Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi...

4
35 BOX 1 KETERSEDIAAN BERAS DAN HARGA BERAS Garis kebijakan perberasan Indonesia adalah mengupayakan pemenuhan kebutuhan beras domestik dari produksi dalam negeri atau swasembada. Dengan garis kebijakan tersebut, kebijakan impor ditempatkan sebagai residual atau menutupi defisit kebutuhan beras dalam negeri. Oleh karena itu, penting untuk diketahui posisi neraca beras nasional. Sebagai komoditas yang strategis, produksi beras domestik yang tersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang termasuk salah satu provinsi lumbung padi nasional. Produksi Padi Laju pertumbuhan produksi padi Sulsel selama kurun waktu tahun 2001-2006 tercatat sangat lamban, yaitu rata-rata sekitar 0,20 persen per tahun. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu yang sama yaitu sekitar 1,65 persen per tahun. Kenyataan ini sangat perlu dipahami dan dicermati mengingat jumlah penduduk Sulsel terus bertambah dengan laju pertumbuhan yang relatif meningkat sedangkan produksi padi dalam kurun waktu yang sama sangat berfluktuasi. Produksi padi kering giling dalam tahun 2006, berdasarkan angka sementara Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel, tercatat sebesar 3.365.508 ton dengan luas lahan panen 719.846 ha. Apabila produksi dibagi dengan luas lahan panen maka akan dihasilkan rata-rata produktivitas. Produktivitas tanaman padi selama kurun waktu 2001-2006 memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat yaitu dari 4,43 pada tahun 2001 menjadi 4,68 ton per ha pada tahun 2006. Kalkulasi sederhana dari kegiatan produksi dan kebutuhan beras di Sulsel dapat TRIWULAN I - 2007 KAJIAN EKONOMI REGIONAL SULAWESI SELATAN 6.977.942 7.379.370 7.495.705 7.059.769 7.280.351 6.915.952 7.629.689 6.400.000 6.600.000 6.800.000 7.000.000 7.200.000 7.400.000 7.600.000 7.800.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Grafik: 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Sulsel (Jiwa) Grafik: 2 Perkembangan Produksi Padi Sulsel (ton) 3.365.508 3.381.147 3.761.978 3.531.147 3.390.397 3.229.912 3.319.338 2.900.000 3.000.000 3.100.000 3.200.000 3.300.000 3.400.000 3.500.000 3.600.000 3.700.000 3.800.000 3.900.000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Transcript of Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi...

Page 1: Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan ... bahkan beberapa media-massa ... Diharapkan BPS dan Departemen

35

BOX 1KETERSEDIAAN BERAS DAN HARGA BERAS

Garis kebijakan perberasan Indonesia adalah mengupayakan pemenuhan kebutuhan beras domestik dari produksi dalam negeri atau swasembada. Dengan garis kebijakan tersebut, kebijakan impor ditempatkan sebagai residual atau menutupi defisit kebutuhan beras dalam negeri. Oleh karena itu, penting untuk diketahui posisi neraca beras nasional. Sebagai komoditas yang strategis, produksi beras domestik yang tersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia, khususnya Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang termasuk salah satu provinsi lumbung padi nasional.

Produksi Padi

Laju pertumbuhan produksi padi Sulsel selama kurun waktu tahun 2001-2006 tercatat sangat lamban, yaitu rata-rata sekitar 0,20 persen per tahun. Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk selama kurun waktu yang sama yaitu sekitar 1,65 persen per tahun. Kenyataan ini sangat perlu dipahami dan dicermati mengingat jumlah penduduk Sulsel terus bertambah dengan laju pertumbuhan yang relatif meningkat sedangkan produksi padi dalam kurun waktu yang sama sangat berfluktuasi.

Produksi padi kering giling dalam tahun 2006, berdasarkan angka sementara Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulsel, tercatat sebesar 3.365.508 ton dengan luas lahan panen 719.846 ha. Apabila produksi dibagi dengan luas lahan panen maka akan dihasilkan rata-rata produktivitas. Produktivitas tanaman padi selama kurun waktu 2001-2006 memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat yaitu dari 4,43 pada tahun 2001 menjadi 4,68 ton per ha pada tahun 2006.

Kalkulasi sederhana dari kegiatan produksi dan kebutuhan beras di Sulsel dapat

TRIWULAN I - 2007KAJIAN EKONOMI REGIONAL SULAWESI SELATAN

6.977.942

7.379.370

7.495.705

7.059.769

7.280.351

6.915.952

7.629.689

6.400.000

6.600.000

6.800.000

7.000.000

7.200.000

7.400.000

7.600.000

7.800.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Grafik: 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Sulsel (Jiwa)

Grafik: 2 Perkembangan Produksi Padi Sulsel (ton)

3.365.508

3.381.147

3.761.978

3.531.147

3.390.397

3.229.912

3.319.338

2.900.000

3.000.000

3.100.000

3.200.000

3.300.000

3.400.000

3.500.000

3.600.000

3.700.000

3.800.000

3.900.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Page 2: Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan ... bahkan beberapa media-massa ... Diharapkan BPS dan Departemen

36

dicermati melalui ilustrasi berikut ini. Berdasarkan data yang diperoleh, setiap produksi padi sebesar 3,36 juta ton maka akan akan menghasilkan beras sebanyak 1,97 juta ton dan dari angka tersebut, setelah digunakan untuk bahan baku, makanan ternak dan susut/ tercecer, akan diperoleh beras yang dapat digunakan untuk bahan makanan sebesar 1,91 juta ton. Selanjutnya, kebutuhan konsumsi beras dapat dihitung dengan mengkalkulasi rata-rata konsumsi beras per kapita per tahun dengan jumlah penduduk yang ada pada kurun waktu tertentu. Khusus untuk Sulsel, dengan jumlah penduduk pada bulan Juni 2006 yang sebanyak 7,63 juta jiwa dan rata-rata konsumsi per kapita per tahun sebesar 139,15 kg (menggunakan proxy rata-rata konsumsi nasional) maka diperkirakan kebutuhan konsumsi beras Sulsel per tahun 2006 adalah sekitar 1,061 juta ton. Dari angka produksi dan kebutuhan konsumsi beras tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa provinsi Sulsel akan mengalami surplus beras sekitar 0,84 juta ton.

Meski pada tahun 2006 Sulsel memiliki surplus beras, perlu dicermati bahwa perkiraan ketersediaan beras tersebut masih memiliki beberapa kelemahan yaitu jumlah luas tanam, luas panen, menggunaan metode ubinan, serta perkiraan susut dan tercecer pada pasca penen yang nampak relatif besar yang sekitar 7-8 persen. Untuk menutupi kelemahan-kelemahan tersebut pemerintah akan melakukan pemantauan melalui satelit yang diharapkan dapat memperoleh data luas lahan padi yang lebih akurat. Namun hal tersebut tidak berarti tanpa kelemahan karena dengan pemantauan berdasarkan penyinaran tersebut, hasil yang didapat tidak terlalu akurat mengingat adanya kemungkinan lahan rumput ilalang dianggap lahan padi karena warnanya agak mirip dan biaya pelaksanaannya relatif cukup mahal.

Terlepas dari berbagai kelemahan terkait dengan keakuratan data beras Sulsel, tidak mengherankan apabila pemerintah daerah mengambil kebijakan pelarangan impor beras, bahkan beras produksi Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu dikirim ke Jakarta dan beberapa provinsi dikawasan timur Indonesia. Mencermati fenomena dimana Sulsel mengalami surplus beras, timbul pertanyaan mengapa harga beras pada akhir tahun 2006 hingga awal tahun 2007 terasa sulit dikendalikan bahkan harga beras terus

Ketersediaan Beras Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006

Uraian Banyak (ton)

1.Produksi Gabah 3.365.508 2.Ekuivalen Beras 1.971.730 3.Bahan Baku, Pakan & Tercecer 65.659 4.Ketersediaan Beras Untuk Bahan Makanan 1.906.071 5.Kebutuhan Konsumsi Beras 1.061.671 6.Surplus/ defisit Beras

844.400

meningkat?

TRIWULAN I - 2007KAJIAN EKONOMI REGIONAL SULAWESI SELATAN

Page 3: Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan ... bahkan beberapa media-massa ... Diharapkan BPS dan Departemen

37

Grafik.3. Rata-rata Harga Beras diberbagai Pasar Di Makassar

Periode Januari 2006 - April 2007 (Rupiah/kg)

3.691

4.0423.996

4.592

4.454

4.814

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

Jan ua r i

20 06

Peb rua ri

Ma re

t

Apr i

lM

e iJu

niJu

li

Agu st

u s

S ep tem

b er

Okt o

b er

Nop em

b e r

Dese

mbe r

Jan ua r i

20 07

Peb rua ri

Mare

t

Apr i

l

1 Pemantauan harga tersebut dilakukan setiap hari Selasa dan khusus bulan Februari hingga Maret 2007, pemantauan dilakukan setiap hari.

Harga Beras

Berdasarkan hasil pantauan BPS provinsi Sulsel terhadap harga beras yang dilakukan pada lima pasar tradisional di Makassar , harga beras pada bulan Januari 2006 tercatat berkisar pada angka Rp.3.600,- per kg dan secara perlahan terus mengalami peningkatan dan pada Oktober 2006 harga per kg-nya telah mencapai kisaran Rp.4.000,-. Memasuki bulan November 2006, harga beras terasa sulit untuk dikendalikan dan mencapai puncaknya pada bulan Februari 2007 dimana harga per kg-nya mencapai angka Rp.4.800,-. Memasuki bulan Maret 2007, harga beras terlihat mulai meredah dan kecenderungan terus menurun hingga akhir April rata-rata harga beras per kg dalam kisaran Rp.4.600,-. Dari hasil pantauan harga di pasar dapat pula diungkapkan bahwa Operasi Pasar (OP) yang dilakukan oleh pemerintah (Dolog) tidak banyak membantu turunnya harga beras, bahkan beberapa media-massa mengungkapkan bahwa harga yang ditawarkan pemerintah masih tergolong tinggi atau tidak signifikan dengan harga yang ditawarkan para pedagang di pasar. Dari hasil analisa BPS Sulsel, melonjaknya harga beras disebabkan oleh efek bersama dari tiga faktor, yaitu minimnya pasokan beras, adanya permainan pedagang pengumpul yang “liar” serta kecilnya pembelian/ stok Dolog. Hasil analisa yang menyatakan bahwa telah terjadi penurunan pada pasokan beras dikonfirmasikan oleh data produksi padi yang terus menurun pada triwulan ke-4 tahun 2006 hingga triwualan ke-1 tahun 2007. Secara umum, penurunan ini disebabkan oleh pengaruh musim kemarau atau terjadi pergeseran musim sehingga turut berimbas pada musim tanam dan terjadinya banjir di beberapa wilayah di daerah selatan Sulsel. Kondisi melambatnya pasokan beras yang disebabkan oleh siklus musim tersebut “dimanfaatkan” oleh sebagian besar para pedagang pengumpul/tengkulak yang jeli melihat keadaan tersebut sehingga sangat mudah untuk mempermainkan harga. Lebih lanjut, peran Dolog dalam mengatasi shock ini tergolong lemah karena berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan para petani lebih memilih menjual hasil produksinya ke para pedagang/tengkulak dari pada Dolog. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan sebenarnya merupakan alasan klasik, yaitu tidak terpenuhinya standar kualitas, gejolak sosial mata rantai perdagangan dan kemampuan penyerapan Dolog sendiri yang hanya berkisar 7-10 persen dari total produksi petani.

1

TRIWULAN I - 2007KAJIAN EKONOMI REGIONAL SULAWESI SELATAN

Page 4: Produksi Padi Sulsel - bi.go.id · PDF filetersedia untuk dikonsumsi merupakan tolak ukur bagi ketersediaan bahan ... bahkan beberapa media-massa ... Diharapkan BPS dan Departemen

38

2

Harga pembelian pemerintah di penggilingan sesuai Instruksi Presiden No.3 Tahun 2007 yang berlaku mulai 1 April 2007 sebesar Rp.2.035,- per kg, sedangkan harga sebelumnya yaitu Rp.1.740,- (tahun 2005).

Kebijakan Harga dan Non Harga Yang Perlu Dicermati

Mengingat kondisi cuaca dan perilaku pedagang/tengkulak lebih sulit untuk dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah maka kondisi yang menarik untuk ditelaah berkenaan dengan gejolak harga beras di Sulsel adalah kebijakan harga dan non harga yang diterapkan pada periode terjadinya gejolak tersebut. Menurut data pantauan di lapangan, harga padi (dalam hal ini harga gabah kering giling) berdasarkan harga pembelian pemerintah (HPP) cenderung lebih rendah apabila dibandingkan harga aktualnya dimana harga aktual pembelian gabah kering giling di tingkat penggilingan padi berada jauh di atas harga pembelian pemerintah. Hal ini tentunya akan mempengaruhi persediaan/cadangan beras pemerintah dalam hal ini Dolog karena pemerintah/Dolog tidak mampu membeli padi secara maksimal. Kebijakan yang tak kalah pentingnya adalah kebijakan non tarif (seperti penetapan standar kualitas yang dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan pada saat terjadinya shock), pengendalian beras impor dan pelaksanaan pembelian beras di penggilingan pada saat panen dan paska panen dengan harga pembelian pemerintah (yang dapat bersaing dengan harga penawaran pedagang/tengkulak) dan dalam jumlah yang memadai sebagai cadangan. Selain itu perlu pula pengendalian atau pengawasan yang ketat terhadap beras yang keluar masuk Sulawesi Selatan, karena disinyalir masih terdapatnya pengiriman beras tanpa dokumen resmi.

Rekomendasi

Mengacu kepada kebijakan harga dan non harga yang perlu dicermati tersebut di atas, beberapa rekomendasi kebijakan lain yang dapat ditempuh antara lain adalah:

1. Diharapkan BPS dan Departemen Pertanian di dalam penghitungan perkiraan produksi padi menggunakan metode yang lebih baik sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat, terutama tentang luas lahan dan luas panen.

2. Pemerintah seyogyanya dapat menjamin bahwa petani mendapat harga gabah/padi sebesar harga pembelian pemerintah, sehingga cadangan padi dapat dimaksimalkan.

3. Instansi terkait, khususnya Bulog/Dolog, dapat langsung membeli gabah dari petani sehingga memotong rantai perdagangan, hal ini memang berat dan sulit

2

TRIWULAN I - 2007KAJIAN EKONOMI REGIONAL SULAWESI SELATAN