Profil Metropolitan Bandung

9
4-1 BAB 4 PROFIL METROPOLITAN BANDUNG Afria Rahmayanti 1 25412004, Cynthia Viriyadhika 2 25412007 A. Batas administrasi Metropolitan Bandung merupakan aglomerasi kawasan perkotaan di Cekungan Bandung yang terdiri dari Kabupaten Bandung (176.812 Ha), Kabupaten Bandung Barat (130.577,40 Ha), Kota Bandung (16.729,65 Ha), Kota Cimahi (4.023 Ha) dan sebagian Kabupaten Sumedang yaitu Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Jatinangor, dan Kecamatan Cimanggung dengan total luas wilayah 343.087 hektar. Kabupaten Sumedang yang masuk ke Metropolitan Bandung hanya sebagian sehingga perlu koordinasi yang kontinyu untuk mengembangkan daerah tersebut. Gambar 0-1 Peta Administrasi Metropolitan Bandung (Sumber: Bapeda Jawa Barat) Adapun batas-batas BMA secara administratif adalah: Utara : Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang

description

Studio Perkot

Transcript of Profil Metropolitan Bandung

  • 4-1

    BAB 4 PROFIL METROPOLITAN BANDUNG

    Afria Rahmayanti1 25412004, Cynthia Viriyadhika2 25412007

    A. Batas administrasi Metropolitan Bandung merupakan aglomerasi kawasan perkotaan di Cekungan Bandung yang terdiri dari Kabupaten Bandung (176.812 Ha), Kabupaten Bandung Barat (130.577,40 Ha), Kota Bandung (16.729,65 Ha), Kota Cimahi (4.023 Ha) dan sebagian Kabupaten Sumedang yaitu Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Jatinangor, dan Kecamatan Cimanggung dengan total luas wilayah 343.087 hektar. Kabupaten Sumedang yang masuk ke Metropolitan Bandung hanya sebagian sehingga perlu koordinasi yang kontinyu untuk mengembangkan daerah tersebut.

    Gambar 0-1 Peta Administrasi Metropolitan Bandung (Sumber: Bapeda Jawa Barat)

    Adapun batas-batas BMA secara administratif adalah: Utara : Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang

  • 4-2

    Selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur Barat : Kabupaten Cianjur Timur : Kabupaten Garut dan Kabupaten Subang

    B. Topografi dan Morfologi Kawasan Metropolitan Bandung merupakan dataran tinggi yang dikelilingi ole perbukitan dan gunung api Kuarter, yang apabila dilihat secara struktural merupakan cekungan, sedangkan pada bagian tengah berbentuk daratan hingga landai.Metropolitan Bandung memiliki kemiringan lereng sampai sangat curam, dengan pengelompokan kemiringannya antara lain, lereng datar (40%). Dari klasifikasi kemiringan lereng dapat dilihat morfologi Kawasan Metropolitan Bandung berupa morfologi pedataran, landai, perbukitan dan morfologi pegunungan.

    C. Curah Hujan Sebagai daerah yang berada di daerah tropis dengan dua musim, musim hujan di Metropolitan Bandung dengan curah hujan tinggi umumnya jatuh antara bulan Oktober hingga Mei. Curah hujan di kawasan Metropolitan Bandung yang terpantau dari 25 stasiun penakar hujan yang tersebar di setiap kota dan kabupaten, menunjukan jumlah curah hujan yang bervariasi antara 866 mm 4213 mm dan rata-rata 2061,8 mm pada tahun 2012. Sedangkan jumlah hari hujan antara 73 191 hari per tahun dan rata-rata hari hujan adalah 138,6 hari pada tahun 2012.

    D. Hidrogeologi Kawasan cekungan bandung merupakan bagian dari DAS Citarum Hulu yang terdiri dari 7 Sub DAS yaitu Sub DAS Cihaur, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Citarik, Sub DAS Ciminyak, Sub DAS Ciwidey, Sub DAS Cisangkuy, dan Sub DAS Cirasea.

  • 4-3

    Gambar 0-2 Peta Hidologi (Sumber: BBWS Citarum)

    E. Gunalahan Gunalahan di Metropolitan Bandung terdiri dari lahan terbangun dan lahan non terbangun. Luas lahan terbangun adalah 18,45% dari total luas lahan, sisanya adalah lahan non terbangun yang terdiri dari hutan, perkebunan, kebun campuran, lading, sawah, rawa, dan badan air. Penjabaran mengenai gunalahan dirinci pada tabel berikut.

    Table 0-1 Gunalahan Metropolitan Bandung No Gunalahan Luas (Ha) 1. Hutan 64.835,842. Perkebunan 41.965,613. Kebun campuran 31.884,244. Ladang/Tegalan 46.863,255. Sawah 75.844,776. Semak 24.116,557. Rawa 104,558. Badan air 4.227,919. Industri 3.144,6410. Lahan terbangun 62.417,82

    Jumlah 355.405,18

  • 4-4

    Gambar 0-3 Peta Gunalahan (Sumber: Bappeda Provinsi Jawa Barat)

    F. Penduduk Penduduk Metropolitan Bandung pada tahun 2011 sebesar 8.122.216 jiwa, dengan proporsi persebaran yang terbesar berada di Kabupaten Bandung sebesar 41% (3.299.988 jiwa). Kota Bandung berpenduduk sebesar 30% (2.420.146) dari jumlah seluruh penduduk Metropolitan Bandung. Laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 0.38 %.

    G. Transportasi Peningkatan intensitas kegiatan yang terjadi pada Kawasan Metropolitan Bandung berdampak pada timbulnya permasalahan transportasi pada kawasan tersebut. Secara umum, permasalahan sistem transportasi di Kawasan Metropolitan Bandung adalah belum terintegrasinya sistem angkutan umum secara terpadu. Hal ini mengakibatkan kualitas dan jangkauan pelayanan angkutan umum rendah sehingga berakibat pada menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap layanan transportasi umum dan

  • 4-5

    pada akhirnya akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi. Peningkatan jumlah kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan tingkat pelayanan jalan yang baik sehingga seringkali mengakibatkan kemacetan pada beberapa ruas jalan utama di Kawasaan Metropolitan Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan transportasi publik yang terintegrasi dan terjangkau sehingga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi. Beberapa moda transportasi umum yang tersedia di Kawasan Metropolitan Bandung, yaitu bus (Trans Metro Bandung dan Damri), kereta rel diesel, angkutan kota, serta moda angkutan jalan kaki dan sepeda. Berikut ini merupakan gambaran umum dari setiap moda transportasi umum di Kawasan Metropolitan Bandung.

    1) Bus Moda angkutan bus yang terdapat pada kawasan ini terdiri dari dua, yaitu Trans Metro Bandung dan Damri. Trans Metro Bandung memiliki dua koridor dimana koridor pertama melayani rute Cibeureum-Cibiru dengan melewati jalan arteri primer sedangkan koridor kedua melayani rute Cicaheum-Cibeureum dengan melintasi jalur tengah (Cicaheum, Jalan Ahmad Yani, Jalan Ibrahim Adjie,Jalan Jakarta, Jalan Ahmad Yani, Jalan Asia Afrika, Jalan Sudirman, Jalan Raya Elang, Jalan Rajawali Timur). Untuk bus Damri, hingga kini memiliki 10 trayek, yaitu :

    Trayek 1 Cicaheum Cibeureum Trayek 2 Leuwi Panjang Ledeng Trayek 3 Kiara Condong Ciroyom Trayek 4 Dipati Ukur Leuwi Panjang Trayek 5 Elang Jatinangor Trayek 6 Elang Jatinangor (Via Tol) Trayek 7 Dipati Ukur Jatinangor Trayek 8 Dipati Ukur Jatinangor (Via Tol) Trayek 9 Kebon Kelapa Tanjung Sari Trayek 10 Cicaheum Leuwi Panjang

    2) Ketera Rel Diesel Sarana angkutan kereta api komuter yang terdapat di Kawasan Metropolitan Bandung merupakan kereta api diesel namun hingga saat ini pelayanan kereta api belum melayani seluruh wilayah. Pelayanan rute kereta api hanya melayani rute Padalarang menuju Cicalengka. Selain itu, terdapat juga beberapa jalur kereta api yang sudah tidak beroperasi, yaitu jalur kereta dari Cikudapateuh menuju Ciwidey dan Majalaya serta Rancaekek menuju Tanjung Sari.

    3) Angkutan Kota Angkutan kota merupakan salah satu moda angkutan umum yang sering ditemukan di jalan-jalan perkotaan. Beberapa permasalahan pada angkutan kota, antara lain belum melayani seluruh jangkauan kawasan perkotaan, belum memiliki terminal atau

  • 4-6

    halte khusus sehingga angkutan kota seringkali menaikan dan menurunkan penumpang seenaknya yang berakibat pada terganggunya kelancaran lalu lintas, serta kepemilikan angkutan kota oleh masyarakat swadaya sehingga pemerintah kurang dapat mengontrol operasional peredaran angkutan kota tersebut.

    4) Jalan Kaki Jalur jalan kaki (trotoar) berfungsi untuk menjaga keselamatan pejalan dengan menghindari terjadinya konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor. Namun, sebagian besar jalur pedestrian pada beberapa ruas jalan masih kurang memadai. Hal ini terlihat dari kondisi fisik jalur yang kurang baik serta terjadi alih fungsi jalur yang digunakan oleh tempat parkir diatas jalur pedestrian dan digunakan sebagai tempat berjualan para pedagang kaki lima. Akibat dari terjadinya alih fungsi jalur tersebut, para pejalan kaki seringkali menggunakan badan jalan sehingga dapat mengganggu kelancaran lalu lintas kendaraan bermotor.

    5) Sepeda Lajur sepeda yang telah disediakan pada beberapa ruas jalan belum digunakan secara efektif oleh masyarakat. Hal tersebut dikarenakan lajur yang tidak digunakan semestinya (untuk parkir dan PKL), kompetisi lahan dengan pedestrian, pengguna lajur sepeda kurang dihargai, belum ada peraturan daerah yang mengatur keamanan pengguna lajur sepeda, dan sebagainya

    H. Infrastruktur Subbab ini membahas mengenai inftrastruktur yang dijabarkan menjadi perumahan, air bersih, drainase, sampah, dan IPAL domestik.

    1) Perumahan Kebutuhan perumahan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Selain itu juga ketersediaan lahan untuk perumahan di Kota Bandung dan Kota Cimahi semakin terbatas sehingga pengembangan perumahan di Kota Bandung dan Kota Cimahi bersifat intensif dan pengembangan perumahan di luar Kota Bandung dan Kota Cimahi bersifat ekstensif. Persoalan-persoalan pengembangan perumahan di Metropolitan Bandung diantaranya pertumbuhan kawasan permukiman ke kawasan pinggiran Kota Bandung atau pada kawasan yang berbatasan dengan Kota Bandung dan juga pertumbuhan kawasan kumuh yang semakin bertambah di wilayah perkotaan. Berdasarkan data dari Bapeda Provinsi Jawa Barat tahun 2011, jumlah keluarga yang menempati bangunan tidak layak huni di Metropolitan Bandung adalah sebesar 56.096 keluarga terdiri dari 18.784 keluarga yang menempati bangunan di bantaran sungai dan 37.312 keluarga yang menempati bangunan tidak layak huni atau kumuh.

  • 4-7

    2) Air Bersih Manusia adalah mahluk yang membutuhkan air untuk menunjang kehidupannya. Penduduk Metropolitan Bandung memperoleh air bersih dari air tanah dan air permukaan. Kapasitas air yang bisa di produksi pada tahun 2010 adalah sebesar 3.374 liter/detik.

    3) Drainase Infrastruktur drainase di kawasan Metropolitan Bandung sangat bervariasi di setiap kota dan kabupaten, namun umumnya masih mengandalkan sungai sebagai saluran pengaliran air hujan yang tercampur dengan saluran air limbah. Kondisi eksisting jaringan drainase seperti dijelaskan dalam Raperpres RTR Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung berdasarkan laporan akhir Renstra Infrastruktur Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman dan Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung 2025 oleh BAPEDA Propinsi Jawa Barat dalah sebagai berikut:

    Kota Soreang: sistem drainase mengikuti pola jaringan jalan, dengan arah aliran dari barat menuju timut mengikuti kemiringan lahan.

    Kota Majalaya: menggunakan tiga jenis saluran yaitu saluran primer, sekunder dan tersier. Drainase primer berupa sungai-sungai yang ada di sekitar kota dengan kondisi sedang. Sedangkan drainase sekunder dan tersier berupa saluran di sepanjang jalan.

    Kota Rancaekek: secara keseluruhan masih didominasi oleh saluran tanah. Kabupaten Sumedang yang terdiri dari Kecamatan Jatinangor, Tanjungsari,

    dan Cimanggung: saluran drainase hanya terdapat di Kecamatan Tanjungsari dan Jatinangor, sedangkan Kecamatan Cimanggung belum memiliki saluran drainase.

    Kota Bandung: saluran drainase makro umumnya memanfaatkan Sungai Cikapundung dengan arah aliran dari utara ke selatan, dan Sungai Citarum dengan arah aliran dari selatan ke utara yaitu. Kedua sungai tersebut juga digunakan untuk keperluan MCK oleh sebagian kecil penduduk.

    4) Sampah Sampah adalah limbah yang bersifat padat dan terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dalam kegiatan keseharian manusia (SKSNI Dept.PU, 1990). Besaran timbulan sampah ditentukan oleh berbagai factor yang antara lain adalah tingkat ekonomi dan konsumsi masyarakat.

    Sampah yang dihasilkan oleh penduduk Metropolitan Bandung akan melalui proses pengolahan. Operasi pengelolaan sampah di kota-kota di Metropolitan Bandung secara umum terdiri dari operasi pewadahan, pengumpulan/pemindahan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Sistem operasional yang dijalankan oleh lembaga pengelola kota umumnya dikembangkan dengan memperhatikan faktor kondisi fisik atau daerah pelayanan, efisiensi waktu, biaya dan sumber daya lainnya.

  • 4-8

    Di Wilayah Metropolitan Bandung jumlah timbulan sampah sebesar 14.602 m3/hari. Faktor penduduk pada dasarnya sebagai penentu besarnya timbulan disamping faktor aktifitas di dalam kota itu sendiri. Timbulan sampah tersebut di kumpulkan di TPA yang masih aktif. Berdasarkan perolehan data, dari seluruh TPA aktif di Greater Bandung hanya 4% TPA yang dioperasikan secara sanitary landfill, 31% secara controlled landfill dan selebihnya yaitu 61% dioperasikan secara open dumping.

    5) IPAL Domestik Pengelolaan air limbah di Cekungan Bandung sangat bervariasi dan belum memiliki standar pelayanan yang setara di setiap kota dan kabupaten. Umumnya sistem yang digunakan dalam pengelolaan air limbah domestik adalah secara on-site (setempat) dan off-site (terpusat). Penyediaan sistem off-site yang telah ada dan beroperasi saat ini adalah IPAL Bojongsoang dan IPAL Soreang. Sedangkan sistem on-site baik individu maupun komunal menggunakan tanki septik dan cubluk.

    Kota Bandung: memiliki IPAL terpusat Bojongsoang dengan kapasitas debit rata-rata 80.000 m3/hari.

    Kabupaten Bandung Barat: menerapkan sistem on-site, perlu memiliki IPLT, belum ada rencana pembangunan IPAL terpusat karena kendala topografi, prasyarat kepadatan penduduk dan biaya.

    Kabupaten Bandung: memiliki IPAL pusat Soreang dengan kapasitas 10 Lt/dt, dan 2 buah IPLT di Kecamatan Ibun dan Kecamatan Ciparay

    Kota Cimahi: belum memiliki sistem penyaluran dan pengolahan air limbah Kabupaten Sumedang: menerapkan sistem on-site karena pengelolaan

    jaringan air limbah terkendala kondisi alam, keberadaan jaringan jalan, dan kapasitas SDM.

    I. Lingkungan Subbab lingkungan menjabarkan mengenai polusi udara, polusi air dan ruang terbuka hijau.

    1) Polusi Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi (Hidayat). Komposisi campuran gas yang terdapat di dalam udara tidak selalu konstan. Komponen udara yang konsentrasinya selalu bervariasi adalah air dalam bentuk uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) . Polutan udara primer adalah polutan yang mencakup 90% dari jumlah polutan udara selurunya. Sumber polutan yang utama adalah berasal dari transportasi, di mana hampir 60% polutan dihasilkan yang terdiri dari karbon monoksida dan 15% hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya berasal dari pembakaran, industry, pembuangan limbah dan lain-lain. Polusi udara memiliki dampak yang besar terdahap kehidupan dimuka bumi ini. Bukan hanya berdampak kepada manusia, polusi udara juga berdampak pada

  • 4-9

    kerusakan lingkungan, seperti tumbuhan, binatang, material, terjadinya gangguan kabut smog fotokimia, material dan konstruksi. Kerusakan lingkungan akibat polusi udara akhirnya juga berdampak pada kenyamanan hidup manusia. Jadi secara langsung maupun tidak langsung polusi udara berdampak pada kesehatan dan kenyamanan kehidupan manusia.

    2) Polusi Air Air merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, dan harus melalui berbagai proses pengelolaan air baku agar aman untuk digunakan sehari-hari. Sumber utama dari air baku dapat diperoleh dari air permukaan dan air tanah. Permasalahan yang dihadapi oleh Metropolitan Bandung adalah semakin berkurangnya persediaan air baku yang dapat digunakan sedangkan kebutuhan akan air baku terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini salah satunya adalah dikarenakan sumber air permukaan yang terdapat dalam kualitas tidak layak untuk digunakan. Wilayah Metropolitan Bandung berada di daerah aliran sungai Citarum yang merupakan salah satu sungai paling tercemar di dunia. Pencemaran air untuk kualitas air permukaan di Metropolitan Bandung termasuk ke dalam kriteria cemar berat.

    3) RTH Ruang Terbuka Hijau Perkotaan dibedakan menjadi RTH privat dan RTH publik. Di dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diatur mengenai luasan RTH yang ada di kawasan perkotaan. Untuk RTH Publik minimal 20% dari luas kawasan, sedangkan RTH privat 10% dari luasan kawasan. RTH yang ada saat ini di Kawasan Metropolitan Bandung masih membutuhkan penambahan pada Kota Bandung (11,01%) dan Kabupaten Bandung Barat (14,7%), sedangkan untuk Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung sudah melebihi dari standar yang ditetapkan.