Refrerat Cephalgia

58
BAB I PENDAHULUAN Cephalgia atau nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang kepala dan daerah wajah. 1 Chepalgia adalah salah satu keluhan fisik paling utama yang paling sering disajikan pasien kepada dokter. 2 Pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut. 3 Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala, 180 di antaranya didiagnosis sebagai migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 273 (17,4%) pasien baru dengan nyeri kepala diantara 1298 pasien yang berobat. (jomi) Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 4 Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157) Page 1

description

cephalgia

Transcript of Refrerat Cephalgia

BAB I

PENDAHULUAN

Cephalgia atau nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak

nyaman yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan

belakang kepala dan daerah wajah.1 Chepalgia adalah salah satu keluhan fisik paling utama yang

paling sering disajikan pasien kepada dokter.2 Pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit

dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon stress,

vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau kombinasi respon

tersebut.3

Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun

istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena

keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya.

Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan

berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan

informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana

pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.

Penelitian yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru,

1227 (18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala, 180 di antaranya didiagnosis sebagai

migren. Sedangkan di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta didapatkan 273 (17,4%) pasien baru

dengan nyeri kepala diantara 1298 pasien yang berobat. (jomi) Prevalensi sakit kepala di USA

menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20

juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita.4

Sering kali pasien datang ke dokter mengeluh kepalanya pusing, tetapi yang

dimaksudkannya adalah nyeri kepala. Sehingga perlu sekali kita mengerti maksud keluhan

pasien secara tepat. Dalam buku-buku teks dan jurnal banyak memakai klasifikasi 1962, dan

klasifikasi terbaru adalah Headache Classification Subcommittee of International Headache

Society 2004 (ICHD 2). Ada beberapa terminologi yang harus dibedakan seperti: pusing =

vertigo, ringan kepala = light headedness, pening = dizziness, rasa ingin pingsan = faintness,

kepala berdenyut tujuh keliling dan sebagainya.4

Secara garis besar, cephalgia dibagi menjadi dua yaitu cephalgia primer dan sekunder.

Pembagian secara mendetail dan luas akan dijelaskan lebih lanjut di bagian pembahasan.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sebelum membahas lebih lanjut, pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu

pengertian dari cephalgia. Dari katanya, cephal yang artinya kepala dan ischialgia

artinya nyeri, jadi cephalgia adalah nyeri di kepala. Nyeri itu sendiri menurut IASP

(International Assosiation for the Study of Pain) adalah pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang

digambarkan dengan kerusakan jaringan.1

Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang

menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening kearah atas dan belakang

kepala. dan daerah wajah. IHS tahun 1988 menyatakan bahwa nyeri pada wajah

termasuk juga dalam sakit kepala.

2.2 Etiologi

Penyebab dari cephalgia atau nyeri kepala ini sangat luas dan multifaktoral. Dapat

disebabkan oleh kelainan di pembuluh darah, jaringan saraf, organ-organ yang di kepala

seperti mata, hidung, sinus paranasal, gigi geligi, dan juga jaringan lunak di kepala, kulit,

jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan

diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh trauma, stress, perubahan lokasi (cuaca,

tekanan, dll.), dan juga karena telat makan.1-5

2.3 Anatomi Cephalgia

Sebelum membahas anatomi nyeri kepala maka akan dibahas anatomi otak secara garis

besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan fungsi, otak disusun menjadi

beberapa daerah yang berbeda. Bagian–bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan

ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan

perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1) batang otak terdiri atas mesensefalon, pons,

dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan

serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari

nukleus basal dan korteks serebrum. Masing–masing bagian otak memiliki fungsi

tersendiri.1,6

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 2

Harold Wolff, Broson Ray, dan Wilder Penfield mengidentifikasi kompenen

intrakranial yang sensitif terhadap nyeri termasuk selaput otak atau meningen

termasuk duramater basalis dan sinus kavernosus; saraf kranialis seperti

glosofaringeus, vagus, trigeminus sebagai saraf spinal servikalis bagian atas; struktur

pembuluh darah seperti arteri-arteri yang memperdarahi duramater, arteri karotis,

arteri vertebralis dan arteri basilaris, sirkulus Willisi, dll.1

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum,

arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.

Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita,

membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan

gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak,

ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.1,6

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan

nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen

nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1-3

beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga

bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif

dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil

diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi

nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari

C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga

akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari

pada kepala dan leher bagian atas.

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala

dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan

mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang

meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen

saraf ini meluas ke pars kaudal.1,6

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. Saraf V1 dan saraf oftalmikus,

menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan

falks serebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.

Saraf V2 (maksilaris) menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan

duramater bagian fossa kranial medial. Saraf V3 (mandibularis) menginervasi daerah

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 3

duramater bagian fossa kranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi

temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus

auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga

telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.

Tulang servikal yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus

dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle-obliquus superior, obliquus

inferiordan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki

cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan

splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf

ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas

serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan

masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan

the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf

lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit

kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3

memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius.Ramus ini membentuk 2

cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang

mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.1,6

2.4 Fisiologi Cephalgia

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada

jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang

individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.1,6

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh

stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.

Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat

mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan

metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif

mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi

dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan

kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang

bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450C,

jaringan–jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian

besar populasi.1,6

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 4

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin,

serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.Dua zat lainnya

yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan

meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak

langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan,

bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat

dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik

lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua

zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia

jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat

penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.

Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan

internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falks, dan

tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve

endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul

akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-

chronic-aching type pain.1,6

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu nyeri akut (fast pain) dan nyeri kronik (slow

pain). Nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 detik setelah

stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal.

Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ

dengan kecepatan mencapai 6-30 m/detik. Neurotransmitter yang mungkin digunakan

adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak

digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa

milidetik.

Nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih dari 1 detik

setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik,

kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri

ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan

kecepatan mencapai 0,5-2 m/detik. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah

substansi P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh

dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain

pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan

berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 5

dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah

neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untuk fastpain, pada traktus ini, serat A yangδ

mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada

lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons

dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang

menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir

pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian

posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus

lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah

ventrobasal.Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak

untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.1,6

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain

mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari

serat A . Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina IIδ

dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia

gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron

pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan

serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway.

Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada

jaras anterolateral.

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak

dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke

talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : 1

a. nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon,

b. area tektum dari mesensefalon,

c. regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii.

Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area

batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas

melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari

hipotalamus dan bagian basal otak.1

2.5 Klasifikasi Cephalgia

ICHD-2 (Headache Classification Subcommittee of the International Headache Society

2004) mengklasifikasikan cephalgia ke dalam pembagian sebagai berikut :7

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 6

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 7

2.6 Cephalgia Primer

Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala itu sendiri yang merupakan penyakit utama

atau nyeri kepala tanpa disertai adanya penyebab struktural-organik. Menurut ICHD-2

nyeri kepala primer dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu :7,8

1) Migraine

2) Tension Type Headache

3) Cluster Headache dan Chronic Paroxysmal Hemicrania

4) Other primary headaches

1) Migren

Istilah migraine berasal dari kata Yunani yang berarti nyeri kepala sebelah. Migren

dibagi menjadi 6 kelompok besar, namun ada dua yang terpenting yaitu migren

tanpa aura dan migren dengan aura.

Migren tanpa aura

Kriteria diagnostik untuk migren tanpa aura menurut ICHD-2 :7,8

Untuk menegakkan diagnosis migren berdasarkan klasifikasi ICHD-2, maka

kriteria diatas harus dipenuhi dan tidak ada kelainan organik lain. Akan banyak

ditemukan kombinasi yang bervariasi dari kriteria di atas. Dibutuhkan 2 dari 4

kriteria di atas dan juga satu dari dua kemungkinan kombinasi gejala yang

berhubungan. Misalnya pasien dengan mual muntah tapi tanpa photophobia (takut

terhadap cahaya) atau phonophobia (takut terhadap suara) memenuhi kriteria,

sama seperti pasien tanpa mual muntah tetapi dengan photophobia dan

phonophobia.

Migren dengan aura

Kriteria diagostik untuk migren dengan aura menurut ICHD-2 :

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 8

Karakteristik aura pada migren adalah sebagai fenomena neurologik fokal

yang biasanya timbul secara teratur, tetapi dapat timbul saat sakit kepala

menghilang. Kebanyakan aura timbul selama 5-20 menit, rata-rata sekitar 20 menit,

jarang lebih dari 60 menit. Terbanyak adalah aura visual. Aura sering memiliki

distribusi hemianoptic berbentuk bulan sabit yang terang, pinggirnya kasar, dan

berkilauan. Skotoma, photopsia dan lainnya dapat muncul. Aura sensorik adalah

gejala kedua terbanyak dan timbul pada 1 dari 3 pasien dengan migren dengan aura.

Biasanya terdapat gejala mati rasa (gejala negatif) dan paraesthesia (gejala positif).

DIstribusi biasanya cheiro-oral (wajah dan tangan). Kelemahan motorik pada

sebelah tubuh, disfasia, dan inkoordinasi dengan tanda lain dari disfungsi batang

otak dapat muncul.7,8

Epidemiologi

Migren dapat terjadi pada 18 % dari wanita dan 6 % dari pria sepanjang hidupnya.

Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migren timbul pada 11 %

masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang. Prevalensi migren ini

beranekaragam bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migren dapat tejadi

dari mulai kanak-kanak sampai dewasa. Migren lebih sering terjadi pada anak laki-

laki dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih

sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada kelompok

umur 25-44 tahun. Onset migren muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80%

kasus. Migren jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita hamil pun tidak luput dari

serangan migren yang biasanya menyeang pada trimester I kehamilan. Risiko

mengalami migren semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga

penderita migren.9

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 9

Etiologi

Penyebab pasti migren tidak diketahui, namun 70-80 % penderita migren memiliki

anggota keluarga dekat dengan riwayat migren juga. Risiko terkena migren

meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para penderita migren dengan aura.

Namun, dalam migren tanpa aura tidak ada keterkaitan genetik yang mendasarinya,

walaupun secara umum menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak

ibu. Migren juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan

mitokondria seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic

acidosis, and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL

(cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and

leukoencephalopathy) cenderung timbul migren dengan aura.1,9

Patofisiologi

Teori Neurovaskular dan Neurokimia

Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang dianut oleh para

neurologist di dunia. Pada saat serangan migren terjadi, nervus trigeminus

mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide) dalam jumlah besar. Hal inilah

yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan

nyeri kepala. CGRP adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin

yang terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin, CGRP ada

dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP juga terdistribusi luas

di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem kardiovaskular, sistem

gastrointestinal, dan sistem urologenital.9,10

Ketika CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan

berbagai efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika

diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi dan

takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai vasodilator poten.

Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP 1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya,

penderita migren yang sedang tidak mengalami serangan mengalami

hipereksitabilitas neuron pada korteks serebral, terutama di korteks oksipital, yang

diketahui dari studi rekaman MRI dan stimulasi magnetik transkranial.

Hipereksitabilitas ini menyebabkan penderita migren menjadi rentan mendapat

serangan, sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini

diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migren, sering terjadi alodinia

(hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi saat

episode migren. Mekanisme migren berwujud sebagai refleks trigeminal vaskular

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 10

yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur nyeri. Cacat segmental ini yang

memasukkan aferen secara berlebihan yang kemudian akan terjadi dorongan pada

kortibular yang berlebihan. Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh

darah, maka menimbulkan nyeri berdenyut.

Teori cortical spreading depression (CSD)

Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical spreading

depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron di substansia nigra

yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit. Penyebaran ini diikuti dengan

gelombang supresi neuron dengan pola yang sama sehingga membentuk irama

vasodilatasi yang diikuti dengan vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah

pelepasan Kalium atau asam amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural

sehingga terjadi depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.

CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis nukleus

kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura, kejadian kecil di

neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis kemudian menginisiasi migren.

Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan menstimulasi pembuluh kranial untuk

dilatasi. Hasilnya, senyawa-senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related

peptide (CGRP) dan substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma.

Kejadian ini akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah

inflamasi steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular.

Selain CSD, migren juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di

antaranya aktivasi batang otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan

defisiensi magnesium di otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-

hidroksitriptamin (5-HT) yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis

dopamin, misalnya Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat

menghilangkan migraine dengan efektif.9,10

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan oleh penyakit

struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki gejala hampir sama dengan

migraine. Selain itu, pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan apakah ada

penyakit komorbid yang dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit

pengobatannya.10

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 11

Pencitraan

CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti: pasien baru

pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam frekuensi serta derajat

keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit kepala hebat, sakit kepala persisten,

adanya pemeriksaan neurologis abnormal, pasien tidak merespon terhadap

pengobatan, sakit kepala unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala

neurologis kontralateral.

Pungsi Lumbal

Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, sakit

kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang hidupnya, sakit kepala

rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit disembuhkan. Sebelum dilakukan

LP seharusnya dilakukan CT scan atau MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan

adanya massa lesi yang dapat meningkatkan tekanan intracranial.

Terapi

Sasaran pengobatan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat

disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan

penyakit lain seperti epilepsy, ansietas, stroke, infark miokard.11

Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi menjadi 4 kategori :11

a. Langkah umum

Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,

stress dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca,

berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

b. Terapi abortif

Pada serangan ringan sampai sedang atau berat yang berespon baik

terhadap obat yang sama dapat dipakai : analgetik OTCs (Over The

Counters), NSAIDs (oral).

Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat spesifik seperti:

Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan, zolmitriptan),

Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (mis.nya : aspirin dengan

asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 12

Yang tidak respon terhadap obat-obat diatas dapat dipakai opiate

dan analgetik yang mengandung butalbital. Pada tabel dibawah ini

dicantumkan daftar obat non spesifik untuk serangan migren ringan

sampai sedang. Monitor agar jangan sampai “over use” yang memicu

“rebound headache”.

Tabel obat-obatan migren non spesifik dan spesifik terlampir.12

c. Langkah menghilangkan rasa nyeri

Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit, mungkin

dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA ialah

kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.

Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek

sampingnya minim, dosis 60 mg i.m. Analgesik narkotik, anti emetik, pheno-

tyhiazines, dan kompres dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik

(codein, meperidine HCL , methadone HCL ) diberikan parenteral, efektif

menghilangkan nyeri, hanya menyebabkan ketergantungan. Anti emetik

diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine dan

prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal

butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena

sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi.

d. Terapi preventif12

Prinsip umum terapi preventif :

Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan

Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan

Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas

Indikasi terapi preventif berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

Serangan berulang yang mengganggu aktifitas

Nyeri kepala yang sering

Ada kontra indikasi terhadap terapi akut

Kegagalan terapi atau “over use”

Efek samping yang berat pada terapi akut

Biaya untuk terapi akut dan preventif

Keinginan yang diharapkan penderita

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 13

Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, umpamanya

migren basiler hemiplegik, aura yang manjang

Formula prevensi migren :

Pemakaian obat

Dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan (start low go slow)

sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan

Pendidikan terhadap penderita

Teratur memakai obat, perlu diskusi rasional tentang pengobatan,

efek samping.

Evaluasi

“Headache diary” merupakan suatu “gold standart” evaluasi

serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon

obat

Kondisi penyakit lain

Pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti stroke, infark

myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek teratogenik),

hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel obat profilaksis migren terlampir kemudian.12

Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan berdasarkan ICHD-2 adalah :

o Migren kronik

Nyeri kepala migren yang timbul selama 15 hari atau lebih setiap bulan

selama lebih dari tiga bulan, dan tidak menggunakan obat.

o Status migren

Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung lebih dari 72 jam

dan tidak berkaitan dengan gangguan lain.

o Persisten aura tanpa infark migren

Migren dengan satu atau lebih gejala aura yang menetap lebih dari 1 minggu.

o Infark migren

Migren dengan aura yang menetap lebih dari 60 menit, dan pencitraan

menunjukkan adanya infark.

o Kejang dipicu oleh migren

Serangan kejang yang timbul kurang dari satu jam sejak terjadinya migren

dengan aura.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 14

Diagnosis banding11

Nyeri kepala penyakit lain : THT, gigi mulut, mata, hipertensi, infeksi, toksik,

gangguan metabolic/elektrolit, anemia, gagal ginjal, gagal hati.

SOL misalnya : subdural hematom, neoplasma

Temporal arteritis

Medication-related headache

Trigeminal neuralgia

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 15

PENGOBATAN MIGREN

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 16

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 17

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 18

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 19

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 20

PENANGANAN KOMPLIKASI MIGREN

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 21

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 22

2) Tension Type Headche (TTH)

Tension type headache adalah sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi

terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis,

M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan

M.levator skapula). 1

Kriteria TTH menurut ICHD-2 adalah :7,8

ICHD-1 membedakan TTH menjadi 2 kelompok yaitu : tipe episodik ( < 15

serangan per bulan) dan tipe kronik ( >15 serangan per bulan) – dalam Headache

Classification Committee of the International Headache Society 1988. Namun ICHD-2

dalam Headache Classification Committee of the International Headache Society 2004

membagi dalam 3 kelompok TTH yaitu :7,8

Infrequent episodic ( < 1 serangan per bulan)

Frequent episodic ( 1-14 serangan per bulan)

Chronic ( > 15 serangan per bulan)

Klasifikasi terbaru ini berhubungan dengan ada atau tidaknya hubungan

nyeri perikranial. Nyeri perikranial yang ditemukan dengan palpasi manual

merupakan penemuan abnormal pada pasien dengan TTH.

Sangat sulit membedakan antara episodik TTH dengan mirgen tanpa aura,

jika gejala yang berhubungan sulit untuk dideskripsikan dan lebih dari satu gejala

nyeri kepala muncu.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 23

Epidemiologi

TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi

63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache

episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada

pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.13

Etiologi dan faktor resiko TTH

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi,

bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi

otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan

neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.9,10

Patofisiologi TTH

Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil

penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH

sebagai berikut :

1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer

dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada episodic TTH

sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada kronik TTH

2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen

tanpa disertai iskemia otot

3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang

akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu

dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada

jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer

yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan

pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial

4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan

korteks serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap

nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan

menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan

supraspinal decending pain inhibit activity

5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan

interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri

6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak

dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 24

noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta

endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter

7. Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress

pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan

aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi

dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan

sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri

8. Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa

teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)

akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah

menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini

akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan

ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang

berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf

simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan

mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus yang akan

menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan merangsang

ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm

reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm reaction dimana stress

menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan

asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan

mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran

bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras

nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari

glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron

akan menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi

yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga

terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.9,10

Pemeriksaan penunjang Tension Type Headache (TTH)

Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa

neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan

pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 25

Diagnosis banding Tension Type Headache (TTH)

Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis

deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,

migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis

temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit

kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.12

Terapi Tension Type Headache (TTH)

Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk

mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan

atau latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan atau

mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif

untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,

ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk

kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Terapi non-farmakologis

Manajemen stress dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif sama efektif

dengan menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam mengurangi sakit

kepala tension-type.

Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang enggan untuk

minum obat karena efek samping sebelumnya dari obat-obatan, seiring masalah

medis, atau ada keinginan untuk hamil. Sementara biofeedback dan terapi

manajemen stres biasanya memerlukan rujukan ke psikolog.13

Prognosis dan komplikasi Tension Type Headache (TTH)

TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak

membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan

menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa

pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa

analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan

dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.13

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang

disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen,

dll yang berlebihan.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 26

Pencegahan Tension Type Headache (TTH)

Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga

teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching), meditasi,

dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat

dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti

bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

3) Cluster Headache

Cluster headache sebagai grup nyeri trigeminal autonom lainnya mempunyai

karakteristik serangan nyeri unilateral dan relatif singkat disertai dengan disfungsi

autonom ipsilateral terhadap nyeri.

Cluster headache adalah penyakit yang serius, sering kambuh , dan kronik. Rasa

nyeri sangat bervariasi seperti tajam, seperti ditusuk-tusuk, dibor, tetapi secara

umum tidak berdenyut-denyut seperti migren. Biasanya intensitas nyeri mencapai

puncak selama 10-15 menit dan sangat menyiksa luar biasa rata-rata selama 1 jam.

Setelah serangan biasanya pasien merasa sangat kelelahan.

Kriteria diagnostik cluster headache menurut ICHD-2 :7,8

Epidemiologi

Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren, cluster

headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak

diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan

penelitian yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia

10 sampai 30 tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 27

tahun pernah dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada

dewasa muda, laki-laki, dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1.

Serangan terjadi pada waktu-waktu tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi,

yang akan membangunkan penderita dari tidurnya karena nyeri.14-17

Etiologi

Etiologi cluster headache adalah sebagai berikut :18

Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh

darah sekitar.

Pembengkakan dinding arteri carotis interna.

Pelepasan histamin.

Letupan paroxysmal parasimpatis.

Abnormalitas hipotalamus.

Penurunan kadar oksigen.

Pengaruh genetik

Diduga faktor pencetus cluster headache antara lain :

Glyceryl trinitrate.

Alkohol.

Terpapar hidrokarbon.

Panas.

Terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.

Stres.

Patofisiologi

Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas, akan tetapi teori

yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain :

Cluster headache timbul karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri

karotis eksterna yang diperantarai oleh histamine intrinsic (Teori Horton).14

Serangan cluster headache merupakan suatu gangguan kondisi fisiologis

otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai oleh disfungsi

hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi otonom.

Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan

respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang

turun. Pada kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus

menurun. Batang otak yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla

oblongata serta nervus V, VII, IX, dan X. Perubahan pembuluh darah

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 28

diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida (substansi P, dll) terutama

pada sinus kavernosus (teori Lee Kudrow).14

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis terhadap cluster headache dapat dibagi ke dalam

pengobatan terhadap serangan akut, dan pengobatan preventif, yang bertujuan

untuk menekan serangan. Pengobatan akut dan preventif dimulai secara bersamaan

saat periode awal cluster. Pilihan pengobatan pembedahan yang terbaru dan

neurostimulasi telah menggantikan pendekatan pengobatan yang bersifat

merugikan.14

Pengobatan Serangan Akut

Serangan cluster headache biasanya singkat, dari 30 sampai 180 menit, sering

memberat secara cepat, sehingga membutuhkan pengobatan awal yang cepat.

Penggunaan obat sakit kepala yang berlebihan sering didapatkan pada pasien-

pasien cluster headache, biasanya bila mereka pernah memiliki riwayat menderita

migren atau mempunyai riwayat keluarga yang menderita migren, dan saat

pengobatan yang diberikan sangat tidak efektif pada serangan akut, seperti triptan

oral, acetaminofen dan analgetik agonis reseptor opiate.14

Oksigen: inhalasi oksigen, kadar 100% sebanyak 10-12 liter/menit selama 15

menit sangat efektif, dan merupakan pengobatan yang aman untuk cluster

headache akut.

Triptan: Sumatriptan 6 mg subkutan, sumatriptan 20 mg intranasal, dan

zolmitriptan 5 mg intranasal efektif pada pengobatan akut cluster headache.

Tiga dosis zolmitriptan dalam dua puluh empat jam bisa diterima. Tidak

terdapat bukti yang mendukung penggunaan triptan oral pada cluster headache.

Dihidroergotamin 1 mg intramuskular efektif dalam menghilangkan serangan

akut cluster headache. Cara intranasal terlihat kurang efektif, walaupun

beberapa pasien bermanfaat menggunakan cara tersebut.

Lidokain: tetes hidung topikal lidokain dapat digunakan untuk mengobati

serangan akut cluster headache. Pasien tidur telentang dengan kepala

dimiringkan ke belakang ke arah lantai 30° dan beralih ke sisi sakit kepala. Tetes

nasal dapat digunakan dan dosisnya 1 ml lidokain 4% yang dapat diulang

setekah 15 menit.14

Pengobatan Pencegahan

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 29

Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya

serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek,

atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama

dapat digunakan dengan aman. Bnayak ahli sekarang ini mengajukan verapamil

sebagai pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan

serangan yang singkat hanya perlu kortikosteroid oral atau injeksi nervus oksipital

mungkin lebih tepat.14

Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik

dibandingkan dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis

verapamil yang relatif lebih tinggi pada cluster headache, tentu lebih tinggi dari

pada dosis yang digunakan untuk indikasi kardiologi. Setelah dilakukan

pemeriksaan EKG, pasien memulai dosis 80 mg tiga kali sehari, dosis harian akan

ditingkatkan secara bertahap dari 80 mg setiap 10-14 hari. Pemeriksaan EKG

dilakukan setiap kenaikan dosis dan paling kurang sepuluh hari setelah dosis

berubah. Dosis ditingkatkan sampai serangan cluster menghilang, efek samping

atau dosis maksimum sebesar 960 mg perhari. Efek samping termasuk

konstipasi dan pembengkakan kaki dan hiperplasia ginggiva (pasien harus terus

memantau kebersihan giginya).

Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kgbb sampai 60 mg selama empat

hari yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan

pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan

periode cluster, dan dapat digunakan tidak lebih dari sekali setahun untuk

menghindari nekrosis aseptik.

Lithium karbonat terutama digunakan untuk cluster headache kronik karena

efek sampingnya, walaupun kadang digunakan dalam berbagai episode.

Biasanya dosis lithium sebesar 600 mg sampai 900 per-hari dalam dosis terbagi.

Kadar lithium harus diperiksa dalam minggu pertama dan secara periodik

setelahnya dengan target kadar serum sebesar 0,4 sampai 0,8 mEq/L. Efek

neurotoksik termasuk tremor, letargis, bicara cadel, penglihatan kabur, bingung,

nystagmus, ataksia, tanda-tanda ekstrapiramidal, dan kejang. Penggunaan

bersama dengan diuretik yang mengurangi natrium harus dihindari, karena

dapat mengakibatkan kadar lithium meningkat dan neurotoksik. Efek jangka

panjang seperti hipotiroidisme dan komplikasi renal harus dipantau pada pasien

yang menggunakan lithium untuk jangka waktu yang lama. Peningkatan leukosit

polimorfonuklear adalah reaksi yang timbul karena penggunaan lithium dan

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 30

sering salah arti akan adanya infeksi yang tersembunyi. Penggunaan bersama

dengan indometasin dapat meningkatkan kadar lithium.

Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis

biasanya adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti

penggunaannya pada migraine.

Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu

penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa

yang digunakan adalah 9 mg perhari.

Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin (sampai 3600 perhari) dan

methysergide (3 sampai 12 mg perhari). Methysergide tidak tersedia dengan

mudah, dan tidak boleh dipakai secara terus-menerus dalam pengobatan untuk

menghindari komplikasi fibrosis. Divalproex tidak efektif untuk pengobatan

cluster headache.

Injeksi pada saraf oksipital: Injeksi metilprednisolon (80 mg) dengan lidokain ke

dalam area sekitar nervus oksipital terbesar ipsilateral sampai ke lokasi

serangan mengakibatkan perbaikan selama 5 sampai 73 hari. Pendekatan ini

sangat membantu pada serangan yang singkat dan untuk mengurangi nyeri

keseluruhan pada serangan yang memanjang dan pada cluster headache kronis.

Pendekatan bedah: Pendekatan bedah modern pada cluster headache

didominasi oleh stimulasi otak dalam pada area hipotalamus posterior grey

matter dan stimulasi nervus oksipital. Tidak terdapat tempat yang jelas untuk

tindakan destruktif, seperti termoregulasi ganglion trigeminal atau pangkal

sensorik nervus trigeminus.14

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 31

Tabel Karakteristik Cephalgia

Cephalgia Sifat Lokasi Lama nyeri

Frekuensi Gejala ikutan

Migren tanpa aura

Berdenyut Unilateral/bilateral 4-72 jam Sporadik, < 5 serangan nyeri

Mual muntah , fotofobia,fonofobia

Migren dengan

aura

Berdenyut Unilateral < 60 menit

Sporadik, 2 serangan

didahului gejala neurologi fokal

5-20 menit

Gangguan visual, gangguan sensorik,

gangguan bicara

Tension Tipe

Headache

Tumpul, tekan diikat

bilateral 30’ -7 hari Terus menerus Depresi ansietas stress

Cluster Headache

Tajam, menusuk

Unilateral orbita, supraorbital

15-180 menit

Periodik 1 x tiap 2 hari – 8x

perhari

Lakrimasi ipsilateral.,

rhinorrhoea ipsilatral,

miosis/ptosis ipsilatral, dahi &

wajah berkeringat

Neuralgia trigeminus

Ditusuk-tusuk

Dermatom saraf V 15-60 detik

Beberapa kali sehari

Zona pemicu nyeri

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 32

2.7. Nyeri Kepala Sekunder

Kriteria diagnosis untuk nyeri kepala sekunder : 7,8

Nyeri kepala dengan satu (atau lebih) memenuhi kriteria C dan D

Penyakit lain diketahui dapat menimbulkan nyeri kepala telah diketahui

sebelumnya

Nyeri kepala yang timbul berhubungan dengan penyakit lain

Nyeri kepala berkurang dengan hebat atau sembuh dalam waktu 3 bulan

(lebih singkat dari kelainan lainnya) setelah pengobatan yang baik atau

remisi spontan dari penyakit penyebabnya

Jenis-jenis nyeri kepala sekunder: 7,8

1) Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher

2) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan pembuluh darah

3) Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan bukan pembuluh darah

kranialis

4) Nyeri kepala yang berhubungan dengan subastansi dan withdrawal

5) Nyeri kepala yang berhubungan dengan infeksi

6) Nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan metabolik

7) Nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan kranium, leher, mata,

telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau kranial lainnya

8) Neuralgia kranialis dan lainnya

9) Nyeri kepala yang tidak terklasifikasi

Sakit kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya

suatu penyakit tertentu (underlying disease). Pada sakit kepala kelompok ini,

rasa nyeri di kepala merupakan tanda dari berbagai penyakit.

1) Nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala dan/atau leher

Nyeri kepala merupakan gejala yang dapat muncul setelah trauma pada

kepala, leher atau otak. Biasanya nyeri kepala karena trauma pada kepala

muncul dengan gejala lain seperti dizziness, kesulitan berkonsentrasi,

kegugupan, perubahan personalitas, dan insomnia. Namun demikian,

biasanya nyeri kepala adalah keluhan yang paling mencolok.7,8

Sangat mudah ditegakkan hubungan antara nyeri kepala dan trauma

kepala atau leher jika nyeri kepala muncul segera atau di hari-hari pertama

setelah trauma. Sangat sulit jika nyeri kepala muncul beberapa minggu atau

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 33

bulan setelah trauma, terutama jika jenis nyeri kepala yang timbul seperti

tension type headache (TTH) dan prevalensi TTH pada populasi sangat tinggi.

Klasifikasi nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala

dan/atau leher adalah :7,8

Nyeri kepala akut post-traumatik

Nyeri kepala kronik post-traumatik

Nyeri kepala akut berhubungan dengan whiplash injury

Nyeri kepala kronik berhubungan dengan whiplash injury

Nyeri kepala berhubungan dengan hematom intrakranial

Nyeri kepala berhubungan dengan trauma kepala dan/atau leher

lainnya

Nyeri kepala post-kraniotomi

Berdasarkan tingkat keparahan dibagi menjadi :

Cedera kepala Akut KronikSedang-berat~Penurunan kesadaran >30 menit >30menit~GCS <13 <13~Amnesia post trauma >48 jam >48jamCT Scan (+) kelainan (+) kelainanOnset sakit kepala 7 hari 7 hariKesembuhan 3 bulan Menetap >3bulan

Ringan~Penurunan kesadaran (-)/ <30 menit (-)/ <30 menit~GCS ≥13 ≥13~Amnesia post trauma (-) (-)CT Scan (-) (-)Onset sakit kepala 7 hari 7 hariKesembuhan 3 bulan 3 bulan

Nyeri kepala post cedera kepala ringan dapat memberikan gejala

kognitif, perilaku, dan kesadaran. Mungkin tidak ditemukan abnormalitas

dalam pemeriksaan neurologis, pencitraan (MRI, CT-Scan), EEG, lumbal

pungsi, tes fungsi vestibular, maupun tes neuropsikiatri.

Nyeri kepala post cedera kepala kronik dapat memberikan gejala

sindrom post-traumatik seperti gangguan keseimbangan, penurunan

konsentrasi, penurunan fungsi kerja, mudah murah, mood yang depresi,

gangguan tidur, dan sebagainya.7,8

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 34

2) Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan pembuluh darah

Kelainan pembuluh darah yang bermanifestasi sebagai nyeri kepala antara

lain adalah :

Stoke iskemik dan transient ischaemic attacks (TIA)

Pendarahan intrakranial non-traumatik

Malformasi pembuluh darah

Arteritis

Nyeri arteri karotis atau arteri vertebralis

Trombosis vena serebral

Kelainan pembuluh darah intrakranial lainnya, seperti cerebral

autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and

leukoencephalopathy (CADASIL), mitochondrial encephalopathy,

lactic asidosis and stroke-like episode (MELAS)

Nyeri kepala yang dialami karena stroke muncul disertai dengan

defisit neurologis fokal dan atau perubahan kesadaran biasanya

mempermudah untuk membedakannya dengan nyeri kepala primer. Nyeri

kepala muncul karena stroke pada kurang lebih 17-34% kasus, dan lebih

sering terjadi pada stroke yang mengenai arteri basilaris daripada arteri

karotis. Nyeri kepala lebih sering muncul dan lebih parah pada stroke

hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Nyeri kepala bisa menjadi

penanda awal terjadinya pendarahan serebral yang membutuhkan operasi

secepatnya untuk mengurangi kompresi. Nyeri kepala jarang sekali muncul

akibat infark lakunar tetapi sangat sering muncul pada diseksi arteri.

Beberapa nyeri kepala sekunder yang sering terjadi, misalnya : 18

1. Nyeri kepala karena sakit gigi

Keluhan sakit gigi (nyeri gigi) dapat disebabkan karena berbagai penyakit

pada gigi sehingga kelainan / penyakit pada  gigi perlu dicari dan diatasi oleh

dokter gigi.

2. Nyeri kepala pada sinusitis

Nyeri kepala ringan hingga berat dirasakan di daerah muka, pipi atau dahi,

biasanya disertai juga dengan keluhan 'THT' (telinga, hidung dan

tenggorakan) yang lain, misalnya berdahak, hidung mampet, hidung meler

dan lain-lain.

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 35

3. Nyeri kepala pada kelainan mata

'Iritis', 'glaukoma' dan 'papilitis', dapat menimbulkan nyeri sedang hingga

berat pada mata dan sekitarnya. Mata tampak memerah disertai dengan

gangguan penglihatan.

4. Nyeri kepala pada tekanan darah tinggi ('hipertensi')

Tekanan darah tinggi dapat menimbulkan keluhan nyeri kepala. Semua

penderita nyeri kepala harus mengetahui tekanan darahnya. Minum obat

sakit kepala tanpa menurunkan tekanan darah dapat berbahaya, karena

'hipertensi' merupakan ancaman bagi terjadinya kerusakan organ target

hipertensi (ginjal, otak, jantung dan pembuluh darah).

5. Nyeri kepala akibat putus obat ('withdrawal headache')

Nyeri kepala juga bisa terjadi karena terlalu lama (lebih dari 15 hari) minum

obat sakit kepala, kemudian ketika 'putus obat' malah menimbulkan keluhan

nyeri kepala.

ALGORITMA DIAGNOSIS NYERI KEPALA

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 36

ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS NYERI KEPALA PRIMER

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 37

BAB III

PENUTUP

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 38

Cephalgia atau nyeri kepala merupakan suatu gejala dan bukanlah sebagai suatu

diagnosis. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,

walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-

beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan

pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan

sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk

mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat

membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu. Cephalgia dapat timbul

karena banyak hal sehingga dokter harus memeriksa dan menganalisis secara cermat apakah

cephalgia yang dikeluhkan pasien merupakan kelainan utama atau disebabkan oleh penyakit

lain seperti yang sudah dijelaskan di bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 39

1. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4 - 6 Juli 20082. Neurologi klinis3. Stephen D, Silberstein. Wolff’s headache and Other Head Ache.London : Oxford University

Press.20014. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:

Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders) available at :http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

5. McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko: McGraw-Hill Companies.2009.

6. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy. United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan Lorraine M.

7. Cephalalgia an international journal of headache, the international classification of headache disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24, sup 1. United Kingdom: Blackwell Publishing 2004.

8. Bigal ME, Lipton R. Headache : classification in Section 6 :Headache and fascial pain Chapter 54 McMahon ebook p.1-13.

9. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.

10. Current Diagnosis & Treatment in Family Medicine. 11. Buku pedoman standar pelayanan medis (SPM) & standar prosedur operasional (SPO)

neurologi koreksi tahun 1999 & 2005. Perhimpunan DOkter Spesialis Saraf Indonesia 2006, hal 97-105.

12. Migren. Ebook hal 1-36. Universitas Sumatera Utara Repository.13. Goadsby, J Peter. 2009. Treatment of Cluster Headache. Headache Group. Department of

Neurology University of California. San Francisco. Diunduh dari : www.AmericanHeadacheSociety.org.

14. Visy, Jean-Marc and Bousser, Marie-Germaine. 2003. Cluster Headache. Orphanet Ensiklopedia. Diunduh : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-cluster.pdf.

15. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical Series. Jakarta. 74-75

16. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta17. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 jilid 2. Media Aeusclapius. Jakarta. 18. Raskin, Neil H. Headache. Harison’s Internal Medicine.

iii

KATA PENGANTAR

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 40

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatNya saya diberi kesempatan untuk dapat mengerjakan tugas referat ini dengan baik.

Referat dengan judul Cephalgia ini ditulis sebagai salah satu tugas atau persyaratan

dalam kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSU Bhakti Yudha. Dalam pembuatan referat

ini, saya mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada dokter pembimbing saya yang luar biasa

yaitu, dr. Dini Adriani, Sp.S, yang membantu saya dalam menyelesaikan tugas referat ini.

Referat yang saya susun ini masih jauh dari kesempurnaan dan oleh karena itu saya

sangat menerima masukan berupa kritik dan saran yang membangun dengan tujuan agar kelak

referat ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata besar harapan saya agar referat ini dapat

bermanfaat bagi para pembacanya terutama bagi Coass Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf

selanjutnya dan untuk kemajuan di bidang ilmu kedokteran.

Jakarta, Juli 2012

Inria Chandra

i

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 41

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................................................1

BAB II ISI............................................................................................................................................................................... 2

2.1 Definisi..................................................................................................................................................................2

2.2 Etiologi..................................................................................................................................................................2

2.3 Anatomi Cephalgia..........................................................................................................................................2

2.4 Fisiologi Cephalgia..........................................................................................................................................4

2.5 Klasifikasi Cephalgia.......................................................................................................................................6

2.6 Cephalgia Primer.............................................................................................................................................8

1) Migren...................................................................................................................................................................8

2) Tension Type Headche (TTH).................................................................................................................23

3) Cluster Headache..........................................................................................................................................27

2.7 Nyeri Kepala Sekunder................................................................................................................................33

BAB III PENUTUP........................................................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................................... iii

ii

Referat Cephalgia – Inria Chandra (112010157)Page 42