Progenmol 2 : PCR dan Elektroforesis

download Progenmol 2 : PCR dan Elektroforesis

of 13

Transcript of Progenmol 2 : PCR dan Elektroforesis

Laporan Praktikum Proyek Genetika Molekuler Mikroba Percobaan 02 Polymerasa Chain Reaction (PCR) dan Elektroforesis

Nama NIM Tgl. Percobaan Tgl. Pengumpulan Kelompok Asisten

: Ridwan Muhamad Rifai : 10408040 : 2 September 2010 : 23 September 2010 :6 : Rahma

Program Studi Mikrobiologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung 2010

1. Tujuan a. Membuat campuran templat DNA untuk PCR b. Mendeskripsikan output band hasil elektoforesis yang telah dilakukan PCR c. Menentukan keakurasian dan kepresisisian mikropipet

2. Metode a. Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu metode dalam memperbanyak fragmen DNA berdasarkan konsep replikasi DNA secara in vitro. Secara umum PCR berupa siklus termal yang dilakukan dalam beberapa set dengan satu setnya terdiri dari beberapa proses. Proses tersebut adalah : 1) Denaturasi DNA Proses ini berlangsung pada suhu tinggi sekitar 94-98oC. Pada proses ini DNA akan terpisah menjadi single strand. Suhu berperan sebagai pengganti enzim helikase yang berperan dalam replikasi DNA. 2) Annealing Pada proses ini primer akan melekat pada templat DNA secara spesifik pada bagian yang komplemen dengan primer. Bagian ini biasanya merupakan fragmen target dari PCR. Suhu pada proses ini lebih rendah dari suhu denaturasi yaitu sekitar 50-65oC. Suhu annealing sangat menentukan apakah primer akan melekat tepat pada fragmen target atau tidak. Biasanya suhu annealing ini lebih rendah 3-5oC dari Tm primer. 3) Elongasi Pada proses ini fragmen DNA akan direplikasikan masing-masing oleh enzim DNA polimerase sama seperti pada proses replikasi. Suhu bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan namun secara umum berada pada suhu cukup tinggi mengingat jenis DNA polimerase yang digunakan merupakan enzim termostabil. Penempelan primer pada masing-masing ujung dari fragmen target akan sangat menentukan apakah fragmen target tersebut yang diamplifikasi sehingga akan muncul fragmen target yang murni. (Rychlik, 1990)

Ketiga proses tersebut berlangsung secara siklus dengan lebih dari 20 kali pengulanagan. Fragmen target DNA murni baru akan didapat pada siklus ketiga. Fragmen target ini akan diamplifikasikan dengan kecepatan logaritmik sehingga akan menghasilkan jutaan kopi dalam waktu yang cukup singkat.

Gambar 1. Proses PCR

PCR memerlukan beberapa komponen yaitu sebagai berikut. Templat DNA (berisi fragmen target) sebagai vektor fragmen target yang akan diamplifikasi

-

DNA polimerase sebagai pelaksana ampifikasi DNA. DNA polimerase yang dipakai haruslah bersifat termostabil seperti Taq polymerase

-

dNTP sebagai building block dari DNA yang akan dibuat Buffer sebagai pelarut yang berfungsi menjaga pH agar reaksi berjalan optimum Mg2+ sebagai kofaktor DNA polimerase Primer (sepasang) sebagai penentu fragmen target yang akan diamplifikasi. Primer berjumlah 2 buah yang masing-masing bekerja secara forward dan backward sehingga akan menentukan daerah spesifik fragmen DNA

-

(Sambrook, 2001)

Metode kerja PCR diawali dengan mencampur semua komponen dalam tube PCR. Kuantitas komponen adalah sebagai berikut. Bahan DreamTaq Buffer dNTPS SP6 T7 DreamTaq Sampel DNA Deion Konsentrasi akhir 1x 0.08 mM / 0.2 mM 0.5 M 0.5 M 2.5 unit 100 ng Volume (L) 2,5 L 0,5 L 0,625 L 0,625 L 2 unit 2,5 ng 17,75 L

Komponen harus selalu diletidakan dalam es untuk mencegah kerusakan. Setelah itu tube PCR disentrifugasi terlebih dahulu untuk memastikan kehomogenisasian campuran. Lalu tube (8 tube) diamsukan dalam alat PCR gradien. Alat ini memiliki 96 plate yang terdiri dari 8 baris dan 12 kolom. Alat ini akan membuat 8 variasi suhu annealing secara gradien berdasarkan pada range suhu yang diinput. Setiap baris plate akan memiliki suhu masing-masing. Kelompok kami mendapat baris nomor 6 dengan suhu annealing 57oC dengan range suhu 55-65oC. Setelah tube dimasukan maka program PCR yang digunakan dalam pengaturan suhu dan waktu dijalankan. Profil suhu yang digunakan oleh kelompok kami adalah sebagai berikut.

1 3 6 2 4 5

1 = Denaturasi 1 2 = Denaturasi 2,3,...,n 3 = Annealing

4 = Elongasi 1,2,...,n-1 5 = Elongasi n 6 = Cooldown

Dari profil di atas, terjadi pengulangan proses 2 3 4 sebanyak 30 kali ( 30 siklus).

b. Elektoforesis Elektroforesis adalah suatu prosedur dalam mengisolasi DNA dan membaca keberadaan berbagai fragmen DNA dengan media agar/gel berdasarkan suatu pemisahan. Elektroforesis menggunakan arus listrik sebagai penggerak molekul karena seperti diketahui bahwa DNA memiliki muatan negatif sehingga akan menuju kutub positif. Pemisahan terjadi berdasarkan massa molekul yang diperlakukan. Makin berat massa molekul maka akan semakin lama ia bergerak dalam agar/gel yang berarti semakin dekat ia dari titik awal elektroforesis.

Elektroforesis memerlukan beberapa komponen, yaitu Agarosa sebagai media elektroforesis Buffer sebagai pelarut dan perendam agar dan menjaga pH EtBr sebagai pewarna radioaktif yang akan berikatan dengan DNA sehingga jalannya DNA akan diketaui di bawah sinar UV Bromphenolblue sebagai pewarna loading yang akan menentukan kapan elektroforesis selesai dengan menunjukan sampai mana pergerakan molekul Ladder sebagai satuan baku penunjuk kuantitas suatu band DNA berdasarkan banyaknya pasang basa pada band (Lodish, 2004)

Berikut adalah tampilan dari hasil elektoforesis dan cara membacanya.

Gambar 2. Hasil Elektrofresis (Perbandingan dengan Ladder)

Proses pembutan agar diawali dengan mencampur agarosa dengan buffer TAE sambil dididihkan. Setelah suhunnya menurun lalu ditambah larutan EtBr (Etidium Bromida). Setelah itu, larutan agar ini dicetidak dalam cetidakan gel bersisir. Setelah padat gel diambil dan sisir dilepas. Bekas sisir ini akan menimbulkan well (sumur) yang merupakan tempat memasukan sampel. Selanjutnya gel ditaruh dalam tangki elektroforesis dan direndam dalam buffer TAE.

Kemudian sampel DNA hasil PCR ditambah loading dye bromphenolblue sebanyak 0,5 L untuk selanjutnya dihomogenisasi dalam tube PCR. Lalu 10 L campuran dipipet dan dimasukan dalam masing-masing well (8 sampel, 1 ladder, 2 kontrol). Setelah semua campuran sampel DNA dimasukan, ladder dimasukan dan alat elektroforesis dinyalakan pada tegangan listrik 100V. Rentang waktu tidak ditentukan sebelumnya karena ditentukan oleh petunjuk dari seberapa jauh loading dye telah berjalan.

Setelah elektroforesis selesai, gel diangkat dan difoto di bawah sinar UV dalam ruang gelap yang akan menghasilkan tampilan yang dapat dilihat di bagian Hasil Pengamatan.

c. Penggunaan Mikropipet Mikropipet adalah alat ukur volume yang sangat penting dalam genetika molekuler. Mikropipet memiliki nilai keakurasian dan kepresisian yang berbeda dan dapat diuji melalui metode berikut.

Pertama-tama lima buah tube 1,5 ml ditimbang sehingga menghasilkan berat kosong. Kemudian masing-masing tube tersebut ditmabahkan air sebanyak 1 ml dengan mikropipet. Lalu kelima tube tersebut ditimbang ulang untuk dilihat berat isinya. Selisih berat isi dan berat kosong merupakan berat air yang ditera oleh mikroppipet.

Setelah diketahui selisihnya maka dapat dihitung persen error untuk setiap peneraan dengan mikropipet.Dengan x = selisih massa n = volume sebenarnya

Setelah itu dapat ditentukan nilai standar deviasinya () sebagai berikut

Jika %Error < 0,8% @ 375-1000 L maka mikropipet dapat dikatidakan akurat. Jika < 1,3 L @ 1000 L maka mikropipet dapat dikatidakan presisi.

3. Hasil Pengamatan a. PCR Hasil PCR tampak berwarna bening baik sebelum dilakukan PCR maupun setelah dilakukan PCR. Tidak ada perbedaan yang berarti. Dengan kondisi ini tidak akan diketahui apakah semua komponen sudah dimasukan atau belum. Perlu ketelitian dalam melakukan pencampuran PCR. Saat PCR, kelompok kami mendapatkan suhu annealing 57oC yang lebih sesuai dengan Tm primer. Running PCR sebanyak 30 siklus dengan profil seperti di atas membutuhkan waktu sekitar 3 jam.

b. Elektroforesis Berikut adalah foto hasil Elektroforesis

1

2

3

4

5

5

6

7

8

L

+

-

Ket : L = Ladder + = Kontrol Positif - = Kontrol Negatif Terlihat dari gambar di atas, kelompok kami (6) mendapatkan hasil elektroforesis berupa 2 band. Band ini dicocokan dengan band ladder untuk mengetahui berapa pasang basakah DNA yang terdeteksi dan terisolasi dari sampel. Terlihat pula bahwa kontrol positif menunjukan band dan kontrol negatif tidak menunjukan band.

c. Penggunaan Mikropipet Setelah melalui penimbangan, maka didapat data sebagai berikut.

No Tube 1 2 3 4 5

Berat Tube Kosong (gr) 0,9992 1,0151 1,0145 1,0454 0,9922

Berat Tube + Air (gr) 1,4966 1,5010 1,5100 1,5412 1,4873

4. Pembahasan a. PCR PCR merupakan suatu proses yang sangat krusial karena rentan sekali terhapad kontaminan berupa enzim DNAse yang dapat mendegradasi DNA. Enzim ini berada di tubuh kita. Karena itu dilarang terjadi kontidak antara tubuh dengan komponen, bahkan sarung tangan pun tidak boleh terkena tangan bagina luarnya.

Hal ini penting karena akan memengaruhi hasil elektroforesis yaitu tak terbacanya band. Secara kasat mata, tidak dapat terdeteksi kontaminan dan komponen apa saja yang ada dalam tube PCR. Larutan sampel DNA senantiasa berwarna bening. Hal ini menyebabka perlunya ketelitian dalam bekerja dan menggunakan komponen karena kekurangan komponen juga mengakibatkan hal yang fatal pada elektroforesis. Hasil elektroforesis kami sangat dipengaruhi oleh cara kerja PCR kami dan akan dibahas di bagian pembahasan elektroforesis.

Pada praktikum ini, sebenarnya akan diisolasi fragmen DNA insert dari suatu vektor berupa plasmid. Skemanya sebagai berikut.

Gambar 3. dCT plasmid

Templat DNA di atas bernama dCT plamid yang terdiri dari vektor plasmid pGEMTEasy sebesar 3015 bp dan fragmen insert sebesar 1300 bp. Fragmen insert inilah yang merupakan target utama PCR. Untuk mendapatkan fragmen murni digunakan dua buah primer yaitu SP6 dan T7. Keduanya akan bekerja antiparalel dan menghasilkan fragmen target DNA. Namun, pada fragmen insert ini ternyata ada dua tempat pengenalan primer T7 sehingga akan didapatkan fragmen yang lebih pendek daripada fragmen insert. Gambarnya sebagai berikut.

Gambar 4. Fragmen Insert

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa akan didapatkan dua buah amplifikan yaitu yang sepanjang 1300 bp dan 875 bp. Hasil elektroforesis pun seharusnya sejalan dengan teori ini. Namun kelompok kami menemukan adanya anomali pada hasil elektroforesis yaitu tak ditemukannya band dengan besaran 1300 bp maupun 875 bp. Analisis akan dilakukan pada bagian pembahasan elektroforesis.

b. Elektroforesis Hasil elektroforesis kelompok kami menunjukan ada 2 band yang setelah dicocokan dengan lader akan menghasilkan besaran 4300an pb dan 3000an pb. Analisis foto sebagai berikut.

Dari teori dan analisis skema plasmid dCT seperti di pembahasan PCR, seharusnya ada band dengan besaran 1300 bp dan 875 bp yang menunjukan adanya fragmen insert disamping band 4300 bp dan 3000 bp ( keduanya plasmid dCT). Hal ini merupakan suatu anomali mengingat suhu annealing kelompok kami merupakan suhu yang paling tepat. Sebelum dibahas mengenai penyebabnya, akan dibahas dahulu kemunculan band 4300 bp dan 3000 bp.

Seperti yang telah diketahui, band 4300 bp merujuk pada plasmid dCT itu sendiri yang memiliki panjang 4315 bp (pGEMT-Easy + fragmen insert). Sedangkan band yang terbaca memiliki besaran 3000 bp pun sebenarnya adalah plasmid dCT juga yang sebenarnya memiliki besar 4315 bp. Hal ini diakibatkan karena pada plasmid yang bersifat sirkular, sering terjadi kasus supercoiling. Hal ini alami terjadi dan membuat plasmid yang tadinya bulat menjadi terpelintir. Konformasi terpelintir inilah yang ternyata membuat pergerakan plasmid tersebut dalam agar/gel elektroforesis menjadi lebih cepat dibandingkan plasmid sirkular. Hal ini dimungkinkan karena dalam konformasi supercoil, bentuk menjadi lebih efisien, momentum menurun, dan permukaan kontak menjadi lebih kecil. (Berg, 2007)

Selanjutnya ketidakmunculan band 1300 bp dan 875 bp ternyata diakibatkan oleh kesalahan prosedur pada saat membuat campuran PCR. Primer T7 tak termasukan ke dalam campuran sehingga dalam campuran PCR hanya terdapat templat, Taq polymerase, Taq buffer, dNTP, dan primer SP6. Karena hanya terdapat satu macam primer yaitu SP6, maka daerah target tidak akan terisolasi dan teramplifikasi tetapi malah seluruh plasmid dCT yang teramplifikasi terus menerus karena plasmid dCT yang dipakai berbentuk sirkular. Hal ini terbukti ketika dilakukan elektroforesis hanya terdapat band 4300 bp dan 3000 bp yang keduanya merujuk kepada plasmid dCT.

c. Penggunaan Mikropipet Dari hasil pengamatan dapat ditentukan nilai %Error masing-masing teraan mikropipet dan rataannya. Perhitungannya sebagai berikut.

No Tube 1 2 3 4 5

Berat Tube Kosong (gr) Berat Tube + Air (gr) 0,9992 1,4966 1,0151 1,5010 1,0145 1,5100 1,0454 1,5412 0,9922 1,4873

Selisih (gr)0,4974 0,4859 0,4955 0,4958 0,4951

Rata-rata selisih = 0,49394 gr

Karena %Error > 0,8 % maka mikropipet dapat dikatakan tidak presisi

( a. ( )

)

= 11,972 + 64,642 + 2,4336 + 3,4596 +1,3456 = 83,852

b.

(

)

c. = 4,5785 L Karena > 1,3 L maka mikropipet dapat dikatakan tidak akurat

5. Kesimpulan a. Larutan DNA PCR terdiri dari campuran buffer, DNA polimerase termostabil, dNTP, 2 buah primer, template, dan kofaktor logam. PCR dilakukan dengan 30 siklus denaturasi-annealing-elongasi dengan suhu gradien. b. Dari hasil elektroforesis terbaca 2 band yang setelah dicocokan dengan ladder menunjukan besaran 4300 bp dan 3000 bp. Kedua band ini merujuk kepada plasmid dCT dalam bentuk sirkular (4300 bp) dan supercoil (3000 bp). Tidak ditemukan adanya band dengan besaran 1300 bp dan 875 bp yang menunjukan fragmen insert tidak berhasil diisolasi. c. Dari hasil perhitungan, maka mikropipet yang digunakan memiliki karakteristik tidak akurat (%Error > 0,8 % ) dan tidak presisisi ( > 1,3 L).

6. Daftar PustakaBerg, Jeremy M., John L. Tymoczko, dan Lubert Stryer. 2007. Biochemistry 5th ed. San Francisco : W. H. Freeman Lodish H, Berk A, Matsudaira P, et al. 2004. Molecular Cell Biology 5th ed. . New York : W. H. Freeman

Rychlik W., Spencer W. J., dan Rhoads R. E. 1990. "Optimization of the annealing temperature for DNA amplification in vitro". Nucl Acids Res 18 (21): 64096412 Sambrook, Joseph dan David W. Russel. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd ed. . New York : Cold Spring Harbor