Problem solving dan problem posing

21
1 PENDEKATAN PRONLEM POSSING DAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING (Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Desain dan Strategi Pembelajaran Matematika) NAMA : MUH. ALFIANSYAH NIM : 161050701024 KELAS : 02/B PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR MAKASSAR 2017

Transcript of Problem solving dan problem posing

Page 1: Problem solving dan problem posing

1

PENDEKATAN PRONLEM POSSING DAN

PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

(Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah

Desain dan Strategi Pembelajaran Matematika)

NAMA : MUH. ALFIANSYAH

NIM : 161050701024

KELAS : 02/B

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

MAKASSAR

2017

Page 2: Problem solving dan problem posing

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap kegiatan pendidikan formal, pelajaran matematika selalu diajarkan

dan merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa,

menakutkan dan akhirnya mengganggap matematika sebagai momok.

Matematika sering dikeluhkan sebagai bidang studi yang sulit dan membosankan

sehingga tidak heran apabila niilai matematika siswa rendah dibandingkan dengan

nilai pelajaran lain dan penguasaan siswa terhadap matematika juga kurang.

Salah satu saran dari pakar pendidikan matematika, untuk meningkatkan mutu

pembelajaran matematika dalah dengan menekankan pengembangan kemampuan

siswa dalam pembentukan soal. Karena dengan membentuk soal merupakan inti

kegiatan matematis dan merupakan komponen penting dalam kurikulum

matematika (English, 1998).

Sebenarnya sudah sejak lama para ahli pendidikan matematika

menunjukkan bahwa pembentukan soal merupakan bagian yang penting dalam

pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran

matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal (Silver et,al, 1996). Kaitan

antara tujuan pembelajaran matematika di sekolah dan pengembangan

kemampuan membentuk soal matematika paling sedikit ada dua hal yang

berhubungan yaitu pengembangan kemampuan menggunakan pola pikir

matematika dan keterampilan menyelesaikan soal serta memecahkan masalah. Hal

ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah yaitu

Page 3: Problem solving dan problem posing

2

mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu

pengetahuan (Depdikbud, 1993).

Hasil penelitian Silver dan Cai (1996) menunjukkan bahwa kemampuan

dalam pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan

soal. Atas dasar ini pengembangan kemampuan pembentukan soal sangat sesuai

dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Ruseffendi (1998),

untuk membantu siswa dalam memahami soal dilakukan dengan menulis kembali

soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menuliskan soal dalam bentuk lain atau

dalam bentuk yang operasional. Sedangkan Cars (dalam Sutawidjaya, 1998)

menyatakan secara umum untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah adalah setiap siswa atau kelompok siswa harus diberanikan

membuat soal atau pertanyaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, memberikan gambaran bahwa

disamping mengaktifkan siswa, problem posing dan problem solving juga

merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang dapat mengembangkan

kemampuan pola pikir matematika dan keterampilan menyelesaikan soal,

memecahkan masalah serta menumbuhkan sikap positif siswa terhadap

matematika. Apabila siswa dapat mengembangkan proses berpikir matematika

sejak dibangku sekolah berarti pola pikir kritisnya sudah mulai terbentuk,

sehingga dapat dipastikan bahwa siswa akan tumbuh menjadi manusia

pembangun yang tekun, kreatif, cerdas, bertanggung jawab serta mampu

menyelesaikan masalah.

Page 4: Problem solving dan problem posing

3

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapatlah dikemukakan bahwa

yang menjadi permasalah dalam makalah ini, dapat dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan problem posing pada pembelajaran matematika?

2. Bagaimana penerapan problem solving pada pembelajaran matematika.

C. TUJUAN

Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah

ini adalah :

1. Untuk mengetahui penerapan problem posing pada pembelajaran matematika.

2. Untuk mengetahui penerapan problem solving pada pembelajaran matematika.

Page 5: Problem solving dan problem posing

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. PROBLEM POSSING

a. Pengertian Problem Posiing

Pembelajaran Problem Posing Problem posing mulai dikembangkan pada

tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata

pelajaran matematika (Suyitno Amin, 2004). Kemudian pendekatan ini

dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Pendekatan pembelajaran problem

posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000. Problem posing merupakan

istilah asing sebagai padanan istilah dalam bahasa indonesia “pembentukan soal”

atau “pengajuan soal”. Kata soal dapat diartikan sebagai masalah. Sedangkan

yang dimaksud dengan masalah adalah segala sesuatu yang perlu dilakukan atau

segala sesuatu yang memerlukan pengertian (Webster Dictionary dalam Asari

1989).

Problem Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah

perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah

dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan (Suharta, 2000: 93). “problem

posing essentially means creating a problem with solutions unknown to the target

problem solver the problem create for” (Leung, 2001). “Dunker describe problem

posing in mathematics as the generation of a new problem or the formulation of a

given problem (Dunker, 1945)” (dalam Abu-Elwan). Pada prinsipnya, pendektan

problem posing adalah pendektan pembelajaran yang mewajibkan para siswa

untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar (berlatih soal) secara mandiri

Page 6: Problem solving dan problem posing

5

(Suyitno Amin, 2004). Problem posing adalah perumusan soal sederhana atau

perumusan ulang masalah yang ada dengan perubahan agar lebih sederhana dan

dapat dikuasai.

2. Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

Pengajuan masalah (problem posing) sebenarnya menempati posisi

yang strategis dalam pembelajaran matematika. Dalam hal ini siswa harus

menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut

akan tercapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tidak hanya dari

guru melainkan perlu belajar mandiri.

Menurut Silver (1994), masalah yang dibentuk oleh siswa dikelompokkan

dalam tiga bentuk yaitu pertanyaan matematika, pernyataan non matematika, dan

pernyataan. Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang mengandung masalah

matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang ada pada situasi inti.

Pertanyaan matematika dibagi lagi menjadi pertanyaan yang dapat diselesaikan

dan pertanyaan yang tidak dapat diselesaikan. Pertanyaan yang tidak dapat

diselesaikan adalah pertanyaan yang memiliki informasi yang tidak cukup atau

tujuan pertanyaan tidak sesuai dengan informasi yang diberikan. Seorang siswa

dikatakan sudah dapat membentuk soal jika siswa tersebut sudah dapat

membuat pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan dan yang sesuai

dengan situasi yang diberikan.

Selain itu Silver (1994) mengelompokkan kesukaran masalah yang dibuat

siswa dalam dua jenis. Pertama kesukaran yang berkaitan dengan struktur

Page 7: Problem solving dan problem posing

6

bahasa (sintaksis), dan kedua kesukaran yang berkaitan dengan struktur

matematika (simantik) dalam masalah yang dibuat siswa. Kesukaran yang

berkaitan dengan struktur bahasa dapat dilihat dari proposisi yang terkandung

pada masalah yang dibentuk siswa.

Brown dan Walter (1990) menyatakan bahwa pembuatan soal dalam

pembelajaran matematika memiliki dua tahap kognitif yaitu Accepting

(menerima) dan Chalenging (menantang). Tahap menerima adalah suatu

kegiatan dimana siswa dapat menerima situasi-situasi yang diberikan guru

atau siatuasi-situasi yang sudah ditentukan. Tahap menantang adalah suatu

kegiatan dimana siswa menantang situasi yang diberikan guru dalam rangka

pembentukan atau perumusan soal. Pada tahap menantang ini dilakukan dengan

empat kegiatan, yaitu (1) membuat daftar atribut yang ada pada situasi, (2)

menantang atribut pada daftar dengan atribut lain yang relevan dengan atribut

tersebut, (3) membuat/mengajukan pertanyaan, dan (4) menganalisis pertanyaan.

Sebagai ilustrasi tentang perumusan soal, berikut disajikan contoh pembelajaran

objek matematika yang berupa teorema, ( Brown dan Walter :1990).

Amin Suyitno menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam

tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.

a. Presolution posing, siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang

dibuat oleh guru atau seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.

b. Within solution posing, siswa memcah pertanyaan tunggal dari guru menjadi

sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru atau seorang siswa

merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.

Page 8: Problem solving dan problem posing

7

c. Post solution posing, siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat

oleh guru atau seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang

sudah diselesaikan untuk membuat soal baru.

3. Petunjuk Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Possing

a. Petunjuk pembelajaran yang berkaitan dengan guru

1) Guru hendaknya membiasakan merumuskan soal baru atau memperluas soal

dari soal- soal yang ada di buku pegangan.

2) Guru hendaknya menyediakan beberapa situasi yang berupa onformasi

tertulis, benda manipulatif, gambar, atau lainnya, kemudian guru melatih

siswa merumuskan soal dengan situasi yang ada.

3) Guru dapat menggunakan soal terbuka dalam tes.

4) Guru memberikan contoh perumusan soal dengan beberapa taraf

kesukaran, baik isi maupun bahasanya.

5) Guru menyelenggarakan reciprocal teaching, yaitu pembelajaran yang

berbentuk dialog antara guru dan siswa mengenai isi buku teks, yang

dilaksanakan dengan cara menggilir siswa berperan sebagai guru. (Sutiarso,

2000).

b. Petunjuk Pembelajaran yang Berkaitan dengan Siswa

1) Siswa dimotivasi untuk mengungkapkan pertanyaan sebanyak-

banyaknya terhadap situasi yang diberikan.

2) Siswa dibiasakan mengubah soal-soal yang ada menjadi soal yang baru

sebelum mereka menyelesaikannya.

Page 9: Problem solving dan problem posing

8

3) Siswa dibiasakan untuk membuat soal-soal serupa setelah menyelesaikan soal

tersebut.

4) Siswa harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan soal-soal yang

dirumuskan oleh temannya sendiri.

5) Siswa dimotivasi untuk menyelesaikan soal-soal non rutin. (Sutiarso, 2000).

4. Tipe-Tipe problem Possing

Elwan mengklasifikasikan problem posing menjadi 3 tipe, yaitu free

problem posing (problem posing bebas), semi-structured problem posing

(problem posing semi terstruktur), dan structured problem posing (problem

posing terstruktur). Pemilihan tipe-tipe itu didasarkan pada materi matematika,

kemampuan siswa, hasil belajar siswa, atau tingkat berpikir siswa. Berikut

diuraikan masing-masing tipe tersebut.

a. Free problem posing (problem posing bebas). Menurut tipe ini siswa diminta

untuk membuat soal secara bebas berdasarkan situasi kehidupan sehari-hari.

Tugas yang diberikan kepada siswa dapat berbentuk: ”buatlah soal yang

sederhana atau kompleks”, buatlah soal yang kamu sukai, buatlah soal untuk

kompetisi matematika atau tes, „buatlah soal untuk temanmu “, atau “buatlah

soal sebagai hiburan (for fun).

b. Semi-structured problem posing (problem posing semi terstruktur). Dalam hal

ini siswa diberikan suatu situasi bebas atau terbuka dan diminta untuk

mengeksplorasinya dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau

konsep yang telah mereka miliki. Bentuk soal yang dapat diberikan adalah

Page 10: Problem solving dan problem posing

9

soal terbuka (open–ended problem) yang melibatkan aktivitas investigasi

matematika, membuat soal berdasarkan soal yang diberikan, membuat soal

dengan konteks yang sama dengan soal yang diberikan, membuat soal yang

terkait dengan teorema tertentu, atau membuat soal berdasarkan gambar yang

diberikan.

c. Structured problem posing (problem posing terstruktur). Dalam hal ini siswa

diminta untuk membuat soal yang diketahui dengan mengubah data atau

informasi yang diketahui. Brown dan Walter merancang formula pembuatan

soal berdasarkan soal-soal yang telah diselesaikan dengan memvariasikan

kondisi atau tujuan dari soal yang diberikan.

5. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Possing

Pembelajaran dengan pengajuan soal menurut Menon dapat dilakukan

dengan tiga cara berikut:

a. Berikan kepada siswa soal cerita tanpa pertanyaan, tetapi semua informasi

yang diperlukan untuk memecahkan soal tersebut ada. Tugas siswa adalah

membuat pertanyaan berdasarkan informasi tadi.

b. Guru menyeleksi sebuah topik dan meminta siswa untuk membagi kelompok.

Tiap kelompok ditugaskan membuat soal cerita sekaligus penyelesaiannya.

Selanjutnya soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok- kelompok lain.

Sebelumnya soal diberikan kepada guru untuk diedit tentang kebaikan dan

kesiapannya. Soal-soal tersebut nanti digunakan sebagai latihan. Nama

pembuat soal tersebut ditunjukkan tetapi solusinya tidak. Soal-soal tersebut

Page 11: Problem solving dan problem posing

10

didiskusikan dalam masing-masing kelompok dan kelas. Hal ini akan

memberi nilai komunikasi dan pengalaman belajar. Diskusi tersebut seputar

apakah soal tersebut ambigu atau tidak. Soal yang dibuat siswa tergantung

ketertarikan siswa masing-masing. Sebagai perluasan, siswa dapat

menanyakan soal cerita yang dibuat secara individu.

c. Siswa diberikan soal dan diminta untuk mendaftar sejumlah pertanyaan yang

berhubungan dengan masalah. Sejumlah pertanyaan kemudian diseleksi dari

daftar tersebut untuk diselesaikan. Pertanyaan dapat bergantung dengan

pertanyaan lain. Bahkan dapat sama, tetapi kata-katanya berbeda. Dengan

mendaftar pertanyaan yang berhubungan dengan masalah tersebut akan

membantu siswa “memahami masalah”, sebagai salah satu aspek pemecahan

masalah oleh Polya.

Adapun langkah-langkah problem posing secara berkelompok adalah

sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa untuk belajar.

b. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya

memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.

c. Guru membentuk kelompok belajar antar 5-6 siswa tiap kelompok yang

bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.

d. Guru memberikan tugas yang berbeda pada setiap kelompok untuk membuat

pertanyaan. Pertanyaan yang dibuat ditulis pada lembar problem posing 1.

e. Semua tugas membuat pertanyaan dikumpulkan kemudian guru melimpahkan

pada kelompok lainnya untuk dikerjakan. Setiap siswa dalam kelompok

Page 12: Problem solving dan problem posing

11

berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang mereka terima dari kelompok

lain. Setiap jawaban atas pertanyaan ditulis pada lembar problem posing 2.

f. Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok- kelompok

yang kesulitan membuat soal dan menyelesaikannya.

g. Pertanyaan yang telah ditulis pada lembar problem posing 1 dikembalikan

pada kelompok asal untuk kemudian diserahkan pada guru dan jawaban yang

ditulis pada lembar problem posing 2 diserahkan pada guru.

h. Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan

cara masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Possing

a. Kelebihan

1) Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya

konsep-konsep dasar

2) Diharapkan melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.

3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada

dasarnya adalah pemecahan masalah.

4) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru (menuntut keaktifan

siswa).

5) Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih

mudah memahami soal karena dibuat sendiri.

6) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.

7) Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan

siswa dalam menyelesaikan masalah.

Page 13: Problem solving dan problem posing

12

8) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang adadan yang

baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang

mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide-ide

yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluas pengetahuan , siswa

dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

b. Kekurangan

1) Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat

disampaikan.

2) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan

penyelesaiaannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

B. PENDEKATAN PROBLEM SOLVING

1. Pengertian Pendekatan Problem Solving

Metode pembelajaran Problem Solving adalah penggunaan metode dalam

kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah

baik itu masalah pribadi atau peorangan maupun masalah kelompok untuk

dipecahkan sendiri atau bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah

investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Ketika

dihadapkan dengan situasi pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan

pemecahan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak

hanya dengan cara menghapal tanpa berpikir, keterampilan pemecahan masalah

membuat siswa berpikir kreatif.

Page 14: Problem solving dan problem posing

13

Hudojo menyatakan bahwa suatu soal akan merupakan masalah jika

seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat

dipergunakan untuk menemukan jawaban soal tersebut. Menurut Muser dan

Burger terdapat perbedaan antara soal dan masalah, meskipun perbedaan ini tidak

dapat dibuat secara tepat. Untuk menyelesaikan soal, seseorang dapat secara

langsung menggunakan prosedur rutin untuk mendapat suatu jawaban, sedangkan

untuk menyelesaikan masalah seseorang harus berhenti sejenak, merefleksi, dan

mungkin melakukan beberapa langkah untuk dapat memperoleh suatu jawaban.

Charles dan Lester menyatakan bahwa masalah harus memuat syarat-

syarat:

a. Ingin mengetahui secara mendalam tentang sesuatu.

b. Tidak adanya cara yang jelas untuk menemukan jawaban.

c. Diperlukan suatu usaha untuk mencari jawabannya.

Nampak di sini bahwa memecahkan masalah itu merupakan aktivitas

mental yang tinggi. Perlu diketahui bahwa suatu pertanyaan merupakan suatu

masalah bergantung pada individu dan waktu. Artinya, sutau pertanyaan

merupakan suatu masalah bagi seorang anak, tetapi mungkin bukan masalah bagi

anak lain. Bagi banyak pihak, terutama di kalangan penyelenggara pendidikan,

memandang bahwa pemecahan masalah (problem solving) bukanlah suatu hal

yang asing, karena menurut Hudojo memecahkan suatu masalah adalah suatu

aktivitas dasar bagi manusia. Pendidikan pun pada hakekatnya adalah suatu proses

secara terus menerus yang ada pada manusia untuk menanggulangi masalah-

masalah dalam hidupnya, sehingga siswa sebagai salah satu komponen dalam

Page 15: Problem solving dan problem posing

14

pendidikan harus selalu dilatih dan dibiasakan berfikir mandiri untuk

menyelesaikan masalah.

Sementara itu, beberapa pandangan mengenai pemecahan masalah dalam

pembelajaran dikemukakan oleh para ahli. Gagne mengelompokkan delapan tipe

belajar, yaitu sinyal, stimulus-respons, merangkai tingkah laku, asosiasi verbal,

diskriminasi, konsep, aturan, dan pemecahan masalah. Dari urutan tersebut di atas,

pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang paling tinggi karena lebih

kompleks dari tipe belajar sebelumnya. NCTM telah menetapkan bahwa

pemecahan masalah menjadi fokus matematika di sekolah.

2. Langkah-Langkah Pendekatan Problem Solving

a. Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang

dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah

yang dipilih.

b. Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas,

jadwal, dll).

c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,

melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan

masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

Page 16: Problem solving dan problem posing

15

d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya

yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan

temannya.

e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3. Peranan Guru dalam Pendekatan Problem Solving

Adapun peranan guru dalam membantu siswa belajar memecahkan masalah

adalah sebagai berikut:

a. Membuat siswa mengerti masalah yang harus dipecahkan. Sukar bagi siswa

untuk tertarik pada suatu masalah jika ia tidak mengerti masalah itu. Jika

siswa tidak mengerti pertanyaan yang dihadapkan padanya, pertanyaan

tersebut tidak menjadi masalah baginya. Siswa harus mampu memahami

suatu pertanyaan, sehingga mereka dapat menjawab pertanyaan tersebut

dengan kemampuan yang dimilikinya.

b. Memberikan petunjuk untuk memahami masalah Untuk memahami masalah

matermatika sering kali tidak mudah bagi siswa, karena itu guru dapat

menganjurkan kepada siswa untuk membacanya berulang-ulang sehingga

dapat menangkap semua informasi yang terkandung dalam masalah tersebut.

c. Membuat iklim yang sehat untuk belajar Dalam suatu proses pemecahan

masalah tentu memerlukan motivasi dan keinginan untuk mendapatkan

penyelesaian masalah, oleh karena itu hendaknya guru selalu menjaga agar

Page 17: Problem solving dan problem posing

16

siswa bergairah dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Kegairahan

belajar dapat dibangkitkan dengan berbagai cara antara lain dengan

memberikan pujian dan menunjukkan pentingnya belajar memecahkan

masalah matematika dengan memberikan contoh penggunaan matematika

dalam kehidupan sehari-hari.

d. Mengajak siswa untuk menemukan penyelesaian masalah Bila siswa

mengalami kesulitan atau kemacetan di dalam menentukan penyelesaian

suatu masalah, maka guru dapat memberikan petunjuk sekedar untuk

membuka jalan atau memancing agar siswa dapat mulai menyelesaikan

masalah tersebut.

e. Memberikan latihan yang cukup untuk memecahkan masalah yang bervariasi

Ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah tergantung pada beberapa

faktor, diantaranya faktor tugas yang diberikan pada siswa. Karena itu untuk

meningkatkan ketrampilan dalam memecahkan masalah, perlu diberikan

masalah-masalah yang bervariasi kepada siswa.

4. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Solving

Pendekatan problem solving mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Kelebihan

1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.

2) Berpikir dan bertindak kreatif.

3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis.

Page 18: Problem solving dan problem posing

17

4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

5) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

6) Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan

masalah yang dihadapi dengan tepat.

7) Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,

khususnya dunia kerja.

b. Kelemahan

1) Keberhasilan metode pembelajaran Problem Solving membutuhkan cukup

waktu untuk persiapan.

2) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan

bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan

merasa enggan untuk mencoba.

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah

yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang akan

mereka pelajari.

Page 19: Problem solving dan problem posing

18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat dismpulkan bahwa pendekatan problem

possing dan pendekatan problem solving merupakan pembelajaran matematika

sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan masalah sebagai inti dari

pembelajaran. Selanjutnya siswa diberi kesempatan mengpalikasikan konsep–

konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau dalam bidang

yang lainnya.

B. Kritik dan Saran

Bagi para pembaca terutama kepada calon guru untuk menerapkan

pendekatan problem possing dan pendekatan problem solving dibutuhkan segenap

tenaga dan persiapan yang matang untuk mengerjakannya karena apabila tidak,

maka pendekatan tersebut tidak akan berjalan dan akan membuat siswa semakin

kebingungan.

Page 20: Problem solving dan problem posing

19

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Elwan, Reda. The development of mathematical problem posing skills for

porspective middle school teachers. Mathematics Education, Sultan Qaboos University. ( http://www.math.unipa.it/~grim /EAbu-elwan8.PDF)

Brown, S.I and Walter, M.I. 1990. The Art of Problem Posing. Second Edition. New Jersy: Lawrence Erlbaum Associates

English, L.D. 1997. Promoting a Problem Posing Classroom. Teaching Children Mathematics, November 1997.

Lusita, A. 2011. Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif Inspiratif Dan Inovatif.

Yogyakarta: Araska.

Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:Tarsito.

Sanjaya W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Perdana Media Group.

Silver, E.A dan Cai, J. 1996 An Analysis of Aritmatic Problem Posing by Middle SchoolStudents. Journal for Researdh in Mathematics Education.

V.27, N.5. November 1996.

Silver, E.A. 1994. On Mathematical Problem Posing. For the Learning of

Mathematics Journal for Research in Mathematics Education.

Suharta. 2002. Pengembangan Strategi Problem Posing Dalam Pembelajaran Kalkulus Untuk Memperbaiki Kesalahan Konsepsi. Jakarta.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Universitas Negeri Semarang

Trianto 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif–Progresif. Jakarta:

Kencana.

Page 21: Problem solving dan problem posing

20