program wanatani restorasi lahan bekas tambang

21
BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Aktivitas penambangan dilakukan untuk mendapatkan bahan galian seperti logam, mineral dan hidrokarbon yang memiliki nilai jual tinggi. Namun setelah aktivitas penambangan terhenti, daerah bekas penggalian tersebut akan menimbulkan banyak kerugian bagi lingkungan di daerah sekitar penambangan. Misalnya saja pencemaran lingkungan akibat terakumulasinya logam berat di tanah dan sungai warga. Peristiwa pencemaran akibat logam berat sisa hasil penambangan pernah terjadi di wilayah Picher, Oklohama dan debu hasil penambangan pernah menyebabkan polusi udara yang terjadi di area bekas penambangan tembaga di Siprus. Pencemaran akibat logam berat dapat menimbulkan banyak penyakit yang diderita warga seperti penyakit kulit, iritasi, bahkan kanker. Senyawa sisa hasil penambangan memang berakibat buruk bagi kesehatan. Beberapa logam berat bersifat karsinogenik sehingga memicu mutasi pada gen-gen makhluk hidup yang menimbulkan kanker jika terpapar dalam jangka waktu tertentu. Terkadang keuntungan yang diperoleh dari hasil penambangan tidak sebanding dengan risiko yang akan diderita oleh masyarakat yang tinggal tidak jauh dari area penambangan jika tidak dibarengi dengan upaya untuk mengembalikan daerah bekas penambangan menjadi ekosistem yang sehat seperti semula. 1

description

makalah mengenai penanganan lahan bekas tambang dengan program wanatani dan agroforestry.... ( sebenarnya ini makalah syarat pas ikut osn pertamina kemaren...yah daripada dipajang di komputer aja mending di share ....moga berguna^^

Transcript of program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Page 1: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Aktivitas penambangan dilakukan untuk mendapatkan bahan galian seperti logam,

mineral dan hidrokarbon yang memiliki nilai jual tinggi. Namun setelah aktivitas

penambangan terhenti, daerah bekas penggalian tersebut akan menimbulkan banyak kerugian

bagi lingkungan di daerah sekitar penambangan. Misalnya saja pencemaran lingkungan

akibat terakumulasinya logam berat di tanah dan sungai warga. Peristiwa pencemaran akibat

logam berat sisa hasil penambangan pernah terjadi di wilayah Picher, Oklohama dan debu

hasil penambangan pernah menyebabkan polusi udara yang terjadi di area bekas

penambangan tembaga di Siprus.

Pencemaran akibat logam berat dapat menimbulkan banyak penyakit yang diderita

warga seperti penyakit kulit, iritasi, bahkan kanker. Senyawa sisa hasil penambangan

memang berakibat buruk bagi kesehatan. Beberapa logam berat bersifat karsinogenik

sehingga memicu mutasi pada gen-gen makhluk hidup yang menimbulkan kanker jika

terpapar dalam jangka waktu tertentu. Terkadang keuntungan yang diperoleh dari hasil

penambangan tidak sebanding dengan risiko yang akan diderita oleh masyarakat yang tinggal

tidak jauh dari area penambangan jika tidak dibarengi dengan upaya untuk mengembalikan

daerah bekas penambangan menjadi ekosistem yang sehat seperti semula.

Selain menimbulkan penyakit, lahan sisa penambangan akan kehilangan nilai

estetikanya, Sungai yang semualanya jernih akan menjadi keruh kekuningan akibat

penambangan bauksit seperti yang telah terjadi di daerah Bintan, Kepri. Tanah yang

semulanya ditumbuhi pepohonan akan menjadi gundul dan gersang akibat pengalihfungsian

lahah dari hutan menjadi area penambangan. Hutan yang telah rusak tersebut akan

menimbulkan kerugian lebih lanjut seperti hilangnya keanekaragaman hayati.

Oleh karena itu, upaya pengembalian ekosistem yang sehat pada suatu daerah bekas

penambangan dianggap penting. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir dampak yang

merugikan dari aktivitas penambangan yang telah dilakukan sebelumnya. Salah satu upaya

untuk merestorasi ekosistem daerah bekas penambangan yaitu melalui program wanatani

(agroforestry). Program wanatani ini dapat mengembalikan ekosistem yang sehat di wilayah

1

Page 2: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

bekas penambangan dengan melakukan kombinasi penananaman pohon dengan tanaman

komoditas pertanian atau perkebunan. Hal ini dianggap sangat menguntungkan dari berbagai

aspek. Selain dapat merestorasi ekosistem yang telah rusak, program wanatani yang

memadukan tanaman komoditas pertanian atau perkebunan dengan pepohonan dapat

mendorong masyarakat menjadi lebih aktif dalam upaya memelihara daerah wanatani.

Program wanatani juga dapat meningkatkan kesejahterahaan masyarakat di daerah bekas

tambang dengan adaanya usaha perkebunan ataupun pertanian di wilayah restorasi.

Seiring waktu daerah bekas tambang yang semula bersifat merugikan akan menjadi

wilayah yang menguntungkan dari segi lingkuangan maupun ekonomi. Wilayah tersebut akan

mulai didiami oleh hewan-hewan kecil seperti serangga, tupai, berbagai macam burung, dan

akan terus berkembang seiring waktu bila area tersebut dijaga dengan baik.

I. 2 Tujuan

Tujuan yang diharapkan dalam makalah ini yaitu Mewujudkan kesadaran dan

kepedulian bagi manusia untuk memelihara bumi yang sudah memberikan begitu banyak

manfaat bagi manusia dengan cara merestorasi beberapa daerah yang telah rusak seperti

daerah bekas tambang melalui program wanatani (agroforestry).

I. 3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu terwujudnya kesadaran dan

kepedulian manusia untuk menjaga dan tetap komitmen untuk memelihara bumi,

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah bekas tambang melalui program

wanatani.

2

Page 3: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

BAB II

PEMBAHASAN

II. 1 Pentingnya Program Wanatani dalam Restorasi Ekologi

Program wanatani atau agroforestry merupakan suatu bentuk pengelolaan

sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan

penanaman tanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, misalnya tanaman pertanian.

Berdasarkan sumber yang dilangsir, program wanatani mulai banyak diterapkan di Indonesia.

Misalnya, lembaga WWF Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan sistem wanatani

sebagai solusi untuk memperbaiki kawasan koridor Taman Nasional Betung Kerihun

(TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) di Kalimantan Barat. Hingga tahun

2005-2012, WWF Indonesia telah menggiatkan upaya restorasi berbasis wanatani di enam

desa yakni Desa Mensiau, Labian Ira’ang, Labian, Sungai Ajung, Sungai Abau, dan Melemba

yang keseluruhannya terletak di Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. Selama

rentang waktu 7 tahun tersebut, luas lahan yang dipetakan telah mencapai 356.347 Ha dan 

lahan yang sudah ditanami seluas 266.438 Ha. Jumlah bibit yang sudah ditanami kelompok

dampingan sebanyak 85.909 batang. Kegiatan restorasi ini melibatkan 206 orang kepala

keluarga dengan berbagai macam kegiatan penanaman yang dilakukan seperti: menanam

pohon karet unggul, karet lokal (Landbouw), gaharu, belian dan meranti serta pohon buah

lainnya (Lasah, M. 2012).

Pengaplikasian program wanantani pada daerah bekas tambang dinilai tepat, karena

program ini dapat memberikan keuntungan dari dua segi sekaligus yaitu dari segi lingkungan

dan dari segi ekonomi. Tentunya wilayah tambang yang semula memberikan kesejahteraan

bagi masyarakat sekitar akan menjadi tidak berguna setelah aktivitas penambangan berhenti.

Suprapto,SJ (2008) menyatakan bahwa masalah utama yang timbul pada wilayah bekas

tambang adalah perubahan lingkungan. Masyarakat akan semakin dirugikan akibat dampak

buruk yang ditimbulkanya. Oleh karena itu, program wanatani sangat penting untuk membuat

masyarakat tetap sejahtera dari segi ekonomi meskipun aktivitas penambangan telah terhenti.

Mayarakat dapat memperoleh keuntungan dari tanaman hasil perkebunan yang ditanam di

wilayah bekas tambang. Selain itu program ini juga memberikan peluang besar bagi

masyarakat untuk berkecimpung secara langsung untuk merawat wilayah restorasi sehingga

pemulihan ekosistem tersebut akan lebih cepat.

3

Page 4: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Restorasi suatu lahan bekas pertambangan harus dimulai dengan langkah penanaman

kembali pepohonan atau tanaman-tanaman lainnya yang berperan sebagai produsen utama

dalam suatu ekosistem. Hal ini dikarenakan produsen memiliki peranan penting untuk

memberikan ketersediaan energi bagi makhluk hidup lainnya seperti hewan dan manusia.

Selain ketersediaan energi, produsen juga memiliki peran utama dalam beberapa daur

biogeokimia misalnya saja daur karbon. Dalam hal ini produsen akan mengubah senyawa

karbondioksida di alam menjadi senyawa gula yang dapat dimanfaatkan.

Konsep wanatani dapat dilakukan pada situasi dan kondisi lahan tambang yang

berbentuk datar. Jika daerah bekas tambang berbentuk lubang besar seperti lahan tambang

milik PT. Freeport Indonesia di Timika, Papua, upaya untuk menerapkan sistem wanatani

akan lebih sulit karena membutuhkan dana yang besar untuk mereklamasi lahan tersebut.

Namun, untuk daerah bekas tambang yang tidak berbentuk lubang besar seperti lahan bekas

tambang minyak bumi di Riau, sehingga memungkinkan untuk proyek wanatani apabila

lahan tambang sudah tidak produktif lagi.

Selain itu, restorasi dengan sistem wanatani dapat diterapkan dalam situasi dimana

masyarakat yang tinggal di daerah bekas tambang sudah tidak memiliki sumber penghasilan

lain selain hasil dari aktivitas penambangan sehingga setelah aktivitas penambangan terhenti,

masyarakat dapat mengganti aktivitas yang semula menambang menjadi bertani. Situasi yang

tidak kalah pentingnya dalam penggunaan sistem wanatani untuk daerah bekas tambang

adalah mengenai konsentrasi kadar bahan berbahaya pada daerah tersebut. Jika kondisi logam

berat atau bahan pencemaran lainnya sudah berada di tingkatan yang tinggi maka sebaiknya

pemilihan tanaman komoditas untuk sistem wanantani perlu diperhatikan. Pemilihan tanaman

harus tertuju pada tanaman yang tahan terhadap kondisi tanah yang tercemar dan bukan

tanaman untuk konsumsi pangan karena dikhawatirkan kandungan logam berat yang dapat

terakumulasi pada tanaman tersebut. Tanaman seperti karet, tanaman jarak pagar (Jatropha

curcas), dan famili euphorbiaceae lainnya bisa dijadikan pilihan tanaman komoditas untuk

program wanatani pada situasi dan kondisi tersebut. Namun untuk mengantisipasi gagalnya

teknik ini karena tidak semua tanaman komoditas dapat tumbuh pada kondisi lahan yang

tercemar, maka penerapan teknik wanatani dapat dilakukan pada daerah bekas tambang yang

lahannya mengandung logam atau senyawa lainnya dengan jumlah yang masih

memungkinkan bagi tanaman tersebut untuk tumbuh. Jika lahan bekas tambang sudah

tercemar logam berat dengan konsentrasi yang sangat tinggi, sebaiknya lahan harus

4

Page 5: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

disterilkan terlebih dahulu dengan melakukan remediasi, baik dengan reaksi kimia maupun

bioremediator seperti beberapa jenis mikroorganisme.

II. 2 Kelebihan dan Kekurangan Teknik Wanatani

Upaya dalam merestorasi suatu lahan bekas tambang dapat dilakukan dengan berbagai

macam metode, misalnya dengan menanam kembali lahan bekas tambang dengan agen

fitoremediator dan teknik wanatani itu sendiri. Namun konsep wanatani memiliki kelebihan

tersendiri ketimbang metode lain. Kelebihan dalam penggunaan teknik wanatani memang

cukup banyak dan teknik ini dinilai sangat cocok untuk merestorasi lahan bekas tambang.

Kelebihan utama mengapa wanatani lebih menguntungkan ketimbang metode lainnya adalah

program wanatani mendorong masyarakat yang tinggal di daerah sekitar proyek restorasi

untuk berperan secara aktif dalam pemeliharaan daerah yang direstorasi melalui teknik

wanantani. Masyarakat yang semulanya bekerja di daerah pertambangan kini dapat menjadi

petani di wilayah restorasi. Jika masyarakat ikut berperan serta dalam menjaga wilayah

restorasi tersebut hal ini dapat menghemat biaya perawatan yang harus dikeluarkan oleh

pihak yang bertanggung jawab terhadap aktivitas penambangan. Biaya yang semula dijadikan

untuk perawatan dapat dialihkan untuk menambah bibit tanaman komoditas dan tanaman

pepohonan yang dapat ditanam oleh masyarakat sekitar maupun pihak dari perusahaan

pertambangan. Sedangkan perawatan selanjutnya dapat diserahkan secara langsung kepada

masyarakat sekitar dan kegiatan monitoring dan pengamatan terhadap perkembangan wilayah

restorasi tersebut dapat dilakukan oleh pihak dari perusahan pertambangan dalam jangka

waktu tertentu.

Teknik wanatani pada umumnya menggunakan tanaman pohon berkayu yang

memiliki umur panjang dengan tanaman komoditas yang memiliki umur pendek. Namun

teknik wanatani dapat diaplikasikan dengan menggunakan tanaman komoditas yang berumur

panjang dan berkayu serta dapat tumbuh pada daerah miskin unsur hara misalnya pohon

karet. Pohon karet, mahoni, jati, tanaman jarak, dan tanaman komoditas lainnya memiliki

potensi biomasa yang besar. Artinya ketika pohon telah mati atau daun-daun pohon yang

gugur dapat menjadi serasah yang mempercepat perbaikan topsoil pada lahan bekas tambang.

Tanah akan menjadi lebih hitam dan basah akibat produksi serasah dari tanaman komoditas

berkayu yang tinggi. Hasilnya tanah akan menjadi cepat subur. Ketimbang menanam

tanaman bioremediator yang pada umumnya memiliki potensi biomasa yang kecil akibatnya

perbaikan topsoil akan berjalan lambat.

5

Page 6: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Walaupun demikian, pemilihan tanaman dalam program wanatani tidak berarti

tanaman tidak dapat mengurangi kandungan logam berat pada tanah. Tanaman karet memiliki

kemampuan dalam meyerap beberapa logam berat di dalam tanah. Menurut Kelly dalam

Surahmaidah (2008) tumbuhan dari famili euphorbiaceae sangat baik dalam menyerap logam

berat seperti nikel (Ni). Jarak pagar dapat meremediasi daerah tercemar timbal (Pb) dan

Cadmium (Cd) dengan tingkat konsentrasi dalam tanah mencapai 50 mg/kg (Surahmaidah,

2008). Sehingga selain berguna dalam mensejahterakan masyarakat di daerah sekitar bekas

tambang secara ekonomi, tanaman yang digunakan dalam program wanatani juga dapat

meremediasi tanah yang tercemar logam berat.

Sedangkan dari segi lingkungan, teknik wanatani dapat meberikan manfaat yang besar

dalam perbaikan ekosistem lahan bekas tambang. Pepohonan yang ditanam pada daerah

restorasi akan menjadi habitat bagi berbagai macam serangga, burung, dan mamalia kecil.

Seiring waktu daerah bekas tambang akan didiami berbagai macam makhluk hidup lainnya.

Hal ini sesuai dengan teori suksesi. Setelah tanaman komoditas pertanian ataupun perkebunan

dan pepohonan ditanam dan dibiarkan tumbuh subur, maka seiring waktu hewan-hewan akan

pindah ke wilayah baru tersebut. Hewan-hewan tersebut cenderung akan menyesuaikan

terhadap tanaman-tanaman pada wilayah tersebut sehingga akan terbentuk komunitas klimaks

atau ekosistem seimbang. Hal inilah yang ingain dicapai dari suatu upaya restorasi yaitu

ekosistem seimbang.

Namun disamping itu, teknik wanatani untuk daerah bekas pertambangan memiliki

beberapa kekurangan. Walaupun biaya perawatan dalam proyek wanatani bisa dikatakan

lebih murah, namun biaya untuk mereklamasi daerah tambang yang semulanya miskin unsur

hara menjadi lahan yang dapat ditanami bibit tanaman membutuhkan timbunan tanah yang

cukup banyak, apalagi bila daerah bekas tambang berbentung lubang yang besar seperti lahan

tambang miliki PT. Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.

Lahan tambang yang seperti itu akan membutuhkan dana yang cukup besar untuk proses

reklamasi lahan jika ingin dilakukan proyek wanatani.

Proyek wanatani juga masih belum bisa mengembalikan ekosistem alami daerah

bekas tambang sebelum aktivitas penambangan dibuka secara maksimal. Sehingga ancaman

hilangnya keanekaragaman hayati pada daerah bekas tambang tidak dapat dihindari meskipun

teknik wanatani telah diterapkan pada daerah tersebut. Proyek wanatani yang telah dijalankan

6

Page 7: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

saat ini lebih mengutamakan keuntungan dari segi ekonomi daripada memperbaiki ekosistem

asli pada wilayah tersebut.

Selain itu proyek wanatani yang mengandalkan tanaman komoditas pada wilayah

bekas tambang akan mengalami kesulitan dalam hal adaptasi terhadap wilayah bekas

tambang. Selain karena wilayah yang miskin akan unsur hara, wilayah bekas tambang banyak

mengandung zat-zat yang dapat menghambat perkembangan tanaman. Menurut

Arisoesilaningsih (1986) kandungan logam berat seperti timbal dan cadmium dapat

menimbulkan gejala keracunan pada tanaman seperti mempengaruhi pertumbuhan normal,

mengurangi konsentrasi klorofil pada daun atau klorosis, dan gejala lainnya.

II. 3 Pemulihan Topsoil

Topsoil (bunga tanah) merupakan lapisan tanah bagian atas. Topsoil merupakan suatu

campuran antara batu, organisme hidup, dan humus suatu residu bahan organik yang

dibusukkan secara bertahap (Campbell, dkk., 2003). Bagian ini kaya akan unsur hara,

mikroorganisme, bahan organik, dan pada bagian inilah aktivitas biologi terjadi.

Namun, lahan bekas penambangan akan kehilangan bagian ini karena proses

penggalian. Oleh karena itu untuk mengembalikan bagian ini, pada umumnya masih

diupayakan melalui teknik reklamasi lahan. Namun teknik ini memerlukan biaya yang tidak

sedikit. Penggunaan teknik wanatani bisa diaplikasikan setelah melalui proses reklamasi.

Teknik ini dapat memulihkan topsoil pada lahan bekas tambang. Tanaman wanatani yang

memiliki jumlah biomasa yang cukup besar akan menjadi serasah ketika dedaunan dari

pepohonan dan tanaman komoditas lainnya jatuh ke tanah. Dedaunan tersebut akan

mengalami pembusukan oleh mikroorganisme pengurai atau dekomposer dan terurai menjadi

senyawa organik. Senyawa organik ini sangat penting untuk mengembalikan kualitas topsoil.

Vegetasi yang cocok untuk lahan bekas tambang yaitu kombinasi antara tanaman

budidaya berumur panjang dengan beberapa pepohonan. Tanaman yang sangat

direkomendasikan untuk dikembangkan pada vegetasi tersebut adalah tanaman karet. Selain

karena menguntungkan dari segi ekonomi, pepohonan karet dapat membentuk suatu

ekosistem hutan yang alami. Pohon karet dapat menjadi habitat bagi berbagai jenis burung,

ular, dan katak. Apabila vegetasi hutan hujan tropis yang didominasi oleh pepohonan karet

terbentuk, maka dengan sendirinya hewan-hewan akan pindah ke vegetasi tersebut.

7

Page 8: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Tentunya selain tanaman, konsep wanatani atau agroforestry dapat diaplikasikan

dengan pemeliharaan hewan ternak pada daerah tersebut. Hewan ternak seperti sapi dan

kerbau sangat cocok untuk diaplikasikan pada daerah wanatani. Sapi dan kerbau mampu

menghasilkan kotoran atau feses yang mengandung mikroorganisme pembusukan. Menurut

Campbell (2003), humus adalah pembusukan bahan organik yang terbentuk oleh kerja bakteri

dan fungi pada organisme yang telah mati seperti feses, daun-daun yang gugur, dan buangan

organik lainnya.

Apabila mikroorganisme tersebut dapat hidup pada daerah bekas tambang yang sudah

ditanami tanaman budidaya, maka hal ini dapat mempercepat terbentuknya kualitas topsoil

yang bagus, karena mikroorganisme tersebut akan mempercepat pembusukan serasah pada

lahan bekas tambang mejadi bahan organik sederhana yang dapat menyuburkan tanah.

II. 4 Interaksi pada Ekosistem Wanatani

Teknik wanatani dilakukan dengan menanam kombinasi dari sejumlah bibIt tanaman

komoditas dengan tanaman pepohonan. Teknik wanatani ini diharapkan dapat memberikan

keuntungan bagi alam dan juga bagi masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tersebut.

Tanaman yang ditanam akan berperan sebagai produsen dalam ekosistem yang akan

terbentuk. Suatu ekosistem memiliki suatu struktur trofik (trophic structure) dari

hubungan makan-memakan. Tingkatan trofik yang mendasar akan mendukung yang lainnya

dalam suatu ekosistem terdiri dari organisme autotrof, atau produsen primer (primery

producer) ekosistem tersebut (Campbell, dkk., 2008). Maka dari itu, tanaman sangat berperan

penting sebagai sumber pangan bagi fauna sekitarnya.

Pengaplikasian hewan ternak dalam konsep wanatani sangat dianjurkan karena hewan

ternak dapat menghasilkan kotoran atau feses yang mengandung sejumlah bakteri pembusuk

yang dapat menguraikan serasah pada daerah tersebut. Sehingga lahan yang semulanya

miskin unsur hara lambat laun akan menjadi lahan yang subur. Faktor curah hujan juga

memberikan peranan yang cukup penting untuk mempercepat pelapukan serasah. Kita tahu

bahwa tanaman komoditas yang biasa digunakan dalam konsep wanatani memiliki sejumlah

biomasa yang besar dan umumnya tersimpan pada daun dan batang tanaman. Apabila

dedaunan ini jatuh ke tanah dan mengalami pembusukan maka akan memperkaya unsur hara

bagi tanah tersebut. Sisa kotoran ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing juga menambah

kesuburan tanah bekas tambang. Sejumlah hewan ternak akan memperoleh makanan dari

semak yang tumbuh disekitar wilayah wanatani. Selama proses perkembangan semak pada

8

Page 9: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

lahan tersebut, hewan ternak dapat diberikan pakan dengan menggunakan semak dari lokasi

lain hingga lahan tersebut sudah bisa menumbuhkan rerumputan dan sejumlah tanaman

lainnya. Akibat adanya tanah yang subur, curah hujan yang tinggi, dan ketersediaan makanan

yang cukup pada lahan dengan konsep wanatani tersebut maka akan muncul sejumlah hewan

lain seperti burung, ular, katak, semut, lebah, dan masih banyak lagi. Sejumlah fauna akan

melakukan suatu interaksi seperti makan memakan atau predasi dan simbiosis. Pada peristiwa

makan memakan tersebut terjadi aliran energi dari produsen ke konsumen tingkat I, II, III,

dan dekomposer. Hubungan ini dapat dilihat meluai suatu rantai makanan, misalnya nyamuk

atau serangga kecil dimakan oleh katak, kemudian katak dimakan oleh ular, dan ular mati

hingga diuraikan oleh dekomposer. Selain itu ada pula hubungan simbiosis, misalnya apabila

pada daerah tersebut terdapat sarang lebah yang berada di atas pohon karet, maka disini lebah

memiliki peranan penting bagi penyerbukan sejumlah tanaman berbunga pada ekosistem

tersebut dan lebah mendapatkan nektar dari bunga tanaman tersebut.

Metode wanatani memiliki manfaat yang cukup besar bagi masyarakat, misalnya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat akan memperoleh keuntungan dari hasil

perkebunan pada lahan wanatani. Selain itu masyarakat akan lebih mandiri dengan adanya

lahan dengan konsep wanatani ini. Sehingga diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan

bagi lingkungan sekitar daerah bekas pertambangan.

II. 5 Perancangan Konsep Restorasi Ekosistem dengan Teknik Wanatani

Restorasi suatu ekosistem dengan teknik wanatani yang direkomendasikan yaitu suatu

vegetasi hutan hujan tropis dengan pepohonan karet di dalamnya dan sejumlah tanaman

semak seperti pakis, gulma, atau ilalang. Menurut Jatna Supriatna (2008), ekologi hutan

tropis yang tidak boleh dilupakan agar restorasi dapat berjalan sebagaimana mestinya adalah :

suhu tinggi yang konstan (rata-rata 23°-30°C), panjang siang dan malam relatif sama,

presipitasi tinggi dan tersebar rata, kelembaban tinggi (rata-rata 77%-88%).

Pohon karet dinilai tahan terhadap kondisi tanah yang terkontaminasi sejumlah logam

berat. Menurut Firmansyah (2011), tanaman karet selain bermanfaat sebagai tanaman

perkebunan, juga dimanfaatkan potensinya sebagai tanaman hutan. Sebagai tanaman

perkebunan, karet mampu menjadi komoditas ekspor yang strategis, penghasil devisa serta

sumber penghidupan bagi berjuta-juta penduduk dunia. Sebagai tanaman hutan, karet dapat

efektif sebagai paru-paru dunia dan penambat CO2.

9

Page 10: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Getah tanaman dari famili euphorbiaceae ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi.

Getah karet dapat dijadikan komoditi ekspor karena konsumsi karet di dunia sangat tinggi.

Fauna yang dapat diaplikasikan pada lahan ini yaitu hewan ternak seperti sapi atau kerbau

dan serangga yang menguntungkan seperti lebah. Lebah dapat menghasilkan madu yang juga

bernilai jual tinggi. Selain itu lebah juga dapat menjadi agen polinisator pada hutan tersebut.

Apabila lahan bekas pertambangan tidak bisa direklamasi maka lahan tersebut dapat

dijadikan kolam dengan membudidayakan sejumlah ikan. Pada kolam tersebut bisa

ditambahkan eceng gondok yang dapat meyerap sejumlah senyawa berbahaya yang masih

tersisa pada kolam tersebut, namun penambahan eceng gondok harus dilakukan dengan

pengawasan terhadap perkembangan tanaman ini. Tanaman eceng gondok yang terlalu

banyak dapat menghalangi cahaya matahari untuk sampai ke dasar kolam, padahal cahaya

matahari merupakan faktor abiotik penting bagi makhluk hidup. Beberapa daerah bekas

tambang yang dinilai aman dan terbebas dari logam berat berbahaya, bisa ditanami tanaman

buah-buahan seperti nangka dan durian.

Disamping itu, pembinaan terhadap masyarakat di sekitar daerah restorasi juga sangat

diperlukan. Selain untuk menumbuhkan rasa kepedulian pada masyarakat untuk merawat dan

menjaga daerah tersebut, pembinaan dapat memberikan dasar bagi masyarakat sekitar

mengenai cara untuk menjaga daeraha wanatani. Pembinaan dapat berupa teknik pertanian

seperti dosis pupuk, pembuatan pupuk kompos dari sisa kotoran ternak,ataupun cara

memanen tanaman komoditas yang ditanam. Pembinaan mengenai pentingnya menjaga

lingkungan juga dapat disampaikan pada masyarakat sekitar.

Keberhasilan dari proyek yang dilakukan dapat diketahui melalui kegiatan monitoring

atau evaluasi. Keberhasilan dari suatu restorasi dapat dilihat dari keanekaragaman hayati

yang terbentuk pada daerah tersebut. Beberapa cara dapat dilakukan untuk menghitung

seberapa sukses teknik yang telah kita lakukan. Salah satunya adalah penghitungan indeks

keanekaragaman pada lahan tersebut. Langkah yang diaharuskan adalah pembuatan plot

sampel pada daerah bekas tambang yang sudah ditumbuhi sejumlah pepohonan dan tanaman

lainnya. Plot dapat berukuran 4m x 4m. Lalu dicatat jumlah spesies tanaman berbeda pada

plot tersebut dan jumlah individu yang didata. Misalkan pada plot 4m x 4m diperoleh 10

spesies tanaman berbeda dengan jumlah individu sebanyak 30 tanaman. Maka indeks

keanekaragaman tumbuhan pada lahan tersebut yaitu :

total spesiesberbedajumlahindividu

10

Page 11: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

Maka indeks keanekaragaraman tumbuhan pada plot tersebut adalah sebesar = 1030

atau sama dengan 0,33. Indeks keanekaragaman ini dapat pula dihitung untuk spesies fauna

yang terdapat pada plot tersebut. Plot dapat dibuat lebih dari satu dengan lokasi yang

terpencar namun masih dalam satu kawasan yang akan dihitung keanekaragamannya. Hasil

perubahan indeks keanekaragaman dapat dipantau dalam jangka waktu tertentu untuk melihat

perkembangannya. Semakin tinggi tingkat keanekaragaman dari daerah tersebut maka hal

tersebut mengindikasikan bahwa restorasi daerah bekas tambang berhasil.

Selain keanekaragaman, evaluasi terhadap kondisi tanaman yang sengaja ditanam

pada lahan tersebut juga sangat penting. Evaluasi pertumbuhan tanaman dapt dilihat dori

kondisi fisiknya seperti tinggi tanaman yang ditanam. Rata-rata pertumbuhan tanaman dapat

dimati dengan melakukan pengukuran tingggi terhadap sejumlah bibit tanaman yang telah

ditanam dalam rentang waktu tertentu misalnya lima bulan sekali. Maka rata-rata

pertumbuhan tanaman tersebut selam 5 bulan yaitu :

∆ h(1)+∆ h(2)+∆ h(3)+…+∆ h(n)n

∆ h merupakan perubahan tinggi tanaman dari awal penanaman ke lahan hingga lima

bulan penanaman. Sedangkan n merupakan jumlah total tanaman yang ditanam. Sehingga

rata-rata pertumbuhan tanaman tersebut yaitu jumlah perubahan tinggi seluruh tanaman dan

dibagi dengan total tanaman.

11

Page 12: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

BAB III

PENUTUP

III. 1 Simpulan

Restorasi lahan bekas tambang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak yang

merugikan bagi lingkungan dan masyarakat. Salah satu program yang dapat digunakan dalam

upaya ini adalah program wanatani atau agroforestry. Tanaman yang direkomendasikan

untuk program ini adalah tanaman yang tahan terhadap lingkungan yang miskin akan unsur

hara dan terkontaminasi logam berat, misalnya tanaman dari famili euphorbiaceae. Teknik

wanatani selain digunakan untuk memulihkan ekosistem yang telah rusak, diharapkan juga

untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar karena tanaman yang digunakan

dalam teknik ini merupakan kombinasi antara tanaman komoditas dengan tanaman

pepohonan.

III. 2 Saran

Penulis menyarankan supaya lahan bekas tambang dapat dimanfaatkan secara

maksimal, misalnya dengan prinsip wanatani. Beberapa daerah bekas tambang seperti

tambang bauksit di Bintan dan tambang timah di Bangka Belitung dapat diterapkan konsep

wanatani, sedangkan daerah tambang batu bara yang masih beroperasi seperti yang terdapat

di Sumatera Selatan dan Kalimantan sekiranya nanti dapat diterapkan program wantani

apabila tambang sudah tidak prduktif lagi. Penulis juga menyarankan supaya pembinaan

masyarakat sekitar mengenai program wanatani perlu ditingkatkan agar dapat menumbuhkan

rasa peduli bagi masyarakat sekitar karena terpeliharanya daerah restorasi lahan tambang

sangat bergantung dari penjagaan dan perhatian masyarakat sekitarnya. Hasil yang optimal

dapat tercapai secars maksimal apabila perkembangan daerah restorasi terus dipantau dalam

jangka waktu tertentu.

12

Page 13: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

DAFTAR PUSTAKA

Arisoesilaningsih.1986. Pengaruh Timbal (Pb) dan Cadmium Terhadap Pertumbuhan

Tanaman Kacang Kedelai (Glicine Max (L.) Merr.),(Online),

(http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-s2-1986-

endangaris-1734, diakses 5 Desember 2013).

Campbell, Neil A.,2003. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Firmansyah, A. 2011. Tanaman Karet dan Sawit Penyelamat Bumi, (Online),

(http://www.bumn.go.id/ptpn8/publikasi/tanaman-karet-dan-sawit-penyelamat-bumi/,

diakses 7 Desember 2013).

Lasah, M. 2012. Restorasi Berbasis Wanatani: Mendambakan kelestarian TNBK dan TNDS,

(Online), (http://www.wwf.or.id/berita_fakta/blog/?uNewsID=25603, diakses 5

Desember 2013).

Suprapto, SJ. 2008. Pupuk Organik Penyelamat Lahan Bekas Tambang, (Online).

(http://kaltim.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/info-teknologi/26-lain/229-pupuk-

organik-penyelamat-lahan-bekas-tambang, diakses 7 Desember 2013).

Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Surahmaidah. 1998. Fitoremediasi Tanah Terecemar Logam Berat, (Online),

(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-24116-1507100033-Chapter1.pdf,

diakses 5 Desember 2013).

13

Page 14: program wanatani restorasi lahan bekas tambang

14