Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

20
PERBEDAAN PROBING PROMTING, PROBLEM POSING DAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 1. PROBING PEOMTING Probing (Question) Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar.Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka- teki atau benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan. Prompting (question) Secara bahasa “prompting” berarti “mengarahkan, menuntut”, sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan untuksmemberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya.

Transcript of Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Page 1: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

PERBEDAAN PROBING PROMTING, PROBLEM POSING DAN PROBLEM

SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. PROBING PEOMTING

Probing (Question)

Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak, sedangkan menurut

istilah probing berarti berusaha memperoleh keterangan yang lebih jelas atau lebih

mendalam. Pengertian probing dalam pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu

teknik membimbing siswa menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna

memahami gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan

baru (Wijaya, 197). Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu bermaksud untuk

menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban yang lebih benar.Teknik probing

diawali dengan menghadapkan siswa pada situasi baru yang mengandung teka-teki atau

benda-benda nyata. Situasi baru itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan

pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk

mengadakan asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.

Prompting (question)

Secara bahasa “prompting” berarti “mengarahkan, menuntut”, sedangkan menurut istilah

adalah pertanyaan yang diajukan untuksmemberi arah kepada murid dalam proses

berfikirnya. Bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3 macam yaitu 1)

Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhanayang membawa

mereka kembali pada pertanyaan semula, .2) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan

kata-kata berbeda atau lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan murid

muridnya saja, 3) Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan

yang membantu murid untuk mengingat atau melihat jawabannya (E. C.Wragdan George

Brown, 1997: 43). Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon

(menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan,atau jawaban

kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan

pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa

untuk menemukan jawaban yang tepat (Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18). Jadi dari

Page 2: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya teknik Probing Prompting

adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya

menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan

siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya

siswa mengkonstruksikan sendiri konsep menjadi pengetahuan baru, dengan demikian

pengetahuan baru tidak diberitahukan.Dengan model pembelajaran seperti ini proses

tanya jawab dilakukan secara acak. Sehingga mau tidak mau setiap siswa harus

berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran,karena setiap

saat mereka akan dilibatkan dalam proses tanya jawab

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2201098-pengertian-probing-

prompting/#ixzz1xGNHxpdK

2. PROBLEM POSING

Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai

padanan arti ``pembentukan soal'', ``pengajuan soal.'' Problem posing merupakan istilah

dalam bahasa Inggris, yang padanan katanya digunakan istilah ``pembentukan soal.''

Dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing memiliki beberapa pengertian.

Pertama, Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal

yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam

rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, Problem posing adalah perumusan soal

yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka

mencari alternatif pemecahan lain . Ketiga, Problem posing adalah perumusan soal dari

informasi atau situasi yang telah tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah

penyelesaian suatu soal. Sehingga, problem posing merupakan model pembelajaran yang

menekankan siswa mengajukan pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal menjadi

pertanyaanpertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal

tersebut.

Pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematis,

yaitu: (1) Pre Solution Posing, suatu pengembangan masalah awal dari situasi stimulus

yang diberikan, (2) Within Solution Posing, yaitu merumuskan kembali masalah agar

Page 3: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

menjadi lebih mudah untuk diselesaikan, dan (3) Post Solution Posing, yaitu

memodifikasi tujuan atau kondisi dari masalah yang sudah diselesaikan untuk

merumuskan masalah baru.

Klasifikasi informasi atau situasi problem posing menjadi situasi Problem Posing yang

bebas, semi terstruktur, dan terstruktur. Pada situasi Problem Posing yang bebas, siswa

diberikan suatu informasi yang harus dipatuhi, tetapi siswa diberikan kesempatan seluas-

luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang dia kehendaki. Sedangkan dalam

situasi Problem Posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi terbuka.

Kemudian siswa diminta mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan

cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa juga harus mengaitkan

informasi itu dengan konsepkonsep dan prinsipprinsip matematis yang diketahuinya

untuk membentuk soal. Pada situasi Problem Posing yang terstruktur, informasi atau

situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PROBLEM POSING

A.       Belajar Matematika dengan Pemahaman

Menurut Hudojo (1990:5), dalam proses belajar matematika terjadi juga proses

berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental.

Seseorang yang belajar matematika, mempersiapkan mentalnya dalam proses penerimaan

pengetahuan baru yang disertai tindakan-tindakan konkret oleh orang itu melalui

penyelesaian masalah matematika.

Sebelum tahun 1935, pembelajaran matematika (atau lebih tepatnya aritmetika)

dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi stimulus-respon (As’ari, 1998:2).

Perhatian utama pendekatan stimulus-respon adalah kemampuan siswa menghafal dan

menggunakan rumus atau algoritma secara efektif. Guru sudah cukup puas bila siswa

sudah mampu mengoperasikan bilangan dan trampil menggunakannya untuk

menyelesaikan masalah. Guru tidak memikirkan bahwa apakah siswa betul-betul

memahami sesuatu yang dilakukan. As’ari (1998:3) juga mengemukakan bahwa guru

tidak terlalu dipusingkan untuk membedakan dua istilah “know” dan “know how to”.

Page 4: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Situasi ini berakhir setelah seorang pakar matematika Brownell (1935) menyoroti

pentingnya pemahaman dalam pengajaran aritmetika dan membedakan kedua istilah di

atas. Orang mulai menyadari bahwa ada dua pengetahuan yang dapat dipelajari dalam

matematika, yaitu pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Kedua

pengetahuan itu mempunyai peran yang sama pentingnya dan keduanya perlu diajarkan

di sekolah (Hiebert dan Lindquist dalam As’ari, 1998:3). Suydam dan Higgins (dalam

As’ari,1998:3), menyatakan  bahwa sejak Brownell mengemukakan pendapatnya

tersebut,  pentingnya pemahaman dalam pengajaran aritmetika semakin diakui

keberadaannya.

Menurut Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws, 1992:67), memahami dalam

matematika adalah membuat hubungan antara ide-ide, fakta, atau prosedur yang

semuanya merupakan bagian dari jaringan. Dengan demikian masalah yang sudah

dipahami dapat diselesaikan dengan cara memahami hubungan antara ide-ide, fakta atau

prosedur yang terdapat dalam jaringan.

Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws, 1992:70) menyatakan bahwa pemahaman

matematika memerlukan suatu proses untuk menempatkan secara tepat informasi atau

pengetahuan yang sedang dipelajari ke dalam jaringan internal dari representasi

pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya di dalam struktur kognitif siswa. Misalnya

untuk menyelesaikan soal cerita yang memuat pengerjaan hitung penjumlahan,

pengurangan, perkalian, dan penjumlahan, diperlukan pemahaman tentang konsep

penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian itu sendiri. Siswa yang hanya

memahami sebagian dari hal-hal tersebut, tentu belum dapat menyelesaikan masalah itu.

Menurut Sutawidjaja (1997:177) memahami konsep saja tidak cukup, karena di

dalam praktek kehidupan siswa memerlukan keterampilan matematika, sedangkan

dengan memahiri keterampilannya saja siswa tidak mungkin memahami konsepnya. Oleh

karena itu, guru harus menyampaikan konsep dengan benar dan kemudian melatihkan

keterampilannya. Untuk pemahaman konsep, guru perlu memberikan latihan bervariasi,

sedangkan untuk meningkatkan keterampilan, perlu dilakukan banyak latihan atau dapat

juga melalui permainan agar lebih menarik. Bila pengetahuan matematika SD, baik yang

konseptual maupun yang prosedural, tidak disajikan dengan cara yang sesuai, maka siswa

akan mengalami kesulitan dalam memahami dan memahirinya.

Page 5: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Menurut Hiebert dan Carpenter (dalam As’ari, 1998:3-4) pengajaran yang

menekankan kepada pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan berikut.

1.        Pemahaman memberikan generatif artinya bila seorang telah memahami suatu

konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang lain karena

adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa, sehingga setiap pengetahuan

baru melalui keterkaitan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

2.        Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan  yang telah dipahami

dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan pengetahuan-

pengetahuan yang lain, melalui pengorganisasian skema atau pengetahuan secara

lebih efisien di dalam struktur kognitif berfikir sehingga pengetahuan itu lebih

mudah diingat.

3.        Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan yang

terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam struktur kognitif

siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman merupakan jalinan yang

sangat baik. Dengan memahami salah satu dari pengetahuan tersebut, maka segala

pengetahuan yang terkait dapat diturunkan darinya, dengan demikian siswa tidak

perlu mengahafalkan semuanya.

4.        Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu konsep

matematika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan keserupaan dari berbagai

konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk menganalisis apakah suatu

konsep tertentu dapat diterapkan, untuk suatu kondisi tertentu.

5.        Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami

matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif yang selanjutnya

akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.

Hiebert dan Carpenter (dalam Grouws,1992:69)  menyatakan bahwa pada

dasarnya terbentuknya pemahaman ketika belajar berlangsung dalam proses yang

digambarkan sebagai berikut.

1.        Menangkap ide yang dipelajari melalui pengalaman konkret.

2.        Menyatukan informasi dengan skema pengetahuan yang sudah dimiliki.

Page 6: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

3.        Mengorganisasikan kembali pengetahuan yang sudah dimiliki, dengan membuat

hubungan antara pengetahuan lama dan pengetahuan yang baru sehingga

terbentuklah hubungan baru dengan hubungan lama yang dimodifikasikan.

 

B.       Pengertian Problem Posing

Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai

beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4)

memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso

(1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah

pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.

Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah

perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa

perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang

rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat

pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver

& Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau

situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal

(Silver & Cai, 1996:523).

Menurut Brown dan Walter (1993:15) informasi atau situasi problem posing dapat

berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal,

atau selesaian dari suatu soal. Selanjutnya Suryanto (1998:3) menyatakan bahwa soal

dapat dibentuk melalui soal-soal yang ada dalam buku. Stoyanova (1996)

mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi situasi problem posing

yang bebas, semiterstuktur, dan terstruktur. Pada situasi problem posing yang bebas,

siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi

kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia

kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai

acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi

terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta

untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan

pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan

Page 7: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal.

Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau

selesaian dari suatu soal (Yuhasriati, 2002:12).

Pada penelitian ini, problem posing yang digunakan adalah perumusan soal yang

sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar menjadi

lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka menyelesaikan soal cerita operasi

hitung campuran. Penelitian ini menggunakan informasi problem posing yang terstruktur,

yaitu informasi berupa soal yang perlu diselesaikan oleh siswa. Berdasarkan soal cerita

yang diberikan, siswa menyusun informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan

informasi yang telah disusun. Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka

mencari selesaian sebenarnya dari pertanyaan soal cerita yang diberikan.

Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah

respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa

membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan.  Silver dan Cai

(1996:526) mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok,

yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika dan pernyataan.

Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah matematika dan

mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan matematika ini,

selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika yang

dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan

matematika yang dapat diselesaikan adalah pertanyaan yang memuat informasi yang

cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki

tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika

yang dapat diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat

informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.

Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah

matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Sedangkan

pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat

pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.

Respon yang dihasilkan siswa mungkin lebih dari satu pertanyaan matematika.

Antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan lainnya dapat dilihat hubungan yang

Page 8: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

terjadi. Menurut Silver dan Cai (1996:302) ada dua jenis hubungan antara respon-respon

tersebut, yaitu hubungan simetrik dan berantai. Respon yang mempunyai hubungan

simetrik disebut respon simetrik yaitu serangkaian respon yang objek-objeknya

mempunyai hubungan. Sedangkan respon yang mempunyai hubungan berantai disebut

respon berantai. Pada respon berantai, untuk menyelesiakan respon berikutnya diperlukan

penyelesaian respon sebelumnya. Sehubungan itu, Kilpatrik (dalam Siver & Cai,

1996:354) menyatakan bahwa salah satu dasar kosep koginitif yang terlibat dalam

pengajuan soal adalah assosiasi, yaitu kecendrungan siswa menggunakan respon pertama

sebagai pijakan untuk mengajukan soal kedua, ketiga, dan seterusnya.

Berdasarkan tingkat kesukarannya, Silver dan Cai (1996:526), mengklasifikasikan

respon siswa menjadi dua dua kelompok, yaitu: (1) tingkat kesukaran respon terkait

dengan stuktur bahasa (sintaksis), dan (2) tingkat kesukaran respon terkait dengan stuktur

matematika (semantik). Tingkat kesukaran respon yang berkaitan dengan sintaksis dapat

dilihat dari proposisi yang dikandungnya. Proposisi yang digunakan dibedakan menjadi

tiga, yaitu proposisi penugasan, proposisi hubungan, dan proposisi pengandaian.

Proposisi penugasan adalah pertanyaan (soal) yang memuat tugas untuk dikerjakan.

Proposisi hubungan adalah pertanyaan yang memuat tugas untuk membandingkan.

Sedangkan proposisi pengandaian adalah pertanyaan yang menggunakan informasi

tambahan.

Tingkat kesukaran respon berkaitan dengan stuktur semantik, dapat diketahui dari

hubungan semantiknya. Menurut Marshall (dalam Silver & Cai, 1996:528) hubungan

semantik respon siswa dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu mengubah,

mengelompokkan, membandingkan, menyatakan kembali, dan memvariasikan.

 

C.     Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

Problem posing adalah pembelajaran yang menekankan pada pengajuan soal oleh

siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk

mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis. Menurut Suryanto

(1998:3) merumuskan soal merupakan salah satu dari tujuh kriteria berpikir atau pola

berpikir matematis.

Page 9: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Dewasa ini, problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran

matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa

diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Siver dan Cai, 1996:521).

Silver dan Cai (1996:293) juga menyarankan agar pembelajaran matematika lebih

ditekankan pada kegiatan problem posing. Menurut Cars (dalam Suryanto, 1998:9) untuk

meningkatkan kemampuan menyelesaikan dapat dilakukan dengan cara membiasakan

siswa mengajukan soal. Sejalan dengan itu, Suparno (1997:83) menyatakan bahwa

mengungkapkan pertanyaan merupakan salah satu kegiatan yang dapat menantang siswa

untuk lebih berpikir dan membangun pengetahuan mereka.

Menurut Killpatrich (dalam Silver dan Cai, 1996:530) salah satu dasar kognitif

yang ada dalam problem posing adalah asosiasi. Selanjutnya, menurut As’ari (2000:9)

dalam kegiatan problem posing, ketika terjadi proses asosiasi antara informasi baru

dengan struktur kognitif yang dimiliki seseorang, maka proses selanjutnya yang terjadi

adalah proses asimilasi dan akomodasi.

Di samping itu, Brown dan Walter (1996:15) yang menyatakan pembuatan soal dalam

pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting

(menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca

situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha

untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan

dengan hal tersebut, As’ari (2000:9) menegaskan bahwa proses kognitif menerima

memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur

kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif

menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat

hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem

posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika

siswa.

Page 10: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

3. PROBLEM SOLVING

Pemecahan masalah ( problem solving ) didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan

perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil hasil

yang diinginkan ( Hunsaker,2005 ).

Mu’Qodin ( 2002 ) mengatakan bahwa problem solving adalah merupakan suatu

keterampilan yang meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi,

mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,

kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang dicapai

dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat..

Berdasarkan dari beberapa definisi problem solving yang dikemukakan diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan suatu keterampilan yang meliputi

kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi dan mengidentifikasi masalah

dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan

keputusan untuk mencapai sasaran.

Bentuk Problem Solving

Ada beberapa bentuk dalam problem solving menurut Chang, D’Zurilla dan Sanna

(2004), yaitu :

a) Rational Problem Solving

Sebuah bentuk problem solving yang konstruktif yang didefinisikan seperti rasional,

berunding dan aplikasi yang sistematik dalam kemampuan menyelesaikan masalah.

Model ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu :

1) Identifikasi Masalah

Problem solver memncoba mengelompokkan dan mengerti masalah yang

dihadapi  dengan mengumpulkan banyak spesifikasi dan fakta konkrit tentang

kemungkinan masalah, mengidentifikasi permintaan, rintangan dan tujuan yang

realistik dalam menyelesaikan masalah.

2) Mencari Solusi Alternatif

Page 11: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Fokus pada tujuan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan mencoba untuk

mengidentifikasi banyak solusi yang memungkinkan termasuk yang

konvensional.

3) Mengambil Keputusan

Problem solvers mengantisipasi terhadap keputusannya dalam solusi yang

berbeda, mempertimbangkan, membandingkan dan kemudian memilih yang

terbaik atau solusi yang efektif yang paling berpotensial.

4) Mengimplementasi Solusi dan Pembuktian

Seseorang harus berhati-hati dalam menerima dan mengevaluasi solusi yang

menjadi pilihan setelah mencoba untuk melaksanakan solusi tersebut kedalam

situasi masalah dalam kehidupan nyata.

b). Mengabaikan Kata Hati

Ini adalah salah satu pola karakteristik penyelesaian masalah yang difungsional dalam

usaha aktif yang digunakan dalam strategi menyelesaikan masalah dan tekhniknya,

tetapi usaha ini menyempit, implosif, berhati-hati, sangat cepat, dan tidak lengkap.

c) Bentuk Menghindari Masalah

Bentuk ini adalah salah satu karakteristik penyelesaian masalah yang disfungsional

berupa penundaan, pasif atau tidak melakukan apapun dan ketergantungan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Problem Solving

Menurut Rahmat (2001) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem

solving yaitu motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi.

a) Motivasi

Motivasi yang rendah akan mengalihkan perhatian, sedangkan motivasi yang tinggi

akan membatasi fleksibilitas.

b) Kepercayaan dan Sikap yang Salah

Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan

dapat diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika

memecahkan penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat

menghambat efektifitas pemecahan masalah.

c) Kebiasaan

Page 12: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Kecenderungan untuk mempertahankan pola pikir tertentu atau melihat masalah

hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada

pendapat otoritas menghambat pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan

pemikiran yang kaku ( rigid mental set ), lawan dari pemikiran yang fleksibel

( flexible mental set )

d) Emosi

Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar terlibat secara emosional.

Emosi ini mewarnai cara berpikir kita sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat

mengesampingkan emosi. Tetapi bila emosi itu sudah mencapai intensitas yang

begitu tinggi sehingga menjadi stress, barulah kita menjadi silit untuk berpikir

efisien.

D. Referensi

As’ari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep Matematika. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran. 27(I):1-13

As’ari, A.R. 2000, Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal Matematika. Tahun V, Nomor 1, April 2000.

Brown, S. & Walter, R.. 1990. The Art of Problem Posing. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers

Brown, S. & Walter, R.. (Ed). 1993. Problem Posing : Reflections and Aplications. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Hiebert, J. & Carpenter, T.. 1992. Learning and Teaching with Understanding. Dalam D Grouws (ed). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning (hlm.65-419). New York: Macmillan Publishing Company.

Hudojo, H.. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. IKIP Malang

Silver, E.A. & Cai, S.. 1996. An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students, Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539

Siswono, Y.T.E., 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Page 13: Probing Promting Problem Posing Dan Problem Solving

Stoyanova, E. 1996. Developing a Framework for Research into Students’ Problem posing in School Mathematics, (Online), crsma@cc newcastel.edu.au, diakses 11 Juni 2001

Suharta, I.G.P. 2000. Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000.

Suparno, P. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.Suryanto, 1998. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.

Sutawidjaja, A. 1997. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan, dan Pengajarannya. Volume 26(2):175-187.

Sutiarso, S. 1999. Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

Yuhasriati, 2002. Pembelajaran Persamaan Garis Lurus yang Memuat Problem Posing di SLTP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM.

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2260489-pengertian-problem-posing/#ixzz1xGO1rsX9