Analisis SDA Sulsel

55
1 DESKRIPSI DAN ANALISIS SUMBER DAYA ALAM A. SUMBER DAYA HUTAN - Potensi Luas kawasan hutan (Sumber Daya Hutan) Sulawesi Selatan seluruhnya seluas 2.130.993 Ha atau merupakan 46,76% dari luas daratan Sulawesi Selatan 4.557.448 Ha, yang sebarannya sebagai berikut : No Kab/Kota Luas Wialyah (Ha) Luas Kawasan Hutan (Ha) % Terhadap Luas Wilayah 1 2 3 4 5 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 1 Makassar Gowa Maros Pangkep Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Selayar Sinjai Bone Soppeng 2 17.577 188.332 161.912 111.229 56.651 73.764 39.583 115.467 90.335 81.996 455.900 135.944 3 63.099 68.529 32.503 8.264 9.189 6.222 8.453 21.797 18.894 145.053 46.205 4 33,5 42,31 29,22 14,59 12.46 15,72 7,32 24,13 23,04 31,82 33,99 5

description

SDA

Transcript of Analisis SDA Sulsel

  • 1

    DESKRIPSI DAN ANALISIS

    SUMBER DAYA ALAM

    A. SUMBER DAYA HUTAN

    - Potensi

    Luas kawasan hutan (Sumber Daya Hutan) Sulawesi Selatan

    seluruhnya seluas 2.130.993 Ha atau merupakan 46,76% dari luas

    daratan Sulawesi Selatan 4.557.448 Ha, yang sebarannya sebagai

    berikut :

    No Kab/Kota Luas

    Wialyah (Ha)

    Luas Kawasan Hutan (Ha)

    % Terhadap Luas

    Wilayah

    1 2 3 4 5

    01

    02

    03

    04

    05

    06

    07

    08

    09

    10

    11

    12

    1

    Makassar

    Gowa

    Maros

    Pangkep

    Takalar

    Jeneponto

    Bantaeng

    Bulukumba

    Selayar

    Sinjai

    Bone

    Soppeng

    2

    17.577

    188.332

    161.912

    111.229

    56.651

    73.764

    39.583

    115.467

    90.335

    81.996

    455.900

    135.944

    3

    63.099

    68.529

    32.503

    8.264

    9.189

    6.222

    8.453

    21.797

    18.894

    145.053

    46.205

    4

    33,5

    42,31

    29,22

    14,59

    12.46

    15,72

    7,32

    24,13

    23,04

    31,82

    33,99

    5

  • 2

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    22

    23

    Barru

    Pare-Pare

    Sidrap

    Wajo

    Pinrang

    Enrekang

    Tator

    Luwu Utara

    Luwu

    Luwu Timur

    Palopo

    117.471

    9.933

    188.325

    250.619

    196.177

    178.601

    320.577

    750.258

    300.025

    694.488

    24.752

    65.185

    1.407

    71.177

    19.691

    72.831

    87.352

    156.906

    568.897

    85.498

    554.986

    9.866

    55,40

    14,16

    37,79

    7,86

    37,13

    48,91

    48,94

    75,83

    28,50

    79,91

    39,86

    Jumlah 4.557.448 2.130.993 46,76

    Sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan SulSel 2004

    Disamping itu terdapat potensi Hutan Mangrove/bakau baik yang

    terdapat dalam kawasan hutan maupun yang tidak berada dalam

    kawasan hutan yang sebaran dan luasannya sebagai berikut :

    Kawasan Hutan Areal lainnya No Kab/Kota

    HMP HMS HMP HMS Jumlah

    1 2 3 4 5 6 7

    01

    02

    03

    04

    05

    06

    1

    Gowa

    Makassar

    Maros

    Pangkep

    Takalar

    Jeneponto

    2

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    3

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    4

    -

    -

    -

    -

    197,0

    4,0

    5

    -

    17,0

    -

    14,0

    911,0

    -

    6

    -

    17,0

    -

    14,0

    1.108,0

    4,0

    7

  • 3

    07

    08

    09

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    Bantaeng

    Bulukumba

    Selayar

    Sinjai

    Bone

    Soppeng

    Barru

    Pare-Pare

    Sidrap

    Wajo

    Pinrang

    Enrekang

    Tator

    Luwu

    Utara/Timur

    Luwu/Palopo

    -

    -

    19,0

    -

    6,0

    -

    -

    -

    -

    104,0

    -

    -

    -

    1,0

    15,0

    -

    -

    -

    1,0

    437,0

    -

    -

    -

    -

    18,0

    -

    -

    -

    10.827,0

    798,0

    -

    -

    367,0

    -

    -

    -

    673,0

    -

    -

    1,0

    -

    -

    -

    18,0

    5,0

    -

    334,0

    82,0

    135,0

    3.114,0

    -

    -

    -

    -

    52,0

    -

    -

    -

    3.041,0

    1.162,0

    -

    334,0

    468,0

    136,0

    3.557,0

    -

    673,0

    -

    -

    175,0

    -

    -

    -

    13.887,0

    1.980,0

    Total 145,0 12.081,0 1.265,0 8.862 22.353,0

    Sumber : Diolah dari Data dan Informasi Dinas Kehutanan Sul-Sel 2004 Hasil Penafsiran Citra Landsat 1999 BPKH-VII Keterangan : HMP : Hutan Mangrove Primer HMS : Hutan Mangrove Sekunder

    Potensi hutan di Sulawesi Selatan dalam fungsinya baik fungsi

    ekonomi maupun fungsi lindungnya ditetapkan berdasarkan peta padu

    serasi yang perkembangannya sampai akhir 2004 sebagai berikut :

    No Kab/Kota Luas HL HPT HP HSAW HPK

  • 4

    Kawasan (Ha)

    (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

    01

    02

    03

    04

    05

    06

    07

    08

    09

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    22

    23

    Makassar

    Gowa

    Maros

    Pangkep

    Takalar

    Jeneponto

    Bantaeng

    Bulukumba

    Selayar

    Sinjai

    Bone

    Soppeng

    Barru

    Pare-Pare

    Sidrap

    Wajo

    Pinrang

    Enrekang

    Tana Toraja

    Luwu Utara

    Luwu

    Luwu Timur

    Palopo

    -

    63.099

    68.509

    32.503

    8.264

    9.189

    6.222

    8.453

    21.797

    18.894

    145.053

    46.205

    65.185

    1.407

    71.177

    19.691

    72.831

    87.352

    156.906

    568.897

    85.498

    554.986

    9.866

    -

    24.226

    12.841,9

    12.019

    86

    8.932

    2.773

    3.538

    11.633

    11.794

    32.612

    33.359

    49.801

    1.068

    43.729

    2.541

    46.782

    72.755

    138.101

    419.108

    54.905

    245.536

    8.512

    -

    13.455

    7.361

    3.485

    -

    140

    1.262

    509

    6.312

    7.100

    91.161

    11.029

    15.384

    339

    26.948

    -

    26.049

    14.597

    18.805

    132.895

    13.554

    97.578

    604

    -

    22.109

    18.808,1

    2.747

    3.482

    117

    2.187

    931

    3.852

    -

    19.605

    442

    -

    -

    -

    17.150

    -

    -

    -

    14.304

    17.094

    8.258

    -

    -

    3.309

    29.498

    14.252

    4.693

    -

    -

    3.475

    -

    -

    1.675

    1.381

    -

    -

    500

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    182.574

    750

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    -

    2.590

    -

    21.040

    -

    TOTAL %

    2.130.993 100%

    1.236.651,9 58,03%

    488.551 22,93%

    140.050,1 6,57%

    242.110 11,36%

    23.630 1,11%

    Diolah dari sumber : Data-data informasi Dinas Kehutanan 2004 (berdasarkan peta padu serasi)

    Keterangan : HL : Hutan Lindung HPT : Hutan Produksi Terbatas HP : Hutan Produksi Biasa HSAW : Hutan Suaka Alam Wisata HPK : Hutan Peruntukan Khusus Sebagian besar potensi kawasan hutan (58,03%) difungsikan

    khusus dalam fungsi lindung yang merupakan bagian 27,13% dari luas

  • 5

    daratan Sulawesi Selatan, sedangkan 41,97% berfungsi ekonomis

    dengan tetap memperhatikan azas-azas pelestarian dan keseimbangan

    lingkungan.

    - Kondisi Sumber Daya

    Kondisi Kawasan hutan (Sumber Daya Hutan) dalam kaitan fungsi

    produksi maupun fungsi lindungnya sangat ditentukan oleh keadaan

    vegetasi (tutupan) dan keadaan lahan yang berada dalam kawasan

    hutan.

    Keadaan vegetasi (tutupan) lahan dalam kawasan hutan Sulawesi

    Selatan (data 2004) seluas 2.130.993 Ha dalam keadaan berhutan

    seluas 1.284.365 Ha (60,27% dari total kawasan) dan keadaan tidak

    berhutan seluas 465.156 Ha (21,83% dari total kawasan hutan) yang

    secara rinci tersebar menurut Kab/Kota sebagai berikut :

    Kondisi vegetasi

    Berhutan Tidak berhutan No Kab/Kota

    Luas Kawasan hutan (Ha)

    Ha (Luas) % Ha (Luas) %

    1 2 3 4 5 6 7

    01

    02

    03

    04

    05

    06

    07

    08

    09

    10

    11

    Makassar

    Gowa

    Maros

    Pangkep

    Takalar

    Jeneponto

    Bantaeng

    Bulukumba

    Selayar

    Sinjai

    Bone

    -

    63.099

    68.509

    32.503

    8.264

    9.189

    6.222

    8.453

    21.797

    18.894

    45.053

    0

    18.836

    38.451

    13.467

    124

    2.890

    1.989

    3.153

    13.187

    6.578

    82.357

    0

    29,85

    56,13

    41,43

    1,5

    31,45

    31,97

    37,30

    60,50

    34,82

    56,78

    0

    34.028

    24.538

    19.036

    8.140

    6.299

    4.214

    5.300

    494

    4.207

    62.696

    0

    53,92

    43,87

    58,57

    98,5

    68,55

    68,03

    62,70

    2,26

    22,26

    43,22

    1 2 3 4 5 6 7

  • 6

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    22

    23

    Soppeng

    Barru

    Pare-Pare

    Sidrap

    Wajo

    Pinrang

    Enrekang

    Tana Toraja

    Luwu Utara

    Luwu

    Luwu Timur

    Palopo

    46.205

    65.185

    1.407

    71.177

    19.691

    72.831

    87.352

    156.906

    568.897

    85.498

    554.986

    9.866

    34.761

    39.237

    305

    51.167

    1.344

    37.790

    58.057

    89.993

    359.227

    27.532

    400.181

    3.739

    75,23

    60,19

    21,68

    71,89

    6,82

    51,89

    66,46

    57,35

    63,14

    32,20

    72,10

    37,90

    11.156

    25.948

    1.102

    14.069

    16.257

    35.041

    29.129

    61.107

    47.176

    18.439

    34.831

    1.949

    24,14

    39,81

    78,32

    19,77

    82,56

    48,11

    33,35

    38,94

    8,29

    21,56

    6,28

    19,75

    TOTAL 2.130.993 1.284.365 60,27 465.156 21,83

    Diolah dari sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan 2004

    Catatan : Kondisi vegetasi yang tidak dapat dideteksi melalui citra

    landsat 1999 seluas 372.463 Ha (17,90%) karena kondisi

    tertutup awan

    Keadaan lahan dalam kawasan hutan yang dikategorikan lahan

    kritis sangat luas yaitu 369.956,54 Ha atau 17,36% dari total kawasan

    hutan Sulawesi Selatan, dan juga terdapat 34.065 Ha menjadi garapan

    peladang / perambah hutan yang dilakukan oleh 23.415 kepala

    keluarga, dengan sebaran Kab/Kota sebagai berikut :

    No Kab/Kota Luas Lahan

    Kritis (Ha)

    Peladang/ Perambah

    (KK)

    Luas Garapan

    1 2 3 4 5

    01

    02

    03

    04

    05

    Makassar

    Gowa

    Maros

    Pangkep

    Takalar

    -

    35.449,62

    21.240,91

    14.057,93

    6.969,30

    -

    718

    1.023

    286

    398

    -

    538

    2.046

    504

    399

    1 2 3 4 5

  • 7

    06

    07

    08

    09

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    20

    21

    Jeneponto

    Bantaeng

    Bulukumba

    Selayar

    Sinjai

    Bone

    Soppeng

    Barru

    Pare-Pare

    Sidrap

    Wajo

    Pinrang

    Enrekang

    Tana Toraja

    Luwu

    Utara/Timur

    Luwu/Palopo

    5.480,90

    3.165,51

    2.601,23

    404,25

    2.591,05

    45.704,69

    9.534,45

    23.092,86

    2.443,97

    11.315,17

    9.820,29

    29.087,16

    23.151,13

    57.336,22

    50.625,00

    15.884,90

    266

    718

    526

    134

    1.257

    1.432

    2.097

    828

    79

    762

    99

    1.156

    2.233

    4.286

    -

    3.755

    228

    538

    534

    114

    1.112

    2.183

    1.447

    3.332

    189

    1.229

    63

    2.135

    2.364

    3.044

    -

    10.544

    TOTAL 369.956,54

    (17,36%) 23.415 34.065

    Sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan

    Dalam kawasan hutan, disamping fungsi-fungsi yang telah

    ditetapkan terdapat pula penggunaan lain antara lain perkebunan,

    pertambangan dan oleh Telkom / PLN yang mencakup luas 64.577,28

    Ha atau 3,03% dari total luas kawasan dengan rincian sebagai berikut :

    No Jenis Penggunaan Luas Penggunaan

    (Ha) Keterangan

    01 02

    03

    Perkebunan Pertambangan Telkom / PLN

    10.029,50 54.383,58

    164,20

    * Jenis tambang : andesit, kalsik, marmer, silika, emas, batu gamping, batu kapur dan batu gunung. Stasiun, transmisi dan jaringan

    TOTAL 64.577,28

    Diolah dari sumber : Data dan Informasi Dinas Kehutanan 2004

  • 8

    Khusus penggunaan kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk

    pertambangan kesemuanya bersifat tambang terbuka (open pit mining)

    yang rentan terhadap perubahan bentang alam dan perlu penanganan

    khusus setelah habis masa eksploitasinya, apalagi lokasi pertambangan

    hampir seluruhnya berada dalam kawasan hutan lindung.

    - Analisis

    .... Peruntukan Pemanfaatan (Fungsi) Sumber Daya

    1) Fungsi Lindung

    Dari total luas kawasan hutan Sulawesi Selatan 2.130.993 Ha

    merupakan 46,76% dari seluruh luas daratan Sulawesi Selatan

    yang seluas 4.557.448 Ha, ditetapkan untuk peruntukan

    pemanfaatan (fungsi) lindung seluas 1.236.651,9 Ha. Hal ini

    memberi arti bahwa kawasan hutan yang ditetapkan berfungsi

    lindung merupakan :

    a. 58,03% dari total luas kawasan hutan.

    b. 27,13% dari total luas wilayah daratan.

    Kesimpulan dari proporsi penetapan potensi hutan untuk fungsi

    lindung adalah :

    a. Luas kawasan hutan ditetapkan sebagai fungsi lindung

    walaupun persentasenya cukup besar, namun relatif lebih

    kecil dibandingkan pada saat Sulawesi Barat masih menjadi

    bagian Sulawesi Selatan (58,57% dari total luas kawasan

    hutan).

    b. Proporsi luas kawasan hutan lindung yang hanya sebesar

    27,13% dari luas wilayah relatif kecil baik dinilai dari

    parameter pelestarian / perlindungan alam maupun

    perbandingan proporsi luas pada saat Sulawesi Barat masih

    menjadi bagian Sulawesi Selatan (30,56% dari total luas

    wilayah).

  • 9

    Dari kesimpulan analisis di atas, dalam perumusan kebijakan

    pembangunan kehutanan untuk mempertimbangkan

    peninjauan kembali (review) dalam penetapan luasan fungsi

    lindung kawasan hutan yang didasari pertimbangan etika

    lingkungan dan pelestarian Sumber Daya Alam.

    2) Fungsi Produksi (ekonomi)

    Kawasan hutan (sumber daya hutan) yang ditetapkan berfungsi

    ekonomis terdiri dari :

    a. Hutan Produksi Terbatas 488.551 Ha merupakan 22,93%

    total kawasan hutan atau 10,72% total luas wilayah.

    b. Hutan Produksi Biasa 140.050 Ha merupakan 6,57% total

    kawasan hutan atau 3,07% total luas wilayah.

    c. Hutan Suaka Alam Wisata 242.110 Ha merupakan 11,36%t

    total kawasan hutan atau 5,31% total luas wilayah.

    d. Hutan Peruntukan Khusus 23.630 Ha merupakan 1,11%

    total kawasan hutan atau 0,52% total luas wilayah.

    Sumber daya hutan sebagai sumber daya ekonomi yang

    cakupan luasnya 628.601 Ha (Hutan Produksi Terbatas dan

    Hutan Produksi Biasa) belum dikelola secara optimal yang

    terindikasi dari sumbangannya terhadap perekonomian daerah

    (PDRB) yang sangat kecil ;

    Tahun 2000 nilai produksi (kayu/non kayu) sebesar Rp 73,050

    milyar memberikan kontribusi 0,24% dari total

    PDRB.

    Tahun 2001 nilai produksi sebesar Rp 79,526 milyar

    memberikan kontribusi 0,23% dari total PDRB.

    Tahun 2002 nilai produksi sebesar Rp. 85,037 milyar

    memberikan kontribusi 0,22% dari total PDRB.

    Tahun 2003 nilai produksi sebesar Rp. 94,615 milyar

    memberikan kontribusi 0,22% dari total PDRB.

  • 10

    Tahun 2004 nilai produksi sebesar Rp. 101,281 milyar

    memberikan kontribusi 0,21% dari total PDRB.

    Pemanfaatan sumber daya hutan dalam produksi hasil hutan

    kayu dan non kayu memberikan dampak atau berpengaruh

    pada sektor industri pengolahan kayu dan hasil hutan lainnya

    yang kontribusinya menurun dari tahun ke tahun, yaitu tahun

    2000 dengan kontribusi 1,60% dari total PDRB, tahun 2001

    menurun menjadi 1,57% dari total PDRB, tahun 2002 menurun

    1,56% dari total PDRB dan tahun 2003 serta 2004 menurun

    menjadi 1,49% dari total PDRB.

    .... Penipisan Sumber Daya

    Indikasi dari terjadinya penipisan sumber daya hutan dapat

    diukur dari kondisi vegetasi hutan dan luasan lahan kritis yang

    terdapat dalam kawasan hutan. Kesimpulan analisisnya adalah

    makin besar persentase vegetasi tidak berhutan dan lahan kritis,

    maka makin kecil dan menipis daya dukung hutan dalam fungsi

    lindung dan fungsi ekonominya.

    Gambaran kondisi kawasan hutan dari faktor-faktor vegetasi

    dan lahan kritis adalah :

    a. Vegetasi berhutan ; seluas 1.284.365 Ha atau 60,27% dari luas

    kawasan hutan dalam kondisi berhutan. Luas kawasan hutan

    dalam kondisi berhutan hanya mencapai 28,18% dari luas

    wilayah.

    b. Lahan kritis dalam kawasan hutan ; seluas 372.633 Ha atau

    17,90% dari luas kawasan hutan.

    Gambaran analisis diatas memberi arti bahwa telah terjadi

    penipisan daya dukung sumber daya hutan terhadap fungsi

    lindungnya dan juga terhadap fungsi produksinya (ekonomi).

  • 11

    Indikasi faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan kondisi

    tersebut dan sekaligus merupakan masalah antara lain adalah :

    a. Eksploitasi pertambangan yang cukup luas dalam kawasan

    hutan yang sebagian besar dalam kawasan hutan lindung, baik

    yang masih aktif maupun yang tidak lagi beroperasi sangat

    lambat untuk direvitalisasi / direklamasi untuk pengembalian

    fungsinya.

    b. Besarnya jumlah peladang / perambah hutan yang saat ini

    berjumlah 23.415 KK.

    c. Pemanfaatan hutan produksi biasa dengan tanaman yang

    bukan pohon hutan.

    - Lingkungan Sumber Daya

    Analisis lingkungan sumber daya untuk mendapatkan

    gambaran keterkaitan sumber daya hutan dalam fungsinya

    terhadap sumber daya air (DAS) dan lingkungan alam lainnya.

    Unsur-unsur yang diperhitungkan adalah luas wilayah Daerah

    Aliran Sungai (DAS), luas hutan dalam wilayah DAS, luas kawasan

    hutan dengan kondisi berhutan dalam wilayah DAS, luas lahan

    kritis dalam kawasan hutan wilayah DAS dan lingkungan

    pegunungan yang berada dalam wilayah DAS.

    Kesimpulan analisis yang dapat ditarik adalah makin besar

    persentase luas kawasan hutan dan hutan dalam kondisi berhutan

    serta makin kecil kecil persentase lahan kritis (mempengaruhi

    besarnya penguapan dan limpasan) akan memberi dukungan

    besar terhadap DAS dalam penyediaan sumber daya air, dan

    sebaliknya makin kecil persentase hutan dan hutan dalam kondisi

    berhutan serta makin besar persentase lahan kritis dalam kawasan

    hutan akan memberikan dukungan yang kecil terhadap DAS

    (Sumber Daya Air) serta pengaruh lingkungan lainnya.

  • 12

    Uraian / analisis yang didasarkan sumber data Dinas

    Kehutanan dan Sulawesi Selatan Dalam Angka 2004/2005 (BPS)

    sebagai berikut :

    1. DAS. Saddang ;

    Meliputi wilayah 9 Kabupaten termasuk Sulawesi Barat yaitu : 4

    Kabupaten Sulawesi Barat : 1) Polmas, 2) Mamasa, 3) Majene

    dan 4) Mamuju.

    5 Kabupaten Sulawesi Selatan : 1) Tana Toraja, 2) Enrekang,

    3) Pinrang, 4) Luwu dan 5) Luwu Utara.

    Kondisi faktor-faktor :

    a. Luas wilayah (termasuk Kab. Di Sulbar) : 3.117.518 Ha

    Luas wilayah khusus Sul Sel : 1.745.638 Ha

    b. Luas kawasan hutan (termasuk Kab. di Sulbar) : 1.921.475

    Ha (61,64% dari total luas wilayah)

    Luas kawasan hutan khusus Kab. di Sul-Sel : 971.475 Ha

    (55,65% dari total luas wilayah).

    c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan (termasuk

    Kab. di Sulbar) : 1.240.139 Ha (64,52% dari total kawasan

    hutan atau 39,77% dari total luas wilayah).

    Luas kawasan hutan khusus Kab. di Sul-Sel : 572.559 Ha

    (58,93% dari total luas kawasan hutan atau 32,79% dari

    total luas wilayah).

    d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan (termasuk Kab. di

    Sulbar) : 321.042,87 Ha (16,70% dari total luas kawasan

    hutan).

    Luas lahan kritis dalam kawasan hutan khusus Kab. di Sul-

    Sel : 176.084,42 Ha (18,12% dari total luas kawasan hutan).

    Dari kondisi faktor-faktor diatas dapat dikatakan sumber daya

    hutan dalam fungsi lindungnya terhadap wilayah umumnya dan

    khususnya DAS. Saddang cukup baik namun diperhadapkan

  • 13

    pada masih luasnya lahan kritis yang terdapat dalam kawasan

    hutan yang rentan terhadap erosi / pengikisan, apalagi bila

    dikaitkan dengan topografi lingkungan alam DAS Saddang

    dipengaruhi oleh keberadaan Gunung Rantai Kombala,

    Gunung Rante Mario, Kambuno, Balease dan Latimojong yang

    menyebabkan limpasan (run-off) sungai-sungai dalam DAS

    Saddang mempunyai intensitas yang kuat untuk terjadinya

    pengikisan. Hal ini berakibat terhadap terjadinya pendangkalan

    dan banjir pada aliran sungai yang rendah dan relatif datar

    serta pada tangkapan air seperti waduk dan bendung.

    2. DAS. Walanae ;

    Meliputi wilayah 7 kabupaten / Kota yaitu; Bone, Soppeng,

    Wajo, Sidrap, Pare-Pare, Barru dan Pangkep.

    Kondisi faktor-faktor :

    a. Luas wilayah 1.269.421 Ha.

    b. Luas kawasan hutan 381.221 Ha atau 30,03% dari total luas

    wilayah.

    c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan 222.638 Ha

    atau 58,40% dari total luas kawasan hutan dan 17,53% dari

    total luas wilayah.

    d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan 115.969,36 Ha atau

    30,42% dari luas kawasan hutan.

    Faktor-faktor diatas memperlihatkan menipisnya atau kurang

    baiknya kondisi sumber daya hutan dalam fungsi lindungnya

    terhadap lingkungan wilayah DAS Walanae dalam

    mempertahankan ketersediaan potensi air pada waktu-waktu

    yang akan datang untuk mendukung berfungsinya irigasi

    secara optimal. Namun pada DAS Walanae tingkat pengikisan /

    erosi pada aliran sungai relatif rendah karena tidak dipengaruhi

  • 14

    oleh kondisi topografi yang signifikan sehingga kekuatan

    limpasan (run-off) rendah / lemah untuk pengikisan.

    3. DAS. Jeneberang;

    Meliputi wilayah 9 Kabupaten / Kota yaitu ; Makassar, Gowa,

    Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai dan Selayar.

    Dalam keterkaitan lingkungan sumber daya ini Selayar tidak

    dimasukkan karena dibatasi oleh geografi yang terpisah.

    Kondisi faktor-faktor :

    a. Luas wilayah 735.282 Ha.

    b. Luas kawasan hutan 182.630 Ha atau 24,83% dari luas

    wilayah.

    c. Luas kawasan hutan dengan kondisi berhutan 77.023 Ha

    atau 39,43% dari luas kawasan hutan dan hanya 9,79% dari

    luas wilayah.

    d. Luas lahan kritis dalam kawasan hutan 77.498 Ha atau

    42,43% dari luas kawasan hutan.

    Topografi wilayah DAS Jeneberang dipengaruhi oleh

    lingkungan Gunung Lompobattang dan Bawakaraeng yang

    berada pada perbatasan Kabupaten Gowa sampai Kabupaten

    Sinjai yang sangat mempengaruhi topografi aliran sungai

    utamanya sungai Jeneberang secara signifikan, mengakibatkan

    limpasan (run-off) aliran sungai menjadi kuat dalam

    mengakibatkan pengikisan / erosi yang berdampak pada

    terjadinya pendangkalan pada daerah-daerah tangkapan aliran

    sungai (DAM/Bendung) dan kemungkinan banjir / longsor.

    Dari kondisi faktor-faktor diatas, disimpulkan rendahnya

    dukungan sumber daya hutan dalam fungsi lindungnya

    terhadap DAS Jeneberang yang akan berakibat rentannya

    lingkungan DAS Jeneberang terhadap erosi, longsor, banjir,

  • 15

    pendangkalan pada hilir sungai dan mengganggu ketersediaan

    / kualitas air baku untuk air minum pada kabupaten / Kota

    wilayah DAS Jeneberang.

    Dibandingkan dengan dua DAS lainnya (DAS Saddang dan

    DAS Walanae) maka DAS Jeneberang perlu mendapat

    perhatian lebih dalam penanganannya karena kondisinya yang

    lebih kritis dengan dampak lebih besar.

  • 16

    B. SUMBER DAYA MINERAL (TAMBANG)

    - Potensi

    Sumber daya alam mineral / tambang merupakan sumber daya

    ekonomi yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang

    besar dalam perekonomian Sulawesi Selatan utamanya dalam

    mendukung dan mendorong berkembangnya sektor industri.

    Potensi mineral / tambang yang terdapat di Sulawesi Selatan

    cukup besar disamping potensi bahan galian terdapat pula potensi

    gas alam.

    Bahan galian yang potensial berjumlah 28 jenis dengan besaran

    sumber daya sebagai berikut :

    No Bahan Galian Besaran Sumber Daya

    1 2 3

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    Batu bara

    Nikel

    Emas

    Mangan

    Khromit

    Besi

    Pasir besi

    Tembaga

    Timah hitam

    Batu gamping

    Marmer

    Toseki

    Batu gamping dolomitan

    Pasir kuarsa

    Lempung

    Granit

    Granodiarit

    Andesit dan basalt

    Tras

    39.442.247 ton

    2.507.901 Matriks Ton (MT)

    196,7 kg + yang masih tahap eksplorasi

    5.943.325 ton

    43.500.000 ton

    501.875.000 ton

    3.402.500 ton

    6.000.000 ton

    3.725 ton

    35.016.055.000 ton + potensi yang belum terukur

    86.000.000 ton + potensi yang belum terukur

    Ratusan juta ton

    45.400.000.000 ton

    67.319.000 ton + potensi yang belum terukur

    3.954.300.000 ton

    Jutaan ton

    26.000.000 ton + potensi yang belum terukur

    37.324.500.000 ton

    172.208.000 ton + potensi yang belum terukur

  • 17

    1 2 3

    20

    21

    22

    23

    24

    25

    26

    27

    28

    Feldspar

    Trakit

    Riolit

    Fospat

    Zeolit

    Bentonit

    Gypsum

    Oker merah

    Diorit

    602.000.000 ton + potensi yang belum terukur

    2.554.000.000 ton

    156.250.000 ton

    9.000 ton

    13.200.000.000 ton

    118.200.000 ton

    90 ton

    10.850.000 ton

    90.750.000 ton

    Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sul-Sel.

    Bahan galian potensial tersebut di atas sebarannya hampir meliputi

    seluruh Kabupaten di Sulawesi Selatan dengan kandungan sumber

    daya yang tidak merata sebagai berikut :

    No Kabupaten Jenis Bahan

    Galian Satuan

    Volume Sumber Daya

    1 2 3 4 5

    1

    Makassar

    0

    0

    0

    2

    Gowa

    1. Batu bara

    2. Emas

    3. Timah hitam

    4. Lempung

    5. Andesit dan Basalt

    6. Tras

    7. Oker merah

    Ton

    -

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    5.151.156

    Eksplorasi

    2.375

    162.000.000

    142.000.000

    42.750.000

    5.000.000

    3

    Maros

    1. Batu bara

    2. Besi

    3. Batu gamping

    4. Marmer

    5. Pasir kuarsa

    6. Granit

    7. Granodiorit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    925.000

    1.875.000

    12.417.125.000

    75.000.000

    2.500.000

    Jutaan

    Jutaan

  • 18

    1 2 3 4 5

    8. Diorit

    9. Andesit dan Basalt

    10. Trakit

    11. Oker merah

    12. Lempung

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Jutaan

    Jutaan

    325.000.000

    750

    1.888.300.000

    4

    Pangkep

    1. Batu bara

    2. Batu gamping

    3. Marmer

    4. Pasir kuarsa

    5. Diorit

    6. Feldspar

    7. Trakit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    26.000.000

    11.300.000.000

    Jutaan

    Jutaan

    Jutaan

    Jutaan

    Jutaan

    5

    Takalar

    1. Pasir besi

    2. Batu gamping

    3. Andesit dan Basalt

    4. Bentonit

    5. Oker merah

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    2.865.000

    1.680.000.000

    218.750.000

    16.000.000

    2.000.000

    6

    Jeneponto

    1. Pasir besi

    2. Andesit dan Basalt

    3. Feldspar

    4. Bentonit

    5. Oker merah

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    500.000

    36.177.500.000

    602.000.000

    102.200.000

    3.200.000

    7

    Bantaeng

    0

    0

    0

    8

    Bulukumba

    1. Batu gamping dolomitan

    2. Lempung

    3. Andesit dan Basalt

    4. Tras

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    15.000.000.000

    10.000.000

    30.000.000

    10.000.000

    9

    Selayar

    1. Pasir besi

    Ton

    37.500

  • 19

    1 2 3 4 5

    2. Batu gamping

    3. Batu gamping dolomitan

    4. Granit

    5. Fosfat

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Jutaan

    19.400.000.000

    Jutaan

    9.000

    10

    Sinjai

    1. Batu bara

    2. Grano diarit

    Ton

    Ton

    990.000

    Jutaan

    11

    Bone

    1. Batu bara

    2. Mangan

    3. Marmer

    4. Batu gamping dolomitan

    5. Pasir kuarsa

    6. Lempung

    7. Granit

    8. Diorit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    837.000

    5.002.325

    10.000.000

    11.000.000.000

    12.844.000

    414.000.000

    Jutaan

    Jutaan

    12

    Soppeng

    1. Pasir kuarsa

    2. Batu bara

    3. Batu gamping

    4. Andesit dan Basalt

    5. Trakit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    3.975.000

    1.216.000

    9.600.000.000

    525.000.000

    385.000.000

    13

    Barru

    1. Batu bara

    2. Mangan

    3. Khromit

    4. Marmer

    5. Pasir kuarsa

    6. Diorit

    7. Andesit dan Basalt

    8. Tras

    9. Trakit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    1.062.871

    941.000

    43.500.000

    Jutaan

    Jutaan

    72.000.000

    65.000.000

    26.605.000

    444.000.000

    14 Pare-Pare 0

    0 0

  • 20

    1 2 3 4 5

    15

    Sidrap

    1. Batu bara

    2. Pasir kuarsa

    3. Lempung

    4. Tras

    5. Trakit

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    3.150.000

    Jutaan

    1.070.000.000

    16.853.000

    1.400.000.000

    16

    Wajo

    1. Andesit dan Basalt

    2. Riolit

    3. Gypsum

    Ton

    Ton

    Ton

    156.250.000

    156.250.000

    90

    17

    Pinrang

    1. Pasir kuarsa

    2. Diorit

    Ton

    Ton

    48.000.000

    18.750.000

    18

    Enrekang

    1. Batu bara

    2. Emas

    3. Batu gamping

    4. Marmer

    5. Lempung

    Ton

    Kg

    Ton

    Ton

    Ton

    110.220

    116,1

    Jutaan

    Jutaan

    200.000.000

    19

    Tana Toraja

    1. Emas

    2. Tembaga

    3. Timah hitam

    4. Batu gamping

    5. Toseki

    6. Andesit dan Basalt

    7. Tras

    8. Zeolit

    Kg

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    *

    Ton

    Ton

    80,6

    6.000.000

    1.350

    Jutaan

    Ratusan juta

    *

    76.000.000

    13.200.000.000

    20

    Luwu/

    21

    Luwu Utara

    1. Emas

    2. Batu gamping

    2. Marmer

    3. Granit

    4.Diorit

    5. Andesit dan Basalt

    *

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Ton

    Eksplorasi

    17.250.000

    1.000.000

    Jutaan

    Jutaan

    10. 000.000

    22 Luwu Timur 1. Nikel MT 2.507.901

    23 Palopo 0 0 0

    Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Sul-Sel

  • 21

    Disamping potensi bahan galian terdapat pula potensi Gas Alam di

    Kabupaten Wajo untuk pembangkit tenaga listrik dan potensi panas

    bumi yang terdapat di Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Pinrang, Sidrap,

    Wajo, Sinjai dan Bantaeng yang juga berpotensi untuk pembangkit

    listrik.

    - Kondisi

    Secara genesa potensi bahan galian yang terdapat di Sulawesi

    Selatan terbagi dalam dua golongan yaitu golongan Metalogen dan

    non Metalogen. Golongan Metalogen genesanya tidak dapat

    dipisahkan dari proses-proses mekanik dan tektonik yang terjadi, jadi

    berhubungan langsung antara keberadaan bahan galian dengan

    daerah yang mengalami tektonik atau vulkanik. Sedangkan bahan

    galian non metalogen tidak secara langsung terpengaruh oleh adanya

    aktifitas vulkanik atau tektonik suatu daerah, akan tetapi sangat

    tergantung pada posisi stratigrafinya dan kondisi pengendapan dari

    formasi tersebut.

    Dari berbagai jenis potensi tambang / bahan galian yang terdapat

    di Sulawesi Selatan masih sangat sedikit yang terexploitasi. Sampai

    saat ini (2004) endapan bahan galian yang telah dieksploitasi /

    dimanfaatkan adalah :

    - bijih nikel di Soroako Kabupaten Luwu Timur.

    - batu gamping di Pangkep.

    - marmer di Pangkep dan Maros.

    - Sementara dalam proses eksplorasi adalah endapan emas di

    Kabupaten Luwu, Tana Toraja, Enrekang dan sekitar Gunung

    Lompobattang dan Bawakaraeng.

    Letak dan keterdapatan mineral / bahan galian di Sulawesi Selatan

    sebagian besar berada pada permukaan tanah dengan bentuk

  • 22

    perbukitan bergelombang terjal dan sedang yang berada dalam

    kawasan hutan.

    Dengan kondisi seperti ini pemanfaatan potensi sumber daya bersifat

    pertambangan terbuka (open pit inning) dan sangat rentan terhadap

    masalah lingkungan. Secara umum tingkat kesulitan dalam

    memanfaatkan potensi sumber daya tambang / galian sangat tinggi

    karena membutuhkan teknologi, dana dan pertimbangan-

    pertimbangan ekonomi serta ekologis yang tinggi dan cermat.

    - Analisis

    .... Pemanfaatan Sumber Daya

    Nilai ekonomis suatu bahan galian untuk dapat diusahakan

    pemanfaatan / pengambilannya tergantung pada faktor-faktor

    cadangan, teknologi, pangsa pasar, letak dan keterdapatan serta

    keadaan morfologi. Oleh karena itu prospek pengembangan

    pemanfaatan sangat ditentukan oleh faktor-faktor diatas.

    Sampai saat ini (2004) pemanfaatan sumber daya mineral /

    bahan galian masih belum optimal dibandingkan dengan potensi

    sumber daya yang tersedia diukur dari nilai tambah yang

    dihasilkan dan kontribusinya terhadap perekonomian Sulawesi

    Selatan (PDRB 2004) sebagai berikut :

    a) Gas bumi : Rp. 156,558 milyar (0,32% dari total PDRB

    Sulawesi Selatan 2004)

    b) Pertambangan

    tanpa gas : Rp. 3.493,031 milyar (7,16% dari total

    PDRB Sulawesi Selatan 2004)

    c) Penggalian : Rp. 331,699 milyar (0,68% dari total PDRB

    Sulawesi Selatan 2004)

  • 23

    Nilai tambah langsung yang dihasilkan pemanfaatan tambang /

    galian memberikan kontribusi sebesar 8,16% dari total produksi

    daerah (PDRB 2004).

    Peranan / kontribusi lainnya pemanfaatan sumber daya tambang /

    galian adalah daya dukungnya terhadap perkembangan industri

    pengolahan semen dan barang galian bukan logam yang

    memberikan kontribusi 5,48% dari total PDRB 2004.

    Pemanfaatan potensi pertambangan / galian belum banyak

    memberikan sumbangan pada kesempatan kerja yang hanya

    mampu menyerap tenaga kerja pada tahun 2004 sebanyak 11.493

    orang atau hanya 0,4% dari total tenaga kerja (orang bekerja)

    Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan belum berkembangnya

    usaha-usaha masyarakat yang memanfaatkan potensi tambang /

    galian sebagai usaha ekonomi produktif karena keterbatasan

    pengetahuan dan teknologi dalam pemanfaatan potensi tambang /

    galian. Disamping itu dipengaruhi oleh faktor permintaan dan

    persaingan pasar.

    .... Penipisan Sumber Daya

    Penipisan sumber daya dapat diukur dari indikasi

    pemanfaatan sumber daya dikaitkan ketersediaan besaran

    potensinya.

    Dari potensi yang telah dimanfaatkan masih terbatas pada

    potensi Nikel, batu gamping dan marmer dapat dipastikan bahwa

    penipisan potensi tambang / galian secara keseluruhan belum

    berarti kecuali Nikel yang dikelola dalam sekala usaha besar,

    sehingga dapat dikatakan ketersediaan potensi masih sangat

    besar untuk dimanfaatkan pada waktu-waktu mendatang sebagai

    potensi ekonomi wilayah.

  • 24

    .... Lingkungan Sumber Daya

    Dipengaruhi oleh letak keberadaan morfologi dan cara

    pengambilan / pengolahan potensi sumber daya sangat rentan

    menimbulkan masalah-masalah lingkungan.

    Sebaran keberadaan potensi pada semua Kabupaten di

    Sulawesi Selatan menyebabkan timbulnya duplikasi fungsi

    kawasan dan sumber daya utamanya dengan sumber daya hutan

    yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sumber daya air.

    Indikasi diatas dapat digambarkan luasnya areal bekas

    tambang dalam kawasan hutan yang harus dilakukan reklamasi

    lahan (sumber Dinas Kehutanan 2004) sebagai berikut :

    - Nikel (Luwu Timur) 218.000 Ha

    - Marmer (Maros dan Pangkep) 275 Ha

    - Batu Semen (Pangkep) oleh PT. Semen Tonasa

    Kecenderungan bekas-bekas penambangan menjadi lahan-lahan

    kritis yang revitalisasi fungsi lahannya memerlukan penanganan

    dalam waktu lama.

    Dari deskripsi potensi, kondisi dan analisis dapat ditarik

    beberapa simpulan antara lain :

    a) Potensi tambang / galian cukup besar di Sulawesi Selatan

    sebagai sumber daya ekonomi yang dapat memberi peran

    besar dalam mendukung perekonomian wilayah utamanya

    fungsinya dalam mendorong sektor industri.

    b) Pemanfaatan potensi yang tersedia belum optimal dan

    masih terfokus pada beberapa jenis tambang / galian saja,

    namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar

    dalam perekonomian Sulawesi Selatan.

  • 25

    c) Pemanfaatan potensi saat ini walaupun cukup memberi

    peran dalam perekonomian wilayah namun sangat rendah

    perannya dalam penyerapan tenaga kerja (hanya 0,4%

    dari total tenaga kerja yang bekerja tahun 2004), sehingga

    kurang memberikan dampak ekonomi langsung kepada

    masyarakat secara lebih luas.

    d) Ketersediaan dan letak serta morfologi potensi tambang /

    galian tersebar pada semua Kabupaten dengan jenis

    pertambangan terbuka yang menyebabkan terjadinya

    duplikasi fungsi pemanfaatan ruang dan tingkat

    kerentanan yang tinggi terhadap lingkungan utamanya

    lingkungan hutan dalam fungsi hidrologisnya.

  • 26

    C. SUMBER DAYA AIR

    - Potensi

    Potensi sumber daya air Sulawesi sangat besar yang bersumber

    dari air permukaan maupun air tanah. Sumber air permukaan

    didukung oleh terdapatnya 65 aliran sungai besar (data BPS) yang

    panjang aliran seluruhnya 2.742 km, yang apabila dihitung seluruhnya

    termasuk anak sungainya berjumlah 454 buah sungai (data Dinas

    Pengelola Sumber Daya Air). Disamping itu terdapat 4 buah Danau

    yaitu danau Tempe, Sidenreng, Matano dan Towuti.

    Potensi sumber daya air juga dipengaruhi oleh curah hujan

    tahunan yang bervariasi antara 1.500-4.000 mm, dengan rata-rata

    curah hujan tahunan 2.500 mm per tahun. Temperatur bulanan rata-

    rata 260 C, suhu minimum 190C pada bulan Pebruari dan suhu

    maksimum 340 C pada bulan Oktober. Kelembaban udara / relative

    humidity bulanan rata-rata pada musim hujan 85% pada musim

    kemarau 70%.

    Menurut Dinas Pengelola Sumber Daya Air Sulawesi Selatan

    potensi ketersediaan air permukaan Sulawesi Selatan sebesar 63

    milyar m3 /tahun. Sedangkan potensi air tanah belum banyak

    diketahui, namun pada beberapa lokasi pada bagian selatan Sulawesi

    Selatan yaitu Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Pangkep dan

    sekitar Kabupaten Barru potensi air tanah pada kedalaman akuifer 30-

    60 m dengan potensi produktivitas 5 10 liter/detik. Di Kabupaten

    Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto (Gunung Lompobattang) setiap

    sumur bor akuifer tertekan pada batuan gunung api muda mempunyai

    kedalaman akuifer sekitar 30 95 meter dengan potensi produktivitas

    2 10 liter/detik.

    Potensi sumber daya air untuk pemanfaatan Pembangkit Listrik

    Tenaga Air (PLTA) di Sulawesi Selatan (Peta potensi pengembangan

  • 27

    PLTA Sulawesi Selatan Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi

    Selatan) dengan potensi sumber daya listrik sebesar 1.843,7 MW

    dengan sebaran lokasi sebagai berikut :

    - PLTA Kelara - 13,2 MW

    - PLTA Bili-Bili - 16,0 MW tahap pengembangan

    - PLTA Maros - 17,3 MW

    - PLTA Walanae - 227,4 MW

    - PLTA Leong - 42,0 MW

    - PLTA Jalileko - 50,0 MW

    - PLTA Batu - 315,0 MW Studi kelayakan

    - PLTA Paleleng - 113,0 MW

    - PLTA Bakaru - 252,0 MW Telah beroperasi

    - PLTA Selee - 78,0 MW

    - PLTA Malea - 230,0 MW Studi kelayakan

    - PLTA Pautu - 216,0 MW

    - PLTA Alla - 33,0 MW

    - PLTA Bajo - 10,8 MW

    - PLTA Larona - 230,0 MW Telah beroperasi

    Selain potensi sumber daya air yang dapat dimanfaatkan

    sebagai potensi Energi Listrik Tenaga Air (PLTA), potensi sungai juga

    sebagai sumber daya untuk pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro

    (PLTM) yang tersebar pada 11 Kabupaten dengan sumber daya

    (kapasitas) 53.871 KW pada aliran sungai-sungai sebagai berikut :

    No Kabupaten Nama Sungai

    Nama PLTM

    Type

    Sumber Daya

    (Kapasitas) KW

    Ket.

    1 2 3 4 5 6 7

    1

    2

    Gowa

    Maros

    S. Jeneberang

    S. Malino

    S. Camba

    Jeneberang

    Tombolo

    Batu Pute

    DAM

    PLTM

    DAM

    9.000

    920

    6000

  • 28

    1 2 3 4 5 6 7

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    Jeneponto

    Bulukumba

    Sinjai

    Bone

    Wajo

    Soppeng

    Barru

    Enrekang

    Luwu

    S. Ponto

    S. Kalamasang

    S. Biawang

    S. Aparang

    S. Sebola

    S. Mare

    S. Siwa

    S. Walanae

    S. Barru

    S. Pasang

    S. Rongkong

    Kelara II

    B. Rapoa

    Biawang

    Mampi

    Palangka

    Labele

    Cennae

    Siwa

    Mangadi

    Rantelemo

    Reotange

    Lewaja

    Bonelemo-

    lemo

    DAM

    PLTM

    PLTM

    PLTM

    PLTM

    PLTM

    PLTM

    PLTM

    DAM

    Run-Of River PLTM

    PLTM

    PLTM

    8.700

    250

    330

    3.500

    1.500

    1.090

    594

    2.700

    9.700

    7.500

    315

    435

    1.337

    T.A.1990

    Jumlah : 14 Aliran Sungai 53.871

    Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan Dan Energi Sul-Sel

    Disamping itu sungai-sungai lain dan mata air yang berpotensi

    untuk pemanfaatan Pembangkit listrik Tenaga Micro Hidro tersebar

    pada lokasi-lokasi aliran sungai dan mata air yang terdapat di

    Sulawesi Selatan dengan sumber daya (kapasitas) 1.583,75 KW yang

    sebarannya sebagai berikut :

    No Kabupaten Lokasi

    Nama sungai/

    Air Terjun

    Daya (KW)

    Desa Terjangkau

    Ket

    1 2 3 4 5 6

    1

    Enrekang

    - Kec. Alla

    - Kec. Enrekang

    S. Dollok

    S. Malanying

    S. Lewaja

    21

    17

    79

    Kel. Kambiulangi

    Kel. Sanglepongan

    Kel.Galonta

    T.A. 1990

  • 29

    1 2 3 4 5 6

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    Soppeng

    - Kec. Liliriaja

    - Kec. Marioriawa

    Luwu/Lutra/Lutin

    - Kec. Lamasi

    - Kec. Bone-Bone

    - Kec. Sabbang

    - Kec. Limbong

    Bulukumba

    - Kec. Gangking

    - Kec. Bulukumba

    Sinjai

    - Kec. Sinjai selatan

    - Kec. Sinjai Barat

    Tator

    - Kec. Saluputi

    Bone

    - Kec. Ajangale

    - Kec. Ponre

    - Kec. Cina

    Mata air Citta I

    Mata air Citta II

    Mata air Lempong

    S. Langkene

    S. Salowani

    S. Turinding

    S. Bone-Bone

    S. Babesu

    S. Takoa

    Marampa I

    Marampa II

    S. Hisang

    S. Balangtie

    S. Aparang

    Mata Air Jatie

    S. Pakkeli

    S. Mapakae

    S. Sinae

    Mata Air Sinae

    S. Saluputi

    Mata air Alinge

    Mata Air Sura

    S. Saepalenra

    S. Jampu

    Mata air Managa

    168

    96

    10

    54

    32

    45

    51

    42

    31

    9

    38

    93

    28

    88

    2,6

    52

    14

    14

    70

    132

    16,8

    7,8

    23,6

    5,25

    11,1

    Desa Citta

    Desa Citta

    Desa Citta

    Desa Marioriaja

    Desa Bolong

    Desa Bolong

    Desa bone-bone

    Desa katolok

    Desa Pararak

    Desa Marampa

    Desa Marampa

    Desa Cibolo

    Desa Limbangan

    Kel. Sangiasseri

    Desa Kalobo

    Desa B. Belerang

    Desa B. Belerang

    Desa Patongloan

    Desa Patongloan

    Desa Bituang

    Desa Teamusu

    Dusun Sura

    Desa Tellu Bocoe

    Dusun Jampu

    Desa Padang Loang

    T.A. 1990

    T.A. 1990

    T.A. 1991

    T.A. 1990

    T.A. 1991

    T.A. 1991

    T.A. 1992

    T.A. 1992

  • 30

    1 2 3 4 5 6

    8

    Gowa

    - Kec. Bungaya

    S. Mangunturu

    S. Depa

    S. Liconoang

    S. Langkoa

    S. Langkoa

    S. Langkoa

    50

    213

    21

    17

    8,6

    23

    Dusun Bontosuro

    Dusun Bontosuro

    Dusun Liconoang

    Dususn Bontoloe

    Dusun Bontosuro

    Desa Bontoloe

    T.A. 1992

    Jumlah 1.583,75

    Diolah dari sumber : Dinas Pertambangan Dan Energi Sul-Sel

    - Kondisi

    Informasi ketersediaan air khusus Sulawesi Selatan sampai saat

    ini belum dilakukan, dan masih termasuk di dalamnya Sulawesi Barat.

    Dalam profil pengembangan sumber daya air Sulawesi Selatan 2005

    kondisi sumber daya air di ukur dari aspek ketersediaan air yang

    bersumber dari 5 satuan wilayah sungai (Jeneberang, Saddang,

    Walanae Ceuranae, Pompengan Kalaena Larona, dan Kaluku

    Karama (Sulbar) sebesar 63 milyar m3 / tahun. Namun volume

    terkendali dari 6 (enam) reservoir yang ada hanya sebesar 2,25

    milyar m3 / tahun atau hanya sebesar 3,53% dari total ketersediaan air

    Sulawesi Selatan dari 5 (lima) satuan wilayah sungai.

    Dalam rangka menjaga kondisi air permukaan yang bersumber

    dari sungai diselenggarakan usaha-usaha perlindungan,

    pengembangan dan penggunaan air secara menyeluruh dan terpadu

    pada satu Daerah Pengaliran Sungai (DPS). Dengan tujuan

    memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi ditetapkan Satuan

    Wilayah Sungai (SWS) yang meliputi 4 (empat) SWS di Sulawesi

    Selatan, yaitu :

  • 31

    - SWS. Pompengan Kalaena Larona :

    Terdiri atas DPS Rongkong, Bahase, Kalaena, Larona yang

    meliputi Kabupaten Luwu sampai perbatasan Sultra.

    - SWS Saddang :

    Terdiri atas DPS Mapilli, Saddang, Supali Pukasi yang meliputi

    Kabupaten Polmas (Sulbar), Pinrang, Toraja, Pare-Pare, Barru,

    Pangkep dan sebagian Kabupaten Maros.

    - SWS. Walanae Ceuranae :

    Terdiri atas DPS Pareman Gelirang, Walanae yang meliputi

    Kabupaten Enrekang, Sidrap, Wajo, Soppeng dan sebagian

    Kabupaten Bone.

    - SWS. Jeneberang :

    Terdiri atas DPS Jeneberang dan DPS Selayar yang meliputi

    Kabupaten Maros, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng,

    Bulukumba, Selayar, Sinjai dan sebagian Kabupaten Bone.

    Penggunaan sumber daya air di Sulawesi Selatan sangat luas

    yang dapat dibedakan dalam segi pemakaian dikelompokkan dalam

    Domestik Minicipal Industri (DMI), irigasi, perikanan, ternak dan

    pemeliharaan sungai, dan dapat dirinci pula pada aspek kebutuhan

    yaitu ; kebutuhan irigasi, kebutuhan air baku, penggelontaran limbah

    kota, perikanan dan peternakan. Penggunaan air paling dominan

    adalah irigasi (pertanian) sebesar 90% dari jumlah air yang terpakai.

    - Analisis

    .... Pemanfaatan Sumber Daya ;

    Pemanfaatan potensi sumber daya air masih sangat rendah

    baik sumber daya air permukaan maupun sumber daya air tanah.

    Pemanfaatan potensi sumber daya air permukaan (sungai)

  • 32

    khususnya sangat rendah. Hal ini terindikasi dari ketersediaan air

    dari 5 satuan wilayah sungai (masih termasuk Sulbar) dengan

    potensi 63,75 milyar meter kubik / tahun yang dapat dimanfaatkan

    secara terkendali (volume terkendali dari 6 reservoir yang ada)

    hanya mencapai 2,25 milyar meter kubik / tahun (hanya 3,53% dari

    potensi tersedia).

    Pemanfaatan air paling dominan adalah irigasi (pertanian)

    90% dari total air yang terpakai dan selebihnya termanfaat untuk

    kebutuhan air baku, penggelontoran limbah kota perikanan dan

    peternakan.

    Pemanfaatan potensi sumber daya air telah memberikan

    kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian Sulawesi

    Selatan khususnya peran sektor pertanian dalam struktur ekonomi

    wilayah dan dalam menunjang ketahanan pangan nasional.

    Pemanfaatan lainnya dari potensi sumber daya air Sulawesi

    Selatan adalah untuk pengembangan energi listrik untuk

    Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru dan Larona yang

    telah beroperasi dan PLTA Malea, PLTA Batu dan PLTA Bili-Bili

    yang sementara dalam studi kelayakan dan pengembangan.

    Pemanfaatan potensi sumber daya air untuk Pembangkit Listrik

    Tenaga Mini-hidro juga termanfaat pada PLTM Siwa (1990), juga

    untuk listrik Micro-hidro telah termanfaat pada 10 lokasi.

    .... Penipisan Sumber Daya ;

    Penipisan sumber daya air diukur dari potensi yang tersedia

    dibanding dengan besaran / volume pemanfaatan. Dari ukuran

    tersebut nyata bahwa volume pemanfaatan saat ini diukur dari

    volume air terkendali dari 6 reservoir sebesar 2,25 milyar m3 /

  • 33

    tahun untuk kebutuhan irigasi, air baku, penggelontoran limbah

    kota, perikanan dan peternakan, maka potensi sumber daya air

    tersisa sangat besar dan menjadi potensi yang mubassir karena

    akan menjadi tampungan laut.

    Untuk pemanfaatan tenaga listrik potensi tersisa sangat besar

    karena kondisi penipisan untuk pemanfaatannya hanya ditentukan

    oleh kondisi aliran dan ketersediaan volume air yang dipengaruhi

    oleh daya dukung hutan dalam fungsi lindungnya.

    .... Lingkungan Sumber Daya ;

    Sumber daya yang sangat mempengaruhi sumber daya air

    adalah sumber daya hutan dalam fungsi hidrologisnya. Dari kondisi

    hutan yang terdapat di Sulawesi Selatan yang telah digambarkan

    tersendiri, diperkirakan akan berpengaruh pada kondisi reservoir

    (penampungan air / bendung) sebagai penampung volume air

    terkendali baik dalam daya tampung maupun kualitas air, baik

    untuk keperluan / kebutuhan air baku maupun pembangkit listrik

    tenaga air.

    Kondisi sumber daya hutan sangat mempengaruhi kondisi

    Daerah Aliran Sungai dan tak dapat dipisahkan dalam suatu

    ekosistem. Dengan demikian pelestarian sumber daya air dengan

    pelestarian sumber daya hutan dalam fungsi hidrologisnya, yang

    dikaitkan pula dengan penanganan lahan kritis baik dalam

    kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan.

    Dengan mencermati potensi, kondisi, pemanfaatan sumber

    daya air, penipisan sumber daya air dan keterkaitan lingkungan

    sumber daya air, dapat ditarik simpulan bahwa :

  • 34

    a. Potensi sumber daya air khususnya yang bersumber air

    permukaan sangat besar dengan pemanfaatan sangat luas

    baik untuk pemanfaatan irigasi, air baku, perikanan dan

    peternakan maupun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air.

    b. Meskipun potensinya sangat besar, namun volume kendali

    pemanfaatan air persentasenya sangat kecil dan membutuhkan

    penambahan kapasitas / volume air terkendali dalam

    penampungan / bendung untuk kebutuhan masa kini dan masa

    datang.

    c. Potensi sumber daya air permukaan dalam pemanfaatannya

    belum optimal dengan tingkat pemanfaatan sangat kecil

    dibanding potensi tersedia, sehingga potensi sisa menjadi

    mubassir dan terbuang ke laut.

    d. Potensi sumber daya air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

    masih sangat besar dan dapat menutupi kebutuhan listrik

    Sulawesi Selatan yang diperkirakan 1.800 MW pada tahun

    2020 yang akan datang apabila potensi tersebut dimanfaatkan.

    e. Upaya pelestarian sumber daya air harus didukung upaya

    pelestarian sumber daya hutan secara terintegrasi dan sinergis.

  • 35

    D. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT

    - Potensi

    Wilayah pesisir Sulawesi Selatan memiliki potensi lahan budi daya

    laut sebesar 600.500 Ha dan potensi lahan tambak seluas 150.000 Ha

    (Dahuri 2004). Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan sebesar

    620.480 ton / tahun, dengan rincian ; - Selat Makassar dengan potensi

    307.380 ton / tahun, Laut Flores dengan potensi 168.780 ton / tahun,

    dan Teluk Bone dengan potensi sebesar 144.320 ton / tahun.

    Provinsi Sulawesi Selatan memiliki areal hutan mangrove seluas

    22.353 Ha yang terdiri dari hutan mangrove primer seluas 1.410 Ha

    dan hutan mangrove sekunder 20.943 Ha, dengan 19 spesies

    mangrove.

    Pada wilayah yang berbatasan dengan laut, hutan mangrove

    didominasi oleh Avicennia dan Sonneratia. Dibelakang zona tersebut

    ditemui Bruguiera dan Rhizophora, sedang pada wilayah-wilayah yang

    berbatasan dengan daratan ditemukan pandan, ficus, nypa dan biota

    lain yang menjadi ciri peralihan antara wilayah laut dan daratan.

    Habitat mangrove di huni jenis-jenis ikan pemakan detritus dan

    juga di huni oleh kerang-kerangan, udang, kepiting, beberapa jenis

    burung, tikus, babi dan kelelawar. Wilayah pantai timur Sulawesi

    Selatan setiap tahun menjadi area yang paling banyak didatangi oleh

    burung-burung migratory, terutama yang berasal dari Australia dan

    New Zealand.

    Padang lamun sebagai ekosistem pesisir juga dijumpai pada

    perairan pantai yang dangkal diantara terumbu karang dan pantai. Di

    Sulawesi Selatan terdapat / dikenal 7 ginera, yaitu ; Enhalus,

    Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syngodium dan

    Thallassodendrum. Selain berfungsi sebagai penyerap sedimen,

  • 36

    padang lamun juga berfungsi sebagai regulator nutrien di perairan

    pantai sehingga berperan menjadi tempat berkumpulnya organisme

    renik plankton yang mengundang ikan-ikan untuk meletakkan telurnya

    hingga menetas. Selain itu, organisme seperti dugong (duyung),

    moluska dan teripang juga merupakan biota-biota yang sering

    dijumpai berasosiasi dengan padang lamun.

    Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang penting, selain

    karena peran perlindungan pantai juga menjadi tempat hidup berbagai

    biota asosiatif seperti rumput laut (algae), cacing laut, molusca, ular

    laut, bulu babi, teripang, bintang laut dan tidak kurang dari 200 jenis

    ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

    Menurut sumber Dokumen Persiapan COREMAP Phase II tahun

    2003 bahwa luas total hamparan terumbu karang yang terdapat pada

    kawasan kepulauan Spermonde dan Taka Bonerate diperkirakan

    sekitar 600 km2.

    Dari sumber lain (Sufri Laude dalam Seminar Maritim Indonesia

    1996 mengutip dari sumber penelitian LIPI 1995), Taka Bonerate

    memiliki atol 2.200 km2 yang merupakan terbesar ke tiga di dunia.

    Taka Bonerate sebagai Taman Nasional Laut memiliki luas 530.758

    Ha (menurut data kehutanan 530.765 Ha dimasukkan sebagai

    kawasan perairan). Dalam kawasan Taka Bonerate terdapat 167 jenis

    karang pada terumbu karang, sedikitnya 200 jenis atol, 121 jenis

    gastropoda, 78 jenis bivalvia dan 1 jenis Scaphoda telah ditemukan.

    Jenis-jenis komersial penting termasuk Triton, Trochus (lola), kerang

    hijau, cumi-cumi, gurita dan sponges (kerang lunak). Penyu ditemukan

    4 jenis yaitu penyu hijau (Chelonia mydos) dan penyu sisik

    (Ecetmochelys imbricata) yang populasinya cukup banyak dan

    dieksploitasi oleh penduduk dan masyarakat dari luar kawasan.

  • 37

    Kapoposang merupakan sebuah pulau yang menjadi bagian dari

    gugusan pulau-pulau Sangkarang (Spermonde), yang berfungsi

    sebagai Taman Wisata Laut (dalam peta padu serasi Sulawesi

    Selatan sebagai kawasan perairan dengan luas 50.000 Ha). Pulau ini

    memiliki potensi ekologis yang bernilai ekonomis, seperti terumbu

    karang serta keanekaragaman hayati biota laut. Pulau ini juga

    memiliki variasi jenis pohon yang jumlahnya melebihi pulau-pulau lain

    yang termasuk dalam gugusan pulau-pulau Sangkarang (Spermonde).

    Potensi terumbu karang selain sebagai penyedia sumber daya

    perikanan, hamparan terumbu karang juga sebagai potensi penyedia

    jasa lingkungan seperti objek wisata, sumber bahan baku obat-obatan

    (Sponge dan Algae) dan lain-lain.

    Selain itu pada beberapa wilayah pesisir juga terindikasi mengandung

    sumber daya minyak, gas bumi dan mineral.

    - Kondisi

    Sumber daya pesisir dan laut Sulawesi Selatan walaupun

    potensinya dapat dikatakan besar, namun kondisinya sudah berada

    pada ambang batas penipisan sumber daya dan ekosistem yang

    mengkhawatirkan.

    Luas hutan mangrove / bakau yang tersisa saat ini 22.353 Ha atau

    hanya 19,85% dari luas hutan mangrove 112-577 Ha pada tahun 80

    an. Kerusakan yang sama terus berlangsung pada ekosistem padang

    lamun dan terumbu karang yang tersisa dalam kondisi baik hanya

    20% dari total terumbu karang Sulawesi Selatan. Demikian pula

    kondisi terumbu karang Taman Nasional Laut Taka Bonerate yang

    berdasarkan hasil penelitian LIPI 1995 menemukan kondisi karang

    yang sangat baik tersisa 6,45%, kondisi baik 22,35%, kondisi kritis

    28,39% dan kondisi rusak berat 42,95%.

  • 38

    Kondisi terumbu karang tersebut banyak disebabkan eksploitasi

    sumber daya hayati laut dengan cara-cara destruktif yang tidak ramah

    lingkungan.

    Tingkat pencemaran terhadap lingkungan pesisir dan laut semakin

    meningkat sejalan dengan makin berkembangnya mobilitas

    transportasi laut di selat Makassar dan kegiatan-kegiatan industri yang

    semakin pesat serta limbah domestik (rumah tangga).

    Pencemaran lain yang terjadi dan tidak pernah diperhitungkan /

    diperhatikan di Sulawesi Selatan khususnya adalah pencemaran dari

    limbah yang dihasilkan oleh limbah dari aktifitas budidaya laut

    (tambak) terhadap ekosistem perairan.

    Menurut Dedy Yaniharto (Direktorat Pengkajian Ilmu Kelautan

    Deputi Bidang Pengkajian Ilmu Dasar dan Terapan BPP Teknologi),

    aktifitas budidaya secara berlebihan akan menimbulkan dampak

    negatif dari limbah yang dihasilkan terhadap keseimbangan ekosistem

    perairan laut dan pantai secara menyeluruh. Diantara 3 (tiga)

    komoditas laut yang banyak dibudi dayakan seperti rumput laut (sea

    weeds), kerang (mussel dan oyster) dan ikan (fish culture/farming),

    maka budi daya kerang dan budi daya ikan penyumbang limbah

    terbesar yang umumnya berupa unsur fospor (P) dan Nitrogen (N),

    kedua senyawa ini akan menyuburkan / memperkaya (enrichment)

    perairan dan meningkatkan biomas pada semua tingkat trofik.

    Peningkatan biomas perairan mengakibatkan penurunan kadar

    oksigen terlarut terutama pada malam hari. Masalah kualitas air ini

    diperburuk pula oleh perubahan-perubahan fisik, kimiawi dan biologis

    yang sejalan dengan peningkatan biomas perairan.

    Budi daya ikan yang dilakukan secara intensif baik di laut (off

    shore) maupun perairan pantai (in shore) membutuhkan suplai pakan

  • 39

    baik pakan alami berupa ikan rucah (minced fish) maupun pakan

    buatan yang umumnya berbentuk pelet. Limbah yang dihasilkan selain

    berasal dari sisa metabolisme berupa kotoran (feces) masih ditambah

    lagi dari pakan yang tidak termakan (uneaten feeds), maka 13% N

    (Nitrogen) dan 66% P (Fospor) akan mengendap serta 62% N

    (nitrogen) dan 11% P (Fospor) akan larut dalam air, yang akan

    menimbulkan dampak pada proses penyuburan (eutrofikasi),

    penurunan kadar oksigen terlarut dan dapat mengakibatkan punahnya

    fauna asli yang berada disekitar area budi daya.

    Fenomena lain yang memperlihatkan kondisi pesisir dan laut di

    Sulawesi Selatan adalah telah banyaknya terjadi pengikisan / abrasi

    pantai pada beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan.

    - Analisis

    .... Pemanfaatan Sumber Daya

    Pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan laut saat ini

    masih terkonsentrasi pada usaha eksploitasi sumber daya hayati

    ikan dan sejenisnya yang dikelola melalui perikanan tangkap dan

    perikanan budi daya. Yang telah memberikan sumbangan yang

    cukup besar dalam perekonomian Sulawesi Selatan :

    - Tahun 2000 : Rp. 2.452.318,67 juta (7,94% dari total PDRB)

    - Tahun 2001 : Rp. 2.646.748,67 juta (7,59% dari total PDRB)

    - Tahun 2002 : Rp. 2.994.097,86 juta (7,75% dari total PDRB)

    - Tahun 2003 : Rp. 3.131.740,64 juta (7,27% dari total PDRB)

    - Tahun 2004 : Rp. 3.384.829,04 juta (6,94% dari total PDRB)

    Pemanfaatan potensi sumber daya pesisir sebagai potensi

    wisata dapat dikatakan belum termanfaatkan, padahal potensi ini

    apabila dikelola secara optimal akan memberikan dampak berantai

    terhadap perekonomian wilayah disatu sisi, dan pada sisi yang lain

  • 40

    akan mendorong upaya-upaya perbaikan dan pelestarian sumber

    daya pesisir dan laut.

    Dengan pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan laut

    yang dominan pada komoditi perikanan dan sejenisnya (sumber

    daya hayati laut) terindikasi mengakibatkan terjadinya degradasi

    ekosistem pesisir dan laut yang prosesnya relatif cepat, dilain

    pihak komunitas perikanan / nelayan masih merupakan kantong-

    kantong kemiskinan. Hal ini memberikan arti bahwa meskipun

    sektor perikanan (pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut)

    cukup memberikan sumbangan berarti pada perekonomian

    wilayah, namun kurang memberi arti/dampak terhadap

    peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan secara umum.

    Volume produksi eksploitasi sumber daya pesisir dan laut

    melalui usaha penangkapan dan tambak (2004) memperlihatkan

    lebih besarnya produksi eksploitasi tambak dibanding eksploitasi

    penangkapan ikan di laut (Sulawesi Selatan Dalam Angka

    2004/2005 BPS) sebagai berikut :

    - Produksi penangkapan : 315.734 ton nilai Rp. 1.121.923,580

    juta.

    - Produksi tambak : 391.745,4 ton nilai Rp. 1.111.842,478

    juta.

    - Prasarana perahu tak

    bermotor/motor tempel

    /kapal motor operasional

    penangkapan : 34.419 buah (produktifitas : 9,17

    ton/perahu/kapal

    motor/tahun).

    - Luas tambak : 98.600 Ha (produktifitas : 3,97

    ton/Ha/tahun).

  • 41

    Dari penggambaran pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut

    melalu i eksploitasi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya, dapat

    dikatakan kurang/tidak produktif dibandingkan dengan biaya (cost)

    operasional yang dikeluarkan (informasi dari berbagai sumber),

    dan akhirnya berakibat langsung pada rendahnya pendapatan

    nyata masyarakat nelayan umumnya.

    .... Penipisan Sumber Daya

    Penipisan sumber daya diukur melalui perbandingan potensi

    sumber daya yang tersedia dengan besarnya pemanfaatan dari

    potensi tersebut, kemudian ditarik simpulan apakah penipisan

    sumber daya tersebut intensitasnya besar atau relatif masih kecil

    untuk kemudian dapat menjadi masukan menentukan

    potensi/langkah-langkah pengembangan selanjutnya.

    - Potensi perikanan tangkap Sulawesi Selatan (sumber :

    Pengelolaan wilayah pesisir dan laut Sul-Sel) sebesar

    620.480 ton/tahun dengan rincian :

    Selat Makassar : 307.380 Ton/tahun

    Laut Flores : 168.780 Ton/tahun

    Teluk Bone : 144.320 Ton/tahun

    - Potensi lahan tambak Sulawesi Selatan (termasuk Sulbar)

    seluas 150.000 Ha (kalau diperkirakan lahan tambak

    Sulawesi Selatan seluas 2/3 bagian = 100.000 Ha).

    - Pemanfaatan potensi perikanan tangkap termanfaat dengan

    produksi 315.734 ton/tahun (Sulawesi Selatan tahun 2004)

    atau 51% dari potensi perikanan tangkap berkelanjutan

    per tahun (620.480 ton/tahun). Selain itu hampir dapat

    dipastikan (diolah dari sumber informasi hasil penelitian

    Yayasan Pengembangan Masyarakat Agro Maritim Tahun

  • 42

    2000 dan LP3M Sufri Laude 1996) bahwa pemanfaatan

    potensi perikanan Selat Makassar, Laut Flores dan Teluk

    Bone juga dimanfaatkan oleh nelayan Bali, Sulawesi

    Tenggara dan Provinsi lainnya yang dapat mencapai lokasi

    tersebut). Dengan perkiraan total produksi tangkapan sama

    besarnya dengan produksi Sulawesi Selatan, maka dapat

    diperkirakan telah terjadi over fishing dan membahayakan

    kelestarian populasi ikan dan berakibat pada ekosistem

    yang lebih luas.

    - Pemanfaatan potensi tambak (potensi termasuk Sulbar

    150.000 Ha perkiraan Sulawesi Selatan 100.000 Ha) tingkat

    pemanfaatan pembangunan lahan tambak telah mencapai

    luas 98.600 Ha (65,73% dari total luas 150.000 Ha, atau

    98,60% dari total luas 100.000 Ha).

    Perbandingan ini memberikan gambaran telah terjadinya

    penipisan sumber daya / potensi tambak yang sangat besar,

    yang sekaligus berarti potensi pengembangannya melalui

    perluasan areal dapat dikatakan sudah tidak memungkinkan

    lagi. Apalagi bila dikaitkan dengan indikasi kerapatan

    tambak per kilometer panjang pantai yaitu mencapai 49,3

    Ha per kilometer panjang pantai yang merupakan indikasi

    banyaknya usaha-usaha pembangunan tambak dengan

    letak persis di bibir pantai dan banyaknya alih fungsi lahan

    pertanian produktif menjadi pertambakan.

    Potensi sumber daya pesisir dan laut yang berpotensi

    sebagai sumber daya wisata yang besar belum dikelola dan

    dimanfaatkan sehingga masih bersifat potensial. Apabila potensi-

    potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, diperkirakan

    akan memberi sumbangan yang berarti pada perekonomian

    Sulawesi Selatan dan Pendapatan Daerah.

  • 43

    Kondisi ekosistem telah tergambar pada kondisi rusaknya

    terumbu karang, makin berkurangnya luas hutan mangrove/bakau

    yang kesemuanya berpengaruh pada terjadinya penipisan sumber

    daya hayati pesisir dan laut.

    - Lingkungan Sumber Daya

    Masyarakat Sulawesi Selatan memiliki sejarah dan Socio

    cultur yang tak dapat dipisahkan dengan lingkungan pesisir dan

    laut. Masyarakat Sulawesi Selatan sejak dahulu telah

    menempatkan sumber daya pesisir dan laut sebagai sumber daya

    ekonomi dan berlanjut sampai saat ini. Oleh karena itu keterikatan

    masyarakat khususnya masyarakat pesisir terhadap sumber daya

    pesisir dan laut sangat sulit dipisahkan utamanya dalam aspek

    ekonomi.

    Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya

    pesisir dan laut berkembang sejalan makin luas dan besarnya

    kebutuhan hidup masyarakat pesisir yang jumlahnya relatif besar.

    Hal ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya

    yang tersedia sebanyak mungkin dengan cara-cara / teknologi

    yang menurut mereka paling menguntungkan, tanpa mengetahui

    dan tanpa memperdulikan aspek-aspek lingkungan dan

    ketersediaan sumber daya secara berkelanjutan.

    Aspek lain yang mempengaruhi lingkungan sumber daya

    adalah perilaku kegiatan ekonomi dan sosial lingkungan darat

    yang terbawa oleh aliran air ke laut / pesisir tanpa proses filter

    yang dapat mempengaruhi baik secara fisik, kimiawi dan biologis

    lingkungan.

  • 44

    Dari gambaran potensi, kondisi pemanfaatan dan penipisan

    serta lingkungan sumber daya, beberapa simpulan analisis yang

    dapat ditarik adalah :

    a. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang terdapat di Sulawesi

    Selatan khususnya dalam pemanfaatan sumber daya hayati

    ikan dan sejenisnya telah memberikan sumbangan yang cukup

    berarti terhadap perekonomian wilayah.

    b. Potensi perikanan tangkap dan potensi lahan tambak telah

    dimanfaatkan / dieksploitasi sebanding dengan potensi yang

    tersedia dan bahkan telah melebihi daya dukung potensi.

    c. Telah terjadi kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena

    eksploitasi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya secara

    berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penipisan daya

    dukung sumber daya dalam memperbaharui dirinya.

    d. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang dapat dikatakan

    belum termanfaat / dieksploitasi adalah potensi wisata yang

    prospektif dapat memberi sumbangan dalam perekonomian

    dan pendapatan daerah.

    e. Sosio Cultur masyarakat pesisir yang jumlahnya besar,

    umumnya secara ekonomis sangat tergantung dengan mata

    pencaharian perikanan, akan sangat sulit meningkatkan

    kesejahteraan mereka melalui pemanfaatan / eksploitasi

    perikanan yang daya dukungnya makin menipis.

    f. Pemanfaatan potensi sumber daya hayati ikan dan sejenisnya

    (perikanan) baik melalui penangkapan di laut maupun budi

    daya tambak dalam pengembangannya tidak dapat terlalu

    diharapkan untuk memberi sumbangan lebih besar dalam

    perekonomian wilayah karena diperhadapkan pada daya

    dukung sumber daya yang makin menipis dan terbatas.

  • 45

    BAB IV

    KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

    A. KESIMPULAN

    1. U M U M

    1.1. Dalam kebijakan pembangunan, Sumber Daya Alam

    dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

    dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan

    hidupnya. Oleh karena itu Sumber Daya Alam berperan

    ganda baik sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource

    based economy) maupun sebagai penopang sistem

    kehidupan (life support system).

    1.2. Sumber Daya Alam sebagai resource based economy masih

    dominan dalam perekonomian Nasional terlebih lagi

    perekonomian Sulawesi Selatan yang sektor pertanian dan

    pertambangannya memberikan kontribusi 42,43% dari total

    produksi Daerah (PDRB).

    1.3. Dominasi pemanfaatan sumber daya alam dalam

    perekonomian Sulawesi Selatan berakibat pada terjadinya

    penurunan kondisi sumber daya hutan, sumber daya air,

    sumber daya pesisir dan laut serta fenomena pertambangan

    yang merusak lingkungan.

    1.4. Dalam agenda Pembangunan Ketahanan Ekonomi Wilayah

    Sulawesi Selatan menempatkan Penataan dan Pengelolaan

    Sumber Daya Alam dan Kelautan Yang Berkelanjutan

    sebagai program prioritas.

  • 46

    1.5. Dibutuhkan informasi yang holistik dan analistik tentang

    potensi pengembangan Sumber Daya Alam untuk menjadi

    masukan dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan potensi

    sumber daya alam sebagai sumber daya ekonomi sekaligus

    sebagai penopang sistem kehidupan.

    2. SUMBER DAYA HUTAN

    2.1. Luas kawasan hutan yang merupakan sumber daya hutan

    menepati 46,76% dari total luas daratan Sulawesi Selatan

    yang terdiri dari fungsi lindung, fungsi produksi dan fungsi-

    fungsi khusus.

    2.2. Potensi sumber daya hutan yang ditetapkan sebagai fungsi

    lindung hanya sebesar 27,13% dari total luas wilayah

    Sulawesi Selatan tidak proporsional dalam fungsi lindungnya

    dikaitkan dengan bentang alam Sulawesi Selatan yang

    dipengaruhi oleh gunung yang membentang dari selatan

    utara (Gunung Lompobattang, Bawakaraeng, Latimojong,

    Balease, Kambuno, Rante Mario dan Rantai Kombala).

    2.3. Telah terjadi penipisan sumber daya hutan baik dalam fungsi

    lindungnya maupun fungsi produksinya yang terindikasi pada

    kondisi kawasan hutan yang hanya 60,27% vegetasi berhutan

    dan luasnya lahan kritis dalam kawasan hutan (17,9%).

    2.4. Pemanfaatan sumber daya hutan dalam fungsi produksi

    (ekonomi) belum memberikan sumbangan yang berarti dalam

    perekonomian Sulawesi Selatan baik dalam sumbangan

    langsungnya (0,21% dari total PDRB 2004) maupun

    dorongannya / dukungannya terhadap industri pengolahan

    bahan hasil hutan.

  • 47

    2.5. Telah terjadi penurunan daya dukung sumber daya hutan

    terhadap lingkungan khususnya terhadap Daerah Aliran

    Sungai (DAS) yang menyebabkan terjadinya erosi /

    sedimentasi, banjir, longsor pada beberapa lokasi sungai dan

    bendung / waduk yang menimbulkan impack lebih luas.

    2.6. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dinilai sangat kritis adalah

    DAS Jeneberang karena luas kawasan hutan yang tidak

    proporsional terhadap luas wilayah dengan kondisi vegetasi

    yang buruk, persentase lahan kritis dalam kawasan hutan

    yang besar dan pengaruh topografi Gunung Lompobattang

    dan Bawakaraeng yang mengakibatkan DAS Jeneberang

    rentan terhadap erosi, longsor, banjir dan pendangkalan pada

    bendung.

    3. SUMBER DAYA ALAM MINERAL / TAMBANG

    3.1. Sumber Daya Alam Mineral / tambang dalam perekonomian

    Sulawesi Selatan diharapkan mampu memberikan

    sumbangan yang besar utamanya dalam mendorong dan

    mendukung berkembangnya sektor industri.

    3.2. Potensi sumber daya mineral keterdapatannya cukup besar

    berupa gas bumi dan 28 jenis bahan galian potensial yang

    sebarannya pada 19 Kabupaten.

    3.3. Keterdapatan dan ketersebaran galian potensial

    menyebabkan overlap dengan fungsi-fungsi sumber daya

    alam lainnya sehingga pemanfaatan potensi tambang/galian

    rentan terhadap masalah-masalah lingkungan.

    3.4. Pemanfaatan potensi sumber daya mineral belum optimal

    karena dipengaruhi oleh pangsa pasar, teknologi dan

  • 48

    pertimbangan aspek lingkungan. Namun telah memberikan

    kontribusi yang cukup besar dalam perekonomian Sulawesi

    Selatan, dan dukungannya terhadap industri yang

    memanfaatkan bahan galian bukan logam.

    3.5. Pemanfaatan potensi tambang/galian meskipun telah

    memberikan kontribusi yang cukup besar dalam

    perekonomian Sulawesi Selatan, tetapi sumbangannya

    terhadap penyerapan kesempatan kerja sangat kecil (hanya

    0,4% dari total tenaga kerja), yang berarti kurang memberikan

    dampak ekonomi langsung terhadap masyarakat.

    3.6. Potensi tambang/galian yang telah dieksploitasi maupun yang

    belum dieksploitasi berpotensi untuk mendorong

    berkembangnya usaha-usaha/industri rakyat/kecil/RT dengan

    teknologi sederhana dan mudah diserap oleh masyarakat.

    3.7. Eksploitasi pertambangan saat ini yang dilakukan dalam

    kawasan hutan arealnya cukup luas yang memerlukan upaya

    reklamasi hutan.

    4. SUMBER DAYA AIR

    4.1. Potensi sumber daya air di Sulawesi Selatan, utamanya air

    permukaan sangat besar yang pemanfaatannya bukan saja

    untuk irigasi, air baku, perikanan, peternakan dan lain-lain,

    tetapi merupakan sumber daya energi pembangkit tenaga

    listrik yang volume / kapasitasnya sangat besar yang apabila

    dimanfaatkan dapat menjawab tantangan ke depan

    pemenuhan kebutuhan energi listrik Sulawesi Selatan.

    4.2. Tingkat volume kendali pemanfaatan sumber daya air melalui

    reservoir masih sangat kecil dibandingkan dengan volume

  • 49

    potensi tersedia, yang dikhawatirkan pada musim kemarau

    supplay air untuk berbagai kebutuhan tidak dapat terpenuhi.

    4.3. Kondisi hutan yang tidak proporsional mendukung Daerah

    Aliran Sungai (DAS) telah mempengaruhi kuantitas dan

    kualitas air sesuai peruntukannya terutama pada DAS

    Jeneberang.

    5. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT

    5.1. Potensi sumber daya pesisir dan laut utamanya sumber daya

    hayati ikan dan sejenisnya telah dieksploitasi secara

    berlebihan baik melalui perikanan tangkap (laut) maupun budi

    daya ikan (tambak), sehingga terjadi penipisan sumber daya

    baik pesisir maupun laut.

    5.2. Masyarakat pesisir dan laut yang jumlahnya cukup besar

    dengan ketergantungan tinggi terhadap pemanfaatan sumber

    daya hayati laut diperhadapkan pada masalah makin

    terbatasnya dan berkurangnya potensi tangkap yang sangat

    mempengaruhi kondisi sosial ekonomi mereka.

    5.3. Potensi lahan tambak telah dimanfaatkan hampir sebanding

    dengan potensi tersedia, sehingga tidak layak lagi dilakukan

    perluasan areal tambak karena akan berdampak ekologis dan

    akan terjadi benturan fungsi-fungsi lahan.

    5.4. Potensi sumber daya pesisir dan laut yang prospektif untuk

    diolah dan dikembangkan adalah sumber daya potensi

    pariwisata, namun diperhadapkan pada kompleksitas

    masalah dalam pengelolaan / eksploitasinya.

  • 50

    B. REKOMENDASI

    1. U M U M

    1.1. Pemanfaatan sumber daya alam hendaknya tidak melebihi

    daya dukung sumber daya yang tersedia dikaitkan dengan

    fungsinya, untuk itu diperlukan Informasi Neraca Sumber

    Daya Alam dan Lingkungan secara berkelanjutan dengan

    format-format sederhana tetapi efektif dalam pemanfaatannya

    sebagai masukan baik dalam perencanaan maupun dalam

    pengendalian pemanfaatan sumber daya alam.

    1.2. Dalam perencanaan tata ruang wilayah Sulawesi Selatan

    (yang rencana penyusunannya tahun ini) hendaknya

    didasarkan pada analisis sumber daya alam secara

    mendalam dengan mencermati / menganalisis aspek

    klarifikasi kesesuaian ekonomis dan ekologis sumber daya,

    analisis penipisan sumber daya dan analisis keterkaitan

    sumber daya dan sektor.

    2. SUMBER DAYA HUTAN

    2.1. Disarankan agar dilakukan penataan dan penetapan kembali

    kawasan hutan berdasarkan fungsinya dengan

    mempertimbangkan keterkaitannya dengan Daerah Aliran

    Sungai dan pengaruh topografi dan tipologi pegunungan yang

    mempengaruhinya.

    2.2. Pengembangan sumber daya hutan fungsi lindung

    hendaknya diperluas (sepanjang tidak bertentangan dengan

    Undang-Undang atau ketentuan yang berlaku) secara

    proporsional minimal 30% dari luas wilayah (kondisi saat ini

    27,13%) dan perbaikan vegetasinya.

  • 51

    2.3. Pengembangan sumber daya hutan fungsi produksi perlu

    pengelolaan dan pembenahan secara sungguh-sungguh

    untuk memberikan sumbangan yang berarti dalam

    perekonomian wilayah pada waktu mendatang.

    2.4. Hendaknya diprioritaskan penanganan DAS Jeneberang

    secara terpadu karena kondisi lingkungannya dinilai kritis

    yang telah dan diperkirakan akan membawa impack yang

    lebih luas pada waktu mendatang. Disarankan

    penanganannya melalui sinergitas Kabupaten / Kota kawasan

    Lompobattang / Bawakaraeng serta sektor terkait utamanya

    Dinas Kehutanan.

    2.5. Kawasan hutan yang sedang dan telah dimanfaatkan

    pertambangan agar mendapat perhatian untuk dilakukan

    reklamasi / revitalisasi fungsi kawasan hutan agar tidak

    berdampak lingkungan lebih luas.

    3. SUMBER DAYA MINERAL/TAMBANG

    3.1. Informasi sumber daya mineral/tambang yang tersedia saat

    ini masih pada aspek potensi dan sebarannya, belum

    mencakup informasi kemungkinan dampak lingkungan yang

    ditimbulkan dalam pemanfaatannya,peruntukannya,

    kemungkinan untuk dimanfaatkan / diolah masyarakat. Untuk

    itu disarankan untuk menyusun Informasi Potensi dan

    Pendayagunaan Sumber Daya Mineral secara lebih lengkap

    untuk kebutuhan informasi semua pihak utamanya Kabupaten

    keterdapatan potensi.

    3.2. Potensi tambang/galian baik yang telah dieksploitasi maupun

    yang belum dieksploitasi sepanjang dinilai secara teknis dan

  • 52

    ekologis dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diolah,

    agar didorong untuk dikembangkan / dimanfaatkan oleh

    masyarakat agar lebih membuka kesempatan kerja.

    3.3. Karena keterdapatan potensi tambang/galian sebarannya

    pada semua Kabupaten dan lintas Kabupaten, hendaknya

    lebih didorong peran dan emergitas Kabupaten dalam

    pengelolaan pertambangan.

    4. SUMBER DAYA AIR

    4.1. Potensi sumber daya air yang sangat besar di Sulawesi

    Selatan diperhadapkan pada masalah kecilnya volume daya

    tampung / reservoir yang tersedia. Untuk itu hendaknya di

    prioritaskan pembangunan reservoar untuk memperbesar

    volume terkendali air dalam rangka mensupplay kebutuhan

    air baku, irigasi / pertanian, peternakan dan lain-lain yang

    semakin besar.

    4.2. Diperlukan integrasi dan sinergitas lebih kuat antara lembaga-

    lembaga / unit pemerintah provinsi dan Kabupaten / Kota

    dalam upaya konservasi sumber daya air dan

    pendayagunaan air secara berkelanjutan.

    4.3. Diperlukan dorongan kepada Kabupaten untuk

    memanfaatkan potensi sumber daya air untuk pembangkit

    tenaga listrik khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik

    masyarakat (Mini Hidro dan Micro Hidro).

    5. SUMBER DAYA PESISIR DAN LAUT

    5.1. Pemanfaatan sumber daya hayati pesisir dan laut baik

    melalui penangkapan maupun pola tambak telah mencapai

  • 53

    titik imbang dengan potensi tersedia, disarankan agar

    dilakukan pengendalian atau penghentian perluasan areal

    tambak serta pengendalian upaya-upaya perikanan tangkap

    yang tidak ramah lingkungan.

    5.2. Potensi sumber daya pesisir dan laut sebagai potensi sumber

    daya wisata untuk diprioritaskan pengembangannya

    mengantisipasi kejenuhan pemanfaatan sumber daya

    perikanan.

    5.3. Upaya-upaya perbaikan ekosistem wilayah pesisir dan laut

    agar lebih mendapat porsi perhatian yang lebih besar yang

    dikaitkan dengan penanganan masyarakat pesisir dalam

    peningkatan kesejahteraan mereka. Untuk itu Renstra

    Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut dapat dijadikan acuan

    dan komitmen semua pihak dalam pelaksanaannya.

  • 54

    D A F T A R P U S T A K A

    1. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

    2. Peraturan Presiden RI. No. 7 Tahun 2005 tentang Pembangunan

    Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-

    2009.

    3. Perda No. 3 Tahun 2003 tentang Renstra Pemerintah Provinsi

    Sulawesi Selatan tahun 2003-2008.

    4. Pemda Provinsi Sulawesi Selatan ; Renstra Pengelolaan Wilayah

    Pesisir dan Laut Provinsi Sulawesi Selatan,

    2004.

    5. Dinas Pertambangan dan Energi Sulawesi Selatan ; Renstra Dinas

    Pertambangan dan Energi 2003-2008, 2003.

    6. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan ; Data dan Informasi

    Statistik Tahun 2004 ; Maret 2005.

    7. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air ; Profil Pengembangan Sumber

    Daya Air Sulawesi Selatan, April 2005.

    8. BPS Sulawesi Selatan ; Sulawesi Selatan Dalam Angka 2004/2005.

    9. Ansar Arifin dkk Yayasan Pengembangan Masyarakat Agro Maritim ;

    Model Pemberdayaan Sosial Ekonomi yang

    Berwawasan Lingkungan Pada Masyarakat

    Nelayan di Sulawesi Selatan, tahun 2000.

    10. Dedy Yaniharto ; Dampak Limbah dari Aktifitas Budi Daya Laut

    terhadap Ekosistem Perairan (Seminar Konvensi

    Nasional Pembangunan Benua Maritim

    Indonesia),1996.

    11. Karsono Wagiyo ; Ekosistem Terumbu Karang Buatan untuk

    Meningkatkan Sumber Daya Hayati dan

    Diversifikasi Usaha Masyarakat. (Seminar

    Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim

    Indonesia),1996.

  • 55

    12. Made L. Nurdjana, DR, Ir ; Budi Daya Laut : Raksasa Yang Sedang

    Tidur. (Seminar Konvensi Nasional Pembangunan

    Benua Maritim Indonesia),1996.

    13. Pramuji, Eddy, Tarigan ; Dampak Perubahan Tata Guna Lahan

    terhadap Hutan Mangrove. (Seminar Konvensi

    Nasional Pembangunan Benua Maritim

    Indonesia),1996.

    14. Sufri Laude, SE ; Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Sulawesi

    Selatan Studi Kasus Pulau Barang Caddi,

    Kapoposang dan Taka Bonerate. (Seminar

    Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim

    Indonesia),1996.

    .