Sarwoko mangkoedihardjo dan Ganjar samudro. Ibid.

berat tumbuhan dilakukan secara destruktif, yaitu tumbuhan dicabut dari media tumbuhnya. Pengukuran tersebut menghasilkan kadar air tumbuhan sebesar :

Kadar Air = BB BK

2.6.2 Evapotranspirasi an Transpiransi sebagai In ikator Respon Pada hari terang, energi sinar matahari menggerakan air untuk mengalir melalui tumbuhan yang dikenal sebagai aliran transpirasi. Sebagian aliran transpirasi lepas keluar tumbuhan dalam bentuk uap air dan sebagian aliran transpirasi dalam tumbuhan diikat karbondioksida menjadi karbohidrat. Pada saat yang sama terlebih pada hari gelap terjadi aliran air dari hasil respirasi karbohidrat ditambah dengan aliran transpirasi yang keluar tumbuhan dalam bentuk uap air. Jika kita menganggap bahwa box dasar kehidupan tumbuhan merupakan ekosistem tumbuhan tertutup, sehingga kesetimbangan jumlah air antara lepasan aliran transpirasi dalam bentuk uap air dan bentukan respirasi adalah terjaga dalam kondisi pengaliran air secara berkelanjutan. Proses demikian adalah dasar untuk mengeksploarasi lebih jauh peristiwa transpirasi tumbuhan dalam ekosistem terbuka sesuai realita. Dalam ekosistem terbuka, ekosistem berkembang menjadi kontinum (kesatuan mata rantai) tanah (soil), air (water), udara (air) dan tumbuhan (plant), yang dikenal sebagai SWAP continum. Tumbuhan dapat mengambil air dari media lingkungannya, demikian juga sebaliknya. Udara mengambil air dari tumbuhan adalah pada saat kelembaban udara rendah (konsentrasi air di udara rendah) di bawah konsentrasi air dalam tumbuhan. Lepasan air dari tumbuhan ke udaa karena perbedaan konsentrasi tersebut dikenal sebagai proses difusi. Udara juga mengambil air dari tumbuhan pada saat temperatur udara tinggi, yang mampu menguapkan air dalam tumbuhan lepas ke udara. Lepasan air ke udara karena penguapan oleh temperatur udara disebut sebagai proses evaporasi air tumbuhan untuk membedakannya dengan evaporasi medium air di luar sistem tumbuhan. Lepasan air dari

tumbuhan ke udara melalui proses difusi dan evaporasi air tumbuhan tersebut mengakibatkan konsentrasi air tumbuhan menurun sampai pada tingkat di bawah konsentrasi air media tumbuhnya (air atau tanah). Dalam kondisi tersebut, akar menyerap air dari medium tumbuh dan masuk ke dalam sistem tumbuhan peristiwa penyerapan air oleh akar dikenal sebagai absorpsi. Jadi dalam realita SWAP, transpirasi adalah pelepasan air dalam bentuk uap dari permukaan tumbuhan melalui proses difusi dan proses evaporasi air tumbuhan, yang diikuti oleh proses absorpsi air dari medium tumbuhnya, dan menghasilkan aliran transpirasi dalam tumbuhan 25. Pada saat yang sama medium tumbuhnya mengalami evaporasi tanpa melalui sistem tumbuhan, dengan demikian jumlah lepasan air kolektif dari ekosistem SWAP diukur sebagai evapotranspirasi (ET). Untuk tujuan penilaian kemampuan tumbuhan menyerap air dalam jumlah sebesar-besarnya dalam pengolahan air limbah maupun

fitoremediasi lingkungan tercemar, maka dapat digunakan pendekatan perhitungan faktor evapotranspirasi sebagai index pompa tumbuhan dalam persamaan sebagai berikut :

TF = ET/E

Apabila beberapa jenis tumbuhan ditumbuhkan dalam media tumbuh yang sama, maka TF terbesar menunjukan tumbuhan tersebut adalah terbaik melakukan transpirasi air limbah atau air tercemar. Transpirasi ini menjadi penggerak fitoproses translokasi zat pencemar.

25

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Op. Cit., hal 63 - 64

2.6.3 Faktor Pengontrol Di dalam pengujian fitoremediasi faktor-faktor yang mempengaruhi dari kelangsungan hidup tumbuhan yang digunakan juga harus selalu diperhatikan. Berikut adalah beberapa faktor yang secara umum

berpengaruh bagi kelangsungan hidup tumbuhan yang digunakan sebagai teknologi pemulihan fitoremedisi : a. Disolved Oxygen (DO) Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya mahluk yang tinggal di air baik tanaman maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air. Selebihnya bergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktivannya, kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya. Umumnya laju konsumsi kelarutan oksigen dalam air, jika udara yang bersentuhan dengan permukaan air itu bertekanan 760 mm dan mengandung 21 % oksigen. 26 Kepekatan oksigen terlarut bergantung dari :27 1. Suhu 2. Kehadiran tanaman fotosintesis 3. Tingkat penetrasi cahaya yang tergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air 4. Tingkat kederasan aliran air 5. Jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air

26 27

A. Tresna Sastrawijaya. Op. Cit., hal 84 A. Tresna Sastrawijaya. Op. Cit., hal 85

b. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor fisik yang menentukan kualitas dari suatu badan air, hal ini di karena suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelarutan oksigen, Oleh karena itu para pakar ekologi berpendapat bahwa yang mengontrol kehidupan di bumi in pertama-tama ialah suhu28

.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada tumbuhan peningkatan suhu akan meningkatan laju penguapan air tumbuhan dan media tumbuhan yang berakibat pada penurunan konsentrasi air di dalam tumbuhan. Kenaikan suhu juga biasanya dapat meningkatkan akibat keracunan pencemar kimia dalam air, mengingat bahwa peningkatan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga menurunkan waktu reaksi pencemar. c. Kelembaban d. Derajat Keasaman (pH)

2.7 Reaktor Reaktor didefinisikan sebagai tempat, ruang atau volume ruang tertentu dimana didalamnya terjadi reaksi (baik secara kimiawi, fisik -kimiawi, biologis, maupun kombinasi diantaranya) antar reaktan untuk membentuk suatu prosuk yang diinginkan. Berikut adalah contoh dari bebrapa reaktor seperti : Proses koagulasi dimana didalam proses tersebut dibubuhkan bahan kimia koagulan alum ke dalam tangki koagulator yang disertai proses pengadukan cepat, di dalamnya terjadi kombinasi reaksi secara fisik ( pencampuran dan penambahan energi tumbukan antar spesies reaktan) dan reaksi-reaksi kimiawi (penggandengan antar reaktan yang bermuatan positif (Al3+) dan spesies bermuatan negatif dalam air baku) yang membentuk inti gumpalan (flok). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tangki koagulator merupakan reaktor kimiawi.

28

Darmono. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Hal 43

-

Proses penurunan konsentrasi BOD dalam badan air sungai, danau atau kolam oleh mikroorganisme yang ada di dalam air maka sungai, danau atau kolam merupakan bioreaktor alam.

Bedasarkan alirannya reaktor dibedakan menjadi : a. Continue Di dalam reaktor ini terdapat pola aliran continue yakni berupa aliran reaktan masuk ke dalam reaktor maupun aliran produk yang keluar reaktor. Misalnya Continues Mixing Flow Reaktor (CMFR) dan Plug Flow Reaktor (PFR) b. Batch Di dalam reaktor ini tidak tedapat aliran, baik reaktan yang masuk ke dalam reaktor ataupun produk yang keluar dalam reaktor. Contoh reaktor ini adalah batch reaktor (Jar test)

Berikut adalah jenis-jenis reaktor berdasarkan pola alirannya : a. Batch reaktor Biasanya reaktor ini digunakan untuk fase cair dan pada kapasitas produksi yang kecil. Keuntungan reaktor batch : Lebih murah dibandingkan reaktor alir Lebih mudah pengoperasiannya Lebih mudah dikontrol

Kerugian reaktor batch : Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah terjadi kebocoran pada lubang pengaduk) Waktu yang dibutuhkan lama, tidak produktif (untuk pengisian, pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat hasil, pembersihan reaktor, waktu reaksi)

Karena selama waktu alokasi reaksi, tidak terjadi aliran masuk dan keluaran pada reaktor, maka persamaan neraca massa untuk suatu reaksi tertentu dapat dituliskan sebagai berikut :

Laju perubahan massa A di dalam reaktor = Laju reaksi reaktan A di dalam reaktor Jika C menyatakan konsentrasi reaktan A pada waktu t, dan V menyatakan volume reaktor dan jika reaksi diasumsikan mengikuti kinetika reaksi ordo 1, maka menghasilkan persamaan : V [dC/dtnet

= V [dC/dt

reaksi

= V [KC]

dC/dt = KC t = (1/K) ln [Ct]/[Co]

b. Continue Mi ing flow reaktor (CM R) CM R merupakan jenis reaktor alir yang dioperasikan secara continue, dimana secara bersamaan terjadi aliran masuk dan keluaran dalam reaktor. Di dalam penurunan matematis pada sistem ini dilakukan asumsi bahwa reaksi seolah-olah terjadi secara serentak dan instan, sehingga konsentrasi reaktan di dalam reaktor sama dengan konsentrasi keluarannya.

Gambar 2. 3 Skematik Continue Mixing Flow Reactor

Asumsi reaksi kimia mengikuti kinetika reaksi ordo 1, dengan persamaan :

-dCi/dt = kCi

Dimana : dCt/dt k Ci

= laju reaksi (mg/l.detik) = konstanta laju reaksi, (1/detik) = konsentrasi reaktan di dalam reaktor dan dalam effluen reaktor (mg/l)

Input = Akumulasi + Penurunan reaktan karena reaksi + Output Atau Akumulasi = Input Penurunan reaktan karena reaksi - Output

Pada kondisi tunak (steady state) laju akumulasi dCi/dt = 0 dan V/Q = h, maka persamaannya menjadi : 0 = (Co/ h) k.Ci (Ci/ h) Atau h = (Co Ci)/k.Ci

dimana : h = waktu tinggal hidrolik atau waktu reaksi di dalam reaktor Keuntungan reaktor CMFR : Suhu dan komposisi campuran dalam reaktor sama Volume reaktor besar, maka waktu tinggal juga besar, berarti zat pereaksi lebih lama bereaksi di reaktor Kerugian raktor CMFR : Tidak efisien untuk reaksi fase gas dan reaksi yang bertekanan tinggi Kecepatan perpindahan panas lebih rendah dibandingkan dengan PFR Untuk menghasilkan konversi yang sama, volume yang dibutuhkan CMFR lebih besar dibandingkan dengan PFR

c. Plug flow reaktor Pada plug flow reaktor elemen fluida masuk dengan kecepatan dan waktu yang sama dengan elemen fluida yang keluar dari reaktor, dimana aliran melalui reaktor sama dengan pergerakan piston atau sumbat yang mengalir di dalam pipa.Waktu alir di dalam reaktor PFR sama dengan waktu tinggal teoritis di dalam reaktor dan tidak ada pencampuran secara longitudinal hanya terjadi pencampuran elemen-elemen fluida secara tranversal contoh dari Plug Flow Reactor (PFR) adalah sungai dan tangki reak yang tor panjang.

Gambar 2. 4 Skematik Plug Flow Reactor

Persamaan massa dari PFR adalah sebagai berikut : Input = Akumulasi + Penurunan reaktan karena reaksi + Output Atau Akumulasi = Input Penurunan reaktan karena reaksi - Output Pada kondisi tunak (Steady state), maka akumulasinya = 0, maka persamaan model matematikanya adalah :

Sehingga persamaannya menjadi :

2.8 Kinetika Kimia Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitian yang mula-mula dilakukan oleh Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi/tekanan zat zat yang bereaksi. Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas : Reaksi Unimolekuler : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi Contoh : N2 O5 Contoh : 2 HI N2O4 + O2 H2 + I2

Reaksi Bimolekuler : ada 2 mol reaktan yang bereaksi

Reaksi Termolekuler : ada 3 mol reaktan yang bereaksi Contoh : 2 NO + O2 2NO2

Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi : 1. Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau larutan) 2. Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.

2.8.1 Laju Reaksi Merubah konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju reaksi. Persamaan laju menggambarkan perubahaan ini secara matematis. Laju reaksi itu sendiri didefinisikan sebagai banyaknya reaksi yang berlangsung per satuan waktu atau konsentrasi zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Suatu laju reaksi dari suatu persamaan reaksi diformulasikan sebagai berikut :

A+B

Product

V = k [A]a.[B]b Dimana : V k [A], [B] a, b = laju reaksi (mol/l.det) = konstanta laju reaksi (mol/l.det) = konsentrasi (mol/l) = ordo reaksi

Berdasarkan tipe reaksinya laju reaksi terdiri dari : a. Reaksi searah (irrevesible) Contohnya reaksi tunggal dan reaksi ganda b. Reaksi dua arah (revesible) Contohnya laju reaksi pembentukan spesies adalah jumlah dari laju pembentukan individual c. Reaksi jenuh Suatu laju reaksi maksimum dimana definisi dari laju reaksi maksimum adalah suatu titik dimana laju reaksi menjadi tidak bergantung lagi pada perubahan kenaikan konsentrasi reaktan d. Reaksi autokatalitik Memiliki laju reaksi sebagai fungsi konsentrasi produk. Contohnya pertumbuhan bakteri yang mana laju reaksi bertambah seiring dengan pertambahan konsentrasi atau jumlah reaksi yang ada. Reaksi autokatalitik dapat mengikuti reaksi ordo 0, ordo 1, ordo 2 atau reaksi tipe jenuh atau dapat sebagian bekerja secara autokatalitik dimana laju reaksi merupakan fungsi produk dan reaktan.

Kecepatan suatu laju reaksi dari persamaan reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : Luas permukaan sentuh

Luas permukaan sentuh memiliki peranan yang sangat penting dalam banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi ; sedangkan semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi. Suhu Suhu juga turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu rekasi yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil. Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi

berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk

sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. Molaritas Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Konsentrasi Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia denngan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. 2.8.2 Or o reaksi Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi : v = k (A) (B) 2 persamaan tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi orde

2.8.2.1 Or o Nol

Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan. Persamaan laju reaksi orde nol dinyatakan sebagaidA = k0 dt

-

A - A0 = - k0 . t A = konsentrasi zat pada waktu t A0 = konsentrasi zat mula mula Contoh reaksi orde nol ini adalah reaksi heterogen pada permukaan katalis.

2.8.2.2 Or o Satu Pada reaksi orde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan. Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai : dA = k1 [A] dt

dA = k1 dt [A] [ A0] = k1 (t t0) [ A]

ln Bila t = 0 A = A0

ln [A] = ln [A0] - k1 t [A] = [A0] e-k1t

Tetapan laju (k1 ) dapat dihitung dari grafik ln [A] terhadap t, dengan k1 sebagai gradiennya.ln [A] 0 ln [A] gradien = -k1

tGambar 2. 5 Grafik ln [A] terha ap t untuk reaksi or e satu

Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan hanya tinggal setengahnya. Pada reaksi orde satu, waktu paruh dinyatakan sebagai k1 = k1 =1 1 ln t1/2 1 / 2 0,693 t1 / 2

2.8.2.3 Or o Dua Persamaan laju reaksi untuk orde dua dinyatakan sebagai : dA = k2 [A]2 dt

dA = k2 t [ A]2

1 1 = k2 (t t0) [ A] [ A0]

Tetapan laju (k2 ) dapat dihitung dari grafik 1/A terhadap t dengan k2 sebagai gradiennya.

ln 1/[A]

gradien = -k2

ln 1/[A]0 tGambar 2. 6 Grafik ln 1/[A] terha ap t untuk reaksi or e ua

Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai t1/2 = 1 k 2[ A0]

BAB III METODOLOGI

3.1.

Meto e Penelitian Dalam penyusunan laporan tugas akhir, metode penelitian yang

digunakan adalah : 3.1.1. Tahap Persiapan a. Persiapan alat dan bahan Pada tahap ini dilakukan persiapan alat dan bahan yang akan diperlukan di dalam penelitian studi analisis fitoremediasi penurunan konsentrasi sianida (CN) dengan menggunakan Azolla sp. Berikut adalah alat dan bahan yang diperlukan : Alat Akuarium Aerator Spektrofotometer Perangkat destilasi Gelas ukur Pipet Gelas reaksi Labu ukur Neraca analitik Beker glass Oven penggaris

Bahan -

Azolla sp Asam fosfat KCN NaOH Asam asetat Kloramin-T Reagen asam pyridin barbituric

b. Studi literature Pada tahap ini dilakukan pencarian terhadap literature yang berkaitan dengan studi analisis yang diambil yaitu mengenai studi analisis fitoremediasi penurunan konsentrasi sianida (CN) dengan menggunakan Azolla sp Meliputi : - Teknologi fitoremediasi sebagai teknologi pemulihan pada lingkungan perairan. - Mekanisme penyerapan anorganik toksik Sianida (CN) oleh tumbuhan Azolla sp yang digunakan di dalam teknologi Fitoremediasi terhadap Penurunan konsentrasi dari logam berat Sianida (CN) sebagai kontaminan di dalam suatu lingkungan perairan. Standart metode yang dilakukan di dalam pengukuran anorganik toksik Sianida (CN) dengan menggunakan alat spektrofotometer.

3.1.2. Tahap pelaksanaan A. Uji Fitotoksikologi Tujuan dari adanya Uji Fitotoksikologi sebagai uji pendahuluan sebelum dilakukannya uji fitoremediasi adalah untuk mengetahui seberapa besar toleransi dari tumbuhan Azolla sp terhadap konsentrasi sianida sebagai bahan pencemar yang dapat dilihat dari efek negatif yang ditimbulkan berupa kerusakan struktur dan fungsi tumbuhan.29 B. Uji Evapotranspirasi dan Evaporasi Tujuan dari Uji Evapotranspirasi dan Evaporasi ini adalah untuk mengetahui kemampuan tumbuhan dalam menyerap air dalam jumlah sebesar-besarnya dalam pengolahan air limbah maupun fitoremediasi lingkungan tercemar, melalui pendekatan perhitungan faktor

evapotranspirasi sebagai index pompa tumbuhan dalam persamaan:

29

Sarwoko Mangkoedihardjo dan Ganjar Samudro. Ekotoksikologi Teknosfer. Hal 41

Apabila nilai TF > 1 dari suatu tumbuhan yang ditumbuhkan dalam suatu media yang terkontaminan maka dapat dijadikan indikator tumbuhan

tersebut dapat melakukan transpirasi air limbah atau air tercemar. Transpirasi ini menjadi penggerak fitoproses translokasi, begitu juga sebaliknya jika nilai TF < 1. C. Pengukuran RGR sebagai Indikasi Respon Tujuan dari adanya pengukuran RGR adalah sebagai indikasi respon dari adanya suatu kontaminan terhadap ukuran pertumbuhan seperti panjang, tinggi, berat, jumlah dan luas bagian-bagian tumbuhan maupun tumbuhan secara utuh terhadap fungsi waktu yang dinyatakan sebagai laju pertumbuhan tumbuhan yang akan digunakan sebagai fitoremediasi. Hasilhasil pertumbuhannya dianalisis menggunakan laju pertumbuhan relatif sebagai berikut :

D. Uji Fitoremediasi a. Pembuatan kontaminan artivisial Maksud dari pembuatan kontaminan artivisial itu sendiri dikarenakan ruang lingkup dari penelitian Studi Analisis Fitoremediasi Penurunan Konsentrasi Sianida (CN) dengan Menggunakan Azolla sp sebagai teknologi pemulihan Fitoremediasi pada skala laboratorium. b. Pembuatan kurva kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi ini dilakukan dengan membuat suatu larutan induk sianida dengan konsentrasi tinggi untuk membuat larutan induk dengan konsentrasi lebih rendah yang berbeda-beda kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian dibuat kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara konsentrasi larutan induk dengan hasil pembacaan absorbansi yang merupakan garis lurus sehingga dapat memudahkan dalam mengetahui konsentrasi sianida pada uji sampel.

c. Pengukuran penurunan konsentrasi kontaminan Waktu penelitian dilakukan selama 12 minggu dengan periode pengukuran sampel setiap 2 minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan metode spektrofotometer dengan variable waktu dan konsentrasi sebagai variasi pengukuran, pengukuran ini berdasarkan Standart Menthod dengan tiga kali pengulangan (triplo) dimana prinsip dari pengukuran ini yaitu Sampel uji didestilasi dalam suasana asam (asam fosfat), lalu destilat ditampung dengan NaOH. Destilat yang mengandung ion sianida dinetralkan dengan asam asetat. Ion sianida CN- bereaksi dengan Kloramin-T menghasilkan CNCl. Senyawa CNCl ini kemudian bereaksi dengan reagen asam pyridin babituric menghasilkan senyawa yang berwarna biru. Warna biru ini diukur serapannya pada panjang gelombang di berkisar 572 - 582 nm.

3.1.3. Tahap Penyusunan Laporan a. Analisa hasil Analisis hasil yang dilakukan yakni mengetahui seberapa besar konsentrasi yang dapat ditoleransi oleh Azolla sp dengan melihat dampak negatif yang timbul berupa kerusakan struktur dan fungsi tumbuhan azolla sp melalui uji fitotoksikologi serta seberapa besar penurunan konsentrasi dari sianida (CN) guna mencari berapa konstanta laju reaksi dari hasil penurunan konsentrasi tersebut dengan menggunakan Azolla sp sebagai teknologi pemulihan fitoremediasi. b. Pembahasan Pembahasan yang dilakukan meliputi analisis hasil dari penelitian yang dilakukan, mekanisme penyerapan anorganik toksik Sianida (CN) oleh tumbuhan Azolla sp yang digunakan di dalam teknologi Fitoremediasi terhadap Penurunan konsentrasi dari anorganik tosik Sianida (CN) pada skala laboratorium.

c. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dan saran berupa analisis hasil yang telah didapatkan melalui penelitian yang telah dilakukan, mekanisme penyerapan anorganik toksik Sianida (CN) oleh tumbuhan Azolla sp yang digunakan di dalam teknologi Fitoremediasi terhadap Penurunan konsentrasi dari anorganik tosik Sianida (CN) pada skala laboratorium.

3.2.

Tahapan Penyusunan Laporan Penyusunan laporan tugas akhir yang berjudul Studi Analisis

Fitoremediasi Penurunan Konsentrasi Sianida (CN) dengan Menggunakan Azolla sp, melalui tahap-tahap seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1

Permasalahan

Ide Penelitian

Tahap Persiapan Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan

Tahap pelaksanaan

Uji Pendahuluan Fitotoksikologi

Uji Evapotranspirasi dan Evaporasi

Uji Fitoremediasi Pembuatan Kurva Kalibrasi Pengukuran Penurunan Konsentrasi Kontaminan Pembuatan Kontaminan Artivisial

Tahap Penyususnan Laporan Analisa Hasil Pembahasan

Kesimpulan dan saran Gambar 3.1 Tahapan Penelitian