Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

40
Edisi 20, Agustus-Oktober 2013. Tahun IX

description

Rekan seperjalanan yang terkasih, seorang filsuf yang bernama Blaise Pascal pernah berkata, “hati mempunyai alasan tersendiri yang tak pernah bisa ditangkap oleh rasio”. Hati mempunyai alasan tersendiri yang sering kali sulit dipikirkan atau pun dibayangkan oleh orang lain. Hukum itu nampaknya juga berlaku ketika seseorang memutuskan untuk menjadi seorang calon imam. Menjadi sesuatu yang su¬lit dimengerti ketika orang yang sudah bekerja, menikmati uang dari hasil ”keringat” sendiri, dan mampu mengatur hidupnya sendiri rela melepaskan segalanya dan memutuskan untuk menjadi seorang imam. Banyak orang mungkin saja berpikir, kok bisa ya. Mau-maunya harus memulai hidup dari nol dan harus masuk dalam ritme hidup di Seminari - ibaratnya masuk ke ”dunia lain”. Akan tetapi, itulah realita yang saat ini mewarnai se¬jarah panggilan imam diosesan KAJ. Sudah ada imam ataupun calon imam diosesan KAJ yang sebagian besar pernah merasakan dunia kerja.

Transcript of Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Page 1: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Edisi 20, Agustus-Oktober 2013. Tahun IX

Page 2: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan
Page 3: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Daftar IsiDaftar Isi & Redaksional .................................1

Kolom UtamaTuhan Terlalu Ajaib Untukku.........................2

Siap dan Mau Jalani Panggilan Imam...........4

Sharing Panggilan............................................8

Apakah Panggilan sungguh telambat?..........10

WawancaraBiar Terlambat Asal Selamat........................14

Sharing PastoralJet Coaster.......................................................17Angka 0............................................................20

Biodata Frater TOR........................................22

Pojok FilsafatMari Mencintai Kebenaran...........................24

Sosok InspiratifBunda Mimi.....................................................26

CerpenSurat Terakhir dari Ajeng...............................28

Persona ImanDipanggil Untuk Dekat Dengan Bunda Maria......31

Historia Domus................................................33

*foto cover : -www.merdeka.com -www.bluelight.ru **foto naskah : RD Angga Sri P.

REDAKSIONAL

Moderator: RD Joseph F. SusantoPemimpin Umum: Fr. Robertus GunturKetua Redaksi: Fr. Albertus Ade PratamaAnggota Redaksi: Fr. Reinardus Doddy, Fr. Salto, Fr. S. Tino Dwi P.Editor: Fr. Bondika, Fr Marcellinus, Fr. Robertus GunturBendahara: Fr. Stefanus Harry Yudanto Redaktur Artistik: Fr. Patrick Slamet W, Fr. G. Mahendra BudiSirkulasi & Iklan: Fr. Surya Nandi, Fr. Joko Prasetyo

Alamat Redaksi: Seminari Tinggi Yohanes Paulus II-KAJ, Jl. Cempaka Putih Timur XXV No. 7-8, Jakarta Pusat 10510. Telp. (021) 4203374/4207480 Fax (021) 4264484E-mail: [email protected] : temanseperjalanan.blogspot.com

Rekan Seperjalanan yang terkasih, saat Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun kemerdekaannya yang ke-67 dan Warga Jakarta sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti pilkada putaran kedua, Majalah Teman seperjalanan merayakan pesta emas Ulang Tahun Imamat Romo Koelman. Dalam rangka itu, redaksi membuat edisi khusus 50 tahun Imamat Romo Koelman.

Dalam edisi khusus ini, kami menyajikan sejumlah artikel yang menceritakan kisah perjalanan imamat Romo Koelman. Selain itu, kami juga mempersiapkan banyak artikel yang berisikan kesan, pesan, dan pelajaran yang didapatkan dari orang-orang yang pernah memiliki pengalaman menarik bersama Romo Koelman. Mulai dari romo-romo, para frater, dan juga ada Bapak Agung Adiprasetyo yang merupakan mantan murid Romo Koelman di SMA De Britto. Tidak lupa, laporan khusus dari perhelatan Temu Unio Frater Projo 2012 melengkapi edisi khusus ini.

Melalui edisi khusus ini, kami ingin mengajak pembaca untuk mensyukuri rahmat Allah yang nyata dalam perjalanan setengah abad imamat Romo Koelman. Selain itu, kami berharap melalui artikel ini banyak pelajaran dan inspirasi yang bisa dipetik dari kehidupan seorang imam yang berasal dari Belanda tapi membaktikan hidupnya demi Gereja Katolik Indonesia.

Proficiat Kepada Romo Koelman. Altijd gelukkig!!!

Overleefd lezing....

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 1

Rekan seperjalanan yang terkasih, seorang filsuf yang bernama Blaise Pascal per-nah berkata, “hati mempunyai alasan tersendiri yang tak pernah bisa ditangkap oleh rasio”. Hati mempunyai alasan tersendiri yang sering kali sulit dipikirkan atau pun dibayangkan oleh orang lain. Hukum itu nampaknya juga berlaku ketika seseorang memutuskan untuk menjadi seorang calon imam. Menjadi sesuatu yang su-lit dimengerti ketika orang yang sudah bekerja, menikmati uang dari hasil ”keringat” sendiri, dan mampu mengatur hidupnya sendiri rela melepaskan segalanya dan memutuskan untuk menjadi seorang imam. Banyak orang mungkin saja berpikir, kok bisa ya. Mau-maunya harus memulai hidup dari nol dan harus masuk dalam ritme hidup di Seminari - ibaratnya masuk ke ”dunia lain”. Akan tetapi, itulah realita yang saat ini mewarnai se-jarah panggilan imam diosesan KAJ. Sudah ada imam ataupun calon imam diosesan KAJ yang sebagian besar pernah merasakan dunia kerja. Dalam edisi XX ini, majalah teman seperjalanan berusaha untuk menyajikan tema terkait ”Seminari Metropolitan”, yang meru-pakan sebuah sapaan akrab bagi para imam dan frater yang pernah merasakan dunia kerja (tidak melalui jalur seminari menengah). Mer-eka telah memberi kesaksian hidup atas se-buah pertanyaan mendasar, apa yang aku cari dalam hidup ini? Semoga saja melalui edisi kali ini kita pun mau membuka hati dan berefleksi akan perkataan Mgr. Ignatius Suharyo setiap ada tahbisan imam, ”Apakah Tuhan juga meng-hendaki saya untuk memilih panggilan hidup sebagai imam, biarawan maupun biarawati?”

REDAKSIONAL

Page 4: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

KOLOM UTAMA

Tuhan Terlalu Ajaib UntukkuRD. Yosep Ferry Susanto

Kitab Suci merupakan tonggak penting dalam menggali keindahan dan kekuatan hidup panggilan setiap orang. Daya ilahi dalam Kitab Suci kadang tidak begitu saja kita dapatkan mentah-men-tah ketika kita membaca teks-teks dalam buku tebal yang disebut Alkitab itu. Tulisan ini adalah cerita inspirasi bahwa daya ilahi itu tidak hanya dapat digali dengan membaca dan mempelajari teks-teks Kitab Suci tetapi juga di dalam dinamika pengalaman yang nyata seiring dengan kompleksitas hidup manusia itu sendiri. Banyak orang akan mengatakan cerita saya ini hanya sebuah keberuntu-ngan belaka, namun sebagai orang-orang terpanggil, kita bisa melihatnya dari sudut pandang Allah yang mengasihi hidup setiap manusia. Intinya adalah rangkaian pengalaman hidup yang kita untai menjadi alunan cerita-cerita meng-hantar kita untuk membuat “Kitab Suci” kita sendiri yang di dalamnya termuat kasih Allah yang juga hadir secara nyata sebagai jalan hidup orang-orang terpanggil. Seorang Kakek tua berjanggut putih menyapaku dengan lembut berka-li-kali: “Josep bangun….Sepp bangun Sepp…Josep bangun…..” Kata-kata itu terus mengganggu tidur nyenyakku di siang hari yang dingin. Ketika aku mem-buka mata, otakku langsung dipenuhi oleh kepanikan. Kulihat jam dinding sudah menunjuk jam 15.45. Ohhh my Goddd...Oh my Goddd....teriakku spontan, mengapa alarm ku tak berbunyi? 15 me-nit lagi kuliah akan dimulai, sementara aku masih di kamar.

Kepanikan ini memang bermula dari keteledoranku mengacuhkan infor-masi di papan pengumuman kampus di setiap awal tahun ajaran. Untuk semester ini aku mengambil mata kuliah yang sangat PENTING dan MENENTUKAN un-tuk kelanjutan studiku di Kota Roma. Ku-liah ini sangat sulit dan diajar oleh dosen yang sudah sangat senior di kampus, yaitu mengotak-atik teks kuno bahasa asli Kitab Samuel. Mulanya aku beranggapan bahwa pelajaran ini baru akan dimulai minggu depan tetapi dua hari yang lalu baru aku tahu bahwa pelajaran untuk materi ini ternyata sudah dimulai sejak 2 minggu yang lalu, alhasil aku sudah ketinggalan 2 pelajaran penting yang hanya diikuti oleh 6 mahasiswa ini. Jadi bisa dibayangkan betapa buruknya aku di mata dosen senior ini nantinya. Sangat mungkin aku akan di DO (Drop Out) dari pelajaran ini. Dengan baju tidur seadanya, lang-sung kuraih jaketku. Kukenakan sepatuku seadanya, kuambil tasku yang telah kuisi dengan laptop dan buku seadanya. Ku-berlari ke luar asrama yang cukup besar. Jarak asramaku dengan kampus ditem-puh kira-kira 1 jam dengan bus umum, itupun kalau semuanya lancar. Aku harus dua kali naik bus umum yang sore itu sangat padat sekali keadaannya. Bus pertama yang kunaiki, jalannya seperti kura-kura yang sudah waktunya bertelur. Sambil berdiri berhimpit-himpitan, ha-tiku terus menerus melirik jam tanganku. Aku juga harus melewati Basilika Santo Petrus yang selalu dipadati dengan bus-

2 Teman Seperjalanan XIX/ Februari 2013- April 20132 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 5: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

bus turis dan lalu lalang banyak orang. Tak sabar dengan kemacetan yang luar biasa di sekitar Basilika Santo Petrus, aku turun dari bus dan langsung berlari secepat mungkin. Angin dingin sore itu tidak mampu menghibur paru-paruku yang nyaris terbakar karena dipompa terlalu keras. Karena satu hal yang paling aku takuti dalam hidup ini, yaitu aku takut terlambat. Apalagi aku harus menghadapi keadaan seperti yang aku alami sekarang ini. Keterlambatanku semakin mencoreng wajahku di mata dosen. Hanya satu yang kalimat yang kuulang-ulang dalam hatiku: “Tuhan selamatkan aku dari situasi buruk ini, aku percaya Engkau sungguh ajaib.” Aku turun dari bus yang kedua, langsung aku berlari sekencang mung-kin dan aku menyebrang di tempat yang tidak semestinya. Hampir saja sebuah bus besar menyerempetku dan mem-buat jantungku semakin tidak menentu. Aku terus berlari. Jam 16.30 akhirnya sampai juga aku di kampus yang menu-rutku paling jelek bangunannya se-kota Roma namun menjadi salah satu pusat studi Kitab Suci di seluruh dunia. Kepanikan yang kedua setelah aku sampai di kampus. Aku tidak tahu di ruangan mana pelajaran itu berlang-sung. Aku mencari dan berlari. Di dalam situasi yang sudah sangat terlambat itu, akhirnya kutemukan ruangan tersebut. Dengan takut, kubuka pintu ruangan tersebut yang ternyata dimatikan lam-punya. Di dalamnya sang dosen senior sedang menggunakan OHP untuk me-nerangkan materinya. Kedatanganku tentunya mengganggu jalannya pelaja-ran, karena pelajaran langsung terhenti. Aku mencari kursi kosong dalam situasi ruangan yang gelap. Pelajaran pun berlangsung

setelah aku dapat tempat duduk. Baru kusadari kakiku sakit sekali karena berlari, dadaku pun sesak bukan main. Kulihat di layar bahasa-bahasa kuno dari kitab 1 dan 2 Samuel. Aku sama sekali tidak mengerti konteksnya, maklum aku sudah ketinggalan 2 pelajaran. Dua jam kudengar dosen itu berbicara sambil menanyai mahasiswa yang hadir. Tiba giliranku, pertanyaan-pertanyaan terse-but kujawab seadanya. Di akhir pelajaran, dengan muka penuh penyesalan dan pasrah, kudatangi dosen senior tersebut. Aku menanyakan, apakah aku diperbolehkan mengikuti kulian ini? Dosen tua itupun menjawab: “Ohh...anakku....kamu adalah penyelamat kami...“Aku hanya terdiam. Aku hanya bisa bengong sambil mencoba memaha-mi kata-katanya. Dia melanjutkan: “Un-tung kamu datang. Sejak dua minggu lalu kami menunggu-nunggu satu orang mahasiswa lagi yang mau mengikuti kuliah sulit ini, keikutsertaanmu meleng-kapi kekurangan peserta yang menjadi kecemasan kami selama ini.” Mendengar kata-kata dosen senior tadi aku sangat kaget. Di kepalaku hanya ada kata-kata: “Ohh Tuhan Kau selamatkan hidupku sekali lagi. Apa yang tidak mungkin, menjadi mungkin dan indah“. Sepulang kuliah aku mampir ke salah satu Basilika, aku berdoa dan ber-syukur. Sungguh benar Tuhan, Engkau terlalu ajaib bagi pastor kecil seperti aku ini.

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 3

Tuhan selamatkan aku dari situasi buruk ini, aku percaya Engkau sungguh ajaib.

Page 6: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

KOLOM UTAMA

4 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

“Hatiku berdebar-debar, keingi-nan itu begitu kuat menarikku untuk dekat dengan Yesus. Aku bertanya dalam hati: “Perasaan apakah ini?” Aku tak mampu menahannya lagi. Akhirnya….. aku memutuskan untuk memilih jalan hidup sebagai calon imam. Aku masuk seminari!” Itulah kekuatan Tuhan yang memanggilku untuk mengikuti jalan-Nya untuk menjadi seorang imam. Peristiwa itu terjadi persis ketika aku masih bekerja di sebuah perusahaan elektronik di Cika-rang. Aku sampai pada suatu titik untuk me-mutuskan antara terus bekerja atau menjadi imam. Pada waktu itu aku hanya berdoa be-gini: “Tuhan, kalau Eng-kau menghendaki aku untuk menjadi awam dan terus bekerja serta berkeluarga, berikanlah aku jalan. “Tetapi jika Engkau menghendaki aku untuk menjadi imam, berikanlah pula aku jalan”. Doaku dika-bulkan oleh Tuhan. Ia telah memberikan serta menunjukkan jalan hidup kepada-ku. Penyertaan Tuhan itu kurasakan terus hingga tahbisan imamat yang kuterima pada tanggal 22 Agustus 2013.

Aku Manusia Biasa Aku lahir dan besar di kota “Gu-deg” Jogjakarta. Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara yang semuanya laki-laki. Teman-teman memanggilku dengan nama “Pramono”. Aku meng-

enyam pendidikan Katolik ketika TK dan SD. Kemudian ketika SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi aku menjalaninya di sekolah dan Universitas Negeri. Aku tum-buh seperti umumnya anak yang suka bermain dengan teman-teman sebaya. Sepakbola adalah mainan favoritku. Aku dan teman-teman biasa main bola di jalan depan rumah dan terkadang kami juga bermain di lapangan bola yang besar. Masa-masa SD merupakan masa-masa bermain, beraktivitas dengan riang

gembira. Mengenai kehidupan iman, aku memupuknya dengan mengikuti Misa tiap hari Minggu. Aku terbiasa ke gereja sendiri dengan bersepeda karena jarak gereja dengan rumah relatif dekat.

Kebiasaan untuk rutin ke gereja itu terus berlanjut hingga SMP. Masa-masa remaja kulalui seperti remaja kebanyakan. Aktif di kegiatan sekolah, berkumpul bersama teman-teman, dan melakukan berbagai kegiatan lainnya sungguh membuat masa remaja menjadi indah. Masa remaja menjadi saat untuk jatuh cinta kepada teman sekelas. Hati serasa dag-dig-dug ketika berdekatan dengan gadis yang kutaksir. Keringat dingin mulai keluar ketika aku dekat dengannya. Perasaan itu pun selalu ada hingga aku SMA. Yaa….sekedar perasaan suka, tetapi malu untuk mengungkap-kannya. Aku merenungkan hingga saat

Siap dan Mau Jalani Panggilan TuhanRD Antonius Pramono

Aku sampai pada suatu titik untuk me-mutuskan antara terus bekerja atau menjadi imam.

Page 7: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

3

ini, seandainya ku ungkapkan perasaan itu mungkin jalan hidupku akan lain. Mungkin ini jalan yang diberikan oleh Tuhan kepadaku, boleh mencintai tetapi tidak untuk memiliki. Selepas SMA, aku melanjutkan untuk kuliah. Aku kuliah di Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajah Mada (UGM). Mayoritas teman kuliah adalah cowok. Justru karena banyak cowoknya maka suasana menjadi akrab dan seru. Bagiku, kuliah pada waktu itu begitu sulit, mung-kin karena aku kurang pandai. Ibarat kata dengan bercucuran air mata dan susah payah akhirnya aku dapat lulus kuliah. Selesai kuliah, aku berjuang menghadapi kerasnya kehidupan dengan bekerja di Jakarta. Berangkat pagi, pulang malam menjadi ritme sehari-hari ketika bekerja. Hari Minggu pun terkadang aku masuk kerja. Kerasnya kehidupan di Jakarta, bagaimana susahnya orang cari makan dengan bekerja mem-banting tulang sungguh aku rasakan ketika itu. Kehidupan dunia kerja telah menempa mental dan fisikku. Kehidupan sehari-hari rasa-rasanya hanya bekerja dan bekerja. Hidup rohani menjadi tak teratur. Aku sungguh rindu untuk ikut Ekaristi pada hari Minggu. Ekaristi yang kuikuti setiap hari Minggu menjadi sum-ber kekuatan dalam menjalani kehidu-pan yang penuh dengan tantangan dan hambatan.

Kapan Aku Merasa Dipanggil? Aku merenung dan berfikir, kapan saatnya Tuhan memanggilku untuk men-jadi romo? Sejak kecil aku tidak berke-

inginan untuk jadi romo. Aku juga tidak pernah ikut kelompok misdinar. Lalu ka-pan benih panggilan itu mulai muncul? Aku merasakan benih panggilan itu mun-cul ketika mendekati akhir kuliah, yaitu menjelang penyelesaian skripsi. Saat itu aku sering mengikuti Ekaristi harian. Aku tertarik dengan romo yang menyiapkan bahan-bahan persembahan untuk di-konsekrir. Aku juga tertarik ketika selesai komuni, romo membereskan piala, sibori, kain, dan peralatan misa lainnya. Aku kemudian merefleksikan dan mengambil kesimpulan bahwa Ekaristi menjadi sum-ber panggilanku untuk menjadi imam. Ekaristi menjadi pesona untuk mengikuti Kristus dalam jalan panggilan menjadi imam.

Aku merasa ter-panggil menjadi imam ketika usia 30 tahun. Aku masuk Seminari Tinggi setelah kuliah dan bekerja di Jakarta. Ketika aku bekerja, panggilan Tuhan untuk menjadi imam serasa

menggema dalam hati dan pikiran ini. Perasaan terpanggil itu membuat saya berlutut, tertelungkup di hadapan-Nya. Aku bertanya dalam hati: “Apakah ini? Tanda apakah ini? Apa rencana Tuhan untukku?” Ketika kehendak itu makin menguat maka aku memutuskan untuk memilih jalan hidup menjadi seorang imam. Pada waktu itu aku masih dalam posisi bekerja. Aku memutuskan mening-galkan dunia kerja untuk memilih jalan hidup yang khusus. Aku berusaha untuk meninggalkan segala hal yang ber-sifat materi dan duniawi. Kedudukan, gaji, kehormatan, menjadi bagian yang

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 5

Ekaristi menjadi sumber panggilanku untuk menjadi imam.

Page 8: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

harus kulepaskan dalam hidup ini. Orang banyak bilang itu termasuk panggilan terlambat. Tapi aku tidak menganggap-nya panggilan terlambat. Tuhan berini-siatif untuk memanggil. Apakah Tuhan telat memanggil seorang untuk menjadi imamnya? Tuhan tidak terlambat, pasti Tuhan punya rencana di situ. Aku yakin itu. Semuanya akan indah pada waktu-nya. Kalau dipikir-pikir sekarang, aku bertanya-tanya dalam hati: “Aku ini su-dah lulus kuliah Teknik Mesin. Aku sudah sulit-sulit kuliah, sepertinya ilmuku sia-sia karena aku memilih untuk jadi imam. Ilmu yang kupelajari dulu hilang begitu saja”. Ketika merenungkan keadaan ini aku sampai pada satu kesimpulan. Aku berusaha mengambil sisi positif dari situ-asi ini. Aku berusaha untuk mengambil satu saja manfaat dari ilmu yang pernah kupelajari dulu di bangku kuliah. Ilmu itu aku bawa hingga sekarang sebagai sebuah milik dan harta yang sungguh berharga. Hidup di Seminari ternyata tidak mulus-mulus saja. Ada konflik, perbe-daan, hambatan, tantangan yang be-raneka ragam. Perbedaan usia dengan rekan frater menjadi salah satu kendala tersendiri dalam berelasi dengan mer-eka. Ada berbagai macam aturan dalam komunitas yang belum pernah kudapat-kan di luar sana. Butuh penyesuaian untuk dapat masuk dalam ritme hidup Seminari. Dalam hal studi, praktis aku harus mulai dari nol. Ilmu yang kupelajari di bangku kuliah dulu, jauh berbeda dari ilmu yang kupelajari sebagai seorang calon imam. Perbedaannya seperti bumi dan langit, Teknik Mesin dengan Filsafat-Teologi, tentu berbeda bukan. Semuanya

itu butuh kesabaran. Sabar saja rasa-rasanya tidak cukup. Butuh pula keuletan dalam menjalaninya. Panggilan untuk menjadi imam bagi saya pribadi tidak begitu saja ber-jalan mulus. Aku kadang berbelok dari tujuan yang seharusnya dijalani yaitu mengikuti kehendak Kristus. Aku kadang berdosa, berbuat salah, berbelok arah dari arah yang benar. Tetapi seakan-akan Tuhan Yesus menepok saya untuk kembali ke jalan yang lurus, yaitu jalan menurut kehendak-Nya.

Manjadi Imam, Terus Ngapain….. Pertanyaan mendasar yang tim-bul dalam pikiranku setelah ditahbiskan adalah: “Untuk apa aku jadi imam?” Seka-rang aku sudah ditahbiskan, lalu what’s next? Mengapa aku mau memilih jalan hidup ini? Menurutku, pertanyaan ini sangat penting direnungkan oleh me-reka yang mau menjadi imam. Sejak awal ketika seseorang mau menjadi imam per-tanyaan ini dapat menjadi bahan refleksi yang bagus. Aku pun masih terus merefleksi-kannya hingga kini. Saat ini aku memiliki jawaban demikian. Ketika aku memilih ja-lan hidup menjadi imam maka aku harus total mengikuti Yesus Kristus. Segala kon-sekuensi yang ada dari pilihan hidup itu harus kutanggung. Susah derita mengi-kuti Yesus Kristus siap untuk dijalani. Segala susah derita disatukan dengan Kristus. Aku pun harus siap mewartakan Kristus kepada semua orang. Semua perkataan, pikiran, tindakan diselaraskan dengan Kristus Sang Guru dan Teladan. Tuhan telah mengundang aku untuk mengikuti-Nya dalam jalan pang-gilan untuk menjadi imam. Aku berusaha untuk menanggapinya. Aku dapat terus

6 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 9: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 7

ditawarkan oleh Tuhan kepadaku. Dalam doa dan permenungan pribadi, aku merasa diangkat oleh tangan Tuhan dari jurang yang dalam yang menjauhkanku dari pada-Nya. Dia telah memegang tanganku dan mengangkatku ke atas agar senantiasa berpegangan pada-Nya. Pengalaman inilah yang meneguhkan panggilanku sampai saat ini.

menjalani panggilan ini hanya karena rahmat Allah semata dan doa serta dukungan dari umat beriman semuanya. Tuhan Yesus hendak menawarkan keselamatan ketika aku mengikuti-Nya. Aku ditarik dari hal yang duniawi menuju kepada yang ilahi. Aku merenungkan bahwa panggilan untuk menjadi imam ini merupakan jalan keselamatan yang

Ketika masalah hidup seakan akan terasa sangat semrawut dan tak kunjung sesesai, yang perlu kita lakukan ialah mencoba

untuk terus menerus mencari titik temu.

Page 10: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

KOLOM UTAMA

Perjalanan awal panggilan saya dimulai dari ketertarikan saya tentang hidup seorang imam sewaktu kecil. Saya senang dengan cara hidup yang diperlihatkan imam yang teratur, ter-tata (pikiran, tindakan dan ucapan), dan wibawanya. Panggilan menjadi imam ini sempat terabaikan saat remaja. Saat remaja saya bercita-cita untuk menjadi arsitek namun cita-cita itu kandas saat di SMA. Saya memutuskan untuk kuliah akuntansi di perguruan tinggi swasta. Motivasi saya memilih akuntansi karena dapat segera bekerja dengan gaji yang pantas. Pada dasarnya saya kurang tertarik dengan pilihan saya ini. Kekurang-tertarikan ini yang membuat saya kurang antusias sehingga perjalanan kuliah tidak semulus yang diharapkan. Saya mengha-dapi kegagalan sehingga waktu kuliah saya mundur dari 4 menjadi 6 tahun. Saat memasuki tahun ke-4, saya melihat teman-teman saya (satu per satu) lulus dan bekerja sementara saya masih berjuang untuk bangkit dari kegagalan. Setiap kali melihat teman saya lulus, saya merasa senang sekaligus malu. Pada saat teman saya mulai bekerja, relasi saya dengan mereka mulai renggang. Banyak dari teman saya memilih untuk bekerja di kantor akuntan publik atau konsultan yang ritme kerjanya begitu padat se-hingga saya lihat mereka mengabaikan

kesehatan. Walaupun begitu saya lihat teman-teman saya ini memiliki pendapa-tan yang bagus dan bisa membeli ke-butuhan yang mereka inginkan. Melalui pengalaman teman-teman saya ini, saya mulai menggali kembali cita-cita dalam diri saya yang sesungguhnya. Cita-cita untuk menjadi imam kembali muncul dan perasaan itu semakin kuat bilamana saya menjumpai kegagalan. Pada akhirnya saya memutus-kan untuk membangkitkan semangat

menyelesaikan kuliah karena sudah terlambat untuk berhenti. Saya mengibaratkan diri saya sedang berenang yang sudah melihat garis akhir walau saya sudah kelelahan. Saya menyadari bahwa saat

saya sampai garis akhir nantinya tidak akan membuat saya ahli berenang tetapi bisa berenang. Setahun terakhir saat kuliah, saya gunakan dengan mengolah panggilan itu. Saya mencari nilai-nilai dalam diri yang juga saya lihat dalam diri imam. Saya menyadari ada nilai untuk berbagi dengan sesama seperti membantu teman yang kesulitan belajar. Menjadi imam pun harus bisa berbagi melalui pelayanan. Dalam diri saya ada totalitas yang juga terlihat dari imam yang totali-tas dalam memberi dirinya demi karya pelayanan. Saya memutuskan untuk men-

Tangan yang Menuntunfr. Camellus Dellelis

Saya memutuskan untuk menjadi imam saat saya menyadari campur tangan Tuhan

8 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 11: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 9

jadi imam saat saya menyadari tentang campur tangan Tuhan sehingga saya bisa lulus. Perjalanan kuliah saya bisa dikatakan sebagai proses pematangan panggilan saya. Banyak dari teman-teman saya yang mengutarakan pan-dangannya bahwa saya layak dipanggil sebagai pastor. Alasan mereka untuk mengatakan demikian karena mereka melihat gestur tubuh saya. Sebenarnya saya merasa malu bila dikatakan sebagai pastor karena melihat karakter saya yang belum pantas untuk disebut sebagai pastor. Saya mengusahakan untuk me-nutup kekurangan saya dengan banyak membaca buku penunjang iman katolik. Saya merasa tahun ke-6 kuliah sebagai tahun berkah bagi saya. Kepercayaan diri saya pulih dan ada semangat men-jalani hidup karena saya memiliki tujuan. Tujuan untuk mengolah hidup dari orientasi memperoleh untuk diri sendiri menjadi orientasi memberi diri untuk orang lain. Pengalaman saya bekerja juga tak lepas dari peran Tuhan yang mendukung saya saat memutuskan ber-henti bekerja demi menjalani panggilan sebagai calon imam KAJ.

Imam Keuskupan Agung Jakarta menjadi pilihan saya karena saya sadar banyak pengalaman hidup saya dihabis-kan di Jakarta. Saya prihatin dengan teman-teman seiman yang saya jumpai dari TK sampai kuliah yang kurang bimb-ingan. Saat bersama mereka, saya sering dikatakan seperti seorang imam, bah-kan rekan saya yang tidak seiman pun menyatakan hal yang sama, sehingga mereka banyak bertanya tentang penge-tahuan iman kepada saya. Tidak jarang saya diajak berdiskusi tentang iman dengan teman-teman saya. Pengalaman yang demikian mendorong saya untuk mencari tahu lebih dalam tentang iman katolik dan menanamkan kepada teman-teman saya tentang kebanggaan dan kekuatan iman katolik. Jakarta sudah terdapat banyak imam tetapi imam yang menfokuskan karya bagi keuskupan hanya sedikit. Teman-teman, saudara, dan keluarga saya ada dalam keuskupan ini dan saya bersedia untuk memberi diri saya dengan menjadi Imam Keuskupan Agung Jakarta.

Domba saja mengerti kepada siapa mereka harus ikut, kita sebagai manusia hendaknya mengerti kepada siapa kita berpegang, yakni pada Tuhan, Sang Anak Domba Allah.

Page 12: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Hidup merupakan suatu misteri. Begitupun hidup panggilanku men-galami suatu proses yang up and down dengan berbagai tantangan yang di-hadapi. Awal panggilanku berawal dari misdinar ketika kelas 4 SD. Saat itu aku merasa tertarik melihat sosok Romo yang bisa menjadi pusat perhatian umat dengan jubah dan kasula yang mem-buatku kagum. Aku memiliki pengala-man yang berkesan dengan seorang Romo saat memimpin retret misdinar yang sungguh dekat, bersahabat, dan akrab dengan aku dan teman-teman yang lainnya. Kisah awal ketertarikanku sebagai seorang Imam timbul tenggelam hingga aku menginjak kelas 2 SMA. Saat itu mamaku divonis dokter untuk cuci darah sehingga menghendakiku untuk masuk seminari dengan harapan ada yang mendoakan-nya secara khusus. Namun aku masih belum menanggapinya dengan serius karena aku masih ingin fokus belajar dan masih ingin tinggal bersama kelu-arga. Aku memiliki tiga pergulatan besar dalam pengambilan keputusan untuk masuk seminari. Pertama, keinginanku yang besar dalam studi dengan ilmu yang aku senangi. Kedua, pekerjaanku yang sudah cukup mapan. Ketiga, ma-salah izin dengan keluarga. Aku memiliki minat yang besar dalam hal studi. Cita-citaku sewaktu

masih kecil ingin menjadi dokter. Ketika masih SMA, aku mendapat beasiswa ke-dokteran dari Universitas Tarumanagara. Namun karena kendala biaya pendidi-kan tinggi akhirnya aku memutuskan untuk menolaknya. Salah satu pelajaran yang aku senangi adalah biologi. Aku kembali memperoleh beasiswa program studi Teknologi Pangan di IPB. Namun kembali aku tolak karena mendapat beasiswa penuh 100% dari UNIKA Atma Jaya Jakarta. Aku masuk Fakultas Tekno-biologi sebagai disiplin ilmu yang cukup

baru di Indonesia. Aku mempelajari biologi molekuler (sepu-tar DNA, penelitian bakteri, virus, dll).Kesenanganku untuk bereksperimen dan meneliti mengantarku lulus dengan predikat

Cum Laude. Aku sungguh bersyukur dan sangat menikmati dengan ilmu yang aku geluti ini. Aku juga berkeinginan untuk mengambil studi lanjut S2 entah di dalam atau di luar negeri dengan ber-bagai tawaran beasiswa yang diberikan oleh dosen atau kakak kelas. Saat itu aku sedang mencari informasi tentang Universitas dan bidang ilmu yang men-jadi minatku. Itulah pergulatanku dalam meraih cita-cita yang menjadi minatku dalam hal studi. Setelah lulus dari Atma Jaya, aku berusaha melamar ke berbagai peru-sahaan untuk mengaplikasikan ilmu yang aku peroleh. Akhirnya aku diterima

KOLOM UTAMA

Apakah Panggilan Sungguh Terlambat?fr. Stevanus Harry Yudanto

10 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Papa hanya bisa mendukung dan kamu harus bertanggung-jawab atas segala

konsekuensinya.

Page 13: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

pada salah satu perusahaan distribu-tor alat dan bahan laboratorium biologi molekuler sebagai Sales and Marketing Executive. Aku merasa bersyukur bisa bergabung dengan perusahaan tersebut karena berkaitan dengan ilmu yang aku pelajari. Aku mendapat penghasilan, fasilitas, komisi, dan akomodasi yang lebih dari cukup. Pekerjaan yang selalu mobile dan sering berpergian ke luar kota menyebabkan aku memiliki banyak relasi dengan berbagai kalangan (dosen, dok-ter, PNS, dll). Kinerjaku di mata pimpinan dinilai baik hingga aku sempat ditahan tidak diizinkan untuk resign. Banyak pihak yang merasa menyayangkan dan kehilangan atas keputusanku meninggal-kan kantor yang telah 2,5 tahun mem-beriku banyak pengala-man dan pembelajaran. Bahkan aku telah dipersiapkan untuk mengikuti rangkaian training di Singapura untuk meningkatkan performa kerjaku. Itu-lah pergulatanku yang masih memikirkan hal-hal duniawi di dunia kerja. Aku dilahirkan dari keluarga sederhana. Bapak yang bekerja sebagai TNI-AD dan ibuku seorang ibu rumah tangga. Aku memiliki kakak perempuan yang berprofesi sebagai perawat. Ka-kakku sudah menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki yang kini berusia 6 tahun. Ibuku sudah meninggal 5 tahun yang lalu karena sakit gagal ginjal. Aku hanya tinggal berdua dengan papaku semenjak mamaku meninggal. Saat aku hendak memutuskan untuk masuk semi-nari, aku sangat takut untuk meminta izin kepada papaku. Papaku termasuk orang yang tegas karena sudah terbiasa dididik

secara militer. Aku butuh waktu setahun untuk memberanikan diri meminta izin sambil berdoa novena memohon bantu-an Roh Kudus. Itulah pergulatanku dalam meminta izin dengan pihak keluarga inti maupun keluarga besar lainnya. Aku terus berjuang dalam pergu-latanku semenjak empat tahun terakhir saat kuliah dan bekerja. Aku kembali teringat akan keinginanku sewaktu kecil untuk menjadi seorang Imam. Lantas aku mulai mencari informasi yang dapat membantuku menemukan jalan panggi-lan. Saya mulai mengikuti retret promosi panggilan (prompang) Projo Jakarta dua kali dan Jesuit satu kali. Saya mulai dibu-kakan jalan dan semakin terarah dalam menumbuhkembangkan benih-benih

panggilan yang sudah lama tertanam. Selain itu bimbingan rohani oleh Romo juga sangat membantuku. Salah satu sikap yang penting dalam pengambilan keputu-san adalah berani. Aku

tidak pernah bisa mengetahui dalamnya suatu kolam renang kalau hanya melihat di permukaan kolam saja. Keberanian untuk masuk ke dalam sehingga aku dapat merasakan, mengetahui, dan me-lihat sendiri kenyataan sesungguhnya di dalam kolam renang tersebut. Begitupun dengan aku yang selalu memiliki banyak pertimbangan, ketakutan, kegelisahan berlebih yang aku pikirkan. Waktu em-pat tahun banyak aku habiskan untuk menimbang-nimbang tanpa adanya suatu tindakan yang tegas. Akhirnya be-rani nekat, berani ‘nyemplung’ ke dalam dan berani memutuskan merupakan satu langkah besar untuk menganggapi panggilan Tuhan.

Akhirnya berani nekat, berani ‘nyem-plung’ ke dalam dan berani memutuskan.

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 11

Page 14: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Dengan berbekal keberanian itulah, aku memberanikan diri untuk meminta izin dengan papaku. Akhirnya tanpa kuduga papa hanya mengatakan: “Kalau itu yang sudah menjadi keputu-sanmu, papa hanya bisa mendukung dan kamu harus bertanggungjawab atas segala konsekuensinya”. Semula aku yang berpikir akan dimarahi, tetapi papaku justru memberikan izin. Karya Tuhan sungguh luar biasa dalam hidupku ketika Tuhan mengirimkan ibu baru bagiku untuk menemani papa di masa tuanya. Akhirnya melalui berbagai proses seleksi masuk, aku diterima masuk sebagai calon Imam Projo Jakarta. Tepat tanggal 1 Agustus 2012 aku mulai memasuki Wis-ma Puruhita sebagai tahap awal proses pembinaan di Tahun Orientasi Rohani. Aku memulai kembali dari awal dan menjadi sama dengan teman-temanku yang lainnya di Puruhita ini. Perbedaan usia sekitar 6 tahun ter-kadang menjadi sulit untuk bisa mulai beradaptasi. Perbedaan pola pikir dan kedewasaan dalam menghadapi masalah seringkali menyulut konflik diantara kami. Namun, melalui konflik itulah kami ber-delapan dalam satu angkatan ini saling memperkaya dan memberi warna dengan karakter dan keunikannya mas-ing-masing. Aku belajar untuk menjadi rendah hati dengan meninggalkan se-gala masa laluku untuk masuk ke dalam dunia baru bersama dengan keluarga baru. Segala atribut yang pernah melekat padaku seperti titel, pekerjaan, pengala-man kuliah ataupun berbagai fasilitas kemudahan yang pernah aku rasakan selama ini, kini sudah ditinggalkan. Berani ‘mem-preteli’ semua yang pernah

didapat untuk masuk ke dalam misteri Tuhan dalam hidupku. Aku masuk Projo Jakarta berang-kat dari keprihatinanku akan jumlah Imam yang masih belum mengakomodir jumlah umat di KAJ yang terus berkem-bang pesat. Motivasi awal sebagai misdi-nar cukup memberikan dorongan positif untuk semakin mau melayani dan mem-beri perhatian kepada umat KAJ secara total. Landasan utama bagiku adalah sikap terbuka dan kesiapsediaan untuk mau dibentuk seturut kehendakNya. Walaupun usiaku kini telah menginjak 26 tahun, bukanlah suatu halangan untuk mau memberikan diri seutuhnya dengan menjadi pengikutNya. Berbicara mengenai panggilan terlambat (late vocation), secara pribadi aku kurang setuju dengan istilah terse-but. Menurutku, Tuhan tidak pernah terlambat untuk memanggil seseorang menjadi pengikutNya. Tuhan memiliki waktu dan caraNya sendiri dalam me-manggil seseorang. Saya lebih senang memberi istilah ‘panggilan matang’. Panggilan yang sungguh dipersiap-kan, dipikirkan, dan diputuskan secara matang dengan berbagai pertimbangan dan konsekuensi yang dihadapi. Panggi-lan matang memberikan warna tersen-diri dalam suatu komunitas yang sehat dengan ke-khas-an pengalaman yang dimilikinya. Saat ini lewat berbagai cara ditempuh untuk menjaring kaum muda yang memiliki niat untuk masuk seminari. Salah satu sarana yang dikembangkan adalah retret promosi panggilan setiap tahunnya. Retret ini mampu memberikan pandangan dan jalan bagi mereka yang masih bingung dan mengalami “kega-

mau membuka hati, berani mengambil keputusan, dan kesiapsediaan untuk mau dibentuk Tuhan.

12 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 15: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

lauan” hati. Aku mengajak para kaum muda yang saat ini memiliki pergumulan dan kebimbangan dalam memilih jalan panggilan untuk mau membuka hati akan karya Tuhan yang memangggil teman-teman kaum muda. Pengalaman pergumulan pribadiku mungkin per-nah menjadi kegelisahan dalam hidup teman-teman juga. Semoga tiga nilai berikut bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, yaitu mau membuka hati, berani mengambil keputusan, dan kesiapse-diaan untuk mau dibentuk Tuhan. Jika masih memiliki keraguan, cobalah men-cari seorang Imam yang dipercaya untuk dapat memberi pendampingan dan

pengarahan. Ada baiknya juga menjalin komunikasi dan sharing dengan para frater dari prompang yang dapat saling meneguhkan dan memberi sudut pan-dang yang berbeda dalam memilih jalan panggilan hidup. Kegiatan yang dapat diikuti adalah retret prompang (promosi panggilan) dan dapat menghubungi Seminari Tinggi KAJ. Akhirnya aku mengucapkan se-lamat datang bagi sahabat kawula muda yang sedang memasuki karya misteri Allah di dalam kehidupan. Cobalah bertanya dalam hati yang paling dalam, apakah yang sesungguhnya Tuhan ke-hendaki dalam hidupku? Selamat mere-nungkan. Tuhan memberkati.

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 13

Everyone wants to change the way world is. Everyone wonts to see the world happy, but no one realises that. To make this word a happy pleace to live, you have to change yourself-your heart;

and not the world.

Page 16: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Pada tanggal 22 Agustus 2013, delapan orang diakon Keuskupan Agung Jakarta telah ditahbiskan menjadi imam. Di antara mereka berdelapan, ada yang tidak berasal dari seminari menengah (tempat pembinaan calon imam yang setingkat dengan sekolah menengah). Beberapa orang menyebut hal ini seb-agai panggilan terlambat. Istilah promosi panggilan (prompang) atau “Seminari Metropolitan” juga kerap digunakan untuk mereka. Bahkan saat ini Seminari Tinggi memiliki 7 orang frater yang ber-asal dari “Seminari Metropolitan”. Redaksi Teman Seperjalanan se-cara khusus mengadakan perbincangan dengan RD P. Tunjung Kesuma, Rektor Seminari Tinggi Yohanes Paulus II menge-nai calon imam atau imam yang berasal dari promosi panggilan. Hal apakah yang sesungguhnya sedang terjadi seputar pembinaan calon imam ini?

Beberapa orang menamakan hal ini sebagai panggilan terlambat. Ada pula yang menyebut mereka dengan istilah promosi panggilan. Apakah arti sesungguhnya dari istilah ini? Secara umum, istilah tersebut digunakan bagi mereka yang terpanggil atau menanggapi panggilan Tuhan untuk menjadi imam setelah lulus sarjana atau yang sudah bekerja. Istilah ”terlambat” sebenarnya muncul karena dibandingkan dengan mereka yang sudah menanggapi panggi-lan Tuhan semenjak pendidikan menen-gah di seminari. Dalam hemat saya, ses-

ungguhnya kata terlambat kurang tepat digunakan karena Tuhan memiliki sendiri waktu-Nya untuk memanggil seseorang menjadi imam. Sementara itu, istilah prompang muncul karena panggilan tersebut biasanya dikenalkan melalui kegiatan promosi panggilan di luar seminari.

Prasyarat apakah yang harus dileng-kapi jika seseorang ingin mengang-gapi panggilan Tuhan tanpa melalui jalur seminari menengah? Pertama-tama, motivasi pribadi yang bersangkutan harus didalami dengan sungguh-sungguh. Latar be-lakang hidupnya tentu juga menjadi faktor yang banyak mempengaruhi dalam hal ini. Selanjutnya, pribadi yang bersangkutan harus melalui serangkaian proses bimbingan secara berkala dalam jangka waktu tertentu untuk memurni-kan motivasinya.

Apakah prasyarat tersebut sudah menjadi cara yang ideal untuk mem-persiapkan hal ini? Ada beberapa hal yang sesung-guhnya masih harus dibenahi. Proses ini hendaknya menyertakan bimbingan, baik secara personal maupun bersama, dan dengan tema-tema yang jelas untuk semakin mempertajam keputusan dalam menanggapi panggilan Tuhan.

Dari sudut pandang Gereja Universal, di manakah posisi dinamika prom-pang Keuskupan Agung Jakarta (KAJ)?

WAWANCARA

Biar Terlambat Asal SelamatHasil Wawancara dengan RD Tunjung Kesuma

14 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 17: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Dalam hal ini, KAJ dapat di-katakan terlambat jika dibandingkan dengan dinamika prompang di tempat lain, secara khusus di wilayah Eropa. Di sana, orang-orang yang menanggapi panggilan Tuhan umumnya adalah mere-ka yang sudah bekerja atau menamatkan pendidikannya sehingga sudah memiliki pemaknaan yang mendalam atas hidup mereka.

Berangkat dari hal tersebut, rencana apa yang akan dilakukan di masa-ma-sa mendatang? Pihak seminari hendaknya mem-buka peluang untuk para prompang dalam menanggapi panggilan Tuhan sebagai salah satu bentuk pilihan hidup. Sangat disayangkan bahwa banyak orang yang tidak mengenal hal ini (ke-sempatan menjadi imam bagi mereka yang telah bekerja – red). Padahal, dari sudut pandang saya, kesibukan di tengah kota metropolitan dapat memicu kemun-culan sebuah pertanyaan mendasar atas hidup mereka untuk mencari alternatif hidup yang lebih bermakna. Jalan imam-at merupakan salah satu jawaban atas hal tersebut.

Apakah benar bahwa hal ini tidak dik-etahui oleh masyarakat luas? Hal tersebut memang benar. Suatu waktu, ketika saya mempersem-bahkan misa Jumat Pertama bagi para karyawan, penjelasan saya mengenai prompang menjadi bahan tertawaan. Di dalam benak banyak orang, jalur imamat hanya bisa ditempuh melalui jalur semi-nari menengah tanpa ada alternatif lain untuk hal ini.

Menarik ketika Romo menyebutkan bahwa Jakarta merupakan tempat

yang potensial untuk pertumbuhan prompang. Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Jakarta secara umum menawar-kan berbagai masalah kehidupan yang membutuhkan pemaknaan yang tajam. Di dalamnya juga terdapat berbagai kemudahan yang dapat memunculkan pertanyaan, ”So what dengan semuanya ini?” Pertanyaan-pertanyaan mendasar juga kerap bermunculan di dalam diri para karyawan muda yang menghadapi rutinitas dalam bekerja. Mereka menjadi kritis atas hidup mereka, terutama dalam kesenjangan-kesenjangan sosial yang mereka jumpai. Pertanyaan ”mengapa” dengan sendirinya bermunculan dalam menghadapi dinamika kehidupan di Jakarta.

Apakah ada penghalang yang meng-hambat perkembangan kedalaman hidup tersebut? Sangat disayangkan bahwa berb-agai macam pendangkalan hidup justru lebih mudah dijangkau di dalam hidup mereka, terutama melalui berbagai fasili-tas yang menawarkan bentuk-bentuk kebahagiaan semu. Maka, mereka harus dibantu me-lalui berbagai macam perjumpaan untuk senantiasa menjaga kedalaman hidup yang sesungguhnya terdapat di dalam diri mereka masing-masing.

Pertama-tama, motivasi pribadi yang bersangkutan harus didalami dengan sungguh-sungguh.

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 15

Page 18: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Dalam segi spiritual, misalnya ke-biasaan doa, refleksi, dan kebiasaan-kebiasaan rohani lainnya, apakah ada perbedaan di antara para prompang dan mereka yang berasal dari seminari menengah? Kedalaman spiritual seseorang tidak dapat begitu saja dilihat berdasar-kan perbedaan ini. Hal ini pada dasarnya tetap kembali kepada pribadi masing-masing. Setiap orang, terlepas dari latar belakang hidup mereka, memiliki potensi yang unik dan khas. Sementara pihak seminari memfasilitasi dan mendukung perkembangan hidup spiritual masing-masing pribadi.

Dalam hal studi, adakah perbedaan di antara mereka yang dari promosi panggilan dengan mereka yang ber-asal dari seminari? Saya belum dapat menjawab pertanyaan ini dengan pasti sebab be-lum ada komunikasi lebih lanjut dengan bapak Uskup perihal studi. Akan tetapi, semenjak tahun 2005 tidak ada perbe-daan di antara mereka. Mereka harus menyelesaikan studi filsafat di Sekolah Tinggi Driyarkara dan melanjutkan teolo-gi di Kentungan bagi yang berasal dari seminari sedangkan yang berasal dari promosi panggilan dapat melanjutkan di Kentungan ataupun di Jakarta sesuai dengan kebutuhan.

Bagaimana dengan perkembangan jumlah prompang saat ini jika diband-ingkan dengan masa-masa yang telah lalu? Hal ini tidak bisa begitu saja dibandingkan karena dahulu tidak ada kegiatan khusus untuk mempromosikan panggilan di luar seminari. Saya masih in-gat bahwa dahulu Seminari Tinggi Keusk-

upan Agung Jakarta banyak didominasi oleh para seminaris yang telah lulus dari Seminari Menengah Mertoyudan. Pada tahun 1987, lulusan Seminari Menengah Wacana Bhakti mulai membari warna lain dalam proses pembinaan calon imam di KAJ. Akhirnya, baru pada tahun 2005, muncul sebuah kesadaran akan keberadaan prompang untuk menang-gapi panggilan Tuhan.

Dampak apakah yang dibawa oleh para prompang dalam dinamika pem-binaan calon imam yang relatif lebih didominasi oleh mereka yang telah melalui jalur seminari menengah? Saya melihat, sejauh masing-ma-sing pribadi dapat saling membuka diri, mereka dapat saling memperkaya satu sama lain, terutama melalui berbagai kesempatan dialog. Hal ini tentu men-jadi keuntungan tersendiri karena para prompang memiliki pengalaman yang berbeda sehingga dapat saling meleng-kapi.

Apakah pesan Romo untuk ke de-pannya, terutama bagi mereka yang sedang dalam pergulatan untuk menanggapi panggilan Tuhan? Saya menawarkan sebuah slo-gan, yaitu ”Biar lambat asal selamat.”Permasalahan prompang, pertama-tama berasal dari kurangnya pemaha-man mengenai kemungkinan untuk menanggapi panggilan Tuhan tanpa melalui jalur seminari menengah. Hal ini menjadi tugas bagi para imam dan calon imam Diosesan KAJ untuk menge-nalkan hal ini (promosi panggilan –red). Jakarta sebagai tempat mereka hidup dan mencari nafkah juga dapat menjadi salah satu sarana panggilan Tuhan untuk melayani sesama melalui jalan hidup imamat.

16 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 19: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 17

Jet Coasterfr. Robertus Guntur Dewantoro

Jet Coaster. Siapa yang tidak mengenali jenis permainan atau wahana yang satu ini? Tentu kita semua tahu dan mungkin saja pernah menaiki wahana ini ketika berada di DUFAN (Dunia Fantasi, Jakarta) atau tempat-tempat rekreasi yang memiliki jenis permainan yang bernama, Jet Coaster. Sejenak kalau kita melihat permainan ini mungkin per-asaan dominan adalah takut tetapi juga muncul perasaan untuk mencobanya dan akhirnya ada perasaan senang ke-tika sudah dapat menaikinya. Entah mengapa saya berfikir akan jenis permainan yang menantang nyali dari setiap orang yang ingin mena-klukannya. Kita tahu bahwa Jet Coaster memiliki lintasan yang berbelok-belok tetapi tetap akan kembali ke titik pusat utama yang lurus sebagai persiapan untuk memasuki lintasan yang berbelok-belok tajam. Saya berandai-andai, apa jadinya kalau permainan ini tidak ada titik pusat utamanya. Tidak ada lintasan yang lurus dan datar. Tentu saja permain-an akan kacau dan sangat menakutkan. Mungkin dapat dibayangkan sendiri saja.

Hidup=Jet Coaster? Tentu saja inspirasi dari per-mainan Jet Coaster tidak muncul dengan sendirinya. Inspirasi tersebut aku temu-kan ketika aku mendapat perutusan untuk pelayanan di penjara Salemba, Pondok Bambu (Rutan khusus perem-puan), dan LP Cipinang, Jakarta. Me-mang perutusan ini agak berbeda dari teman-teman yang lainnya. Jika teman-

temanku ada yang live-in di Muara Angke, Cilincing dan melayani anak-anak berke-butuhan khusus tetapi aku mendapat perutusan untuk pergi ke penjara-penjara yang ada di Jakarta bersama tim dari KKT (Komunitas Kasih Tuhan). Pertanyaan saya, mau ngapain di penjara? Wahh, bakal gabut (gaji buta-red) nie, gak ada kerjaan. Pertanyaan-pertanyaan aneh tersebut akhirnya berubah menjadi per-asaan takut ketika pertama kali melihat pintu gerbang LP Salemba, Jakarta. Baru melihat pintu gerbangnya aja aku sudah ngeri. Perasaan takut itu jelas muncul dari pikiran ku yang sudah membayangkan yang jelek-jelek dahulu. Aku hanya mene-mani Rm. Romanus yang akan memimpin misa serta mengikuti puji-pujian dan pe-nyembahan. Di sana kegiatan Gereja juga dibatasi hanya sampai jam 12.00. Aku hanya mengobrol dan mendengarkan cerita dari beberapa orang namun tidak semua. Ternyata benar, kalau memulai permainan Jet Coaster perasaan dominan yang muncul adalah takut namun pena-saran untuk menaklukannya. Aku semakin menyadari bahwa hidup itu seperti Jet Coaster ketika aku melakukan pelayanan di Pondok Bambu

SHARING PASTORAL

Pertanyaan-pertanyaan aneh tersebut akhirnya berubah menjadi perasaan takut

Page 20: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

18 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

dan LP Cipinang. Di Pondok Bambu aku memberikan sharing, ya semacam khot-bah atau renungan singkat kepada warga binaan yang berada disana berjumlah 150 orang. Jumlah mereka yang ber-agama Katolik ada 40 orang dan sisanya beragama Kristen. Aku hanya mencoba untuk tetap menyalakan api harapan mereka yang mungkin saja telah padam. Harapan bahwa Ia selalu membuka tangan-Nya kepada semua orang. Dari segi materi atau uang mung-kin warga binaan yang berada di Pondok Bambu, terutama yang beragama Kristen dan Katolik adalah orang-orang yang berasal dari keluarga mampu. Mereka terkena narkoba, entah karena pergaulan ataupun karena pekerjaan yang menuntut mereka untuk memakai narkoba. “Iya Frat, saya di sini karena narkoba. Saya telah salah memilih jalan. Saya telah membuat Ibu saya menan-gis melihat saya,” ungkap seorang warga binaan yang aku jumpai. Aku justru menggugat dan bertanya dalam hatiku, Mengapa Tuhan yang mereka sembah justru membawa mereka dalam kehancuran hidup dan akhirnya masuk penjara? Apa sebetulnya yang Dia mau? Mengapa Dia membawa hamba-Nya pada lintasan yang berbelok-belok, terjal, menakutkan, dan akhirnya terjatuh?

Indah Rencana-Nya ”Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang ber-dosa?’ (Mat 9:11) Semua baik, semua baik apa yang Kau berikan dalam hidupku. Lagu Nikita membawaku pada pergumulan ketika berada di LP Cipinang selama dua hari.

“Selamat datang Frater di Cipi-nang, kami telah menuggu Frater. Selama disini memberikan pendalaman kitab suci untuk warga binaan yang beragama Katolik. Sampai sore bisa khan Frat,” ung-kap Pak Thomas selaku koordinator umat Katolik yang berada di Cipinang. Dari pukul 10.00 sampai dengan pukul 15.30 aku ditugasi untuk memberi-kan pendalaman Kitab Suci bagi mereka. Aku sungguh bersyukur bahwa mereka menerimaku dengan kasih. Mereka menerimaku sebagai saudara, apakah aku juga masih ada perasaan takut dan menghakimi mereka? Apakah perasaan takut masih menghantuiku? Aku rasa tidak. Aku mulai nyaman, senang, histeris

dan mampu keluar dari keta-kutan diriku. Yah, lagi-lagi aku sedang bermain Jet Coaster. Aku menikmatinya bahwa ini adalah bagian dari proses hidupku. “Ayoo sini Frater kita nyanyi-nyanyi dulu, santai,” seorang warga binaan mengajakku untuk berkumpul ketika selesai

makan siang. Suasana saat itu sangat ramai. Aku mendengarkan sharing mer-eka. Makan siang dan bercanda bersama dengan warga binaan yang akan dihu-kum mati karena membawa narkoba dalam jumlah yang banyak. Menden-garkan rintihan dari warga binaan yang sebenarnya tidak bersalah karena dijebak oleh temannya, terutama dalam kasus narkoba. Mendengarkan dan tertawa bersama dengan teman-teman yang terus menggunakan narkoba bahkan di penjara masih menggunakan narkoba namun akhirnya ia lelah dan kembali ke titik utamanya, yaitu Tuhan sendiri. “Frat, kalo saya boleh jujur kami semua sebenarnya lelah, capek. Lari melakukan hal-hal yang kami senangi.

Wajah yang selalu menerima

setiap hamba-Nya apa pun kondisinya.

Page 21: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 19

Urusan duniawi, narkoba, cewek, kami lelah. Kami terus lari dan akhirnya kami kembali lagi pada-Nya.” Perkataan terse-but dikatakan oleh salah seorang teman yang sudah bertahun-tahun menggu-nakan narkoba. Ia adalah orang Katolik. Pada saat pendalaman iman dan sharing ia mengatakan hal itu sambil menahan tangis. Teman yang lainnya juga men-gatakan, “Kami memang lelah, capek Frater. Akan tetapi, mengapa Ia mau menerima kami. Kami sudah telanjang dan tak punya apa-apa lagi.” Seorang te-man juga mengatakan, “Kenapa saya gak mati-mati ya, Frat. Tuhan ada aja jalan untuk menyelamatkan saya.” Bahkan warga binaan yang dihu-kum mati pun masih dapat mengatakan, “Saya memang jatuh dan pernah salah tapi saya percaya dalam sisa hidup saya, Ia tetap mau supaya saya dekat kembali, kepada-Nya.” Aku terharu dan tak dapat mengatakan apa-apa. Aku hanya dapat berkata, terima kasih. Terima kasih karena saya sudah dipercaya untuk mende-ngarkan kesaksian dari teman-teman. Aku semakin melihat wajah Allah yang penuh belas kasih kepada semua orang. Wajah yang selalu menerima setiap ham-ba-Nya apa pun kondisinya. Wajah yang selalu memberikan jalan yang indah walaupun hamba-Nya selalu memilih jalan yang asyik bagi dirinya. Wajah yang membawa ku untuk melihat wajah-Nya tanpa ada perasaan menghakimi terha-dap orang tertentu, khusunya orang-orang yang berada di penjara sekalipun.

Lagi-Lagi Jet Coaster“Carilah dahulu Kerajaan Allah dan ke-benarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33)

Perkiraanku ternyata salah. Me-reka sungguh merasakan bahwa mereka sedang dipercantik oleh Tuhan dengan jalan yang berbeda-beda. Lagi-lagi Jet Coaster. Aku pun sadar bahwa perjala-nanku selalu jauh dari titik utama itu. Jalan yang berbelok-belok justru mem-buatku merasa senang dan tertawa. Akan tetapi, jalan yang berkelok-kelok yang aku mainkan dalam Jet Coaster ku ini, mengapa akan selalu kembali ke titik awal yang membuatku tenang dan dapat melanjutkan cerita yang penuh dengan harapan? Selalu saja ada titik awal yang sebenarnya menjadi titik dominan yang membuatku siap untuk melewati lintasan yang berkelok-kelok, bahkan menakut-kan. Aku tidak pantas mendapatkan kesempatan untuk menaiki Jet Coaster yang menyimpan sejuta cerita ini. Mem-berikan peneguhan walaupun hati sedang ada masalah. Harus memberi-kan harapan walaupun kenyataannya tidak ada harapan, bahkan mereka akan dihukum mati. Meyakinkan bahwa Tuhan itu dekat dan penuh cinta padahal hati sedang kering. Namun dari dosa itulah aku dipakai. Inikah makna pemberian diri! Lagi-lagi dengan pengalaman ku, ada saja untuk kembali ke titik awal melalui teman-teman yang aku kunjungi di penjara. Melihat bahwa mereka adalah kasih dan tetap harus didampingi dengan kasih pula. Dari tempat yang dianggap menakutkan, aku menemukan Tuhan yang tidak pernah lari walaupun kita se-lalu lari dari pada-Nya. Apakah kita selalu lari dan menunggu sampai Ia berbuat sesuatu supaya kita kembali lagi pada-Nya?

Page 22: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

20 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Angka 0 (?)Oleh: fr. F. X. Praba Agung M

Pengantar Ketika “ditodong” untuk mem-buat refleksi dari acara penjubahan yang baru-baru ini saya alami, saya teringat akan pengalaman kecil ketika liburan. Saat saya sedang mengisi bahan bakar di suatu perusahaan minyak bumi ternama, wanita berkulit putih langsat bertanya pada saya. “Mulai dari angka 0 ya, Mas?” Setelah saya meyakinkan diri bahwa yang bertanya itu adalah si petugas, saya pun mengangguk mantap. Dan tak saya sangka, pertanyaan dari wanita itu mem-bawa saya pada suatu perjalanan dan pergumulan rohani yang belum pernah saya alami.

Anak yang Hilang Sebelum saya masuk ke Tahun Orientasi Rohani di Wisma Puruhita, saya mengalami liburan yang cukup panjang. Kalau saya boleh meminjam istilah dari Ilmu Ekonomi, bisa dibilang saya adalah pengangguran terselubung. Pada saat liburan, saya hanya menghabiskan waktu dengan bermain, makan, dan tidur. Itu semua saya lakukan secara berulang-ulang. Saya menghabiskan begitu banyak waktu untuk bermain dan ber-kumpul bersama dengan teman-teman lama maupun teman-teman baru. Semuanya itu membuat saya nyaman, dan saya merasa adalah orang yang pal-ing bahagia di dunia ini. Namun hal itu membawa dam-pak buruk yang tak pernah saya bayang-kan. Saya begitu kaget dengan dinamika di Tahun Orientasi Rohani. Meminjam

istilah anak muda zaman sekarang, saya begitu galau. Galau dan tak berdaya jiwa! Saya bertanya-tanya, apakah ini benar memang panggilan saya? Apakah benar, ini jalan yang harus saya hidupi sampai mati? Ketika ditugaskan untuk mering-kas sebuah buku rohani dalam rangka menyambut hidup baru di Puruhita, saya memilih untuk meringkas buku Kembalinya Si Anak Hilang karya Henri J. M. Nouwen. Tanpa ada maksud untuk menyamakan diri, saya merasakan, apa yang dirasakan Nouwen dalam buku itu agaknya tidak jauh berbeda dengan yang saya alami. Saya merefleksikan bahwa ketika liburan saya seperti “anak yang hilang” dalam perumpamaan Injil Lukas. Saya begitu bebas “pergi ke negeri yang jauh” tak jelas arah dan tujuannya. Saya begitu meninggalkan hidup rohani saya. Tidak pernah berdoa, refleksi dan seb-againya. Ekaristi harian pun hanya kalau ingat saja. Pokoknya, chaos!

Lekaslah Bawa Kemari Jubah yang Terbaik (Luk 15:22) Ketika mendengar kata ‘jubah’, saya selalu teringat akan perintah Sang Bapa, setelah mendengarkan rintihan maaf si anak bungsu. Ia memerintah hambanya membawa jubah yang ter-baik! Saya membayangkan, betapa bahagianya Sang Bapa melihat anaknya kembali dengan selamat. Dan perintah itu adalah bentuk lahiriah kasih sayang sang bapa kepada sang anak. Ketika liburan, saya dibuatkan jubah oleh ayah

SHARING PASTORAL

Page 23: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 21

saya. Saya merasa sangat senang, diberi-kan jubah yang terbaik oleh ayah saya, dalam rangka menapaki jalan panggilan ini. Saya bersyukur, boleh memakai jubah itu tepat tiga hari setelah hari ulang ta-hun saya. Awalnya saya merasa tak pantas! Apa benar ini Agung yang calon romo itu? Apa benar ini saya yang memakai jubah? Apa benar ini panggilan saya? Namun, saya merefleksikan, kalau saya memperhitungkan diri kapan saya pan-tas memakai jubah, rasa-rasanya saya tidak akan pernah pantas. Saya yang diberi jubah ini, bukan karena saya sudah

baik tetapi saya diundang untuk menjadi baik. Saya dipanggil untuk menjadi baik. Saya diundang untuk terus dekat dengan Yesus.

Angka 0 Kalau saya mengajak pembaca “kembali ke laptop” (kembali pada judul awal refleksi ini), dan menyadari bahwa saya diundang untuk menjadi baik, saya merefleksikan angka 0 itu adalah awal. Awal dari perjalanan saya. Penjubahan menjadi titik bagi saya untuk “tancap gas” di lintasan panggilan ini. Saya memu-lai hidup rohani saya yang baru. Saya memulai hidup di komunitas yang baru. Saya mulai bergaul dengan masyara-kat yang baru. Semuanya saya lakukan mulai dari angka 0! Dan saya percaya, jika menggunakan kekuatan saya sendiri, saya tak berdaya jiwa. Saya sadar bahwa saya membutuhkan uluran tangan Tuhan dan kekuatan-Nya. Dan perjalanan rohani ini, membutuhkan kesiapan hati yang luar biasa.

Tubuh manusia tak sekokoh baja, hati manusia tak sekuat batu karang, manusia hanyalah makhluk yang rapuh, namun justru

dari kelemahan kita itulah kuasa Tuhan semakin sempurna.

saya percaya, jika menggunakan kekuatan saya sendiri, saya tak berdaya jiwa.

Page 24: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

22 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Rekan seperjalanan yang terka-sih, pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2013 komunitas Seminari Tinggi Yo-hanes Paulus II merayakan acara pen-jubahan atau penerimaan jubah yang pertama kali bagi keempat frater Tahun Orientasi Rohani Puruhita di Wisma Pu-ruhita, Klender, Jakarta Timur. Mari kita berkenalan dengan keempat frater ini dan harapan kami semoga tetap setia dalam menekuni formatio di TOR.

Saya memilih Diosesan Jakarta karena Jakarta adalah tempat dimana saya lahir dan tumbuh berkembang. Penjubahan adalah awal dari panggilan saya. Aku berharap bahwa aku dapat menjadi seorang pribadi yang semakin dewasa, tangguh, dan semakin mandiri dan dapat menjalani seluruh proses for-matio di Seminari Tinggi dengan baik.

Penjubahan bukanlah sebuah akhir perjalanan, melainkan simbol permulaan dari sebuah perjalanan panggilan untuk menjadi seorang imam Diosesan Jakarta. Semoga melalui pen-jubahan ini, saya dapat semakin berse-mangat dalam menjalani formatio di TOR. Semoga Allah semakin besar dan saya semakin kecil sehingga Allah-lah yang terpancar dalam diriku. Magnum in Parvo.

BIODATA FRATER TAHUN ORIENTASI ROHANI

fr. Alberto Ernest (Beto)Paroki St. Helena, Curug, Tangerang

Tanggal lahir :26 Januari 1994

fr. Yohanes Christian (Tian)Paroki St. Odilia, Odilia, Tangerang

Tanggal Lahir: 22 Juni 1993

Page 25: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 23

Berawal dari keprihatinan akan jumlah imam KAJ yang sedikit dan tantangan yang kompleks di ibukota, saya memberanikan diri untuk melayani Tuhan di Jakarta sebagai calon imam Keuskupan Agung Jakarta. Semoga melalui penerimaan jubah putih ini, saya dapat semakin bersemangat dalam mengikuti jalan panggilan Tuhan. Magnum in Parvo.

fr. Frederick Yolando (Fritz)Paroki St. Maria Immaculata, Tangerang

Tanggal lahir: 17 Maret 1994fr. FX Praba Agung Mustika (Agung)Paroki Maria Bunda Karmel, Tomang

Tanggal lahir: 20 Agustus 1994

Saya mengandaikan penjubahan dengan angka nol (0). Angka nol meru-pakan sebuah permulaan, begitu pula dengan penjubahan. Penjubahan adalah awal dalam menapaki jalan panggilan ini. Melalui jubah putih ini aku diundang untuk menjadi pribadi yang baik. Saya diundang menjadi baik dan terus dekat dengan Yesus Kristus. Magnum in Parvo.

Magnum in Parvo.

(Biarkan Dia semakin besar dan aku semakin kecil.)

Page 26: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

POJOK FILSAFAT

Mari Mencintai Kebenaran“Takhayul membakar dunia, Filsafat memadamkannya” (Voltaire)

Fr. Albertus Monang

Ketika bertemu dengan seorang teman, kerap kali pertanyaan ini diberi-kan kepada saya, “sekarang lagi kuliah ya?”. “Ya” jawab saya dengan tegas tanpa ada rasa ragu. Lalu pertanyaan selanjut-nya yang dberikan ialah “ngambil juru-san apa?” Saya pun langsung menjawab “Jurusan Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.” Setelah itu saya menerka bahwa ia pasti akan bertanya “Filsafat itu belajar tentang apa ya. Frat?”. “hmmmm...apa ya?” Saya pun langsung berpikir kira-kira bagaimana saya menanggapi pertanyaan ini. Apa itu filsafat? Apa yang dipe-lajari dalam filsafat? Banyak orang yang mengatakan bahwa filsafat ialah pelaja-ran berfikir, memikirkan kata-kata, pela-jaran dengan keingintahuan yang men-dalam, pelajaran yang susah dimengerti dan sebagainya. Kira-kira apa itu filsafat? Mengapa ada sebagian orang yang ingin terlibat dalam bidang ini? Apa yang membuat ada orang yang begitu tertarik dengan bidang ini? Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu Philo-sophos. Philosophos merupakan gabungan dari dua kata yaitu phil dan sophos. Philo berarti bersahabat atau mencintai sedangakan sophos be-rarti kebijaksanaan. Oleh sebab itu, phi-losphos kiranya dapat diartikan sebagai pencinta atau sahabat kebijaksanaan. Kata ini awalnya diperkenalkan oleh Pythagoras. Ketika itu ia ditanya oleh seorang temannya “apakah kamu orang yang bijak (sophos)?” Pythagoras men-

jawab “tidak, aku bukanlah orang yang bijak (sophos). Aku hanyalah seorang yang ingin bersahabat dengan kebijak-sanaan atau mencintai kebijaksanaan (Philosophos)”. Setelah itu kata philosophos berkembang sesuai dengan perkemban-gan zaman. Philosophos berkembang menjadi philosophia-philosophus dalam bahasa Latin. Kemudian berkembang menjadi Philosophie dalam bahasa Jer-man, bahasa Inggris menjadi philosophy. Hingga masuk ke Asia seperti di Arab menjadi falsafah. Di Indonesia, falsa-fah ditulis menjadi filsafat. Orang yang menekuni bidang ini dikatakan sebagai filsuf. Kiranya pengertian filsafat secara etimologi dapat menghantar dan mengenalkan kita untuk masuk kedalam dunia filsafat. Hidup setiap kali penuh den-gan kejadian, peristiwa, dan pelbagai hal yang memenuhi pikiran kita. Tanpa disadari setiap manusia pasti pernah menjadi seorang filsuf. Akan tetapi filsuf ini adalah filsuf natural. Ketika seorang duduk termenung tanpa sadar ia akan bertanya dalam dirinya “sedang apa aku

24 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Tanpa disadari setiap manusia pasti pernah menjadi seorang filsuf.

Page 27: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 25

di sini? Apa yang kulakukan di sini? Men-gapa aku ada di sini?” Pertanyaan-pertan-yaan tersebut kerapkali muncul dalam benak yang kadangkala mengusik batin kita. Ataupun, contoh nyata ialah ketika kita sedang mengalami cobaan yang berat kadang kita bertanya “Apa yang terjadi dalam hidupku ini? Mengapa aku seperti ini? Apakah yang ingin Tuhan berikan dibalik kelemahanku?” Dibalik dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya yang terjadi ialah kita ingin mengetahui kebenaran-kebenaran yang ada dan secara nyata bisa kita mengerti. Ilmu filsafat kerapkali juga di-katakan sebagi ibu dari segala ilmu. Dalam setiap bidang kegiatan pasti selalu ada filsafatnya. Filsafat digunakan untuk memikirkan pelbagai konsep mendasar, prinsip, dan metode bidang tersebut. Kita lihat seperti ketika seorang penga-cara mengatakan “apakah yang dilaku-kan pelaku ini benar?” Ia tidak hanya meminta sebuah definisi arti dari kata benar. Akan tetapi, si pengacara ini ingin mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep kebenaran yang ia pertanyakan. Dengan demikian argumen filosofis menjadi suatu argu-men yang dicari dari sang pengacara. Argumen filosofis menuntut persetujuan rasional manusia, bukan iman ataupun ketaatan. Jika belajar filsafat, kerap kali kita menemukan sebuah perdebatan kon-sep atau pemikiran. Akan tetapi, hal itu pun bukan terjadi karena untuk saling

menyalahkan konsep satu sama lain, melainkan kiranya untuk mencapai suatu kebenaran sejati. Dengan belajar filsafat akan membentuk sebuah alur pemikiran yang kritis dan logis. Akan tetapi, jangan dilupakan pula bahwa pemikiran kritis dan logis tersebut tetaplah pada jalur untuk mencapai sebuah kebenaran se-jati. Dengan penjelasan yang ada diatas, mengapa para calon imam diminta untuk belajar menekuni filsafat? Seorang calon imam kiranya mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan zaman. Dengan pembi-naan intelektual yang bermutu tinggi para imam akan dimampukan untuk tetap mewartakan Injil dalam situasi dewasa ini. Berkaitan dengan itu, para calon imam mempelajari filsafat. Den-gan belajar filsafat dikembangkanlah suatu sikap hormat dan cinta kepada kebenaran dalam diri para calon imam. Sikap ini menghantar para calon imam kepada “kebenaran itu tidak diciptakan atau dibatasi oleh manusia melainkan dianugerahkan oleh kepadanya sebagai karunia Allah ” (Pastores Dabo Vobis 52). Selain itu, hendaknya dalam studi filsafat, para calon imam dibantu memiliki sikap kritis dalam “mengerti secara mendalam prinsip-prinsip dari beraneka aliran atau sistem filsafat, menangkap apa yang benar, dapat mengerti dan menangkis kesalahan dari akarnya” (bdk Optatam Totius 15)

Dengan belajar filsafat akan membentuk sebuah alur pemikiran yang kritis dan logis.

Page 28: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

SOSOK INSPIRATIF

Bunda Mimi‘Mainstreaming Disability For Better Life’

Fr. Albertus Ade Pratama

Bunda Mimi tidak memiliki peng-lihatan (secara inderawi), tetapi ia me-miliki kemampuan untuk melihat dunia dengan hatinya dan membuat orang lain belajar dari kebutaannya. Wanita berna-ma lengkap Veronika Laetitia Mimi Mari-ani Lusli ini lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1962. Bunda Mimi, begitu ia kerap di panggil, mengalami penurunan daya pengelihatan sejak umur 10 tahun sam-pai benar-benar tidak dapat melihat pada umur 17 tahun. Meski pernah di kelu-arkan dari sekolah dasar, namun Bunda Mimi menunjukkan hasratnya untuk bela-jar. Ia akhirnya berjuang sampai menyele-saikan program S2 untuk dua bidang ilmu di Universitas Indonesia (Program Ilmu Administrasi) dan di University of Leeds, di Inggris (Program Ilmu Komunikasi). Semangat belajarnya pun sudah mampu

berbicara kepada kita mengenai harapan untuk terus belajar demi kehidupan. Pada suatu kesempatan seminar di Seminari Tinggi Yohanes Paulus II, Bunda Mimi sempat menanyakan se-buah pertanyaan yang mendasar kepada para frater, “Apa perasaan yang muncul ketika kalian bertemu dengan penyan-dang cacat?” Jawaban spontan, yang keluar setelah pertanyaan itu diajukan adalah kata sifat ‘takut’. Setelah me-nelusuri dari mana rasa takut itu ber-asal, ditemukanlah jawabannya, bahwa rasa takut yang muncul ketika bertemu dengan penyandang cacat itu muncul karena kita tidak mengenal mereka, kita tidak tahu harus berbuat apa ataupun bersikap terhadap mereka. Hal ini merupakan salah satu tema yang diangkat oleh Bunda Mimi melalui seminar-seminar yang ia laku-kan, yaitu mengajak setiap masyarakat untuk memperoleh pengertian bahwa sesungguhnya para penyandang cacat itu tidak membutuhkan sesuatu pun kecuali penerimaan yang sama seperti masyarakat lainnya. Mungkin itulah sebabnya Bunda Mimi juga mengangkat motto yang sama bagi Mimi Institute, sebuah sekolah bagi para penyandang cacat, Mainstreaming Disability For Better Life. Bunda Mimi layaknya melihat tanpa menggunakan mata, ia kehilan-gan kemampuan indera penglihatan-nya dalam perkembangan usia. Namun demikian, rasa kecewa itu sudah tidak nampak lagi di raut wajahnya. Ia penuh

Veronika Laetitia Mimi Mariani LusliJakarta, 17 Desember 1962.

26 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 29: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 27

semangat hidup, dan semangat itu juga yang ingin ia berikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Hati dan budinya telah menjadi jendela baginya untuk melihat dunia, juga melihat setiap ma-nusia yang berinteraksi dengannya baik yang normal maupun yang memiliki kebutuhan khusus. Dengan bantuan para pengajar yang ada di Mimi Insti-tute, Bunda Mimi menyalurkan energi positif yang dibutuhkan oleh anak-anak berkebutuhan khusus untuk menerima keadaan yang mereka alami. Bunda Mimi berusaha untuk mengajarkan kepada mereka bahwa keterbatasan yang mer-eka alami bukanlah penghalang untuk menjadi mandiri, bahkan untuk melayani orang lain yang mereka temui. Dinamika belajar yang tercipta di Mimi Institute tentunya berbeda dari sekolah-sekolah yang lain. Pelajaran diberikan sesuai dengan pencapa-ian setiap anak dalam dinamika sebelumnya. Mimi institute berusaha untuk mengajarkan hal-hal yang sudah dilakukan oleh anak-anak normal seusia mereka di tempat lain. Mereka diajak untuk menyapu, mengepel, menjemur baju, dan member-sihkan ruang setelah dipakai. Kegiatan-kegiatan tersebut berguna bagi mereka untuk menjalani hidup secara mandiri. Salah satu keprihatinan yang dimiliki Bunda Mimi terarah juga kepada Gereja. Gereja dirasa kurang mengayomi umatnya yang menyandang cacat. Gereja yang merupakan persekutuan umat beri-man dirasa masih kurang peka terhadap anggotanya yang menyandang cacat. Ketidak-terbukaan itu justru menjauhkan umat yang menyandang cacat itu dari Gereja yang merupakan tanda kehadiran Allah di dunia. Sering Bunda Mimi mera-

sakan dampak akibat kecanggungan para umat terhadap para penyandang cacat. Ia tidak dapat menerima Tubuh Kristus karena tidak ada yang menuntun-nya ke depan prodiakon, bahkan ia pun tidak bisa merasakan hangatnya salam damai karena rasa takut umat untuk menjabat tangannya. Tentunya Gereja sebagai perseku-tuan umat beriman perlu lebih peka un-tuk melihat, dan mendengar suara atau-pun keluhan-keluhan dari umatnya yang menyandang cacat. Kita perlu membuka hati terhadap mereka, seperti mereka membuka hati terhadap kekurangan yang mereka alami. Kesadaran akan situ-asi persatuan di dalam Gereja juga harus terwujud dengan para penyandang cacat. Kata Umat Allah haruslah dipahami secara lebih tepat bahwa aku dan kamu (baca: penyandang cacat) pun adalah umat Allah. Namun, apakah pengertian

tersebut sudah cukup dalam usaha membuka diri terhadap para

penyandang cacat? Tentu saja belum. Pengertian akan kesatuan tersebut har-uslah dimulai dengan tindakan menge-nal, “karena tubuh tidaklah terdiri dari satu bagian, melainkan dari berbagai ba-gian” (1Korintus 12:14). Mengenal berarti membuka diri terhadap pemahaman baru, dalam konteks tulisan ini adalah pengertian bagaimana cara kita ber-tindak kepada para penyandang cacat. Persatuan kita di dalam Gereja, mem-bawa kita kepada penyadaran bahwa kita adalah satu tubuh, Kristuslah kepalanya. Untuk pengertian ini Bunda Mimi dapat menjadi panutan kita dalam berefleksi bahwa Gereja, sekali lagi sebagai umat Allah, perlu semakin membuka diri ke-pada mereka penyandang cacat.

Gereja dirasa kurang mengayomi umatnya yang menyandang cacat.

Page 30: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

CERPEN

”Aku nggak mau kita putus. Aku terlalu sayang sama kamu, Mas,” keluh Ajeng sontak menyergapku. Dalam hi-tungan detik, semua slide pengalamanku kemarin berputar dengan berirama. Aku masih ingat dengan jelas Ajeng men-gatakan kalimat itu terakhir saat bertemu di tepi Telaga Sarangan. ”Dik, aku ingin masuk seminari dan maaf kalau selama ini aku tidak ungkapkan padamu.” ”Kamu jahat, tahu nggak? Kenapa nggak dari dulu kamu bi-cara kalau kamu mau jadi romo? Saat aku sayang sama kamu dan berharap kita bisa menikah, dengan mudahnya kamu bilang kita putus. Enggak, enggak bisa! Aku nggak bisa untuk menjalaninya.” Aku lihat mata Ajeng mulai sembab oleh bilur-bilur air matanya yang mulai menetes. Aku orang yang tidak tahan dengan tetesan air mata seorang wanita. Aku berjalan menuju ke ujung telaga yang berpohon rimbun dan berbuah ceri jawa. Aku masih saja egois dengan kesendirianku di ujung Telaga Sarangan, sedangkan Ajeng kubiarkan sendiri dengan segala luluh lantak hatinya.

***

Malam itu aku menyendiri dekat Gua Maria. Aku buka kembali surat yang pernah Ajeng kirimkan padaku. Surat tersebut kubuka perlahan. Hatiku sedikit resah, sesungguhnya aku masih hafal isi suratnya. Tapi, malam itu aku tidak tahu mengapa aku ingin membacanya dekat dengan Sang Bunda.

Tuk : Mas DodoHii... Kupikir awalnya aku sudah siap untuk berjumpa dan menghabiskan waktu dgn mu ternyata aku blum siap. Ga tau kenapa, yang ada semenjak pulang dari Parangtritis perasaan makin ga menentu. Marah, kecewa, sebel tapi jg senang. Sebetulnya dah lama jg pengen banget ngobrol sama kamu Mas (kupanggil mas ga pa2 kan itung2 nambah tiket ke surga dan sebetulnya dah lama jg mau mang-gil km Mas) tapi aku takut untuk memulai bicara padahal ga ada larangannya kan. Kalau denger cerita n liat dgn mata kpl sendiri Mas bs deket dgn temen-temen cewek yang lainnya, suka ngiri knp dgn ku tak bisa. mungkin kalau ngobrol dgn ku tdk menyenangkan. Maaf mengungkit masa lalu. Aku marah sekali dengan kamu Mas. Satu2nya laki2 yang ga tau kepala dan hatinya terbuat dari apa, keras banget. Dan yang paling bikin ku kecewa smua tmn mu menyalahkan aku, mereka bilang aku yang sangat bersalah atas kejadian tersebut yang telah mbuat hati Mas Dodo tersinggung dan terluka terlalu dalam, pada hal mereka ga tau yang Mas lakukan

28 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Surat Terakhir dari Ajengfr. Patrick Slamet Widodo

Aku lihat mata Ajeng mulai sembab oleh bilur-bilur air matanya yang mulai menetes.

Page 31: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 29

ke aku juga sangat menyakitkan. Dan lbh menyakitkan ketika maaf itu tdk ada pdhal aku kan jg manusia yg bs salah. Sering aku merasa bersalah atas ucapan ku dan kalau saja waktu bs kumundurkan dan saat itu aku bisa sedikit menahan emosi ku mung-kin kejadiannya tdk seperti ini. Tapi sudah terjadi dan aku sdh mcoba bicara dng Mas tp kata2 ku sangat menyakitkan sehingga tdk mungkin untuk dilupakan. waktu aku liat Mas sakit aku merasa sdih dan kasihan apalagi dr Sema-rang Mas Dodo dtg sendiri aku bs bayan-gin gimana rasa sakitnya dan msh sempet-2nya berobat ke Yogyakarta pdhal kan di Semarang jg banyak rumah sakit. Terpikir kalau sj saat itu aku msh mjd seseorang di hati mu mungkin akan lbh banyak yang bs kulakukan tanpa canggung. Cuma diam itu situasi saat itu ampe aku bingung sendiri apakah kehadi-ranku dibutuhkan atau malah menggang-gu tapi kok ttp dtg jg dan semuanya jd serba salah. apalagi klu tmn2 pakai bilang, “Ajeng ada maunya nemenin Dodo.” Uhh, sebel banget! Mangnya setiap perbuatan ku sll minta pamrih. Tapi Mas Dodo Cuma diam. Waktu kamu keluar dari Panti Rapih dan aku mengantar kamu ke tmp saudaramu yang dalam pikiranku, “It’s over, nothing I can Do and Give up.” Tdk ada cara yg dpt kulakukan dan hati Mas Dodo sdh sangat ditutup dan kuncinya ga tau dibuang k mana. Aku pergi ketika aku lihat Mas sudah tidur. Dalam perjalanan pulang aku hanya bisa bilang maaf untuk smua yang sdh kulakuan dan nangis pasti-nya. Awalnya kufikir dgn apa yg kulaku-kan bs sedikit membuka kembali hatimu yang terluka dan memberi kesempatan untuk kita b2 utk bs memulai kmb. Tapi itu hanya harapan ku saja karena jelas tak

kulihat itu, Mas Dodo. Itu sebabnya waktu k2 kali Mas dirawat aku ga pernah datang padahal Lelya sering kali memaksaku. Aku fikir keberadaan ku tdk dibutuhkan. Di sana banyak tmn2 Mas yg lain akan lbh bisa merawat Mas, ketimbang waktu pertama x dirawat. Mas Dodo sekarang banyak berubah. Kulihat apa yang selama ini Mas harapkan sdh mulai terwujud. Aku bangga bs melihat perubahan itu. Smg mjd lbh baik dari hari ke hari. Artinya perjuangan Mas tdk sia2 selama ini. Bsyukur untung kita dah bubar mungkin klu blum Mas ga mungkin jd spt saat ini krn pastinya aku akan sll jd penghalang Mu. Kupikir aku sdh melupakannya tapi ternyata tidak. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati ini. Aku suka binggung kalu berhadapan dgn Mas Dodo. Sebelum ke Sendangsono aku minta dgn Tuhan smg tgl 8/3 bsk mjd awal dari pertemanan yg baru diantara kita b2, dimana kita bs ngobrol spt yang Mas lakukan ke tmn2 yg lain. Tapi aku merasakan malah lbh aneh ketimbang waktu ke Parangtritis jadi ku pikir aku memang ternyata tdk siap dan mungkin tdk mau siap utk mjd teman. Karena bagaimana pun kenangan itu terlalu berharga untuk diubah menjadi pertemanan. Tadinya aku mau bicarakan semua ini langsung sebelum aku pergi tapi kalau aku coba berfikir aku ttp ga siap. Jd kpu-tuskan utk menulis ini. Ada 2 hal yg paling

Semoga Ajeng mendapat yang terbaik dan aku bisa menjalani kehidu-pan panggilanku ini dengan damai.

Page 32: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

kusukai dr Mas Dodo dan tdk pernah ku-dapati dari yang lain. Mas sering kali meng-gandeng tanganku dalam segala suasana dan aku seseorang yg paling sng klu digan-deng krn merasa aman dalam genggaman tangan mu. Sering kali msh terasa geng-gaman tangan itu. Dan yang satu lagi mas sering kali melihat dalam ke arahku, ga tau apa maksudnya dan terkadang yg bs kulakukan cm menundudukkan kepala krn malu. Terima ksih yaa Mas pernah hadir dalam hidup ku. Walau hanya sebentar tapi berarti sangat besar sekali. Seseorang yang sll kuharapkan dlm setiap mimpi ku ttg pangeran ku ya spt Mas ini. Maaf untuk smuanya. Aku doakan Mas Dodo menemukan yg selama ini Mas cari. Begitu jg dengan Pasangan hidup mu. Mas jgn masuk seminari mas lbh cocok jd suami n ayah yang baik. Dan aku percaya Mas bisa melakukan itu.Ok, See U entah kapan lagi, take Care & GBU.Love Ajeng.

*** Aku tertegun lama memandang wajah Bunda Maria yang ada didepanku. Lilin yang aku nyalakan hampir habis dan aku masih terpatri akan apa yang sudah aku lakukan. Detak waktu masih terus menggelayuti malam di tengah

kapel yang sunyi dan aku berucap pelan, “Bunda Maria, terima kasih atas per-jalanan hidupku sampai saat ini. Terima kasih atas pengalaman yang tak bisa ditukar dengan apapun. Dan semoga Ajeng mendapat yang terbaik dan aku bisa menjalani kehidupan panggilanku ini dengan damai dan aku tidak selalu di-hantui oleh kesalahanku dulu. Aku mere-fleksikan ini semua dan aku disadarkan akan bagaimana aku mencintai Tuhan seperti aku mencintai Ajeng. CitraNya ada dalam setiap insan yang diciptakan-Nya, terutama dalam diri Ajeng. Ajeng kini sudah menikah dan sekarang sudah memiliki seorang baby.”

*** “Frater nggak tidur?” Suara Romo Pius, pastor unitku membangunkanku dari nostalgia yang aku sadari.“Frater ingat pacar yang dulu, ya?” tanya Romo Pius kepadaku. Aku akui Romo Pius bisa membaca isi hati setiap frater dan tahu apa yang dirasakan oleh anak-anak didiknya. Dalam malam yang beranjak ke pagi hari, aku mengakui dan aku cerita-kan semua yang menjadi pergulatanku yang belum selesai dengan masa laluku. “Saya yakin Frater bisa menghadapinya, Gusti ora sare,” tegas Romo Pius.

Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.

(Dewi Lestari, Filosofi Kopi)

30 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 33: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Sejak setahun lalu di Seminari Tinggi Yohanes Paulus II diadakan doa rosario bersama mingguan. Setiap Sabtu malam para frater di seminari ini berdoa dan menghormati Bunda Maria. Sebe-lumnya doa rosario mingguan hanya diadakan pada saat bulan Mei dan Okto-ber, setelah itu penghormatan terhadap Maria diserahkan kepada pribadi masing-masing. Kebiasaan ini sudah berlangsung begitu lama, mungkin sejak seminari ini berdiri. Namun, dengan diangkatnya Paus Yohanes Paulus II sebagai pelind-ung seminari ini, kiranya kebiasaan di Seminari perlu disesuaikan dengan sema-ngat pelindungnya. Seperti telah diketahui bersama, Paus Yohanes Paulus II adalah pribadi yang me-miliki devosi yang begitu besar kepada Bunda Maria. Salah satu buku yang begitu mengesan bagi Paus kita ini adalah Devosi Sejati dari Santo Louis Marie de Monfort. Selain meneladan Yohanes Pau-lus II, devosi terhadap Maria di Seminari Tinggi ini memiliki dasar pada dokumen yang dikeluarkan oleh Konggregasi Suci Pendidikkan Katolik tentang Pembinaan rohani di seminari tahun 1980. Dokumen itu menekan pentingya mengembang-kan devosi kepada Maria bagi para semi-naris. Devosi terhadap Maria yang kerap-kali dipandang sebagai masalah pribadi, soal suka atau tidak suka, sesungguhnya

merupakan wujud penghayatan iman Gereja terkait dengan Inkarnasi. Peng-hormatan kita terhadap Maria sebagai Bunda Allah berarti pula pengakuan kita akan Allah yang telah menjadi manusia. Penghormatan kita terhadap Maria tidak bisa tidak kita jalankan dalam semangat yang dihayati oleh Bunda Ma-ria itu sendiri yakni: kesederhanaan dan kelepasbebasan. Maria adalah pribadi yang sederhana dan dalam kelepasbe-basannya ia dengan setia mengikuti

Kristus sampai pada kesu-nyian salibNya. Dengan menghayati keutamaan Bunda Maria ini, devosi ke-pada Maria bukanlah suatu bentuk romantisme belaka, dimana setiap orang hanya sekedar menumpahkan perasaan yang ada dalam hatinya. Kedekatan kita dengan Maria akhirnya akan membawa kita kepada

Kristus dan salibNya. Kata “kesederhanaan” dan “kelepasbebasan” adalah kata yang sering kita dengar dan mungkin juga kita sampaikan dalam pembicaraan ataupun pengajaran kita. Namun, apabila kita jujur dengan dirinya sendiri kita tahu bahwa dewasa ini kesederhanaan dan kelepasbebasan adalah hal-hal yang sulit dijalankan. Apalagi di suatu tempat seperti di Jakarta ini; tempat di mana tawaran-tawaran hal-hal menarik begitu banyak disampaikan kepada kita. Sebagai imam dan calon imam

PERSONA IMAN

Kedekatan kita

dengan Maria

akhirnya akan

membawa kita

kepada Kristus

dan salib-Nya

Dipanggil Untuk Dekat Dengan Bunda MariaRD. Tunjung Kesuma

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 31

Page 34: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

kiranya perlu kita sadari bahwa kita tidak mungkin dapat dengan setia mengikuti Yesus tanpa kesederhanaan dan kelepas-bebasan. Untuk itu, Maria sungguh-sung-guh menjadi teladan dan penolong kita. Kedekatan kita dengan pribadi Maria mengingatkan pentingnya keutamaan-keutamaan tersebut dalam penghayatan imamat kita dan doa-doa Sang Bunda akan menguatkan kita dalam mewujud-kan keutamaan dalam kehidupan sehari-hari.

32 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Imam yang sederhana dan lepas bebas juga merupakan kerinduan umat. Mereka akan merasa bangga apabila para imamnya - ditengah gemilau kekayaan segelintir orang dan juga di tengah kemiskinan yang begitu me-nyayat yang dialami banyak orang di Ja-karta - menghayati hidup sebagai orang yang sederhana dan lepas bebas karena melalui cara hidup seperti itulah “Kristus nyata” di dalam para imamnya.

Page 35: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 33

HISTORIA DOMUS

22-27 JuliPara frater tingkat 2 dan tingkat 4 men-jalani live-in sosial di berbagai tempat di Jakarta. Ada yang melayani di Penjara, tinggal di Pelabuhan Nelayan Muara Angke serta Cilincing, dan melayani anak-anak berkebutuhan khusus di Mimi Institute serta Yayasan Bhakti Luhur. Semoga para frater semakin berjumpa dengan Allah melalui diri mereka.

1 Agustus 2013 Para frater membagikan pengalaman mereka masing-masing setelah men-jalani live-in social di empat tempat yang berbeda, yaitu di Mimi Institute,Muara Angke, Cilincing, dan penjara. Semoga setelah melakukan proses refleksi bersa-ma, panggilan imamat di dalam diri para frater semakin terarah, terutama ketika melihat penjelmaan Yesus di dalam diri saudari dan saudara yang menderita.

7 Agustus 2013Akhirnya Bidum dan Wabidum baru ter-pilih. Proficiat kepada fr. Camel yang ter-pilih menjadi bidum baru dan fr. Surya sebagai wabidum yang baru. Semoga semakin sabar dalam memimpin kami komunitas Seminari Tinggi KAJ.

8 Agustus 2013 Minal Aidzin Wal-Faidzin, mohon maaf lahir dan batin. Sembari ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri, para frater mengada-kan acara barbeque untuk menyambut tingkat I sebagai bagian dari komunitas Cempaka Putih Timur dan bersyukur atas terpilihnya kepengurusan dewan inti kebidelan yang baru.

17 Agustus 2013 Merdeka! Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia diintegrasikan ke dalam Per-ayaan Ekaristi yang diadakan di alam terbuka. Warna merah dan putih men-jadi nuansa yang dominan di pagi yang cerah itu. Kebahagiaan para frater dalam merayakan kemerdekaan hendaknya juga mampu membakar semangat dalam menjalani panggilan Tuhan.

22 Agustus 2013 Pergilah, engkau diutus! Delapan orang Imam Diosesan Keuskupan Agung Jakarta bersama dengan seorang Imam CICM baru saja ditahbiskan. Selamat atas rahmat tahbisan yang telah diterima. Semoga Roh Tuhan sendiri dapat me-mampukan para romo sekalian agar semakin menyerupai Kristus di dalam setiap pilihan-pilihan hidup yang akan diambil.

23 Agustus 2013 Misa perdana kedelapan imam baru dan pada sore harinya misa penjubahan ke-empat teman-teman di Tahun Orientasi Rohani. Sebuah siklus panggilan yang hendaknya senantiasa dimaknai dari waktu ke waktu. Terutama dalam melihat gerak Roh yang senantiasa mendekatkan diri para frater dengan Dia yang me-mangggil mereka pribadi demi pribadi.

24 Agustus 2013 Rekoleksi bulanan bersama RD Kesary-anto dengan tema Ketaatan Membawa Berkah. Pengalaman Romo Kesar di Papua menjadi contoh yang inspira-tif bagi para frater. Sangat diharapkan

Page 36: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

agar belajar dari pengalaman pastoral di Papua, para frater dapat senantiasa menghayati perutusan yang rendah hati sebagai bagian dari ketaatan.

30 Agustus 2013 Para frater mengikuti Diskusi Komunitas yang mengundang Bunda Mimi dan ke-tiga temannya dari Mimi Institute. Mere-ka berbagi mengenai pandangan mereka akan disabilitas. Sangat diharapkan agar para frater kelak mampu menjadi gem-bala bagi SELURUH domba yang telah dipercayakan oleh Allah.

5 September 2013 Pendalaman Bulan Kitab Suci Nasional yang difasilitasi oleh teman-teman dari

tingkat II. Belajar dari Yusuf, hendaknya para frater semakin mampu membangun relasi yang baik dengan saudara-sauda-ranya.

6 September 2013 Seluruh frater Seminari Tinggi Yohanes Paulus II mengikuti acara Jumatan Per-tama. Teman-teman dari Tahun Orientasi Rohani juga hadir bersama dengan fr. Graha dan fr. Bayu Golo yang datang dari tempat mereka kini menjalani Tahun Ori-entasi Pastoral. Sharing dari RD. Putranto juga menambah keakraban di dalam acara ini

12 September 2013 Pendalaman Bulan Kitab Suci Nasional

34 Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013

Page 37: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 2013 35

Senyum Romo Koelman ketika menunggu keberangkatan menuju Girisonta.

merenungkan mengenai kisah Nabi Hosea. Teman-teman tingkat III men-jadi fasilitator. Terimakasih atas masu-kan rohani yang telah diberikan.

13 September 2013 Tingkat III mengajak para frater yang lain untuk memahami Kemah Suci di dalam kesempatan diskusi angkatan. Ternyata pembelajaran mengenai Kitab Suci membantu para frater un-tuk semakin menghayati iman mereka dan mereka berpesan, ”Membaca Kitab Suci itu asyik.”

20 September 2013Diskusi Komunitas mengundang Uak Karyo pimpinan Yayasan Sanggar

Akar, Jakarta. Yayasan ini mendidik anak-anak yang kurang mampu dan membekali mereka dengan berbagai keterampilan, salah satunya permainan musik mereka yang hebat. Semoga kedatangan mereka semakin menggugah kita akan nilai kemanusiaan.

22-23 September 2013Rekoleksi Bulanan dengan tema “Persaudaraan dalam Kitab Suci” yang dibimbing oleh RD. Widianto. Kita diajak untuk merenungkan makna antara relasi atau prestasi.

Page 38: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan

Teman Seperjalanan XX/ Agustus-Oktober 201336

Hidup itu ada suka, duka, senang, dan sedih. Semua menjadi rangkaian indah kehidupan, sebab Tuhan berbicara setiap

pengalaman kita.

Page 39: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan
Page 40: Teman Seperjalanan: Seminari Metropolitan