Presus Cephalgia

63
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. P Umur : 14 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar kelas 6 SD Alamat : Magelang Tanggal Masuk IGD : 19 April 2015 Tanggal Masuk Ruangan : 19 April 2015 Tanggal Keluar : 21 April 2015 1.2 ANAMNESA Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien dan alloanamnesis terhadap keluarga pasien pada tanggal 19 April 2015, pukul 23.00 WIB di IGD (Instalasi Gawat Darurat) RS Tk. II Dr. Soedjono. Dengan keluhan Utama pusing cekot-cekot. 1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RS DR. Soedjono Magelang pada pukul 23.00 WIB dengan diantar oleh keluarga, psien datang dengan kesadarn penuh (compos mentis). Ketika 1

description

CEPHALGIA

Transcript of Presus Cephalgia

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. P

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar kelas 6 SD

Alamat : Magelang

Tanggal Masuk IGD : 19 April 2015

Tanggal Masuk Ruangan : 19 April 2015

Tanggal Keluar : 21 April 2015

1.2 ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien dan

alloanamnesis terhadap keluarga pasien pada tanggal 19 April 2015, pukul 23.00

WIB di IGD (Instalasi Gawat Darurat) RS Tk. II Dr. Soedjono. Dengan keluhan

Utama pusing cekot-cekot.

1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RS DR. Soedjono Magelang pada pukul 23.00 WIB

dengan diantar oleh keluarga, psien datang dengan kesadarn penuh (compos

mentis). Ketika pasien datang ke IGD RS DR. Soedjono Magelang, pasien

mengeluhkan sakit kepala terasa cekot-cekot

Sakit kepala cekot-cekot yang dirasakan pasien dalam beberapa jam

terakhir terjadi secara terus menerus sejak 2 jam SMRS. Sakit kepala cekot-cekot

sudah dirasakan sejak 1 hari SMRS. Awal muncul sakit kepala cekot-cekot hilang

timbul, hilang bila tiduran, tidak hilang dengan diberi makan dan the manis hangat

serta sakit kepala cekot-cekot bisa muncul beberapa kali dalam sehari. Nafsu

makan juga menurun.

1

2 hari SMRS, terdapat demam muncul siang hari, tidak ada menggigil

ataupun penurunan kesadaran. Sakit kepala cekot-cekot dirasakan seperti rasa

ingin jatuh bila melihat ke bawah, pusing, mual, tangan kaku. Sakit kepala muncul

awal di bagian dahi kemudian berpindah ke bagian pelipis kemudian ke bagian

ubun-ubun kepala.

Sakit kepala tidak disertai dengan muntah, batuk, pilek, perdarahan

spontan seperti mimisan ataupun gusi berdarah. BAB BAK dbn.

1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mengatakan baru pertama kali dirawat. Riwayat trauma disangkal.

Riwayat telat makan (+)

1.5 RIWAYAT SOSIAL

Pasien saat ini duduk di kelas 6 SD , baru menyelesaikan ujian praktik di

sekolahnya. Pasien mengatakan bulan depan akan mengikuti ujian nasional.

Belum menstruasi. Pasien saat ini tinggal bersama kakaknya di rumah. Orangtua

psien bekerja di sebuah tempat makan di Jogjakarta, pulang bila hanya ada

keperluan ke rumah

1.6 RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT

Paramex, promag, dan antalgin 4 sachet

1.7 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

TD: 120/80 mmHg RR: 24 x/menit

N: 84 x/menit S: 37,5 ºC

2

 

GCS (Glaw Coma Scale)

Eyes : 4

Motorik : 6

Verbal : 5

GCS : 15

BMI (Body Mass Index)

Berat Badan : 64 Kg

Status Gizi : gizi berlebih

Kepala

Bentuk : Normocephal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

Palpebra : Edema –/–

Konjungtiva : Anemis –/–

Sklera : Ikterik –/–

Arcus Senilis : –/–

Pupil : Bulat, isokor

Refleks Cahaya : +/+

Katarak : –/–

Telinga

Bentuk : Normal/Normal

Liang : Lapang

Mukosa : Tidak hiperemis

Serumen : –/–

Membran Timpani : Intak/Intak

 

3

Hidung

Bentuk : Normal

Deviasi Septum : –

Sekret : –/–

Concha : Hipertrofi –/–, hperemis –/–, oedem –/–

 

Mulut

Bibir : Lembab

Lidah : Coated tongue

Tonsil : T1–T1 tenang

Mukosa Faring: Hiperemis (–)

Leher

KGB : Tidak terdapat pembesaran

Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran

 

Thoraks

Paru

Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki –/–, wheezing –/–

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Jantung dalam batas normal

Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

4

 Abdomen

Inspeksi : Datar, simetris

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium

Perkusi : Timpani

Ekstremitas

Atas

Akral : Hangat

Sianosis : (–)

Perfusi : Baik

Edema : (–)

Bawah

Akral : Hangat

Sianosis : (-)

Perfusi : Baik

Edema : (-)

1.8 DIAGNOSIS KERJA

obs. Febris dengan cephalgia

1.9 PLAN

Therapy:

D5 ½ NS 1700ml/24 jam

Inj Norages 3x500mg

Inj Kalfoxim 3x500mg

5

1.10 FOLLOW UP

Hari/Tanggal/

Jam

Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter

Jumat

19 April 2015

23.00

S : pusing berkurang, tangan sedikit kaku,

mual (+),

2 jam SMRS, ssakit kepala cekot-cekot

dirasakan terus menerus dan dirasa

sangat nyeri. Sebelumnya, 1 hari SMRS

sakit kepala cekot-cekot hilang timbul,

hilang bila tiduran, tidak hilang dengan

pemberian makan ataupun teh manis

hangat. Sakit kepala cekot-cekot bisa

muncul beberapa kali sehari, lokasi

berpindah-pindah, awal di dahi, pelipis,

kemudian ubun-ubun. Pusing disertai

mual dan tangan kaku, dan demam.

O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM

VS : TD : 120/80 mmHg

N : 84 x/menit

R : 24 x/menit

S : 37,5o C

Kepala : normochepal

Mata : CA –/–, SI –/–

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan

Therapy:

D5 ½ NS 1700 ml/24 jam

Norages 3x500mg

Kalfoxim 3x500mg

Dx:

Cek DL

Bila masih nyeri sekali,

pertimbangkan CT Scan

6

epigastrium

Ekstremitas : akral

hangat

edem

A : obs febris dengan

cephalgia

Sabtu

10 April 2015

07.00

S : pusing berkurang, tangan sudah tidak

kaku, demam turun, nyeri perut di ulu

hati, tidak nafsu makan

Nyeri badan (-) muntah 2x. BAB lancar,

warna kuning, kemarin agak susah

dikeluarkan, sekarang tidak.

O: KU/KS : tampak sakit sedang / CM

VS : TD : 110/70 mmHg

N : 84 x/menit

R : 24 x/menit

S : 36o C

Kepala : normochepal

Mata : CA –/–, SI –/–

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan

epigastrium

Ekstremitas : akral

hangat

Therapy:

D5 ½ NS 1700 ml/24 jam

Norages 3x500mg

Kalfoxim 3x500mg

7

+ +

+ +

– –

– –

+ +

+ +

edem

A : obs febris dengan

cephalgia

Sabtu

10 April 2015

12.30

Lapor kepada dr. Roedi, Sp.A:

S: sakit kepala kambuh, rasa seperti cekot-

cekot, di bagian dahi sampai setengah

belakang lingkar kepala. Mata sebelah

kiri terasa pegal. Mual (+) muntah (-)

tangan kaku (+) mata kabur (-) demam

(-)

O: KU/ Kes: TSS/CM. meringis

TD: 90/60mmHg

N: 112x/menit

RR: 24 x/menit

T: 36.5oC

Therapy :

Inj Norages 500mg

Minggu

11 April 2015

05.00

S : sejak siang kemarin, sakit kepala sudah

tidak kambuh lagi. Merasa lebih baik

dan tidak ada keluhan

Demam (-) mual (-) muntah (-) BAB

BAK dbn mata pegal (-) tangan kaku (-)

Pasien pulang Atas Permintaan Sendiri

O: KU/KS : baik / CM

VS : TD : 100/70 mmHg

N : 96 x/menit

R : 22 x/menit

S : 36,1o C

Kepala : normochepal

Mata : CA –/–, SI –/–

Leher : KGB (–) membesar

Thorax : Simetris, statis & dinamis,

Therapy:

D5 ½ NS 1700 ml/24 jam

Norages 3x500mg

Kalfoxim 3x500mg

Dx:

Aff infus

8

– –

– –

retraksi (-)

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+,

Rh -/- , Wh -/-

Cor : BJ I–II regular, murmur (–),

gallop (–)

Abdomen: BU (+) normal, nyeri tekan

epigastrium (-)

Ekstremitas : akral

hangat

edem

obs A: febris dengan cephalgia

9

+ +

+ +

– –

– –

BAB II

PEMBAHASAN

Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan yang umum dan dapat

terjadi akibat banyak sebab yang membuat pemeriksaan harus dilakukan dengan

lengkap. Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau

depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala, dan

spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi temporomandibular,

hipertensi, sinusitis, dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya.

Sakit kepala biasa disebabkan gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,

umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta

orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan

wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache.

Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman

yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan

belakang kepala. dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri

pada wajah termasuk juga dalam sakit kepala. Kini penanganan akan sakit kepala

sudah memiliki standarisasi dari IHS untuk membedakan akan cluster headache,

migrain, tension headache dan dengan nyeri kepala lainnya.

2.1 Definisi Cephalgia

Cephalgia merupakan nyeri dikepala. Cepha berarti kepala dan

ischialgia artinya nyeri. Cephalgia atau nyeri kepala termasuk keluhan

yang umum dan dapat terjadi akibat banyak sebab. Sakit kepala adalah

rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari

struktur sensitif terhadap rasa sakit.

10

2.2 Etiologi

Cephalgia atau nyeri kepala suatu gejala yang menjadi awal dari

berbagai macam penyakit. Cephalgia dapat disebabkan adanya kelainan

organ-organ dikepala, jaringan sistem persarafan dan pembuluh darah.

Sakit kepala kronik biasanya disebabkan oleh migraine, ketegangan, atau

depresi, namun dapat juga terkait dengan lesi intracranial, cedera kepala,

dan spondilosis servikal, penyakit gigi atau mata, disfungsi sendi

temporomandibular, hipertensi, sinusitis, trauma, perubahan lokasi (cuaca,

tekanan) dan berbagai macam gangguan medis umum lainnya. 7

2.3 Epidemiologi

Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi

penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin

sublingual dan faktor genetik. Prevalensi sakit kepala di USA

menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit

kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 %

dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada

menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut

IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada

wanita, migren sering terjadi pada usia lebih besar dari 12 tahun. IHS juga

mengemukakan cluster headache 80 ± 90 % terjadi pada pria dan

prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

2.4 Anatomi Otak

Bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam

berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan

perkembangan evolusi. Otak terdiri dari batang otak terdiri atas otak

tengah, pons, dan medulla, serebelum, otak depan (forebrain) yang terdiri

atas diensefalon dan serebrum.

11

Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri

dari nukleus basal dan korteks serebrum. Masing-masing bagian otak

memiliki fungsi tersendiri. Batang otak berfungsi sebagai berikut: asal dari

sebagian besar saraf kranialis perifer pusat pengaturan kardiovaskuler,

respirasi dan pencernaan, pengaturan refleks otot yang terlibat dalam

keseimbangan dan postur, penerimaaan dan integrasi semua masukan

sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks

serebrum, pusat tidur.

Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan,

peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter

yang terlatih. Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: mengatur banyak

fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin,

dan asupan makanan, penghubung penting antara sistem saraf dan

endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.

Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan

sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran,

berperan dalam kontrol motorik. Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi

tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola

± pola gerakan yang tidak berguna.

Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol

gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya

berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.

Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus

parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing-masing lobus ini

memiliki fungsi yang berbeda-beda. Nyeri kepala dipengaruhi oleh

nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting

untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas.

Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial,

glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey matter

area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars

oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari

12

regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi

sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang

berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini

seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1

dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal

inilah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher

bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto

orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh

nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf

tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal.

Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf

ini meluas ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2 dan

V3. V1, oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis,

duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang

berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi

daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian

fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater

bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi

temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang

innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial

IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X

innervasi faring dan laring.Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala

adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot

suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus

capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki

cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, Longissimus

capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi

greater occipital nerve.

13

Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus

inferior ,dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui

semispinalis capitis yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit

kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan

the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung

dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus

servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari

sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke

longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial.

Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang

mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena

korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah

serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit

kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan

paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang

tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima,

dan pleksus koroideus.

2.5 Fisiologi Cephalgia

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi

setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan

melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi

stimulus nyeri tersebut.

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor

nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik,

termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang

umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan

14

(iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga

perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak

berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan

berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga

berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi,

iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450C, jaringan–jaringan

dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar

populasi.

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri

seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan

enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin

dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free

nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang

nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah

dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat

dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan

enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri

yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran

plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk

stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam

laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve

endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan

juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri,

permukaan sendi, falks, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal

lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan

sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan

perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-chronic-

aching type pain.

15

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri

kronik (slow pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam

waktu 0,1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh

adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari

saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan kecepatan

mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah

glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak

digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja

selama beberapa milidetik.

Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih

dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh

adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling

sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf

perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai

0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi

P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur

yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain

pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis

melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron

pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang

selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus

untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat

Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal

akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan

mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron

ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui

kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada,

area retikular dari batang otak (sebagian kecil), nukleus talamus bagian

posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus

16

lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga

berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang

diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana

rangsangan tersebut diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain

mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan

sedikit sinyal dari serat Aδ. traktus ini , saraf perifer akan hampir

seluruhnya berakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya

digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan

sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang

menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan

serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain

pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan

sinyal ini ke otak pada jaras antero lateral. Ujung dari traktus

paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya

sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke

talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu

nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, area tektum dari

mesensefalon, regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi

aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari

tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan

meneruskan sinyal kearah atas melalui intralaminar dan nukleus

ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian

basal otak.

17

2.6 Klasifikasi Cephalgia

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer,

sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala

lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type

headache, cluster head ache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan

sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi

sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher,

sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala

yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat

adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat

gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan

kranium, leher, telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di

kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.

2.7 Patofisiologi Cephalgia

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab

memicu nyeri kepala yaitu (Lance, 2000) peregangan atau pergeseran

pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah,

kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan

periosteum(nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi

pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis),

defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

18

2.1.1 Cephalgia Primer

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan

penyakit utama atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-

organik. Menurut ICHD-2 nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar

yaitu :

1) Migraine

2) Tension Type Headache

3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania

4) Other primary headaches

2.1.1.1 Migren

Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri

kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 ± 72 jam. Nyeri biasanya

unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan

diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan

fonofobia.

2.1.1.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko Migren

Etiologi migren yaitu perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi

esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi, makanan (26,9%),

vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor

(tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG),

stress (79,7%), rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan

(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak

menyenangkan, faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas

seksual) dan perubahan pola tidur, perubahan lingkungan (53,2%), alcohol

(37,8%), merokok (35,7%).Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren

dalam keluarga, wanita, dan usia muda.

19

2.1.1.1.3 Epidemiologi Migren

Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75%

diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya

muncul pada usia 10 ± 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50

tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura

dengan persentasi 9 : 1.

2.1.1.1.4 Klasifikasi Migren

Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,

dan migren kronik (transformed ). Migren dengan aura adalah migren dengan satu

atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan

atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk

berangsur ± angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan

sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.

Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan

terkena pada periorbital. Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan

klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang

menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

2.1.1.1.5 Patofisiologi Migren

Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori

vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak

berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual

dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri

kepala dimulai.

Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang

saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting

wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan

kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang

20

memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan

aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri. Teori Neovaskular

(trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan produksi NO

akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga

melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada

reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator

inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri

serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain

itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang

bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.

Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus

sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga

mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.

Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari

pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran

darah diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah

berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin

maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial

yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migrain.

2.1.1.1.6 Diagnosa Migren

Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda-tanda

khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan

bahwa harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut, yaitu

migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi

serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura

yang terbentuk berangsur-angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari

60 menit, sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai

60 menit.

21

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa

harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang

memenuhi kriteria berikut :

a. Berlangsung 4 ± 72 jam

b. Paling sedikit memenuhi dua dari:

1. unilateral

2. Sensasi berdenyut

3. Intensitas sedang berat

4. Diperburuk oleh aktifitas

5. Bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

Sedangkan menurut Konsensus nasional IV, Kelompok studi Nyeri Kepala

, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tahun 2013, ktriteria

diagnostic migrain tanpa aura :

A. Sekurang-kurangnya nyeri kepal berlangsung 4- 72 jam (belum

diobati atau tidak berhasil diobati)

B. Nyeri kepla memiliki sedikitnya dua diantar karakteristik

berikut :

1. Lokasi Unilateral

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan diperberat oleh aktifitas fisik atau diluar

kebiasaan aktivitas rutin (seperti berjalan atau

naik tangga)

C. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini :

1. Nausea atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

D. Tidak berkaitan dengan penyakit lain

22

2.1.1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Migren

Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (jika ada indikasi)

adalah pencitraan (CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

2.1.1.1.8 Diferensial diagnosa Migren

Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus,

aneurismaserebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom

lupuseritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

2.1.1.1.9 Terapi Migren

Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan

fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media

humoral (misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri

intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak. Terapi tahap akut adalah

ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25-0,5 mg. Dosis

tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secaraoral atau sublingual dapat diberikan 2

mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis

untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak boleh

melewati 2 mg (4 semprotan).

Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis,

wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil,

haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada

penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg

sehari. Selain ergotamin juga bisa obat ± obat lain (lihat tabel 6). Terapi

profilaksis menggunakan metilgliserid malead, siproheptidin hidroklorida,

pizotifen, dan propanolol (lihat tabel 7) Selain menggunakan obat ± obatan,

migren dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen

lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.

23

2.1.1.1.10 Komplikasi Migren

Komplikasi Migren adalah rebound headache,nyeri kepala yang

disebabkan oleh penggunaan obat ± obatan analgesia seperti aspirin,

asetaminofen, dll yang berlebihan.

2.1.1.1.11 Pencegahan Migren

Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,

mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya

matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur,

dan menghindari stress.

24

2.1.1.2 Tension Type Headche (TTH)

Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat

kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis,

M.temporalis, M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis

posterior, dan M. levator scapula)

2.1.1.2.1 Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)

Tension Type Headache(TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi

yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,

berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti

dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

2.1.1.2.2 Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)

TTH terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type Headache

episodik terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%.Tension Type

Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%

sedangkan pada pria sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20 ± 40 tahun.

2.1.1.2.3 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)

Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan Tension

Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi

serangan tidak mencapai 15 hari setiap bulan.Tension Type Headache episodik

(ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit ± 7 hari. Tension Type Headache

kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan

berlangsung lebih dari 6 bulan.

2.1.1.2.4 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur

dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan

terjadinya TTH sebagai berikut, yaitu:

1. disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan dari pada sistem saraf

perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH

25

sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH

2. disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan

permanen tanpa disertai iskemia otot, transmisi nyeri TTH melalui nukleus

trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order

neuron

3. Pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO)

sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan

miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan

meningkatkan aktivitas otot perikranial.

4. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan

miofasial, hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus

trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas

supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri

(tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik.

5. Terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity,

kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan

kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri, terdapat

hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan

hipotalamus dengan terjadinya TTH.

6. Defisiens ikadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal

serotonin platelet. penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan

eksteroseptif pada otot temporal danmaseter, faktor psikogenik ( stres

mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga

melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi

struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral.

7. Depresi dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan

mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri aktifasi NOS

( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa

teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu

26

1. adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan

hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan

mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan

mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan

kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala

2. stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh

darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi

aferen gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida

(substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang ganglion trigeminus

(pons). stress dapat dibagi menjadi 3tahap yaitu alarm reaction,stage

of resistance, dan stage of exhausted.

3. Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang

akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah

metabolisme anaerob. Metabolis meanaerob akan mengakibatkan

penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin

dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.

Stage of resistance, dimana sumber energi yang digunakan berasal

dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana

aldosteron akan menjaga simpanan ion kalium.

Stage of exhausted, dimana sumber energi yang digunakan berasal

dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+.

Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

2.1.1.2.5 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

27

Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya

dua dari berikut ini :

1. adanya sensasi tertekan/terjepit

2. intensitas ringan-sedang

3. lokasi bilateral

4. tidak diperburuk aktivitas.

5. tidak dijumpai mual muntah,

6. tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

7. Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang-berat, tumpul

seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri

lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang

leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia,

kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang

vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta

temporomandibular.

2.1.1.2.6 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan

pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak

memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

2.1.1.2.7 Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis

deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,

migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis

temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit

kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

2.1.1.2.8 Terapi Tension Type Headache (TTH)

28

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing

untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest , massage,

dan atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia

dan atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang

efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen,

aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam

bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Menurut consensus IX PERDOSSI , terapi farmakologis pada TTH

I.1 Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 minggu

1. Analgetik: Aspirin 1000 mg/hari, Acetaminofen 1000

mg/hari, NSAID ( Naproxen 660-750 mg/hari,

Ketoprofen 25-50 mg/hari, Tolfenamic 200-400

mg/hari, Asam mefenamat, Fenoprofen, Ibuprofen 800

mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari) Pemberian

analgetik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi

Gastrointestinal, Penyakit ginjal dan hati, serta

gangguan fungsi platelet.

2. Kafein (Analgetik Adjuvant) 65 mg

3. Kombinasi 325 aspirin , acetaminophen + 40 mg

kafein.

I.2 Pada type kronis

1. Antidepresan

Jenis trisiklik : amitryptilin , sebagai obat teurapetik

maupun penceggahan TTH.

2. Anti anxietas

Baik pada pengobatan kronis dan preventif terutama

pada penderita dengan komorbid anxietas. Golongan

29

yang sering dipakai benzodiazepine dan butalbutal ,

namun obat ini bersifat adikktif.

2.1.1.2.9 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)

TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi

tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan

menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH

berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa

analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan

dengan penatalaksanaan yang baik maka >90% pasien dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan

oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dan lain-lain

yang berlebihan.

2.1.1.2.10 Pencegahan Tension Type Headache (TTH)

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan

olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),

meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka

dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan

mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang

sehat.

30

2.1.1.3 Cluster Headache

Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala

vaskular yang juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia,

nyeri kepala histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau

migren merah (red migraine) karena pada waktu seranganakan tampak merah

pada sisi wajah yang mengalami nyeri.

2.1.1.3.1 Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan

migren, cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis

prevalensinya tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000

penduduk, berdasarkan penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan

pertama muncul antara usia 10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien.

Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering

didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-

laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini

hari menjelang pagi yang akan membangunkan penderita dari tidurnya.

2.1.1.3.2 Etiologi cluster headache

1. Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi

pembuluh darah sekitar

2. Pembengkakan dinding arteri carotis interna

3. Pelepasan histamin

4. Letupan paroxysmal parasimpatis.

5. Abnormalitas hipotalamus.

6. Penurunan kadar oksigen.

Positron emision tomografi (PET) scanning dan Magnetic resonance

imaging (MRI) membantu untuk memperjelas penyebab cluster headache yang

masih kurang dipahami. Patofisiologi dasar dalam hipotalamus gray matter. Pada

31

beberapa keluarga, suatu gen autosom dominan mungkin terlibat, tipe alel-alel

sensitif aktivitas kalsium channel atau nitrit oksida masih belum teridentifikasi.

Vasodilatasi arteri karotis dan arteri oftalmika dan peningkatan sensitivitas

terhadap rangsangan vasodilator dapat dipicu oleh refleks parasimpatetik

trigeminus. Variasi abnormal denyut jantung dan peningkatan lipolisis nokturnal

selama serangan dan selama remisi memperkuat teori abnormalitas fungsi otonom

dengan peningkatan fungsi parasimpatis dan penurunan fungsi simpatis. Serangan

sering dimulai saat tidur, yang melibatkan gangguan irama sirkadian. Peningkatan

insidensi sleep apneu pada pasien- pasien dengan cluster headache menunjukan

periode oksigenasi pada jaringan vital berkurang yang dapat memicu suatu

serangan.

2.1.1.3.3 Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan

tetapi teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster

headache, timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna

yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster

headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur yang

berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi hipotalamus yang

menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom. Hal ini menimbulkan

defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan respon kemoreseptor pada

korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada kondisi ini, serangan

dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak yang terlibat

adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan X.

Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida

(substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus(teoriLee Kudrow)

32

2.1.1.3.4 Diagnosis

Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International

Headache Society (IHS) adalah sebagai berikut:

1. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

2. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri

temporal selama 15-180 menit bila tidak di tatalaksana.

3. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :

a. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi

b. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea

c. Edema kelopak mata ipsilateral

d. Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral

e. Miosis dan atau ptosis ipsilateral

f. Kesadaran gelisah atau agitasi

g. Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari

h. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.

Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru

untuk mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut,

pasien setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri

kepala yang terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukandisebabkan oleh

gangguan lainnya.

Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parahatau sangat parah pada orbita

unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150

menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini:

injeksi konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore

ipsilateral, edema kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral,

ptosis atau miosis ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.

Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat

dua periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan

periode remisi bebas nyeri selama satu bulan atau lebih.Sedangkan cluster

headache kronis adalah serangan yang kambuh lebih dari satu tahun periode

remisi atau dengan periode remisi yang berlangsung kurang dari satu bulan.

33

2.1.1.3.5 Penatalaksanaan Cluster headache

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit

sering memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang

cepat. Berikan oksigen inhalasi dengan kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit.

Triptan: Sumatriptan 20 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster

headache. Dihidroergotamin 1 mg intarmuskular efektif pada pengobatan akut

cluster headache. Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk

mengobati serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala

dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes

nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 mllidokain 4% yang dapat diulang setekah

15 menit.

2.1.1.3.6. Pencegahan Cluster headache

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh

lamanya serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap

jangka pendek, atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan

berapa lama dapat digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan

verapamil sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa

pasien dengan serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oralatau injeksi

nervus oksipital mungkin lebih tepat.

Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik

dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis

verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache.

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat hari

yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan

pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode

cluster, dan digunakan tidak lebih dari sekali setahun.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis

biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti

penggunaannya pada migraine.

34

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah

satu penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis

biasa yang digunakan adalah 9 mg perhari.Obat-obat pencegahan lainnya

termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari)

2.1.2 Nyeri Kepala Primer Lainnya

2.1.2.1 Primary Stabbing Headache

Merupakan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk timbul spontan,

sepintas, terlokalisasi, tanpa didasari penyakit organic atau gangguan saraf

otak. Terapi pencegahan menggunakan indometasin 25-150 mg secara

teratur, dan bila intoleran terhadap indometasin dapat diberikan COX-2

inhibitor, melatonin, gabapentin.

2.1.2.2. Primary Cough Headache

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh batuk atau mengejan,

tanpa dijumpai gangguan intracranial. Terapi pencegahan menggunakan

indometasin 25-150 mg/hari, naproxen, propanolol.

2.1.2.3 Primary Exertional Headache

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas fisik. Terapi

abortif menggunakan indometasin atau aspirin, pencegahan ergotamine

tartat, metisergin atau propanolol yng dapat diminum sebelum aktifitas.

Pemanasan sebelum olahraga atau latihan bertahap dan progresif.

2.1.2.4 Nyeri kepala primer yang berhubungan dengan aktifitas sexual

Merupakan nyeri kepala yang dicetuskan oleh aktifitas sexual yang

diawali dengan nyeri tumpu bilateral saat terjadi peningkatan kenikmatan

sexual dan mendadak intensitas nyeri meningkat saat orgasme tanpa

dijumpai gangguan intracranial, dapat dibagi menjadi dua yaitu : Nyeri

kepala non orgasmic dan Nyeri kepala orgasmic.

35

Terapi dapat diberikan analgesic spesifik (ergotamine, triptan), NSAID

diminum sebelum melakukan aktifitas sexual, propanolol dan diltiazem

juga sangat baik diberikan karena dapat menurunkan hipertensi yang

sering menjadi komorbiditas. Atau nyeri kepala dapat diredakan dengan

menghentikan aktifitas sexual sebelum orgasme tercapai atau lebih pasif

saat berhubungan sexual.

2.1.2.5. Hypnic Headache

Merupakan nyeri kepala yang bersifat tumpul dan selalu menyebabkan

pasien terbangun dari tidurnya.Terapi dapat diberikan kafein 50-60 mg sebelum

tidur, litium karbonat 300-600 mg, alternative lain dapat diberikan indometasin,

flunarizin, atenolol, verapamil, prednisone, gabapentin.

2.1.2.6 Primary thunderclap headache

Merupakan nyeri kepala yang memiliki internsitas nyeri yang sangat

hebat, timbul mendadak dan menyerupai rupture aneurisma serebral. Terapi yang

dapat diberikan kortikosteroid , hindari vasokonstriktor seperti triptan , ergot, dan

kokain. Untuk preventif dapat nimodipin selama 2-3 bulan.

2.1.2.7 Hemikrania kontinua

Merupakan nyeri kepala unilateral yang selalu persisten dn responsive

terhadap indometasin.Nyeri kepala akan hilang jika diberikan indometasin 50-100

mg IM , reda dalam 2 jam. Dosis efektif 25-300 mg.

2.1.2.8 New daily persistent headache

Merupakan nyeri kepala yang dirasakan sepanjang hari tanpa mereda

sejak awal serangan (pada umumnya dalam 3 hari) . Nyerinya khas bersifat

bilateral, seperti ditekan atau ketat dengan intensitas nyeri derajat ringan sampai

sedang. Dapat dijumpai fotofobia, fonofobia, atau nausea ringan.Terapi dapat

diberikan analgetika minimal, dapat pula diberi pencegahan migren kronis , dan

blok saraf N.Oksipitalis magnus.

36

Gambar. Gambaran Karakteristik Cephalgia

37

Tabel Karakteristik Cephalgia

Cephalgia Sifat Lokasi Lama

nyeri

Frekuensi Gejala ikutan

Migren

tanpa aura

Berdenyu

t

Unilateral/bilateral 4-72

jam

Sporadik, <

5 serangan

nyeri

Mual muntah ,

fotofobia,fonofobia

Migren

dengan

aura

Berdenyu

t

Unilateral < 60

menit

Sporadik, 2

serangan

didahului

gejala

neurologi

fokal 5-20

menit

Gangguan visual,

gangguan sensorik,

gangguan bicara

Tension

Tipe

Headache

Tumpul,

tekan

diikat

Bilateral 30’ -7

hari

Terus

menerus

Depresi ansietas

stress

Cluster

Headache

Tajam,

menusuk

Unilateral orbita,

supraorbital

15-180

menit

Periodik 1 x

tiap 2 hari –

8x perhari

Lakrimasi

ipsilateral.,

rhinorrhoea

ipsilatral,

miosis/ptosis

ipsilatral, dahi &

wajah berkeringat

Neuralgia

trigeminus

Ditusuk-

tusuk

Dermatom saraf V 15-60

detik

Beberapa

kali sehari

Zona pemicu nyeri

38

Tabel Red Flag Cephalgia

39

40

Red Flag Consider

Possible

Investigation

Sudden Onset Headache SAH, Bleed into a mass Neuroimaging

AV Malformaion, Mass

lesion Lumbal Pucture

(especially posterior fossa)

Worsening Pattern Headache Mass Lesion, SDH Neuroimaging

Medical Overuse

Headache with systemic illness Meningitis, Encephalitis Neuroimaging

Lyme Disease,Collagen Lumbal Pucture

Vascular disease, systemic Blood Test

Infection

Focal Neurological signs other

Mass Lesion, AV

Malformation Neuroimaging

than typical visual or sensorial Collagen Vascular Disease Collagen Vascular

Aura Evaluation

Papiloedema Mass Lesion, Pseudotumor Neuroimaging

Encephalitis, Meningitis Lumbal Pucture

DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, M dan M. Frostcher. Diagnosis Topik Neurologi Duus : Anatomi,

Fisiologi, Tanda, Gejala. EGC : Jakarta, 2010.

41

2. Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and

fascial pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.

3. Cephalalgia an international journal of headache, the international

classification of headache disorder 2nd edition. International Headache

Society 2004, vol 24, sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.

4. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup.

Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.

5. Ginsberg, Lionel. Lectures notes Neurologi. Ed. Ke -8. Erlangga : Jakarta,

2008. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head

Ache.London : Oxford University Press.2001

6. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Ed. Ke-2. FKUGM : Yogyakarta,

2009.

7. ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache

Disorders). Diunduh dari

http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

8. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery

Illustrated. London: Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification

ICHD II ( International Classification of Headache Disorders) available

at : http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

9. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of

Neuroanatomy. United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan

Lorraine M

42