Cephalgia Primer
-
Upload
chrisilia-meylita -
Category
Documents
-
view
158 -
download
6
description
Transcript of Cephalgia Primer
CEPHALGIA PRIMER
PENDAHULUAN
Nyeri kepala atau Cephalgia adalah nyeri yang dirasakan di daerah kepala
atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah kepala.
Nyeri kepala merupakan salah satu gangguan sistem saraf yang paling umum
dialami oleh masyarakat. Menurut WHO pada sebagian besar kasus nyeri kepala
dirasakan berulang kali oleh penderita sepanjang hidupnya.1 Berdasarkan
penyebabnya nyeri kepala digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala
sekunder. Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat
kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri kepala sekunder
adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur
atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non
vaskuler.2 Nyeri kepala primer antara lain adalah nyeri kepala Tipe Tegang
(Tension Type Headache), nyeri kepala Migrain (Migraine), dwnyeri kepala
Klaster (Cluster).1 Menurut Stovnerr dkk pada tahun 2007, secara global
presentasi populasi orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46%, 11%
Migrain, 42% Tension Type Headache, dan 3% untuk Chronic Type Headache.3
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi nyeri kepala primer
di Jerman.4 Nyeri kepala primer yang tidak terdiagnosa dan tidak terobati dapat
mempengaruhi aktivitas sosial dan pekerjaan secara signifikan. Hal ini dapat
berdampak pada efisiensi dan kualitas hidup seseorang.5
ANATOMI KEPALA
Kulit kepala menutupi kranium dan meluas dari linea nukhalis superior pada
os oksipitalis sampai margo supraorbitalis os frontalis ke arah lateral kulit kepala
meluas lewat fasia temporalis ke arkus zygomatikus. Kulit kepala terdiri dari lima
lapis jaringan yaitu: (1) Skin atau kulit, (2) Connective tissue atau jaringan
penyambung, (3) Aponeurosis atau galea aponeurotika, (4) Loose areolar tissue
atau jaringan penunjang longgar, dan (5) Pericranium. Jaringan penunjang
longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium.6
Tengkorak merupakan kerangka kepala. Tulang tengkorak membentuk
kranium dan kerangka wajah. Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan
1
basis kranii. Kalvaria merupakan penyatuan dari os frontalis, os parietalis, os
oksipitalis, dan os temporalis. Lantai dasar rongga tengkorak dibagi atas tiga fossa
yaitu fossa anterior tempat lobus frontalis, fossa media tempat lobus temporalis,
dan fossa posterior, ruangan untuk bagian bawah batang otak dan serebelum.6
Selaput otak (meningen) menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari
tiga lapisan yaitu duramater, arakhnoid, dan piamater. Duramater merupakan
selaput yang kuat, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan kranium. Lapisan kedua dari meningen di bawah duramater yaitu
selaput arakhnoid yang tipis dan tembus pandang. Duramater tidak melekat ke
arakhnoid sehingga ada satu rongga di antaranya yaitu rongga subdural. Lapisan
ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan
serebrospinal mengisi rongga antara arakhnoid yang kedap air dengan piamater.6
Gambar 1.Anatomi selaput otak (meningen).
Sumber: Moore KL, Agur AMR.Anatomi Klinis Dasar. 2007
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebellum, diensefalon, dan batang
otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri, yaitu lipatan duramater yang merupakan lanjutan dari sinus sagitalis
superior di garis tengah. Hemisfer serebri membentuk bagian otak terbesar, kedua
hemisfer menempati fossa kranii anterior dan fossa kranii media dan ke posterior
melewati tentorium serebeli dan serebellum. Masing-masing hemisfer dibagi atas
lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
Serebellum terletak di bagian dorsal dari pons dan medulla oblongata dan terdapat
di bawah tentorium serebelli dalam fossa kranii posterior. Bagian tengah
2
serebellum yang disebut vermis memisahkan dua lobus yang disebut hemisfer
serebellum. Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons dan medulla
oblongata. Diensefalon yang terdiri dari thalamus dan hipothalamus merupakan
bagian sentral otak dan meliputi ventrikulus tertius, yaitu rongga sempit yang
terdapat antara belahan kanan dan belahan kiri diensefalon. Mesensefalon
merupakan bagian rostral trunkus ensefali, terletak pada peralihan antara fossa
kranii media ke fossa kranii posterior, rongga yang terdapat dalam mesensefalon
membentuk suatu terusan sempit, yakni aqueductus mesencephali (aquaductus
cerebri). Pons, bagian tengah trunkus ensefali, terletak dalam bagian anterior
fossa kranii posterior, ruang dalam pons membentuk bagian superior ventrikulus
quartus. Medulla oblongata, bagian kaudal trunkus ensefali, terletak dalam fossa
kranii posterior dan bersinambung dengan medulla spinalis, ruang medulla
oblongata membentuk bagian inferior ventrikulus quartus. Nuklei nervus kranialis
terletak dalam batang otak.6
Gambar 2. Anatomi kepala.
Sumber: Price SA, Wilson LM.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2006
Ventrikel-ventrikel adalah suatu sistem berupa rongga yang berisi cairan
serebrospinal (CSS). CSS dihasilkan oleh pleksus koroideus yang mengalir dari
ventrikel lateral ke foramen Monro menuju ventrikel III, lalu ke akuaduktus
Sylvius menuju ventrikel IV di fossa posterior. Selanjutnya CSS keluar dari
sistem ventrikel dan masuk ke dalam rongga subarakhnoid yang berada di seluruh
permukaan otak dan medula spinalis dan akan mengalami reabsorpsi ke dalam
3
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid menuju sinus sagitalis superior.
Pembengkakan atau edema dan lesi massa contohnya perdarahan dapat
menyebabkan pergeseran ventrikel.6
Perdarahan otak terjadi melalui cabang arteria karotis interna dan arteria
vertebralis. Cabang terminal arteria karotis interna adalah arteria serebri anterior
dan arteria serebri media. Arteria vertebralis bersatu pada tepi kaudal pons untuk
membentuk arteria basilaris. Arteria basilaris bercabang menjadi arteria serebri
posterior dekstra dan sinistra. Circulus arteriosus cereberi (Willis) pada dasar
otak adalah anastomosis yang penting dalam memasok darah pada otak. Circulus
arteriosus cereberi (Willis) dibentuk oleh arteria serebri posterior, arteria
komunikans posterior, arteria karotis interna, arteria serebri anterior, dan arteria
komunikans anterior.6
STRUKTUR PEKA NYERI
A. Struktur intrakranial meliputi:
1. Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus dan vena-vena yang
mensuplai sinus-sinus tersebut).
2. Arteri dari duramater (arteri meningea media).
3. Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Willis dan cabang-cabang
besarnya.
4. Sebagian duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah terutama
yang terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior serta meningen.
B. Struktur ekstrakranial meliputi:
1. Kulit, otot, tendon, dan fasia daerah kepala dan leher.
2. Mukosa sinus paranasalis dan kavum nasi.
3. Gigi geligi.
4. Telinga luar dan tengah
5. Arteri ekstrakranial
C. Saraf
1. Nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus glossofaringeus, nervus vagus.
2. Saraf spinal servikal 1, 2, 3.2,7,8
4
Patofisiologi Nyeri Kepala
Gambar 3. Patofisiologi Nyeri KepalaSumber: Sjahrir H. Patofisiologi nyeri kepala. 2008.
Pada nyeri kepala, sensitisasi terdapat di nosiseptor meningeal dan neuron
trigeminal sentral. Fenomena pengurangan nilai ambang dari kulit dan kutaneus
allodynia didapat pada penderita yang mendapat serangan Migrain dan nyeri
kepala kronik lain yang disangkakan sebagai refleksi pemberatan respons dari
neuron trigeminal sentral.9
Pemberian rangsang pada struktur peka nyeri yang terletak di tentorium
serebelli maupun di atasnya, akan timbul rasa nyeri menjalar pada daerah di depan
batas garis vertikal yang ditarik dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak
kepala (frontotemporal dan parietal anterior). Rasa nyeri ini ditransmisi oleh
nervus trigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap struktur peka nyeri di bawah
5
tentorium serebelli, yaitu pada fossa kranii posterior, radiks servikalis bagian atas
dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri di daerah
belakang garis tersebut di atas (oksipital, suboksipital, servikal bagian atas). Nyeri
ini ditransmisi oleh nervus IX, X, dan saraf spinal C1, C2, C3. Kadang-kadang
radiks servikalis bagian atas dapat menjalarkan nyeri ke frontal dan mata
ipsilateral melalui refleks Trigeminoservikal. Refleks ini dapat dibuktikan dengan
cara pemberian stimulasi pada nervus supraorbital dan direkam dengan
pemasangan elektroda pada otot sternokleidomastoideus. Input eksteroseptif dan
nosiseptif refleks Trigeminoservikal ditransmisikan melalui rute polisinaptik,
termasuk nukleus spinal trigeminal lalu mencapai motorneuron servikal. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan erat antara inti-inti trigeminus dengan radiks
dorsalis segmen servikal atas sehingga menunjukkan bahwa nyeri di daerah leher
dapat dirasakan atau diteruskan kearah kepala atau sebaliknya. Refleks ini juga
menunjukkan adanya keterlibatan batang otak yaitu dengan munculnya rasa nyeri
kepala, nausea dan muntah.3,10,11
PENDEKATAN DIAGNOSIS NYERI KEPALA
Diagnosis nyeri kepala ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik neurologis maupun penunjang.
Anamnesis khusus atau spesifik
a. Lamanya penderita sakit. Bersifat akut, subakut atau kronis. Nyeri
kepala berat timbul untuk pertama kalinya disertai gangguan kesadaran
atau defisit neurologis akan menimbulkan kecurigaan adanya
perdarahan subarakhnoid atau meningitis. Nyeri kepala yang
berlangsung lama akan memberi kecurigaan adanya nyeri vaskuler,
nyeri kepala tipe tegang atau karena tumor otak.2,11
b. Frekuensi nyeri kepala. Nyeri kepala yang bersifat berulang seperti
Migrain, Tipe Klaster, Neuralgia Trigeminus, nyeri kepala Tipe
Tegang.2,11
c. Lamanya serangan nyeri kepala. Berapa jam sampai berapa hari saat
terjadi serangan nyeri kepala.2
6
d. Lokasi nyeri kepala. Bilateral atau unilateral. Nyeri kepala unilateral
akan memberikan kecurigaan adanya Migrain pada 2/3 kasus. Nyeri
kepala Klaster, Neuralgia Trigeminal, nyeri kepala karena gangguan
lokal di mata atau sinus paranasal maupun neoplasma intrakranial pada
salah satu hemisfer cerebral. Nyeri kepala bilateral akan memberikan
kecurigaan adanya Migrain pada 1/3 kasus, hidrosefalus yang
disebabkan adanya neoplasma intrakranial dan nyeri kepala Tipe
Tegang.11
e. Kualitas nyeri. Nyeri kepala berdenyut menunjukkan nyeri kepala
vaskuler misalnya pada Migrain, Hipertensi atau Demam. Nyeri kepala
konstan terdapat pada nyeri kepala Tipe Tegang. Nyeri kepala seperti
ditusuk-tusuk misalnya pada Neuralgia Trigeminal.2
f. Kuantitas nyeri kepala. Nyeri kepala mempengaruhi kegiatan atau
aktivitas keseharian pasien atau tidak.2,11
g. Intensitas nyeri kepala. Intensitas nyeri kepala diukur derajat ringan,
sedang dan beratnya nyeri.2,11
h. Saat timbulnya nyeri kepala. Nyeri Klaster dapat timbul pada malam
maupun siang hari dan sering membangunkan pasien pada 1-2 jam
setelah tidur. Migrain timbul pada saat bangun pagi atau
membangunkan pasien pada dini hari.2,11
i. Gejala yang mendahului. Pada Migrain klasik terdapat gejala
prodormal berupa penurunan visus, gangguan lapang pandang,
skotoma atau gangguan neurologis lainnya seperti parestesi.2,11
j. Faktor pencetus. Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara,
mengunyah, menelan, tiupan angin dapat cetuskan nyeri neuralgia
trigeminal. Nyeri kepala Tipe Tegang dan Migrain dicetuskan oleh
cahaya yang menyilaukan, suara keras, makanan tertentu seperti
cokelat, keju dan jeruk.2,11
k. Gejala yang menyertai. Migrain sering disertai anoreksia, muntah,
fotofobia. Nyeri kepala klaster disertai gangguan vegetatif ipsilateral
seperti keluar air mata, lendir dari hidung dan hidung tersumbat.11
7
l. Faktor yang memperberat. Nyeri kepala vaskuler apapun sebabnya
akan lebih berat dengan goncangan, gerakan kepala mendadak, batuk,
bersin sampai mengejan.2
m. Faktor yang memperingan. Pasien mematikan lampu dan berada di
ruang yang tenang. Nyeri kepala tipe Klaster justru gelisah dan
berjalan berkeliling ruangan.2,11
Anamnesis umum
a. Kesehatan umum pasien yaitu tingkat kesadaran, status gizi pasien.2
b. Tinjauan sistemik yaitu adakah kelainan di setiap sistem tubuh yang
dapat menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bagian mata,
gigi, telinga, hidung, tenggorokan.2,11
c. Riwayat penyakit dahulu, riwayat trauma kepala, riwayat muntah dan
mabuk perjalanan yang mendasari Migrain.2,11
d. Riwayat keluarga. Pada Migrain dan nyeri kepala Tipe Tegang
biasanya didapatkan juga pada keluarga pasien.2,11
e. Latar belakang pasien berupa :2,11
1. Pekerjaan : Adanya kontak dengan zat-zat kimia toksik yang dapat
menyebabkan nyeri kepala.
2. Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor bagi pasien.
3. Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien tidak tahan terhadap
makanan tertentu yang dapat menyebabkan nyeri kepala.
4. Emosi yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa
yang mendasari depresi tersebut.
Pemeriksaan Fisik Neurologis
a. Pemeriksaan mata yaitu pemeriksaan ukuran pupil, bentuk serta
reaksinya terhadap cahaya, pemeriksaan visus dan lapang pandang
penglihatan serta pergerakan bola mata.2,11
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan adanya oedem papil
nervus optikus atau atrofi nervus optikus karena papil oedem tahap
lanjut.2,11
c. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain.2,11
8
d. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan otot, tonus otot, trofi dan
refleks fisiologis, patologis dan klonus.2
e. Pemeriksaan sensibilitas.11
Pemeriksaan Penunjang
a. Spesimen darah bila ada kecurigaan penyakit sistemik yang
menyebabkan nyeri kepala.11
b. CSS bila ada indikasi kecurigaan adanya perdarahan subarakhnoid atau
infeksi saraf pusat.2
c. EEG dengan indikasi berupa :2,11
1. Kecurigaan neoplasma intrakranial
2. Nyeri kepala pada satu sisi yang menetap disertai gangguan visual,
motorik, sensibilitas atau sensibilitas sisi kontralateral
3. Defek lapang pandang, defisit motorik, sensibilitas menetap.
4. Serangan migren disertai sinkop.
5. Perubahan intensitas, lamanya dan sifat nyeri kepala.
d. Pemeriksaan radiologi :2,11
1. Pemeriksaan rontgen kepala dengan indikasi kecurigaan adanya
aneurisma atau perdarahan pada proses desak ruang.
2. CT-Scan kepala dengan indikasi bila ada kecurigaan adanya
gangguan struktural otak seperti neoplasma, perdarahan
intrakranial, dll.
KLASIFIKASI NYERI KEPALA
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders edisi 2
tahun 2004 (ICHD-2), klasifikasi nyeri kepala dibagi atas:2,10,12
1. Nyeri kepala primer:
a. Migrain
b. Nyeri kepala Tipe Tegang
c. Nyeri kepala Klaster dan Sefalgia trigeminal-otonomik yang lain
d. Nyeri kepala primer lainnya
2. Nyeri kepala sekunder:
a. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan atau leher
9
b. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau
servikal
c. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskular intrakranial
d. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya
e. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
f. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostatis
g. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan
kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur
fasial atau kranial lainnya.
h. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
i. Neuralgia kranial dan sentral yang menyebabkan nyeri wajah
j. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, nyeri wajah primer, atau sentral
ALGORITMA NYERI KEPALA
Gambar 4. Algoritma nyeri kepala
Sumber : IDI.ANLS.2013.
10
RED FLAGS PADA NYERI KEPALA
Nyeri kepala dengan onset yang tiba-tiba membangunkan dari tidur
Nyeri kepala dengan onset tiba-tiba dengan karakter eksplosif (meledak-
ledak)
Nyeri kepala onset baru terutama mendadak> 50 tahun.
Nyeri kepala yang berhubungan dengan defisit neurologis fokal,
Papiledema, atau kejang.
Nyeri kepala yang memburuk dengan manuver valsava atau perubahan
postur.
Setiap perubahan signifikan dalam pola nyeri kepala:
o Peningkatan intensitas
o Perubahan dalam kualitas
o Peningkatan frekuensi
Nyeri kepala dalam konteks trauma baru atau manipulasi servikal.
Nyeri kepala terjadi sangat mendadak pada daya tahan tubuh yang kurang
(HIV)
Adanya tanda rangsang meningeal
Gejala peningkatan TIK: mual, muntah, pandangan kabur, penurunan
sensorium
Nyeri kepala yang buruk khususnya di pagi hari atau berbaring yang lama
Setiap perubahan status mental
Nyeri kepala dengan onset mendadak selama kegiatan seksual.13
NYERI KEPALA YANG MENGANCAM NYAWA
Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan karena aneurisma subarakhnoid pecah dan dapat terjadi
perdarahan kembali yang fatal.
Infeksi susunan saraf pusat: meningitis bakterialis harus dapat dikenal
lebih dini, supaya terapi antibiotika dapat mencegah kematian dan
mengurangi cacat.
11
Edema serebri dan Peninggian TIK : emergensi karena struktur tengkorak
yang keras, sehingga toleransi isi tengkorak terbatas (hanya 30-50 ml).
edema atau ↑ TIK dpt menyebabkan herniasi menekan batang otak dan
medula oblongata lalu kematian.13
PENATALAKSANAAN NYERI KEPALA DI UGD
Terapi nyeri kepala primer :Tension Type HeadacheAnalgesik oral (NSAIDs, Asetaminofen)Migraine Serotonin agonists : Sumitriptan 50 mg (PO) atau 6.0 mg (SQ)Narkotik IV or IMCluster100% oksigenNSAIDsTerapi spesifik migrain.13
NYERI KEPALA PRIMER
Migrain
Migrain adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala
unilateral dan kadang kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan gangguan
visual. Lebih dari 10% populasi mengalami setidaknya satu serangan migrain
dalam hidupnya. Migrain dapat terjadi pada semua umur, tetapi umumnya onset
terjadi saat remaja atau usia dua puluhan dengan wanita lebih sering serta riwayat
Migrain dalam keluarga pada sebagian besar pasien.14
Epidemiologi
Prevalensi migrain adalah sebesar 12-18%. Prevalensi migrain di Turki
dilaporkan sebesar 10,9% pada pria dan 21,8% pada wanita dalam suatu survei
epidemiologi nasional. Prevalensi paling tinggi terdapat pada usia produktif yaitu
antara 25-55 tahun.15
12
Klasifikasi
Menurut the International Headache Society, klasifikasi migrain adalah:
1) Migrain tanpa aura
2) Migrain dengan aura
a) Aura yang tipikal dengan sakit kepala migrain
b) Aura yang tipikal dengan sakit kepala selain migrain
c) Aura yang tipikal tanpa sakit kepala
d) Migrain hemiplegi familial
e) Migrain hemiplegi sporadik
f) Migrain basilaris
3) Sindrom periodik masa kecil yang biasanya prekursor migrain
a) Cyclical vomiting
b) Migrain abdominal
c) Vertigo paroksismal benigna masa kanak-kanak
4) Migrain retinal
5) Komplikasi migrain
a) Migrain kronik
b) Status migrainosus
c) Aura persisten tanpa infark
d) Infark migrain
e) Migrain-triggered seizures
6) Probable migraine.15
Migren tanpa aura (Sederhana)
a. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan nyeri kepala berulang dengan
manifestasi serangan berlangsung 4-72 jam, yang mempunyai. sedikitnya 2
karakteristik berikut : unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat,
bertambah berat dengan aktivitas fisik.
b. Selama nyeri kepala disertai salah satu berikut : nausea dan atau muntah,
fotofobia dan fonofobia.
c. Serangan nyeri kepala tidak berkaitan dengan kelainan yang lain.16
13
Migren dengan aura (Klasik)
Aura merupakan gejala fokal neurologi yang kompleks mendahului atau
bersamaan dengan serangan nyeri kepala.
1. Aura visual: Garis zigzag, skotoma, silau, perubahan dalam ukuran atau
bentuk objek dalam bidang visual.
2. Lainnya: Parestesia, afasia, kelemahan motorik (unilateral), disartria.13
Secara klinis :
a. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan nyeri kepala berulang yang didahului
gejala neurologi fokal yang reversibel secara bertahap 5-20 menit dan berlangsung
kurang dari 60 menit.
b. Terdapat sedikitnya satu aura berikut ini yang reversibel seperti : gangguan
visual, gangguan sensoris, gangguan bicara disfasia.
c. Paling sedikit dua dari karakteristik berikut :
1. Gejala visual homonim dan / atau gejala sensoris unilateral.
2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual > 5 menit dan / atau jenis
aura yang lainnya > 5 menit.
3. Tiap gejala berlangsung > 5 menit dan < 60 menit
d. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.16
Gambar 5. Migrain dengan auraSumber : Deborah L. Upton Ilustration. Available at: (http///:www.debbieupton.comproducts-
pagemigraine-with-aura).
14
Status Migrenous
a. Serangan migren dengan intensitas berat yang berlangsung > 72 jam (tidak
hilang dalam 72 jam).
b. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.
Patofisiologi
Migrain merupakan bentuk nyeri kepala neurovaskuler dengan adanya
perubahan pada saraf sehingga menyebabkan pelebaran pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan nyeri dan mengaktivasi saraf lainnya. Manifestasi yang
muncul berbeda tiap individu karena adanya variabilitas kelainan biologis dasar
dalam migrain. Variabilitas ini mungkin dihubungkan dengan adanya mutasi gen
yang berbeda. Pada pasien dengan migrain hemiplegi familial, ditemukan mutasi
dalam kanal kalsium. Diduga juga terjadi mutasi gen lainnya yang berhubungan
dengan migrain aura atau tanpa aura juga nyeri dan manifestasi lainnya.9
Dikenal dua teori mengenai patofisiologi Migrain, yaitu teori vasogenik
dan neurogenik. Dalam teori vasogenik dihipotesiskan bahwa terjadi
vasokonstriksi intrakranial yang dapat menimbulkan aura dan vasodilatasi reaktif
yang akan menyebabkan nyeri kepala. Hal ini diperkuat oleh adanya bukti bahwa
aura visual dapat diatasi sementara dengan menggunakan vasodilator amyl nitrate.
Peningkatan amplitudo pulsasi arteri temporal superfisial memperburuk nyeri
kepala dan melalui pemberian vasokonstriktor ergotamin akan memperkecil
amplitudo pulsasinya serta memperingan nyeri kepala.15
Vasokonstriksi terjadi saat fase prodormal. Hal ini dapat menimbulkan
aura atau tidak. Karena terjadi vasokonstriksi maka otak akan memunculkan
sinyal bahwa otak kekurangan oksigen. Selanjutnya terjadi vasodilatasi.
Vasodilatasi yang terjadi terlalu besar sehingga pembuluh darah menjadi
permeabel dan menyebabkan kebocoran plasma juga produksi neuropeptida
seperti substansi P dan calcitonin generelated peptide (cGRP). Neuropeptida ini
merangsang nosiseptor kranial sehingga menimbulkan rasa nyeri dan berdenyut.15
Inflamasi neurogenik yang terjadi berulang akan merangsang nosiseptor
kranial secara berulang juga dan kemudian menurunkan ambang aktivasinya dan
memperluas jarak reseptifnya. Serangan nyeri berulang menghasilkan hiperalgesia
15
atau penurunan ambang nyeri. Adanya inflamasi ditandai dengan pelepasan
kaskade zat substansi dari berbagai sel di sekitar daerah injury. Makrofag
melepaskan sitokin (IL1, IL6, TNFα dan Nerve Growth Factor atau NGF). Sel
yang rusak melepaskan ATP dan proton. Mast cell melepaskan metabolit
histamin, serotonin, prostaglandin dan arachidonic acid dengan kemampuan
melakukan sensitisasi terminal sel saraf. Inflamasi neurogenik steril
mengakibatkan proses vasodilatasi dan kebocoran plasma yang mengikuti
pelepasan neuropeptida cGRP dan subtstansi P.9
Calcitonin generelated peptide (cGRP) dan substansi P didapati dalam
jumlah banyak di serabut sensoris trigeminal perivaskuler. Fungsi cGRP diduga
sebagai vasodilator atau anti vasokonstriktor. cGRP juga berperan sebagai
mediator dalam proses inflamasi neurogenik dan berperan sebagai penyebab
timbulnya nyeri. Begitu pula dengan substansi P, suatu neuropeptide pain
transmitter yang berfungsi sebagai modulator nosisepsi, inflamasi neurogenik dan
juga vasodilator.15
Neurotransmiter serotonin berperan dalam pengaturan vasokonstriksi dan
vasodilatasi pembuluh darah intrakranial. Serotonin dalam darah disimpan dalam
platelet dan akan dilepaskan oleh agregasi platelet. Desmukh dkk menemukan
peningkatan agregasi platelet selama fase prodormal dan penurunan agregasi
platelet selama fase sakit kepala migrain. Hal ini paralel dengan meningkatnya
serotonin plasma selama fase prodormal dan penurunan serotonin plasma selama
fase sakit kepala. Jadi vasokonstriksi dan vasodilatasi dalam migrain secara tidak
langsung berhubungan dengan agregasi platelet. Teori neurogenik Migrain
dihipotesiskan merupakan akibat dari disfungsi neuronal.15
Saat sakit kepala mulai muncul, terjadi oligemia. Oligemia adalah
penurunan aliran darah tanpa kerusakan jaringan akut, yang terjadi pada shock,
Migrain dan stroke penumbra. Oligemia ini yang bertanggung jawab terhadap
penekanan fungsi neuronal. Penurunan aliran darah atau Cerebral Blood Flow
(CBF) dimulai di daerah oksipital dan meluas pelan-pelan ke depan seperti suatu
gelombang.15
Berdasarkan konsep penjalaran depresi kortikal atau Cortical Spreading
Depression (CSD) menurut Leao, aura pada migrain dicirikan oleh terjadinya
16
gelombang depresi yang menyebar melintasi korteks serebral dengan kecepatan 2-
6 mm per menit. Kejadian depolarisasi sel saraf menghasilkan scintilating aura,
kemudian aktivitas sel saraf menurun menimbulkan gejala skotoma. Timbulnya
CSD dan aura memiliki kontribusi pada aktivasi neuron trigeminal, yang akan
mencetuskan timbulnya nyeri kepala.15
Fenomena sensitisasi sentral juga berperan dalam patogenesis migrain.
Sensitisasi sentral bertempat di neuron trigeminal batang otak. Mekanismenya
adalah karena perubahan fisiologi neuronal menyebabkan peningkatan sensitivitas
terhadap sensasi normal. Suatu keadaan yang dianggap sebagai marker dari
sensitisasi sentral adalah alodinia kutaneus. Alodinia menggambarkan suatu
kejadian nyeri oleh suatu stimulus yang biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Sensasi normal tersebut contohnya adalah aktivitas sehari-hari seperti memegang
rambut, menyisir rambut, dan menolehkan kepala.15
Alodinia kutaneus memiliki daerah reseptif di daerah kepala ipsilateral
yang kemudian dapat menyebar ke daerah kontralateral dan kedua lengan.
Sehingga patofisiologi migrain diduga bukan hanya adanya iritasi pain fiber yang
terdapat di pembuluh darah intrakranial, namun juga terjadi kenaikan sensitisasi
sel saraf sentral terutama pada sistem trigeminal yang memproses informasi yang
berasal dari struktur intrakranial dan kulit. Induksi sensitisasi sentral ini
ditimbulkan oleh komponen inflamasi seperti potasium, proton, serotonin,
bradikinin dan prostaglandin.15
Observasi terhadap berbagai gangguan seperti hipomagnesemia,
peningkatan konsentrasi asam amino eksitatori (aspartat, glutamat) dan
peningkatan reaktivitas pembuluh darah kranial telah dilakukan saat periode di
antara dua serangan Migrain. Akumulasi dari gangguan ini akan meningkatkan
sensitivitas stimulasi nosiseptif.15
Manifestasi klinis
Serangan nyeri kepala yang timbul secara tiba-tiba dan biasanya unilateral
(80%), paroksismal dan rekuren. Nyeri kepala dirasakan sebagai nyeri kepala
yang berdenyut, menusuk-nusuk, rasa kepala mau pecah. Gejala prodormal atau
aura dapat terjadi bersamaan atau mendahului serangan Migrain, di antaranya:
17
1) Fenomena visual positif (penglihatan berkunang-kunang seperti melihat
kembang api, bulatan-bulatan terang kecil yang melebar sampai gejala fortifikasi
yang berupa gambaran benteng dari atas).
2) Fenomena visual negatif (penglihatan semakin kabur, seperti berawan sampai
semuanya tampak gelap).
3) Anoreksia, mual, muntah, diare, takut cahaya dan/atau kelainan otonom
lainnya.
Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik (mialnya gangguan motorik,
sensorik, kejiwaan) yang menyertai, timbul kemudian atau mendahului serangan
migrain dan biasanya berlangsung sepintas/reversibel. Beberapa hal dapat menjadi
pemicu migrain di antaranya makanan tertentu (seperti coklat, keju, jeruk, tomat,
bawang, monosodium glutamate atau MSG, aspartam, alkohol), perubahan
hormonal (seperti menstruasi, ovulasi, kontrasepsi oral, terapi hormon), trauma
kepala, kelelahan fisik, medikasi (seperti histamin, reserpin, ranitidin) dan stress.15
Diagnosis
Kriteria diagnosis Migrain menurut International Headache Society (IHS) adalah
lima atau lebih episode sakit kepala dengan minimal dua gejala:
1) Nyeri unilateral
2) Nyeri berdenyut
3) Diperparah dengan gerakan
4) Kualitasnya sedang hingga berat
Dan ditambah setidaknya satu gejala:
1) Mual atau muntah
2) Fotofobia
3) Fonofobia.9,17
Terapi
1. Edukasi : Hindari faktor pencetus
2. Terapi abortif :
- Nonspesifik : analgetik I NSAIDs, Narkotik analgetik, adjunctive therapy (mis :
metoklopramide)
18
- Obat spesifik : Triptan, DHE (dihydroergotamine),obat kombinasi (mis : aspirin
dengan asetaminophen dan kafein), obat gol.ergotami.
- Bila tidak respon : Opiat dan analgetik yang mengandung butalbital.16
Nyeri Kepala Tipe-Tegang
Definisi
Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan
(pressing/squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau
minimal) mual atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia.18,19
Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sering terjadi dengan penyebab
belum diketahui, walaupun telah diterima bahwa kontraksi otot kepala dan leher
merupakan mekanisme penyebab nyeri. Kontraksi otot dapat dipicu oleh faktor-
faktor psikogenik yaitu ansietas atau depresi atau oleh penyakit lokal pada kepala
dan leher.15
Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling
sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang
mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah
mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya.20 TTH episodik adalah nyeri
kepala primer yang paling umum terjadi, dengan prevalensi satu tahun sekitar
38–74%.7 Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. 21
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun,
namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita
TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita
Migrain. Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan
pada laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4. Onset usia
penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30
tahun.22 Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.23
19
Patogenesis
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifilis
b. Gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfleksikan.21
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related health), tidak
mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam,
dan usia muda adalah faktor risiko TTH.24 Pencetus TTH antara lain: kelaparan,
dehidrasi, pekerjaan/ beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola
tidur, caffeine withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik
emosional adalah pemicu tersering TTH. Gangguan emosional berimplikasi
sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan mental dan stres adalah
faktorfaktor tersering penyebab TTH. Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres
terbukti nyata pada penderita TTH.21
Iskemik dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga
penyebab TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal selama
berolahraga (static muscle exercise). Aktivitas EMG (electromyography)
menunjukkan peningkatan titik-titik pemicu di otot wajah (myofascial trigger
points). Riset terbaru membuktikan peningkatan substansi endogen di otot
trapezius penderita tipe frequent episodic TTH. Juga ditemukan nitric oxide
sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat produksi nitric oxide
dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan otot dan nyeri yang
berkaitan dengan TTH.21
Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik,
sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan
inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi mekanisme sentral
berperan utama pada TTH kronis. Sensitisasi jalur nyeri (pain pathways) di sistem
saraf pusat karena perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged nociceptive
stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial perikranial tampaknya bertanggung-
jawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH kronis.21
TTH episodik dapat berevolusi menjadi TTH kronis:21
20
a. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan
elevasi glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA
mengaktivasi NFκB, yang memicu transkripsi iNOS dan COX-2, di
antara enzim-enzim lainnya. Tingginya kadar nitric oxide
menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus sagitalis
superior, dan kerusakan nitrosative memicu terjadinya nyeri dari
beragam struktur lainnya seperti dura.
b. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-
neuron nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di
TCC (trigeminocervical complex.), tempat mereka bersinap dengan
second-order neurons.
c. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan
neuron-neuron mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi
homosinaptik dan heterosinaptik sebagai bagian dari plastisitas
sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
d. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan
pelepasan beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya:
substansi P dan glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di
membran postsynaptic, membangkitkan potensial-potensial aksi dan
berkulminasi pada plastisitas sinaptik serta menurunkan ambang nyeri
(pain thresholds).
e. Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla)
secara normal melalui sinyal-sinyal fi ne-tunes pain yang bermula dari
perifer, namun pada individu yang rentan, disfungsi dapat
memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri, serta membiarkan terjadinya
sensitisasi sentral.
f. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment
serabut-serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC,
membiarkan perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
g. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring
waktu, berbagai perubahan molekuler di pusat lebih tinggi seperti
21
thalamus memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuronneuron
tersier dan perubahan-perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri.
Konsentrasi platelet factor 4, betathromboglobulin, thromboxane B2, dan
11-dehydrothromboxane B2 plasma meningkat signifikan di kelompok TTH
episodik dibandingkan dengan di kelompok TTH kronis dan kelompok kontrol
(sehat).33 Pada penderita TTHepisodik, peningkatankonsentrasisubstansi P jelas
terlihat di platelet dan penurunan konsentrasi beta-endorphin dijumpai di selsel
mononuklear darah perifer. Peningkatan konsentrasi metenkephalin dijumpai pada
CSF (cairan serebrospinal) penderita TTH kronis, hal ini mendukung hipotesis
ketidakseimbangan mekanisme pronociceptive dan antinociceptive pada TTH.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa TTHadalah proses multifaktorial yang
melibatkan baik faktor-faktor miofasial perifer dan komponen-komponen sistim
saraf pusat.21
Manifestasi Klinik
TTH dirasakan di kedua sisi kepala sebagai nyeri tumpul yang menetap
atau konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher. Nyeri
kepala ini terkadang dideskripsikan sebagai ikatan kuat di sekitar kepala. Nyeri
kepala dengan intensitas ringan–sedang (nonprohibitive) dan kepala terasa
kencang. Kualitas nyerinya khas, yaitu: menekan (pressing), mengikat
(tightening), tidak berdenyut (nonpulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau berat
dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga di leher, pelipis, dahi. Leher dapat
terasa kaku.21,24
TTH tidak dipengaruhi aktivitas fisik rutin. Dapat disertai anorexia, tanpa
mual dan muntah. Dapat disertai photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di mata
saat terpapar cahaya) atau phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang
suara). TTH terjadi dalam waktu relatif singkat, dengan durasi berubah-ubah
(TTH episodik) atau terus-menerus (TTH kronis). TTH episodik terjadi bila nyeri
kepala berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari, minimal 10 kali, dan kurang
dari 180 kali dalam setahun.21,24
TTH kronis bila nyeri kepala 15 hari dalam sebulan (atau 180 hari dalam
satu tahun), selama 6 bulan. Penderita TTH kronis sangat sensitif terhadap
rangsang. Berdasarkan analisis multivariat karakteristik klinis, kriteria diagnostik
22
TTH yang memiliki nilai sensitivitas tinggi adalah tidak disertai muntah (99%),
tidak disertai mual (96%), lokasi bilateral (95%), tidak disertai fotofobia (94%).
Sedangkan yang memiliki nilai spesifisitas tinggi adalah intensitas ringan (93%),
kualitas menekan atau mengikat (86%), tidak disertai fonofobia (63%), kualitas
tidak berdenyut (57%). Pengaruh nyeri kepala pada kehidupan penderita dapat
diketahui dengan kuesioner Headache Impact Test-6 (HIT-6). Pada individu dan
masyarakat, TTH berdampak pada penurunan produktivitas, ketidakhadiran dari
sekolah dan pekerjaan, dan penggunaan jasa medis (konsultasi/berobat ke
dokter).21
Diagnosis
Kriteria Diagnosis Klinis :
a) Sekurang-kurangnya terdapat 10 episode serangan nyeri kepala
b) Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
c) Sedikitnya memiliki 2 karakteristik nyeri kepala berikut :
1. Lokasi bilateral
2. Menekan / mengikat (tidak berdenyut)
3. Intensitas ringan atau sedang
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga.
d) Tidak dijumpai :
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia)
2. Lebih dari satu keluhan: fotofobia atau fonofobia.
e) Tidak berkaitan dengan kelainan lain.16
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk
potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya
TTH. Pada palpasi manual gerakan memutar kecil dan tekanan kuat dengan jari ke
dua dan ke tiga di daerah frontal, temporal, masseter, pterygoid,
sternocleidomastoid, splenius, dan otot-otot trapezius, dijumpai pericranial
muscle tenderness, dapat dibantu dengan palpometer. Pericranial tenderness
dicatat dengan Total Tenderness Score. Menurut referensi lain, prosedurnya
sederhana, yaitu: delapan pasang otot dan insersi tendon (yaitu: otot-otot masseter,
23
temporal, frontal, sternocleidomastoid, trapezius, suboccipital, processus
coronoid dan mastoid) dipalpasi. Palpasi dilakukan dengan gerakan rotasi kecil
jari kedua dan ketiga selama 4-5 detik. Tenderness dinilai dengan empat poin
(0,1,2, dan 3) di tiap lokasi (local tenderness score); nilai dari kedua sisi kiri dan
kanan dijumlah menjadi skor tenderness total (maksimum skor 48 poin).
Penderita TTH diklasifikasikan sebagai terkait (associated) (skor tenderness total
lebih besar dari 8 poin) atau tidak terkait (not associated) (skor tenderness total
kurang dari 8 poin) dengan pericranial tenderness. Pada TTH juga dijumpai
variasi TrPs, yaitu titik pencetus nyeri otot (muscle trigger points). Baik TrPs
aktif maupun laten dijumpai di otot-otot leher dan bahu penderita TTH. TrPs
berlokasi di otot-otot splenius capitis,splenius cervicis, semispinalis cervicis,
semispinalis capitis, levator scapulae, upper trapezius, atau suboccipital. TrPs di
otot-otot superior oblique, upper trapezius, temporalis, sub occipital, dan
sternocleidomastoid secara klinis relevan untuk diagnosis TTH episodik dan
kronis.21
Diagnostik penunjang TTH adalah pencitraan (neuroimaging) otak atau
cervical spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum dengan laju endap darah
(erythrocyte sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid.Neuroimaging terutama
direkomendasikan untuk: nyeri kepala dengan pola atipikal, riwayat kejang,
dijumpai tanda/gejala neurologis, penyakit simtomatis seperti: AIDS (acquired
immunodefi ciency syndrome), tumor, atau neurofi bromatosis. Pemeriksaan
funduskopi untuk papilloedema atau abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi
nyeri kepala sekunder.21
Terapi
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri
kepala (terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi abortive.
Terapi dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang. Masyarakat sering mengobati
sendiri TTH dengan obat analgesik yang dijual bebas, produk berkafein, pijat,
atau terapi chiropractic. Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin,
dan kombinasi analgesik. Parasetamol aman untuk anak.46 Asam asetilsalisilat
tidak direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena
kewaspadaan terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan anti-inflamasi
24
non steroid efektif untuk terapi TTH episodik. Hindari obat analgesik golongan
opiat (misal: butorphanol). Pemakaian analgesik berulang tanpa pengawasan
dokter, terutama yang mengandung kafein atau butalbital, dapat
memicu rebound headaches. Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400
mg), parasetamol (1000 mg), ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif daripada
parasetamol. Kafein dapat meningkatkan efek analgesik. Analgesik sederhana,
nonsteroidal anti-infl ammatory drugs (NSAIDs), dan agen kombinasi adalah
yang paling umum direkomendasikan.21
Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif,
terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy, atau
kombinasinya. Solusi lain adalah modifikasi perilaku dan gaya hidup. Misalnya:
istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap. Peregangan leher dan otot bahu 20-
30 menit, idealnya setiap pagi hari, selama minimal seminggu. Hindari terlalu
lama bekerja di depan komputer, beristirahat 15 menit setiap 1 jam bekerja,
berselang-seling, iringi dengan instrumen musik alam/klasik. Saat tidur, upayakan
dengan posisi benar, hindari suhu dingin. Bekerja, membaca, menonton TV
dengan pencahayaan yang tepat. Menuliskan pengalaman bahagia. Terapi tawa,
berdoa. Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH. Edukasi
baik untuk anak dan dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis dan dukungan
psikososial amat diperlukan.21,24
Nyeri Kepala Klaster
Definisi
Nyeri kepala Klaster adalah suatu sindrom nyeri kepala neurovaskular
yang khas dan dapat disembuhkan. Berbagai istilah lain pernah digunakan seperti
nyeri kepala Histamin, nyeri kepala Horton, nyeri kepala Migrenosa dan
Neuralgia Nokturnal Paroksimal.25
Sindrom ini berbeda dengan Migrain, walaupun sama-sama ditandai oleh
nyeri kepala unilateral, dan dapat terjadi bersamaan. Mekanisme histaminergik
dan humoral diperkirakan mendasari gejala otonom yang terjadi bersamaan
dengan nyeri kepala ini.14
25
Epidemiologi
Insidensi jauh lebih jarang dibandingkan Migrain. Lebih sering terjadi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan onset usia 20 hingga 60 tahun.
Alkohol dan merokok sering disebutkan sebagai faktor pemicu. Faktor lainnya
seperti stres, perubahan cuaca, dan serangan hay fever.25
Patogenesis
Patogenesis nyeri kepala Klaster belum diketahui.14,25 Tidak ada perubahan
aliran darah, serebrum yang konsisten yang dibuktikan menyertai serangan nyeri.
Pada salah satu teori, patofisiologi dasar diperkirakan adalah sistem vaskular
trigeminus jalur akhir terutama dengan nyeri dipicu secara siklis oleh suatu
pemacu (pacemaker) sentral yang mengganggu. Pada mamalia, hipotalamus
anterior mengandung sel-sel yang membentuk pemacu sirkardian utama dan
hipotalamus posterior mengandung sel-sel yang mengendalikan fungsi otonom.
Keduanya harus diaktifkan agar timbul gejala-gejala (autonom dan periodik) nyeri
kepala cluster. Pemacu mengalami modulasi oleh proyeksi rafe dorsal
serotonergik. Dugaan bahwa nyeri kepala cluster disebabkan oleh kelainan
neurotransmisi serotonergik seperti migrain namun lokasinya berbeda.25
Dilatasi pembuluh darah arteri oftalmika dan ekstrakranium serta kapiler
wajah dan kulit kepala biasanya berdilatasi dan arteri karotis interna menyempit
sehingga menimbulkan manifestasi klinis berupa nyeri kepala hebat serta gejala
penyerta lainnya.25
Manifestasi Klinis
Pola episodik adalah tipe tersering yang ditandai dengan satu sampai tiga
kali serangan singkat nyeri di daerah periorbita per hari selama periode 4 sampai 8
minggu diikuti oleh interval bebas nyeri yang lamanya rata-rata satu tahun. Nyeri
berlangsung konstan, parah, tidak berdenyut dan unilateral serta sering terbatas
pada mata atau sisi wajah. Awitan biasanya 2 sampai 3 jam setelah tidur dan
tampaknya berkaitan dengan tidur rapid eye movement.25 Pasien merasakan
serangan nyeri hebat di sekitar satu mata(selalu pada sisi yang sama) selama 20
hingga 120 menit, dapat berulang beberapa kali dalam sehari, dan sering
membangunkan pasien lebih dari satu kali dalam semalam. Gejala penyerta antara
lain adalah injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat dan kadang
26
kemerahan (flushing) di sisi yang terkena. Berbeda dengan Migrain, pengidap
nyeri Cluster berjalan bolak-balik dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau
duduk diam.14,25
Diagnosis
Kriteria Diagnosis :
Secara klinis :
a. Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat
sekali di orbita, supraorbita dan/ atau temporal yang unilateral, berlangsung 15-
180 menit bila tak diobati.
b. Nyeri kepala disertai setidak-tidaknya satu dari berikut :
1. Injeksi konjungtiva dan atau lakrimasi ipsilateral
2. Kongesti nasal dan atau rhinorrhoea ipsilateral
3. Oedema palpebra ipsilateral
4. Dahi dan wajah berkeringat ipsilateral
5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Perasaan kegelisahan atau agitasi.
c. Frekuensi serangan :
dari 1 kali setiap dua hari sampai 8 kali per hari
d. Tidak berkaitan dengan gangguan lain.16
Terapi
Diagnosis nyeri kepala tipe Cluster berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang khas seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sasaran
terapi yaitu menghilangkan nyeri serta mencegah serangan. Terapi farmakologi
yang sering digunakan adalah obat yang dapat menyebabkan vasokonstriktor
seperti ergotamin tartat, sumatriptan. Inhalasi oksigen 100% selama serangan
efektif bagi sebagian pasien. Diduga karena terjadi pengurangan darah aliran
darah pada serebrum. Sumatriptan (6 mg secara subkutis) sering dapat
mempersingkat serangan.25
27
Antagonis serotonin metisergid, litium, verapamil, ergotamin dan
prednison digunakan sebagai profilaksis. Pemberian obat harus diberikan satu
sampai dua jam sebelum perkiraan serangan.25
TABEL PERBEDAAN SETIAP NYERI KEPALA PRIMER
Tabel 1. Perbedaan setiap nyeri kepala primer.
Sumber: IDI.ANLS.2013.
Tabel 2. Perbedaan setiap nyeri kepala primer.
Sumber: IDI.ANLS.2013.
28