restorasi komposit

41
STEP 1 1. Restorasi plastis: Teknik preparasi dan restorasi dengan bahan tumpatan komposit yang dikerjakan 1 kali kunjungan tidak memakai fasilitas laboratorium. Bahan dapat dibentuk dengan sifat plastis dan menjadi setting di dalam kavitasnya. Restorasi plastis digunakan apabila sisa jaringan keras gigi masih cukup untuk mendukung tumpatan. Jika jaringan gigi yang tersisa tidak cukup kuat, maka digunakan restorasi rigid. 2. Resin Komposit Resin komposit merupakan resin akrilik yang sudah ditambah dengan bahan lain, misalnya quartz, untuk membentuk struktur komposit. Resin komposit juga merupakan restorasi adhesive yang dapat berikatan dengan jaringan keras gigi melalui dua sistem bonding, yaitu ikatan enamel dan ikatan dentin. 3. Electric Pulp Test (EPT): Suatu alat yang dirancang untuk memberikan arus listrik untuk menstimulasi serabut-serabut syaraf gigi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kevitalan suatu gigi. Pada saat dilakukan test kevitalan menggunakan EPT, gigi yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan tidak ada restorasi logam. 1

description

restorasi plastis komposit

Transcript of restorasi komposit

Page 1: restorasi komposit

STEP 1

1. Restorasi plastis:

Teknik preparasi dan restorasi dengan bahan tumpatan komposit yang

dikerjakan 1 kali kunjungan tidak memakai fasilitas laboratorium. Bahan

dapat dibentuk dengan sifat plastis dan menjadi setting di dalam kavitasnya.

Restorasi plastis digunakan apabila sisa jaringan keras gigi masih cukup

untuk mendukung tumpatan. Jika jaringan gigi yang tersisa tidak cukup kuat,

maka digunakan restorasi rigid.

2. Resin Komposit

Resin komposit merupakan resin akrilik yang sudah ditambah dengan

bahan lain, misalnya quartz, untuk membentuk struktur komposit. Resin

komposit juga merupakan restorasi adhesive yang dapat berikatan dengan

jaringan keras gigi melalui dua sistem bonding, yaitu ikatan enamel dan

ikatan dentin.

3. Electric Pulp Test (EPT):

Suatu alat yang dirancang untuk memberikan arus listrik untuk

menstimulasi serabut-serabut syaraf gigi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

kevitalan suatu gigi. Pada saat dilakukan test kevitalan menggunakan EPT,

gigi yang diperiksa harus dalam keadaan kering dan tidak ada restorasi

logam.

4. Karies media klas I Black:

Karies media merupakan karies yang kedalamannya sudah mencapai

setengah dentin, namun belum mencapai pulpa. Karies klas 1 Black

merupakan karies pada pit dan fissure yang terjadi pada: (1) oklusal posterior;

(2) 2/3 oklusal pada bagian bukal, lingual/palatal; (3) palatal incisive 1 atas.

1

Page 2: restorasi komposit

STEP 2

1. a. Apa saja klasifikasi dan sifat-sifat resin komposit ?

b. Resin komposit jenis apakah yang sesuai untuk kasus pada skenario ?

2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari penggunaan resin komposit ?

3. a. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari resin komposit ?

b.Mengapa dokter gigi pada skenario lebih memilih untuk menggunakan

resin komposit dibandingkan bahan yang lain ?

4. Bagaimana desain preparasi kavitas kelas 1 Black dan seberapa dalam

kavitas yang dibutuhkan ?

5. Bagaimana prosedur menumpat dengan menggunakan resin komposit ?

6. Apa saja faktor-faktor keberhasilan dalam penggunaan resin komposit ?

2

Page 3: restorasi komposit

STEP 3

1. A. Macam-macam resin komposit dan sifatnya

Berdasarkan bahan pengisinya:

Resin Komposit Konvensional

Partikel pengisi yang paling sering digunakan untuk jenis ini adalah

quartz. Ukuran rata-rata partikelnya adalah 8-12 µm, sesekali partikel

sebesar 50 µm juga bisa terdapat di dalamnya. Ukuran partikel yang besar

membuat resin komposit jenis ini terlihat kasar. Banyaknya bahan pengisi

umumnya 70-80% berat atau 60-65% volume.

Resin Komposit Mikrofiller

Partikel pengisi yang digunakan untuk resin komposit jenis ini adalah

koloidal silica. Ukuran dari partikelnya adalah 0,04-0,4 µm, jauh lebih

kecil 200-300 kali dibandingkan resin komposit tradisional. Kelemahan

dari resin komposit ini adalah ikatan antara partikel komposit dan

matriksnya lemah sehingga mempermudah pecahnya restorasi.

Resin Komposit Hibrida

Partikel pengisi pada komposit hibrida adalah koloidal silica dan

partikel kaca yang dihaluskan dan mengandung logam berat, yang mengisi

kandungan bahan pengisi sebesar 75-80% berat. Resin komposit jenis ini

memiliki karakter mekanis dan fisik yang lebih baik dari jenis

konvensional, tetapi permukaannya halus seperti jenis resin komposit

mikrofiller.

B. Resin komposit hibrida merupakan tipe resin komposit yang paling sesuai

dengan kasus di skenario. Selain karena kekuatannya, resin komposit

hibrida memiliki permukaan yang halus, lalu juga dapat terhindar dari

stain.

3

Page 4: restorasi komposit

2. Indikasi dan kontraindikasi resin komposit

Indikasi:

- Restorasi kavitas kecil dan sedang (misal: karies pada gigi P atau M1

klas I Black)

- Daerah yang akan direstorasi tidak memiliki kontak oklusal yang berat

- Daerah operasi dapat diisolasi saat dilakukan prosedur kerja

- Dapat memperkuat sisa struktur gigi

- Untuk gigi anterior (misal: fraktur pada insisal, restorasi tidak akan

mengganggu estetik karena sewarna dengan gigi)

- Pit dan fissure sealant

- Pasien yang alergi terhadap logam

Kontraindikasi:

- Daerah operasi yang tidak bisa diisolasi

- Daerah yang akan direstorasi memiliki tekanan oklusal berat sehingga

restorasi mudah pecah

- OH buruk

- Lesi proksimal yang sulit dilakukan penumpatan

- Pasien alergi terhadap komposit

- Jaringan gigi yang tersisa tidak mendukung restorasi

- Insidensi karies tinggi

- Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruxism

3. Kelebihan dan kekurangan resin komposit

Kelebihan restorasi komposit:

- Estetik baik

- Kekuatan cukup

- Preparasi mudah, tidak membuang banyak jaringan

- Biokompatibel

- Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

4

Page 5: restorasi komposit

- Lebih ekonomis dibandingkan dengan pembuatan crown yang

membutuhkan prosedur laboratorium

- Mudah polishingnya

Kekurangan restorasi komposit:

- Memerlukan kemampuan sensitivitas dan ketelitian operator

yang tinggi

- Lebih mahal dibandingkan restorasi plastis lainnya

- Microleakage

- Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur kerja lebih banyak

- Menyerap air sehingga harus diisolasi dengan baik, jika

terkontaminasi maka restorasi mudah terlepasi

- Iritatif terhadap pulpa apabila ada komposit yang tidak

terpolimerisasi

- Elastisitas rendah

- Dapat mengalami diskolorisasi setelah pemakaian jangka

panjang

4. Tidak terjawab pada step 3, dibahas pada step 7.

5. Prosedur menumpat menggunakan resin komposit:

a. Menyiapkan alat dan bahan sebagai berikut:

- Handpiece high speed

- Mata bur bulat, inverted,

dan silindris

- Sonde

- Excavator

- Syringe

- Kuas

- Plastis Filling Instrument

- Burnisher

- Alat curing

- Saliva Ejector

- Alat poles komposit

- Bahan etsa

- Bahan bonding

- Tampon

- Cotton roll

- Cotton palate

- Bahan tumpat komposit

5

Page 6: restorasi komposit

b. Isolasi daerah kerja (menggunakan saliva ejector, tampon, dan cotton

roll).

c. Pembersihan gigi dari debris, kalkulus, dll.

d. Preparasi kavitas

Pada saat preparasi kavitas, harus memperhatikan prinsip-prinsip

di bawah ini:

- Convinience : membentuk kavitas sedemikian rupa untuk akses alat

dan bahan.

- Resistence : membentuk kavitas sedemikian rupa agar bahan

tumpatan dan jaringan gigi yang tersisa kuat untuk menahan beban

kunyah.

- Retention : perlu atau tidaknya dibuat bevel. Namun pada karies klas

I Black tidak perlu dibuat bevel.

- Extention for Prevention : perluasan kavitas dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya karies sekunder.

e. Irigasi kavitas, lalu dikeringkan.

f. Pemberian liner/basis menggunakan Ca(OH)2

g. Irigasi, lalu dikeringkan.

h. Pemberian etsa asam menggunakan asam fosfat 30-50% selama 20-30

detik.

i. Irigasi dengan aquadest 20cc, lalu dikeringkan.

j. Setelah dilakukan pengetsaan, enamel akan berwarna putih.

k. Aplikasi bahan bonding menggunakan BIS-GMA

l. Penumpatan resin komposit, dimasukkan selapis demi selapis. Pada

setiap lapisan dilakukan penyinaran selama 15-20 detik.

m. Cek oklusi

n. Pemulasan tumpatan

6. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan restorasi plastis:

- Teknik isolasi yang baik

6

Page 7: restorasi komposit

Jika daerah kerja terkontaminasi dengan cairan maka perlekatan bahan

tumpatan dengan enamel dan dentin akan terganggu.

- Kontak oklusal yang normal

- Kemampuan operator

Diperlukan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi dalam melakukan

prosedur restorasi.

- Pemilihan bahan tumpatan yang tepat

- Desain kavitas yang sesuai

Desain kavitas yang baik hendaknya mempertimbangkan segi

retensi, resistensi, convenience, dan extention for prevention. Apabila

keempat hal tersebut terpenuhi, maka karies sekunder sulit sekali

timbul, dan daya tahan restorasi akan menjadi semakin lama. Karies

sekunder biasanya disebabkan oleh preparasi yang tidak memenuhi

kriteria extention for prevention, yaitu pit dan fissure yang dalam

harus diikutsertakan pada preparasi walaupun tidak terkena karies.

Juga kriteria removal of caries, yaitu penghilangan jaringan yang

terinfeksi. Apabila kedua kriteria tersebut tidak terpenuhi maka akan

terjadi karies sekunder.

- Teknik manipulasi bahan restorasi

Cara manipulasi bahan restorasi plastis berbeda-beda untuk tiap

bahan, dengan berbagai ketentuan tertentu. Apabila hal ini tidak

diikuti dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap kekuatan sifat

mekanisnya, ekspansifnya, dan dikhawatirkan akan menyebabkan

mikroporositas yang menjadi penyebab karies sekunder. Pengetahuan

akan teknik manipulasi beserta cara pengaplikasian bahan menjadi

syarat utama dalam keberhasilan restorasi yang dilakukan

- Ketepatan dalam menentukan indikasi

- Teknik polishing dan finishing

Jika hasil polishing dan finishing kasar, maka sisa makanan akan

mudah menumpuk sehingga menjadi asam yang dapat menyebabkan

karies.

7

Page 8: restorasi komposit

- Alat yang digunakan harus baik.

Misal: jika alat curing yang digunakan memiliki baterai lemah,

panjang gelombang sinar yang dikeluarkan tidak akan sesuai sehingga

proses pengerasan juga tidak sempurna.

8

Page 9: restorasi komposit

STEP 4

Mapping:

9

Restorasi

Plastis Rigid

Onlay

Karies

Inlay CrownGIAmalgam Komposit

Indikasi dan

kontraindikasiKlasifikasi

Kelebihan dan

kekurangan

Desain

kavitas

Tahap

preparasi

Tahap

restorasi

Page 10: restorasi komposit

STEP 5

1. Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi resin komposit serta

indikasinya

2. Mampu memahami dan menjelaskan kekurangan dan kelebihan restorasi

komposit

3. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan preparasi kavitas restorasi

komposit

4. Mampu memahami dan menjelaskan tahapan penumpatan restorasi komposit

STEP 6

MANDIRI

10

Page 11: restorasi komposit

STEP 7

PEMBAHASAN

1. Klasifikasi resin komposit

a. 3 jenis resin komposit berdasarkan aktivasi polimerisasi yang berbeda,

yaitu:1

- Visible-light-activated systems

Resin komposit yang tersedia di pasaran sekarang biasanya memakai

sistem ini. Visible-light-activated systems mengandung dua komponen

initiator sistem, terdiri dari di-ketone dan tertiary amine. Di-ketone yang

fotosensitif, biasanya 0,2-0,7% champhorquinone, menyerap energi radiasi

dengan panjang gelombang 450-475 nm yang dipancarkan dari quartz

halogen, laser, plasma arc dan yang paling baru Light Emitting Diodes

(LED). Energi minimum yang dibutuhkan untuk curing yang adekuat adalah

300 mW/cm2 tetapi peneliti menunjukkan bahwa dengan intensitas cahaya

100 mW/cm2 kedalaman curing dan perubahan dari monomer resin jauh

lebih baik menggunakan LED daripada dengan menggunakan halogen dan

photon yang dipancarkan oleh LED lebih bisa diserap oleh

champhorquinone.

- Chemically activated systems

Resin komposit ini dijual dalam bentuk pasta base dan catalyst ataupun

dalam bentuk powder-liquid. Salah satu bagian dari base dan catalyst

maupun powder-liquid akan mengandung sebuah initiator, benzoyl

peroxide, dan bagian lainnya tertiary aromatic amine accelerator yang

ketika dicampurkan kedua bagian ini akan memicu polimerisasi dari resin

komposit.

11

Page 12: restorasi komposit

- Sistem lain (Dual-activated)

Dual-activated komposit memiliki dua sistem pemicu polimerisasi

yaitu light-activated dan chemically activated. Light-activation digunakan

untuk memicu polimerisasi dan chemical-activation diandalkan untuk

melanjutkan dan melengkapi reaksi setting dari resin komposit.

b. Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan

ukuran partikel filler, yaitu: 13

- Komposit berbahan pengisi mikro

Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit

tradisional, dikembangkan suatu bahan yang menggunkan partikel silika

koloidal sebagai bahan pengisi anorganik. Partikelnya berukuran 0,04

μm; jadi partikel tersebut lebih kecil 200-300 kali di bandingkan rata-rata

partikel quartz pada komposit tradisional. Komposit ini memiliki

permukaan yang halus serupa dengan tambalan resin akrilik tanpa bahan

pengisi. Dari segi estetis resin komposit mikro filler lebih unggul, tetapi

sangat mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung menggumpal

dengan ukuran 0,04 sampai 0,4 μm. Selama pengadukan sebagian

gumpalan pecah, manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan

buruknya ikatan antara partikel pengisi dengan matriks sekitarnya.

Kekuatan konpresif dan kekuatan tensil menunjukkan nilai sedikit lebih

tinggi dibandingkan dengan resin komposit konvensional. Kelemahan

dari bahan ini adalah ikatan antara partikel komposit dan matriks yang

dapat mengeras adalah lemah mempermudah pecahnya suatu restorasi.

- Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil

Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan

dari permukaan komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap

mempertahankan atau bahkan meningkatkan sifat mekanis dan fisik

komposit tradisional. Untuk mencapai tujuan ini, bahan pengisi

12

Page 13: restorasi komposit

anorganik ditumbuk menjadi ukuran lebih kecil dibandingkan dengan

yang biasa digunakan dalam komposit tradisional.

Rata-rata ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 μm

tetapi penyebaran ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel yang luas

ini memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi, dan komposit

berbahan pengisi partikel kecil umumnya mengandung bahan pengisi

anorganik yang lebih banyak (80 % berat dan 60-65 % volume).

Beberapa bahan pengisi partikel kecil menggunakan quartz sebagai

bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca yang mengandung

logam berat.

- Komposit hibrida

Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka

memperoleh kehalusan permukaan yang lebih baik dari pada partikel yang

lebih kecil, sementara mempertahankan sifat partikel kecil tersebut.

Ukuran partikel kacanya kira-kira 0,6- 1,0 mm, berat bahan pengisi antara

75-80% berat. Sesuai namanya ada 2 macam partikel bahan pengisi pada

komposit hybrid. Sebagian besar hibrid yang paling baru pasinya

mengandung silica koloidal dan partikel kaca yang mengandung logam

berat. Silica koloidal jumlahnya 10-20% dari seluruh kandungan pasinya.

Sifat fisik dan mekanis dari sitem ini terletak diantara komposit

konvensional dan komposit partikel kecil, bahan ini lebih baik

dibandingkan bahan pengisi pasi-mikro. Karena permukaannya halus dan

kekuatannya baik, komposit ini banyak digunakan untuk tambalan gigi

depan, termasuk kelas IV. Walaupun sifat mekanis umumnya lebih rendah

dari komposit partikel kecil, komposit hibrida ini juga sering digunakan

untuk tambalan gigi belakang.

13

Page 14: restorasi komposit

- Komposit konvensional

Resin komposit konvensionaldisebut juga komposit tradisional atau

komposit makrofiler, karena ukuran partikel pengisinya yang relatif besar.

Bahan pengisi yang sering digunakan adalah quartz dengan ukuran rata-rata

8-12 μm. Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi namun memiliki

permukaan yang kasar, dan umumnya bersifat radiolusen. Sifat-sifat mekanik

baik, jarang terjadi fraktur. Permukaan dapat mengikat plak, sukar dipoles.

Mempunyai kecenderungan berubah warna. Indikasi untuk tumpatan dengan

tekanan kunyah besar (kelas IV dan II).

No TipeUkuran Partikel

(µm)

% bahan pengisi

(persatuan berat)

1

.

Konvensional

(large particle)

8-12

15-35

78

2

.

Partikelkecil

(Fine particle)

1-8 70-86

3

.

Mikro

(mikrofine)

0,04 25-63

4

.

Hibrid

(blended)

0,04 dan 1-5 77-80

 

14

Page 15: restorasi komposit

c. Resin komposit juga diklasifikasikan berdasarkan persentase muatan fillernya,

yaitu : 7

- Resin komposit flowable

Pada pertengahan tahun 1990, diperkenalkan resin komposit flowable

sebagai bahan tambalan alternatif untuk restorasi kavitas klas V.2 Resin

komposit ini memiliki ukuran partikel filler yang berkisar antara 0,04-1 µm

dan persentase komposisi atau muatan filler nya berkurang hingga 44-54 %.7

Komposisi filler inorganik yang rendah dan komposisi resin yang lebih

banyak menyebabkan resin komposit tipe ini memiliki daya alir yang sangat

tinggi dan viskositas atau kekentalannya cukup rendah, sehingga dapat

dengan mudah untuk mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil.3,4,5

Resin komposit flowable memiliki modulus elast isitas yang rendah

menyebabkan bahan ini lebih fleksible, penumpatan bahan yang lebih

mudah, cepat, teliti, mudah beradaptasi, sangat mudah dipolish, radiopak,

dan mengandung fluoride serta pengurangan sensitifitas setelah

penumpatan.4 Selain itu, resin komposit flowable dapat membentuk sebuah

lapisan elastis yang dapat mengimbangi tekanan pengerutan polimerisasi.6

Indikasi bahan restorasi ini ditujukan untuk kavitas dengan invasif minimal

seperti restorasi klas I dan klas II dengan tekanan oklusal yang ringan,

restorasi kavitas klas V, juga dapat digunakan sebagai liner.4

- Resin komposit packable

Resin komposit packable memiliki ukuran partikel filler yang berkisar

antara 0,7-2 µm dan persentase komposisi atau muatan filler nya berkisar

antara 48-65 % volume.7 Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan

kekentalan atau viskositas bahan menjadi meningkat sehingga sulit untuk

mengisi celah kavitas yang kecil. Tetapi dengan semakin besarnya komposisi

filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi pengerutan selama

polimerisasi, memiliki koefisien ekspansi termal yang hampir sama dengan

struktur gigi, dan adanya perbaikan sifat fisik terhadap adaptasi marginal.

Resin komposit ini juga diharapkan dapat menunjukkan sifat-sifat fisik dan

15

Page 16: restorasi komposit

mekanis yang baik karena memiliki kandungan filler yang tinggi.8,9,10,11,12

Resin komposit packable diindikasikan untuk gigi posterior karena daya

tahannya terhadap tekanan sehingga dapat mengurangi masalah kehilangan

kontak. 12 Resin komposit ini diindikasikan untuk restorasi klas I, klas II

dengan luas kavitas yang kecil, dan klas V.10

d. Berdasarkan ukuran partikel, bahan pengisi anorganik resin komposit juga

dibagi menjadi: 16

- Megafiller : ukuran partikel lebih besar dari 100 µm.

- Macrofiller : ukuran partikel 10-100 µm

- Midifiller : ukuran partikel 1-10 µm

- Minifiller : ukuran partikel 0,1-1 µm

- Microfiller : ukuran partikel 0,01-0,1 µm

- Nanofiller : ukuran partikel ,005-0,01 µm

2. Kekurangan dan Kelebihan dari Restorasi Resin Komposit15,16

Kelebihan restorasi komposit:

- Estetik baik

- Konduktivitas suhu rendah

- Perlekatan mekanik yang baik ke struktur gigi

- Tidak mengandung merkuri atau galvanism

- Menguatkan struktur gigi

Kekurangan restorasi komposit

- Membutuhkan teknik yang rumit

- Memerlukan waktu yang lama dalam penempatan restorasi

- Pengerutan sewaktu polimerisasi

- Microleakage

- Relatif mahal bila dibandingkan restorasi plastis yang lain

- Menyerap air

3. Tahapan Preparasi Restorasi Resin Komposit13

16

Page 17: restorasi komposit

- Tahapan Isolasi

Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi

saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Gingiva yang berdarah

adalah masalah yang harus diatasi sebelum melakukan preparasi. Beberapa

metode tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu saliva

ejector, gulungan kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau rubber

dam

- Pembersihan Gigi

Apabila terdapat kotoran seperti debris, plak, atau karang gigi pada

daerah kerja, maka dibersihkan terlebih dahulu.

Tahap preparasi13

a. Membuat outline form pada oklusal gigi mengikuti bentuk pit dan

fissure dengan memperhatikan bentuk resistensi, retensi,

konvenien, dan extention for prevention.

b. Preparasi menggunakan kontra angle high speed dengan bur bulat

sedalam 2-3 mm.

c. Membentuk dinding tegak lurus dengan dasar kavitas

menggunakan bur fissure silindris.

d. Pada sudut internal dibulatkan dengan bur bulat.

e. Dinding pulpa dihaluskan dengan bur inverted

f. Bersihkan kavitas dengan semprotan angin secara perlahan

g. Irigasi dengan aquadest steril kemudian keringkan dengan cotton

palate

17

Page 18: restorasi komposit

4. Tahap penumpatan kavitas dengan resin komposit

Berikut ini adalah tahapan-tahapan penumpatan dengan resin komposit

setelah tahap preparasi selesai dilakukan:

- Pemberian Liner/ Basis

Sebelum dilakukan pemberian liner/basis, kavitas harus dalam keadaan

bersih (sudah diirigasi) dan kering.

Pada restorasi resin komposit, perlu diplikasikan basis atau liner

karena sifat dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu

adanya perlindungan sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak

secara langsung mengenai struktur gigi. Bahan basis atau liner yang

biasanya digunakan adalah kalsium hidroksida, terutama karies yang

hampir mencapai pulpa, karena sifatnya yang mampu merangsang

pembentukan dentin sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai

liner berbentuk suspensi dalam liquid organik seperti methyl ethyl ketone

atau ether alcohol atau dapat juga dalam larutan encer seperti methyl

cellusose yang berfungsi sebagai bahan pengental. Liner ini diaplikasikan

dalam konsistensi encer yang mengalir sehingga mudah diaplikasikan ke

permukaan dentin. Larutan tersebut menguap meninggalkan sebuah lapisa

tipis yang berfungsi memberikan proteksi pada pulpa di bawahnya.Selain

liner, perlindungan lain dapat berupa basis. Basis yang dapat digunakan

18

Page 19: restorasi komposit

adalah basis dari kalsium hidroksida, semen ionomer kaca, dan seng

fosfat. Sebagai basis, kalsium hidroksida berbentuk pasta yang terdiri dari

basis dan katalis. Basisnya terdiri dari calcium tungstate, tribasic calcium

phosphate, dan zinc oxide dalam glycol salycilate. Katalisnya terdiri dari

calcium hydroxide, zinc oxide, dan zinc stearate dalam ethylene toluene

sulfonamide. Basis kalsium hidroksida yang diaktivasi dengan sinar

biasanya mengandung calcium hydroxide dan barium sulfate yang

terdispersi dalam resin urethane dimethacrylate. Kalsium hidroksida

sebagai basis mempunyai kekuatan tensile dan kompresi yang rendah

dibandingkan dengan basis dengan kekuatan dan rigiditas yang tinggi.

Karena itulah, kalsium hidroksida tidak diperuntukkan untuk menahan

kekuatan mekanik yang besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan

tahanan terhadap tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat.

Untuk memberikan perlindungan terhadap termis, ketebalan lapisan yang

dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. Keuntungan dari penggunaan kalsium

hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu merangsang

pembentukan dentin sekunder. Setelah itu dilakukan irigasi lalu kavitas

dikeringkan.

- Tahap etsa asam

Ulaskan bahan etsa (asam phospat 37%-50%) dalam bentuk gel/cairan

dengan pinset dan gulungan kapas kecil (cutton pellet) pada permukaan

enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas (pada bagian bevel).

Pengulasan dilakukan selama 20-30 detik dan jangan sampai mengenai

gingival. Lalu dilakukan irigasi dengan air sebanyak 20 cc dan kavitas

dikeringkan. Setelah dikeringkan, permukaan gigi yang dietsa akan

tampak berwarna putih.

- Tahap bonding

Ulaskan bahan bonding menggunakan spon kecil atau kuas / brush

kecil pada permukaan yang telah di etsa . Ditunggu ± 10 detik sambil di

19

Page 20: restorasi komposit

semprot udara ringan di sekitar kavitas (tidak langsung mengenai

kavitas) .Kemudian dilakukan penyinaran selama 20 detik.

Saat ini, pemakaian bahan adhesif pada dentin telah meluas ke seluruh

dunia dan perkembangannya pun bervariasi didasarkan pada tahun

pembuatan, jumlah kemasan dan sistem etsa. Berdasarkan tahun

pembuatan, bahan adhesif dibagi mulai dari generasi I sampai pada

generasi VII.

Generasi I dan II mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an dan 1970-an

yang tanpa melakukan pengetsaan pada enamel, bahan bonding yang

dipakai berikatan dengan smear layer yang ada. Ikatan bahan adhesif yang

dihasilkan sangat lemah (2 MPa-6MPa) dan smear layer yang ada dapat

menyebabkan celah yang dapat terlihat dengan pewarnaan pada tepi

restorasi.

Generasi III mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an, mulai

diperkenalkan pengetsaan pada dentin dan mulai dipakai bahan primer

yang dibuat untuk dapat mempenetrasi ke dalam tubulus dentin dengan

demikian diharapkan kekuatan ikatan bahan adhesif tersebut menjadi lebih

baik. Generasi III ini dapat meningkatkan ikatan terhadap dentin 12MPa–

15MPa dan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kegagalan batas

tepi bahan adhesif dan dentin (marginal failure). Tetapi seiring waktu

tetap terjadi juga kegagalan tersebut.

Generasi IV mulai diperkenalkan awal tahun 1990-an. Mulai dipakai

bahan yang dapat mempenetrasi baik itu tubulus dentin yang terbuka

dengan pengetsaan maupun yang telah mengalami dekalsifikasi dan juga

berikatan dengan substrat dentin, membentuk lapisan “hybrid”. Fusayama

dan Nakabayashi menyatakan bahwa adanya penetrasi resin akan

memberikan kekuatan ikatan yang lebih tinggi dan juga dapat membentuk

lapisan pada permukaan dentin. Kekuatan ikatan bahan adhesif ini rendah

20

Page 21: restorasi komposit

sampai dengan sedang sampai dengan 20 MPa dan secara signifikan dapat

menurunkan kemungkinan terjadinya celah marginal yang lebih baik

daripada sistem adhesif sebelumnya. Sistem ini memerlukan teknik

pemakaian yang sensitif dan memerlukan keahlian untuk dapat mengontrol

pengetsaan pada enamel dan dentin. Cara pemakaiannya cukup rumit

dengan beberapa botol sediaan bahan dan beberapa langkah-langkah yang

harus dilakukan.

Generasi V mulai berkembang pada tahun 1990-an. Pada generasi ini

bahan primer dan bonding telah dikombinasikan dalam satu kemasan. Pada

generasi ini juga mulai diperkenalkan pemakaian bahan adhesif sekali

pakai. Generasi VI mulai berkembang pada akhir tahun 1990-an awal

tahun 2000, pada generasi ini mulai dikenal pemakaian “self etching” yang

merupakan suatu terobosan baru pada sistem adhesif.

Pada generasi VI ini tahap pengetsaan tidak lagi memerlukan

pembilasan karena pada generasi ini telah dipakai acidic primer, yaiu

bahan etsa dan primer yang dikombinasikan dalam satu kemasan.

Generasi VII mulai berkembang sekitar tahun 2002, generasi ini juga

dikenal sebagai generasi ”all in one” adhesif, dikatakan demikian karena

pada generasi VII ini bahan etsa, primer dan bonding telah dikombinasikan

dalam satu kemasan saja, sehingga waktu pemakaian bahan adhesif

generasi VII ini menjadi lebih singkat.

Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif

dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol. Pada

sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang terpisah

yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan pertama kali

tahun 1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang baik dan

efektif. Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya kemasan yang

21

Page 22: restorasi komposit

ada di meja unit dan waktu pemakaian yang lama dikarenakan sistem ini

yang terdiri dari tiga botol dan tidak praktis.

Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari

dua botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol

yang merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in

merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek dokter

gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu pemakaiannya

lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup kuat.

Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya

terdiri satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding.

Sistem ini merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar.

Kelebihan sistem ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan mudah

pengaplikasiannya dibandingkan dengan sistem bahan adhesif lainnya.

Namun, kekurangan sistem ini adalah kekuatan ikatan yang dihasilkan

lebih rendah.

- Tumpatan Resin Komposit

Pada tahap ini resin komposit diaplikasikan ke dalam kavitas dengan

ketebalan sekitar 2 mm.

- Cek oklusi

Pengecekan oklusi yang dilakukan bisa menggunakan rubber point

composite.

- Tahap finishing dan polishing komposit

Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.

Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi

mengkilat.

22

Page 23: restorasi komposit

Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :

o Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades,

atau specific resin carving instrument yang terbuat dari carbide,

anodized aluminium, atau nikel titanium.

o Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs,

berbagai tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point

dan cups, metal dan plastic finishing strips, dan pasta polishing.

o Diamond dan carbide burs

Digunakan untuk menghaluskan ekses-ekses yang besar pada resin

komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada

permukaan restorasi.

o Discs

Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang

abrasive dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area

interproksimal. Disk terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar

sampai yang halus yang bisa digunakan secara berurutan saat

melakukan finishing dan polishing.

o Impregnated rubber points dan cups

Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling

kasar digunakan untuk mengurangi ekses-ekses yang yang besar

sedangkan yang halus efektif untuk membuat permukaan menjadi

halus dan berkilau. Keuntungan yang utama dari penggunaan alat

ini adalah dapat membuat permukaan yang terdapat ekses

membentuk groove, membentuk bentuk permukaan yang

diinginkan serta membentuk permukaan yang konkaf pada lingual

gigi anterior.

o Finishing stips

23

Page 24: restorasi komposit

Digunakan untuk mengkontur dan mem-polish permukaan

proksimal margin gingival untuk membuat kontak interproksimal.

Tersedia dalam bentuk metal dan plastik. Untuk metal biasa

digunakan untuk mengurangi ekses yang besar namun dalam

menggunakan alat ini kita harus berhati-hati karena jika tidak dapat

memotong enamel, cementum, dan dentin. Sedangkan plastic strips

dapat digunakan untuk finishing dan polishing. Juga tersedia dalam

beberapa jenis dari yang kasar sampai halus yang dapat digunakan

secara berurutan.

Prosedur finishing dan polishing resin komposit:

- Sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan

ekses-ekses di area proksimal, dan margin gingival dan untuk

membentuk permukaan proksimal dari resin komposit.

- Scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin

komposit pada aspek distal.

- Alumunium oxide disk digunakan untuk membentuk kontur dan

untuk polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.

- Finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal.

- Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan

untuk menghaluskan permukaan oklusal restorasi.

- Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing

atau polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak

proksimal.

24

Page 25: restorasi komposit

25

Page 26: restorasi komposit

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Klasifikasi resin komposit terdiri dari:

a. Berdasarkan aktivasi polimerisasi:

- Visible-light-activated systems

- Chemically activated systems

- Sistem lain (Dual-activated)

b. Berdasarkan ukuran partikel filler (Lutz dan Phillips (1983)):

- Komposit berbahan pengisi mikro

- Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil

- Komposit hibrida

- Komposit konvensional

c. Berdasarkan persentase muatan fillernya:

- Resin komposit flowable

- Resin komposit packable

d. Berdasarkan ukuran partikel:

- Megafiller

- Macrofiller

- Midifiller

- Minifiller

- Microfiller

- Nanofiller

2. Kelebihan dan kekurangan resin komposit

Kelebihan restorasi komposit:

- Estetik baik

- Kekuatan cukup

- Preparasi mudah, tidak membuang banyak jaringan

- Biokompatibel

26

Page 27: restorasi komposit

- Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

- Lebih ekonomis dibandingkan dengan pembuatan crown yang

membutuhkan prosedur laboratorium

- Mudah polishingnya

- Konduktivitas suhu rendah

- Perlekatan mekanik yang baik ke struktur gigi

- Tidak mengandung merkuri atau galvanism

- Menguatkan struktur gigi

Kekurangan restorasi komposit:

- Memerlukan kemampuan dan ketelitian operator yang tinggi

- Relatif mahal dibandingkan restorasi plastis lainnya

- Microleakage

- Waktu yang dibutuhkan untuk prosedur kerja lebih banyak

- Menyerap air sehingga harus diisolasi dengan baik, jika

terkontaminasi maka restorasi mudah terlepasi

- Iritatif terhadap pulpa apabila ada komposit yang tidak

terpolimerisasi

- Elastisitas rendah

- Dapat mengalami diskolorisasi setelah pemakaian jangka panjang

- Membutuhkan teknik yang rumit

- Pengerutan sewaktu polimerisasi

3. Teknik menumpat dengan resin komposit:

- Menyiapkan alat

- Isolasi daerah kerja

- Pembersihan permukaan gigi

- Teknik preparasi kavitas dengan memenuhi prinsip-prinsip

convenience, retention, resistance, extention for prevention.

- Irigasi kavitas, lalu dikeringkan.

- Pemberian liner/basis

- Irigasi, lalu dikeringkan.

27

Page 28: restorasi komposit

- Pemberian etsa asam

- Irigasi dengan aquadest 20cc, lalu dikeringkan.

- Aplikasi bahan bonding

- Penumpatan resin komposit

- Cek oklusi

- Pemulasan

-

28

Page 29: restorasi komposit

DAFTAR PUSTAKA

1. Mount GJ, Hume WR. Preservation and Restoration of Tooth

Structure. 1st Ed. Sidney: Mosby, 1998.

2. Yazici AR, Baseren M, Dayanga A. The effect of flowable resin

composite on microleakage in class v cavities. Oper Dent 2003; 28:

42-6.

3. Chimello DT, Chinellati MA, Ramos RP, Palma Dibb RG. In vitro

evaluation of microleakage of flowable composite in class v

restorations. J Braz Dent 2002; 13(3): 184-7.

4. Nugrohowati, Wianto D. Penggunaan bahan flowable untuk restorasi.

JITEKGI 2003; 1(2): 146-7.

5. De Goes MF, Giannini M, Di Hipolito V, Rocha de Oliveira Carrilho

M, Daronch M, Rueggeberg FA. Microtensile bond strength of

adhesive systems to dentin with or without application of an

intermediate flowable resin layer. J Braz Dent 2008; 19(1): 51-6.

6. Bagheri M, Ghavamnasiri M. Effect of cavosurface margin

configuration of class V cavity preparations on microleakage of

composite resin restorations. J Contemp Dent Pract 2008; 9(2): 122-9.

7. Neo JLC, Yap AUJ. Composite resin. In: Mount GJ, Hume WR.

Preservation and restoration of tooth structure. London: Mosby, 1998:

69-92.

8. Bala O, Octasli MB, Unlu L. The leakage of class II cavities restored

with packable resin-based composites. J Contemp Dent Pract 2003;

4(4): 1-11.

9. Cilli R, Parraki, De Araujo MAJ. Microleakage comparison of class II

restorations with flowable composite as a liner: condensable

composite versus universalcomposite. Pós-Grad Rev Fac Odontol São

José dos Campos 2000; 3(2).

10. Irawan B. Komposit berbasis resin untuk restorasi gigi posterior. J

Dentika Dent 2005; 10(2): 126-31.

29

Page 30: restorasi komposit

11. Attar N. The effect of finishing and polishing procedures on the

surface roughness of composite resin materials. J Contemp Dent Pract

2007; 8(1):27-35.

12. Leeuailoj C. The art of anterior tooth-colored restoration with resin

composites. Thailand: Chulalongkorn University, 2004: 10-11.

13. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi.

Edisi 3. Alih bahasa: Tarigan R. Jakarta: EGC; 1997.

14. Wilson HJ, Mansfield MA, Heath JR, Spence D. Dental Technology

and Materials for Students.8th Edition. London: Blackwell Scientific

Publication, 1987.

15. Craig RG, Powers JM, Wataha JC. Dental Materials: Properties and

Manipulation.7th Edition. New Delhi: Harcourt (India) Private Limited,

2002: 57-71.

16. Indra YK. Prosedur Penyelesaian dan Pemolesan Untuk Mendapatkan

Tumpatan Resin Komposit yang Ideal. MI Kedokteran Gigi. Jakarta,

2001.

30