Proposal TA Fix

30
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK FISIKA FTI-ITS a. Judul : RESTORASI CITRA BINTANG GANDA MENGGUNAKAN METODE BLIND DECONVOLUTION SEDDARA PADA SISTEM ADAPTIVE OPTICS-7 DI OBSERVATORIUM BOSSCHA ITB b. Bidang Studi : Rekayasa Fotonika c. Mata kuliah pilihan yang diambil : Serat Optik Laser di Industri Instrumentasi Optik Optoelektronika Standard and Code d. Nama : Muhammad Andi Yudha C.A e. NRP : 2405 100 037 f. Jenis Kelamin : Pria g. Jangka Waktu : 6 bulan h. Pembimbing : Dr. Hakim L. Malasan dan Dr. Ir. Sekartedjo, M.Sc i. Usulan Proposal ke : I j. Status : Baru Surabaya,24 November 2009

Transcript of Proposal TA Fix

Page 1: Proposal TA Fix

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

JURUSAN TEKNIK FISIKA FTI-ITS

a. Judul : RESTORASI CITRA BINTANG GANDA MENGGUNAKAN METODE BLIND DECONVOLUTION SEDDARA PADA SISTEM ADAPTIVE OPTICS-7 DI OBSERVATORIUM BOSSCHA ITB

b. Bidang Studi : Rekayasa Fotonika

c. Mata kuliah pilihan yang diambil :

Serat Optik

Laser di Industri

Instrumentasi Optik

Optoelektronika

Standard and Code

d. Nama : Muhammad Andi Yudha C.A

e. NRP : 2405 100 037

f. Jenis Kelamin : Pria

g. Jangka Waktu : 6 bulan

h. Pembimbing : Dr. Hakim L. Malasan dan Dr. Ir. Sekartedjo, M.Sc

i. Usulan Proposal ke : I

j. Status : Baru

Surabaya,24 November 2009

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sekartedjo, M.Sc. Dr. Hakim L. MalasanNIP : 130 701 281 NIP : 132 084 730

Mahasiswa

Muhammad Andi Yudha C.ANRP. 2405 100 037

Mengetahui,Kepala Laboratorium Rekayasa Fotonika,

Ir. Heru Setijono, M.Sc.NIP : 130 604 249

Page 2: Proposal TA Fix

I. Judul

RESTORASI CITRA BINTANG GANDA MENGGUNAKAN METODE

BLIND DECONVOLUTION SEDDARA PADA SISTEM ADAPTIVE OPTICS

– 7 DI OBSERVATORIUM BOSSCHA ITB

II. Bidang Studi

Rekayasa Fotonika

III.Mata kuliah pilihan yang diambil

Serat Optik

Laser di Industri

Optoelektronika

Instrumentasi Optik

Standard and Code

IV. Pembimbing

Pembimbing : Dr. Hakim L. Malasan dan Dr. Ir. Sekartedjo, M.Sc

V. Latar Belakang

Pengamatan secara optik ahli astronomi di bumi memiliki keterbatasan yang

diakibatkan oleh efek distorsi atmosfer. Padahal untuk mendapatkan sebuah citra

dengan resolusi tinggi adalah tujuan terpenting dari pengamatan astronomi.

Sistem Adaptive Optics (AO) digunakan karena dapat mengimbangi hasil dari

akibat turbulensi atmosfer secara real time untuk memberikan perkiraan hasil

pengamatan (TIAN Yu et al.2009).

Sistem kerja adaptive optic secara konseptual bekerja dengan cara

sederhana. Sinar datang berasal dari bintang yang jaraknya jauh awalnya

merupakan sebuah gelombang planar sebelum turbulensi atmosfer merubah

bentuk muka gelombangnya atau secara ekivalen, menginduksi fase lokal

sehingga menunda muka gelombang yang lewat. Perubahan bentuk ini atau

penundaan fase pada muka gelombang dapat dimonitor secara real time. Dengan

pencitraan ulang sebuah bidang pupil dari teleskop (umumnya merupakan cermin

utama) ke sebuah cermin deformable dan secara konstan menyesuaikan bentuk

cermin melalui kontrol komputer, penundaan fase dari muka gelombang dapat

dikoreksi (Thompson.1999)

Aplikasi yang paling mudah terlihat dari Adaptive optics adalah

berhubungan dengan lebar dan sempitnya pita pencitraan ( dan juga spektroskopi )

Page 3: Proposal TA Fix

dari beberapa objek meluas seperti matahari, planet, beberapa objek sistem tata

surya, bintang besar dan superbesar, selubung sistem bintang, sistem bintang

muda dan daerah pembentukan bintang. Dalam penelitian ini objek astronomi

yang diamati adalah sebuah objek bintang ganda. Bintang ganda, menurut

pengamatan astronomi, merupakan sepasang bintang yang berdekatan antara satu

sama lain ketika dilihat dari Bumi saat diamati menggunakan teleskop. Akibat

efek distorsi pada atmosfer Bumi, pengamatan bintang ganda yang diperoleh

dengan menggunakan penerima multi-channel, seperti CCD, objek asli terlihat

tampak berkedudukan menjadi satu dengan latar belakang yang dihasilkan

(Waniak 1996). Sehingga dalam pengamatan akan menyebabkan kesulitan dalam

hal pengenalan objek bintang ganda yang terlihat seperti sebuah bintang tunggal.

Hasil pengamatan tersebut mengakibatkan sebuah citra tersamar. Bantuan

adaptive optics akan berpengaruh secara signifikan mengurangi aberasi orde-

rendah tetapi sisa atau residu akibat distorsi masih berpengaruh secara nyata pada

hasil citra. Teknik restorasi citra dapat mengkoreksi aberasi orde lebih tinggi

karena teknik ini tidak dipengaruhi oleh kendala yang ada pada sistem adaptive

optics (Lofdhal et al. 2007). Beberapa metode restorasi citra yang sering

digunakan adalah Iterative Blind Deconvolution seperti iteratif Richardson-Lucy (

Waniak 1996), Multi-Frame Blind Deconvolution ( TIAN Yu et al. 2008) , Blind

Deconvolution SeDDaRA ( Hadi 2008 ).

Pada metode blind deconvolution iteratif Richardson-Lucy bergantung dari

jumlah iterasi yang digunakan. Ketika terjadi peningkatan perubahan antara objek

dan noise pada latar belakang, maka jumlah iterasi juga kan meningkat agar

mendapatkan nilai perbaikan maksismum yang diberikan operator (Waniak 1996).

Sedangkan pada metode Multi-Frame Blind Deconvolution digunakan kerja yang

serupa dengan metode iteratif Richardson-Lucy yaitu digunakannya iterasi. Pada

metode ini di gunakan beberapa frame dari sebuah citra objek untuk digunakan

sebagai inisial. Lalu diberikan iterasi sebagai estimasi dari Point Spread Function

(PSF), setiap langkah dilakukan evaluasi untuk mendapatkan nilai iterasi pertama,

kedua, dan seterusnya hingga di dapatkan nilai terbaik (TIAN Yu et al. 2008).

Restorasi citra pada metode SeDDaRA telah digunakan pada objek berupa citra

Page 4: Proposal TA Fix

autofluorescene retina mata. Dimana pada hasil citra yang didapatkan memiliki

kontras yang rendah serta blur sehingga menyulitkan dokter dalam melaksanakan

diagnosa. SeDDaRA smemiliki kelebihan dari metode-metode lain dalam hal

kompleksitas dan konvergensi yang artinya dapat mengurangi waktu pemrosesan.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan SeDDaRA memiliki sensitifitas noise

(derau) yang cukup tinggi. Namun demikian, untuk derau yang kecil, sensitifitas

ini dapat dikurangi dengan melakukan melakukan smoothing sebelum pemrosesan

dengan SeDDaRA. Sifat-sifat SeDDaRA ini memungkinkan

pengimplementasiannya pada citra autofluorescence retina yang dihasilkan

karena memiliki derau yang rendah (Hadi 2008).

Oleh karena itu dalam Tugas Akhir ini akan diteliti bagaimana cara

melakukan restorasi citra bintang ganda menggunakan blind deconvolution

dengan Metode Self-Deconvolving Data Reconstruction Algorithm (SeDDaRA).

Metode ini berbeda dengan metode algoritma dekonvolusi pada umumnya dimana

membutuhkan banyak perhitungan komputasi dan campur tangan pengguna,

SeDDaRA dapat dipenuhi dengan beberapa baris pemograman komputer, satu kali

iterasi, limited user input sehingga tidak banyak intervensi pengguna ( Caron

2002 ). Keuntungan utama penggunaan metode ini adalah dapat digunakan dalam

range besar pencitraan, sehingga degradasi akibat turbulensi udara seperti

pengamatan dengan teleskop dapat dihilangkan. Proses ini sangat cepat sehingga

dapat diterapkan terperinci untuk setiap gambar, membuang antara degradasi optis

dan motion blur function, mendekati real time. Dengan mengembangkan metode

SeDDaRA dalam proses restorasi citra bintang ganda diharapkan pengamatan

astronomi dapat dilakukan dengan cepat dan mempermudah pengamat

mengetahui bentuk asli dari objek yang diamati.

VI. Permasalahan

Sistem adaptive optics yang digunakan di observatorium Bosscha saat ini

menggunakan SBIG AO-7 dimana digunakan sebuah tip-tilt mirror sehingga

muka gelombang tertangkap pada kamera CCD sebesar 50%, yaitu muka

gelombang dengan fase sama sedangkan sisanya di buang karena memiliki fase

Page 5: Proposal TA Fix

berbeda. Sehingga citra hasil pengamatan khususnya bintang ganda akan terlihat

blur, oleh karena itu dibutuhkan sebuah postprocessing untuk membantu

mereduksi noise dan blur tersebut. Salah satunya adalah dengan restorasi citra

menggunakan metode blind deconvolution SeDDaRA, dimana metode ini dapat

menghilangkan blur bergerak berbasis frame to frame sehingga prosesnya cepat

dan dapat diterapkan pada setiap citra.

VII. Batasan Masalah

Pada pengerjaan tugas akhir ini dilakukan pembatasan terhadap beberapa

masalah, yaitu ;

1. Citra yang diambil adalah Bintang ganda

2. Pengambilan citra menggunakan instrument SBIG Adaptive Optics-7

di Observatorium Bosscha ITB.

3. Restorasi citra menggunakan metode blind deconvolution SeDDaRA

VIII.Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai pada tugas akhir ini adalah merancang algoritma

dan menganalisa aplikasi SeDDaRA dalam bidang astronomi yaitu dengan

melakukan restorasi citra dari bintang ganda.

IX. Tinjauan Pustaka

1. Yu, Tian. Kai, Wei. and Chang-hui, Roa. 2008. Adaptive Optics

Image Restoration Based on Frame Selection and Multi-frame Blind

Deconvolution. Seminars in Chinese Astronomy and

Astrophysics. Elsevier Inc. Berisikan tentang restorasi citra dari

sistem adaptive optics menggunakan metode Multi-Frame Blind

Deconvolution. Dimana pada metode ini digunakan beberapa frame

citra dari objek sebagai initial value pada iterasi metode ini.

2. Hadi, Samekta. 2008. Restorasi Cita Autoflourescence Retina pada

Kamera Fundus menggunakan Blind Deconvolution SeDDaRA.

Page 6: Proposal TA Fix

Tugas Akhir STEI ITB. Dimana dijelaskan mengenai penggunaan

metode SeDDaRA dalam restorasi citra autofluorescene retina mata.

Metode ini digunakan karena pada citra tersebut memiliki kontras

yang rendah serta blur sehingga menyulitkan dokter dalam

melaksanakan diagnosa. Sehingga dibutuhkan sebuah metode

restorasi citra yang cepat dan mudah dalam hal penggunaannya.

3. Caron, James N. 2002. Signal Processing Using The Self-

Deconvolving Data Reconstruction Algorithm. United States

Patent. US 2002/0156821 A1 dijelaskan bahwa dalam algoritma

pemrosesan sinyal menggunakan metode SeDDaRA telah berhasil

digunakan untuk memperbaiki foto digital, bentuk gelombang

akustik digital, dan bentuk data lainnya. Prosesnya tidak

membutuhkan iterasi, efisien dalam penggunaan komputer,

dibutuhkan sedikit masukan dari user.

X. Teori Penunjang

Teleskop

Teleskop adalah instrumen yang didesain untuk observasi atau

pengamatan dari obyek yang jauh dengan cara mengumpulkan foton-foton

dengan panjang gelombang pada rentang radiasi elektromagnetik. Teleskop

terdiri atas dua jenis yaitu teleskop optik dan teleskop radio. Teleskop optik

berfungsi mengumpulkan dan memfokuskan cahaya dari panjang gelombang

tampak dari spektrum elektromagnetik. Teleskop jenis ini menggunakan

komponen-komponen optik seperti lensa dan kaca, lensa sendiri ataupun

kaca sendiri. Dari komponen optik penyusunnya, teleskop optik dibagi lagi

menjadi dua jenis, yaitu teleskop refraktor, teleskop reflektor dan teleskop

catadioptric. Teleskop reflektor menggunakan satu atau kombinasi cermin

yang digunakan untuk memantulkan cahaya dan membentuk bayangan

sedangkan teleskop refraktor menggunakan lensa untuk membentuk

bayangan.

Page 7: Proposal TA Fix

Pada penelitian ini digunakan teleskop reflektor Celestron dengan

diameter 14” yang ditambah dengan peralatan SBIG adaptive optics-7.

Teleskop reflektor menggunakan satu atau kombinasi cermin yang

digunakan untuk memantulkan cahaya dan membentuk bayangan (teleskop

catoptric). Teleskop reflektor ditemukan pada abad 17 sebagai jawaban

untuk mengatasi aberasi kromatik yang dimiliki oleh teleskop refraktor.

Meskipun demikian, Teleskop ini memiliki kelemahan, teleskop reflektor

didesain untuk diameter obyektif yang sangat panjang. Kebanyakan,

teleskop dibidang astronomi menggunakan teleskop optik jenis ini

dikarenakan faktor lensa, faktor medium, faktor spektrum cahaya serta

faktor produksi.

Gambar 1. Skema teleskop reflektor tipe Cassegrain

Teleskop CELESTRON pada Observatorium Bosscha dapat

digerakkan dengan penggerak yang dapat dikendalikan dengan computer.

Pengamat dapat memasukkan data posisi objek yang akan diamati, dan

teleskop dapat diarahkan ke objek yang akan diamati. Data hasil pencitraan

dapat disimpan dalam media penyimpanan data seperti hard disk dan

compact disc untuk pengolahan lebih lanjut.

Page 8: Proposal TA Fix

Gambar 2. Contoh tipe teleskop Celestron

Adaptive Optics

Adaptive optics adalah komponen optik yang dapat mengendalikan

counter distorsi muka gelombang baik secara spasial dan temporal pada

atmosfer. Komponen optik ini secara umum adalah sebuah cermin yang

permukaannya dapat digerakkan sedemikian sehingga dapat mengkoreksi

muka gelombang cahaya yang datang. Sehingga untuk dapat mengendalikan

harus diketahui distorsi dari muka gelombang yang terjadi.

Gambar 3. Diagram Sistem Adaptive Optics secara umum

Page 9: Proposal TA Fix

Tipe adaptive optics yang akan digunakan adalah adaptive optics -7

(AO-7) yang dikeluarkan oleh Santa Barbara Instrument Group, biasa

disebut sebagai SBIG AO-7. Pada beberapa sistem Adaptive optics

digunakan deformable mirror sebagai pengkoreksi muka gelombang yang

masuk tetapi pada AO-7 digunakan tip-tilt mirror sebagai pengkoreksinya.

Tip-tilt mirror merupakan sebuah cermin yang bergetar sehingga bila muka

gelombang yang tidak memiliki fase yang sama akan dibuang sedangkan

muka gelombang dengan fase sama akan diteruskan.

Gambar 4. Adaptics Optics SBIG AO-7

Muka gelombang yang diteruskan kemudian akan ditangkap sebuah

detektor, dalam hal ini adalah kamera CCD terintegrasi dengan sebuah

komputer, maka di dapatkan sebuah citra pengamatan dalam bentuk citra

digital.

Citra Digital

Citra digital merupakan sebuah fungsi yang di dalamnya terdapat dua

variabel, f(x,y), dimana kedua variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai

koordinat spasial dan nilai fungsi f(x,y) tersebut merupakan nilai intensitas

yang dihasilkan sebuah citra pada dua variabel koordinat tersebut.

Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada

citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan

Page 10: Proposal TA Fix

kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green,

Blue - RGB). RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari merah, hijau,

dan biru, digabungkan dalam membentuk suatu susunan warna yang luas.

Setiap warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang-nilai. Untuk

monitor komputer, nilai rentangnya paling kecil = 0 dan paling besar = 255.

Pilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit bilangan

biner yang digunakan oleh mesin komputer. Dengan cara ini, akan diperoleh

warna campuran sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis warna.

Gambar 5. Skematik Kubus warna RGB

Gambar 6. Kubus Warna RGB

Page 11: Proposal TA Fix

Suatu jenis warna, dapat dibayangkan sebagai sebuah vektor di ruang

3 dimensi yang biasanya dipakai dalam matematika, koordinatnya

dinyatakan dalam bentuk tiga

bilangan, yaitu komponen-x, komponen-y dan komponen-z. Misalkan

sebuah vektor dituliskan sebagai r = (x,y,z). Untuk warna, komponen-

komponen tersebut digantikan oleh komponen R(ed), G(reen), B(lue). Jadi,

sebuah jenis warna dapat dituliskan sebagai berikut: warna = RGB(30, 75,

255). Putih = RGB (255,255,255), sedangkan untuk hitam= RGB(0,0,0)

Pengolahan citra digital adalah pemrosesan citra dua dimensi

menggunakan komputer digital (Gonzales, R.C., and Woods, R.E..

2001 ).Pengolahan dilakukan untuk berbagai kepentingan contohnya adalah

restorasi citra yang digunakan untuk rekonstruksi citra terdegradasi.

Restorasi Citra (Restoration Image)

Restorasi citra adalah proses merekontruksi atau mendapatkan

kembali citra asli dari sebuah citra terdegradasi agar dapat menyerupai citra

aslinya. Restorasi citra meliputi penghilangan blur (deblurring) dari citra

terdegradasi oleh keterbatasan sensor atau lingkungannya, penyaringan

noise, dan koreksi distorsi geometric atau ketidaklinieran sensor. Jika sistem

pencitraan linier, citra dari suatu obyek dapat di ekspresikan sebagai:

... [1]

Dengan g(x,y) citra terdegradasi, f(x,y) citra asli, dan h(x,y) Point

Spread Function (PSF). Operasi merupakan lambing dari operasi

konvolusi. Restorasi citra bertujuan menemukan f(x,y) dari PSF, citra

terdegradasi dan property statistic dari proses noise yang diketahui. Proses

restorasi citra terdegradasi dapat digambarkan dengan diagram blok

Page 12: Proposal TA Fix

Gambar 7. Diagram blok proses restorasi citra

Adalah citra hasil restorasi citra yang merupakan perkiraan

terhadap f(x,y)

Blind Deconvolution

Dekonvolusi merupakan pekerjaan penting dalam bidang pengolahan

citra dan sinyal. Proses ini dapat berupa proses penghilangan blur akibat

efek atmosfer pada sinyal hasil pengamatan. Dengan mempertimbangkan

sebuah citra yang dicirikan oleh distribusi intensitasnya ( disebut “data” ) I,

sebanding dengan pemngamatan sebuah “citra asli” O menggunakan sistem

optik. Dan bila sistem pencitraan bersifat linier dan shift-invariant, maka

hubungan antara data dan citra asli pada bidang koordinat yang sama

memiliki konvolusi:

[

Blind deconvolution adalah salah satu metode restorasi citra yang

telah ...[2]

dimana P adalah point spread function (PSF) dari sistem pencitraan dan N

adalah noise tambahan. Pada bentuk Fourier akan kita dapatkan:

Page 13: Proposal TA Fix

...[3]

Penyelesaian diperoleh menggunakan komputasi bentuk Fourier objek

terdekonvolusi dengan pembagian sederhana antara citra dan PSF

...[4]

Metode ini biasa disebut sebagai metode Fourier-quotient merupakan

metode dengan penyelesaian sangat cepat. Kita hanya memerlukan sebuah

bentuk Fourier dan inverse dari bentuk Fourier. Dekonvolusi disebut blind

deconvolution bila nilai PSF, , tidak diketahui.

Blind deconvolution adalah salah satu metode restorasi citra yang telah

banyak di aplikasikan dalam bidang seperti astronomi, pencitraan medis,

penginderaan jauh dan lain sebagainya. Tujuan dari restorasi menggunakan

blind deconvolution adalah untuk merekonstruksi citra asli dari citra yang

telah terdegradasi tanpa mengetahui citra asli maupun proses degradasinya.

Degradasi yang ada sering berupa blur, sehingga termasuk juga dalam

metode penghilangan blur.

Telah banyak dikembangkan metode-metode blind deconvolution yang

diajukan. Perbedaan metode satu dengan lainnya utamanya terletak pada

asumsi yang dilakukan mengenai citra asli atau PSF. Berdasarkan bentuk

parameter yang digunakan untuk mengasumsikan citra asli atau PSF, blind

deconvolution dibedakan menjadi dua, yaitu metode parametrik dan metode

non parametrik.

Page 14: Proposal TA Fix

Gambar 8. Bagan pembagian jenis blind deconvolution

Metode non parametrik tidak memerlukan bentuk parametrik dari citra

asli atau PSF nya. Metode-metode ini mengasumsikan citra asli tidak negatif

dengan support terbatas yang diketahui dengan latar belakang seragam

hitam, abu-abu atau putih. Support adalah persegi panjang terkecil di mana

obyek asli dapat masuk di dalamnya.

Metode parametrik memerlukan bentuk parametrik dari citra asli atau

PSF nya. Hanya saja nilai parameter-parameternya belum diketahui dan

harus ditentukan sebelum restorasi.

Self-Deconvolving Data Reconstruction Algorithm (SeDDaRA)

Self-Deconvolving Data Reconstruction Algorithm (SeDDaRA) adalah

salah satu jenis blind deconvolution yang termasuk dalam metode

parametrik. Pada proses degradasi dalam persamaan restorasi cuitra dapat

dinyatakan

G(u, v) = F(u, v)D(u,v) + W(u, v) ... [5]

Dimana pada proses hanya G(u, v) diketahui. Dengan menggunakan

proses ini nilai D(u,v) di estimasikan dan F(u, v) didapatkan dengan

menggunakan algoritma dekonvolusi. Bila dilihat sebagai sebuak kalkulasi

Page 15: Proposal TA Fix

matematika sederhana merupakan pekerjaan yang mustahil dilakukan

dikarenakan dalam satu persamaan ada dua variabel tidak diketahui. Agar

teknik blind decovolution bekerja, beberapa informasi mengenai salah satu

data asli atau PSF harus diketahui.

Sebagai ganti dalam memperkirakan salah satu fungsi, SeDDaRA

mengasumsikan bahwa ada hubungan antara tingkat smoothing citra asli dan

PSF yang diwakili dalam persamaan:

...[6]

Dimana S{...}adalah operator smoothing dan KD adalah real, nilai

skalar positif yang dipilih untuk memastikan bahwa | D(u,v)|≥1. α dapat

ditentukan secara independent frekuensi maupun secara dependent

frekuensi. Secara independent frekuensi, α(u,v) dapat dipilih bilangan skalar

antara 0 sampai 1. Secara dependent frekuensi, α(u,v) diperoleh dari

...[7]

dengan F’(u,v) adalah image asli (image referensi, image bebas noise

dan blur) yang sama tipenya dalam domain frekuensi dengan image yang

direstorasi.

XI. Metodologi Penelitian

Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dalam pengerjaan

tugas akhir ini terdiri dari :

1. Identifikasi Permasalahan

2. Studi Literatur

3. Melakukan pengambilan data mengenai citra Bintang ganda

Page 16: Proposal TA Fix

4. Merumuskan Algoritma blind decovolution SeDDaRA

5. Menerapkan Algoritma blind decovolution SeDDaRA

6. Pengolahan data citra dengan menggunakan Algoritma blind

decovolution SeDDaRA

7. Melakukan pengujian citra hasil restorasi citra SeDDaRA

Page 17: Proposal TA Fix

Gambar 9. Diagram alir metodologi penelitian

Page 18: Proposal TA Fix

1. Identifikasi Permasalahan

Mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang terjadi pada pencitraan

bintang ganda di observatorium Bosscha. Sistem adaptive optics yang

digunakan menggunakan tipe SBIG AO-7 dengan menggunakan cermin

tip-tilt sebagai koreksi muka gelombang sehingga hasil citra dari kamera

CCD masih mengandung banyak blur dan noise.

2. Studi Literatur

Mempelajari literature mengenai sistem Adaptive Optics serta restorasi

citra menggunakan blind deconvolution SeDDaRA. Bagaimana

keunggulan dari metode ini dibandingkan dengan metode blind

deconvolution pada restorasi citra lain.

3. Melakukan pengambilan data mengenai citra Bintang ganda

Data yang akan dijadikan sebagi objek dalam tugas akhir ini adalah

bintang ganda di langit bumi bagian selatan. Pengambilan data

menggunakan teleskop reflektro CELESTRON yang dapat di set dengan

menggunakan komputer untuk mendapatkan posisi pasti dari objek yang

akan diamati.

4. Merumuskan Algoritma blind decovolution SeDDaRA

Setelah citra bintang ganda di dapatkan kemudian dilakukan

pengembangan sistem restorasi citra. Pengembangan ini di awali dengan

merumuskan algoritma blind deconvolution SeDDaRA berupa

menentukan nilai dari parameter – parameter yang ada, seperti noise dan

bentuk parametrik dari citra asli.

5. Menerapkan Algoritma blind decovolution SeDDaRA

Ketika nilai dari parameter – parameter telah di tentukan, maka

algoritma blind deconvolution SeDDaRA dapat diterapkan

menggunakan pemograman Matlab.

6. Pengolahan data citra dengan menggunakan Algoritma blind

decovolution SeDDaRA

Algoritma yang telah di terapkan pada pemograman Matlab kemudian di

uji pada citra hasil pengamatan. Pada pengolahan citra ini diharapkan di

Page 19: Proposal TA Fix

dapatkan sebuah hasil restorasi citra dengan kualitas citra lebih tajam,

sehingga terlihat sebuah citra bintang ganda.

7. Melakukan pengujian kualitas dan validasi citra hasil restorasi citra

SeDDaRA

Citra bintang ganda hasil pengolahan data kemudian di uji kualitasnya

sehingga ketika di validasikan dengan database astronomi akan di

dapatkan ke sesuain data. Bila di dapatkan data tidak sesuai saat

dilakukan validasi, maka akan di lakukan perbaikan saat perumusan

algoritma blind deconvolution SeDDaRA sehingga ke akuratan data di

dapatkan.

XII. Waktu Pelaksanaan

Secara umum waktu pelaksanaan tugas akhir ini adalah selama 6 bulan

terhitung mulai awal September 2009 hingga akhir Januari 2010. Rincian

pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jadwal pelaksanaan kegiatan

No KegiatanBulan

September Oktober November Desember Januari  1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pembuatan Proposal                                        

2Pengambilan dan identifikasi data                                        

3Perumusan formula matematis                                        

4 Pengolahan data                                        

5Pengujian dan analisa data hasil pengujian                                        

6 Penyusunan Laporan                                        

Page 20: Proposal TA Fix

XIII. Daftar Pustaka

1. Gonzales, R.C., and Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing with

Matlab : 2nd edition. New Jersey: Prentice Hall.

2. Gonzales, R.C., and Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing Second

edition. New Jersey: Prentice Hall.

3. Acharya, Tinku., and Ray, Ajoy K. 2005. Image Processing: Principles and

Applications. New Jersey: John Wiley & Sons.

4. Beckers, J.M. 1992. Adaptive Optics For Astronomy: Principles,

Performance and Applications. Astronomy and Astrophysics volume 31.

5. Santa Barbara Instrument Group. 2003. AO-7 Adaptive Optics Accessory

Operating Manual. California

6. Waniak, W. 1996. Image restoration by simple adaptive deconvolution.

Astron.Astrophys.Suppl.Ser. 124, 197-203

7. Lofdhal, M. G. et al. 2007. Solar Image Restoration. Modern Solar

Facilities–Advanced Solar Science. Universitatsverlag Gottingen.

8. Thompson, Laird A. 1994. Adaptive Optics in Astronomy. Physics Today

9. Yu, Tian. Kai, Wei. and Chang-hui, Roa. 2008. Adaptive Optics Image

Restoration Based on Frame Selection and Multi-frame Blind

Deconvolution. Seminars in Chinese Astronomy and Astrophysics. Elsevier

Inc.

10. Hadi, Samekta. 2008. Restorasi Cita Autoflourescence Retina pada Kamera

Fundus menggunakan Blind Deconvolution SeDDaRA. Tugas Akhir STEI

ITB.

11. Caron, James N. 2002. Signal Processing Using The Self-Deconvolving

Data Reconstruction Algorithm. United States Patent. US 2002/0156821 A1

12. Pantin, Eric. Starck, Jean-Luc. and Murtagh, Fionn.2007. Deconvolution and

Blind Deconvolution in Astronomy. CRC Press