Refrerat Vaksinasi Ca Cervix

37
BAB I PENDAHULUAN Hingga saat ini kanker serviks merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim menduduki peringkat pertama di antara jenis kanker lainnya dan menjadi masalah kesehatan sampai sekarang. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Penyakit ini telah menurunkan kualitas hidup perempuan dan merenggut ratusan ribu nyawa mereka setiap tahunnya. 1,2 Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Namun, sayang hingga saat ini program skrining belum memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi. 3,4 Untuk mengurangi risiko kanker serviks, baru-baru ini Food and Drug Association (FDA) menyetujui penggunaan vaksin Human Papilloma Virus (HPV) pada perempuan yang berusia antara 9-26 tahun. Dalam salah satu laporan dalam A Cancer Journal for Clinicians 2006, dari data empat uji klinik yang dilakukan terhadap 21.000 remaja dan perempuan, efektivitas vaksin HPV hampir 100% dalam mencegah lesi prekanker serviks akibat HPV 1

Transcript of Refrerat Vaksinasi Ca Cervix

BAB IPENDAHULUAN

Hingga saat ini kanker serviks merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim menduduki peringkat pertama di antara jenis kanker lainnya dan menjadi masalah kesehatan sampai sekarang. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara.Penyakit ini telah menurunkan kualitas hidup perempuan dan merenggut ratusan ribu nyawa mereka setiap tahunnya.1,2Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Namun, sayang hingga saat ini program skrining belum memasyarakat di negara berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih tetap tinggi.3,4Untuk mengurangi risiko kanker serviks, baru-baru ini Food and Drug Association (FDA) menyetujui penggunaan vaksin Human Papilloma Virus (HPV) pada perempuan yang berusia antara 9-26 tahun. Dalam salah satu laporan dalam A Cancer Journal for Clinicians 2006, dari data empat uji klinik yang dilakukan terhadap 21.000 remaja dan perempuan, efektivitas vaksin HPV hampir 100% dalam mencegah lesi prekanker serviks akibat HPV tipe 16 dan 18 dimana HPV tipe 16 dan 18 ini merupakan penyebab 70% kanker serviks.4,5Kebanyakan kanker serviks berhubungan dengan HPV. Vaksin bisa mencegah infeksi HPV dan yang berhubungan dengan kanker serviks. Tujuannya adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari kejadian yang mengarah ke kanker serviks. Strategi yang digunakan dalam pencegahan HPV dan vaksin terapeutik juga hadir dalam percobaan. Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respon humoral dengan menghasilkan antibodi yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Dengan cara yang sama bahwa vaksin hepatitis B seharusnya mengarah ke suatu penurunan insiden kanker hepar, suatu vaksin pencegahan dengan HPV secara teori seharusnya mengurangi insiden dari kanker serviks.6,7

BAB IIPEMBAHASAN

EtiologiHUMAN PAPILLOMA VIRUSPerjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari proses karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi kanker invasif. Lebih dari 20 tahun proses karsinogenesis sel skuamosa serviks diteliti dan diamati, sehingga ditemukan proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor servik sendiri. Human Papilloma Virus (HPV) menjadi primadona yang diteliti secara molekular dan proteomik. Infeksi HPV merupakan faktor risiko masuknya karsinogen E6 dan E7, kedua protein tersebut merupakan karsinogen kanker serviks.2Struktur dan Klasifikasi Human Papilloma VirusSalah satu mikroorganisme yang berperan penting dalam terjadinya penyakit kanker serviks adalah Human Papilloma Virus (HPV). 3Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan Papovavirus yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid, genomnya terbentuk oleh dua rantai (double stranded) kira-kira sepanjang 8000 pasang basa. Informasi genetiknya hanya pada satu rantai, Genomnya terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian late (L), early (E) dan bagian noncoding (NC). Bagian L kurang lebih merupakan 40% dari genom, bagian terbagi menjadi dua bagian yaitu 95% bagian adalah L1 mayor dan sisanya 5% adalah L2 minor. Bagian E merupakan 45% dari genom, gen E terdiri dari E1-E8, tetapi hanya E1,E2,E4,E6,dan E7 yang banyak diteliti. E1 dan E2 berperan pada replikasi virus, E2 juga berfungsi untuk transkripsi virus. E4 berperan pada siklus pertumbuhan virus (reorganisasi sel sitoskeleton) dan pematangan virus. Sedangkan E6 dan E7 merupakan bagian dari onkoprotein berfungsi pada transformasi genom hospes, sehingga melalui integrasi ini dapat terjadi ekspresi yang berlebihan dari protein E6 dan E7. Kadar protein E6 dan E7 yang tinggi ini akan mempengaruhi fungsi tumor suppressor (protein p53) dan protein retinoblastoma (pRb), sehingga dapat menghambat apoptosis sel yang pada akhirnya dapat menyebabkan terbentuknya sel tumor atau sel kanker. Dari seluruh wanita yang terinfeksi HPV, hanya sekitar 25% saja yang dapat menimbulkan terjadinya cervical intraepithelial neoplasma (CIN) dan hanya 1% di antaranya yang menderita kanker serviks.3-7 Virus ini juga bersifat epitelitropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. Setelah masuk ke dalam sel epitel, virus akan menginfeksi sel keratinosit yang masih muda di lapisan basak epitelium Infeksi HPV telah dibuktikan menjadi penyebab kondiloma akuminata, lesi prakanker, dan kanker serviks. Virus tidak mensintesis enzim sendiri dan sangat tergantung pada siklus hidup sel hospesnya.Meskipun HPV menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran dalam timbulnya kanker pada anus, vulva, vagina, penis dan beberapa kanker orofaring.8,9Di masa sekarang ini infeksi HPV cenderung terus meningkat. Dilakukan usaha-usaha untuk mengidentifikasi tipe virus ini. Berdasarkan hasil temuan pada penelitian epidemiologi, tipe HPV diklasifikasikan dalam klasifikasi yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah. Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 diantaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV risiko rendah jarang menimbulkan kanker sedangkan yang lain bersifat risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Tipe HPV risiko tinggi yaitu tipe 16,18,31,33,35,39,45,51,52,56,58,59,68,69, kemungkinan risiko tinggi yaitu tipe 26,53,66,68,73,82, dan risiko rendah yaitu tipe 6,11,40,42,43,44,54,61,70,72,81. Di Indonesia tipe virus yang menyebabkan kanker adalah tipe 16, 18 dan 52.1,2,3

Patofisiologi Integrasi DNA Human papilloma virus Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi, tidak berfungsinya E2, menyebabkan rangsangan terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan Rb. Hambatan kedua Tumor Supresor gen (TSG) menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak terjadi. Protein E6 akan berkaitan dengan p53, ikatan ini menyebabkan hilangnya fungsi p53. Fungsi p53 adalah sebagai tumor supressor gen yang bekerja pada fase G1, dan p53 berfungsi menghentikan siklus sel pada fase G1.6,9Penghentian siklus sel bertujuan memberi kesepakatan kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel akan masuk ke fase S. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel melalui hambatannya pada kompleks cdk-cyclin. Kompleks cdk-cyclin berfungsi merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Hilangnya fungsi p53 maka penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan tidak terjadi, dan sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi sebagai perangsang apoptosis (proses kematian sel yang dimulai dari kehancuran gen intrasel, apoptosis merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang tidak dapat diperbaiki). Hilangnya fungsi p53 menyebabkan proses apoptosis tidak berjalan.6,9Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang berbeda. Pada proses regulasi siklus sel diproses G0 dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif. Masuknya protein E7 kedalam sel, menyebabkan terjadi ikatan E7 dengan pRb, ikatan ini menyebabkan E2F bebas terlepas dan merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc yang selanjutnya akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus sel. Kekuatan ikatan protein E7 dengan Rb berbeda beda diantara beberapa jenis virus HPV. Ikatan E7 HPV tipe 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan ikatan E7 HPV tipe 16 ataupun 18. Berbagai penelitian yang dilakukan beberapa rumah sakit, infeksi HPV tipe 16 sekitar 50% dan HPV tipe 18 sekitar 40%. Penelitian HPV di 4 rumah sakit di Indonesia mendapatkan kejadian infeksi HPV tipe 16 sebesar 44%, tipe 18 sebesar 39% dan tipe 52 sebesar 14%, sisanya sebesar 3% terdeteksi infeksi HPV multiple.3,6

Mekanisme Transformasi KeganasanTempat infeksi primer HPV adalah pada sel basal dan parabasal dari epitel gepeng yang belum matur. Pada kanker serviks, infeksi tersebut terjadi pada zona peralihan skuamo kolumnar. Infeksi HPV yang terjadi pada sel basal tersebut dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:3,71. Infeksi virus laten, yaitu infeksi virus yang tidak menghasilkan virus yang infeksius. Pada saat ini yang terjadi adalah virus tidak berhasil melekat pada permukaan sel atau menembus sel atau virus sudah berhasil masuk ke sel tetapi gagal melakukan perkembang biakan dan tidak terjadi pematangan dari partikel-partikel virus. Pada fase ini, kelainan struktur sel tidak ditemukan dan HPV hanya bisa dideteksi dengan metode biomolekuler.2. Fase virus produktif, yaitu terjadinya pembentukan DNA virus dan membentuk DNA yang infeksius yang disebut Virion. Pembentukan DNA virus ini terjadi di sel intermediet dan permukaan epitel sel gepeng. Virion kemudian menjadi banyak jumlahnya dan membentuk efek merusak sel yang bisa dideteksi dengan cara histologi dan histopatologi.Setelah terjadi penetrasi dari virus maka partikel virus yang terdiri atas L1 dan L2 berinteraksi dengan molekul di permukaan sel target sehingga mempermudah masuknya DNA virus ke sel target. Pada sel-sel epitel yang terinfeksi HPV tersebut, virus akan terintegrasi pada kromosom penjamu dan mengekspresikan protein produk gen HPV. E1 dan E2 masing-masing mengkode DNA binding protein yang berfungsi untuk menjaga stabilitas virus. Protein E1 berperan dalam proses inisiasi dan elongasi dari pembentukan DNA, sedangkan E2 berperan dalam regulasi positif dan negatif dari ekspresi gen melalui interaksi dengan early promoter. Protein E6 dan E7 berperan dalam proliferasi melalui mekanisme mengganggu sistem kontrol siklus sel target dan aktivasi sintesis DNA.3,7Respons imun tubuh pada kanker serviks terhadap pajanan HPVSecara umum, sistem imun tubuh terdiri dari dua bagian besar, yaitu sistem imun humoral dan sistem imun seluler, yang keduanya berperan pada respon imunologis terhadap infeksi HPV. Sistem imun humoral banyak diperankan oleh Sel B dengan pembentukan imunoglobulin, sedangkan sistem imun seluler banyak diperankan oleh sel T, baik Cytotoxic-T Lymphocyte (CTL) maupun sel T helper (Th).3,6Respons imun pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotipe yang sama. Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV. Kadar serum neutralising antibodi ini pada infeksi HPV akan mencapai puncaknya hanya setelah fase serokonversi dan kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi HPV yang bersifat intraepitelial dan tidak adanya keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makrofag. Oleh karena itu, partikel virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses imun tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV, sehingga dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja virus neutralising antibodi terhadap protein kapsid yang bersifat mencegah terhadap infeksi HPV.6Mekanisme respon imun seluler penting dalam melawan infeksi HPV. Saat respon kekebalan tubuh yang efektif menurun terjadi peningkatan risiko persisten virus dan perkembangan neoplasma. Dengan demikian, kegagalan respon kekebalan tubuh telah diduga sebagai faktor utama dalam perkembangan neoplasma. Faktor lain yang ikut berperan adalah infeksi tidak menyebabkan hal yang berbahaya bagi penjamu sehingga diabaikan. Hanya pada stadium akhir dari lesi saat lesi yang lebih besar berkembang, antigen mungkin terlepas dan menginduksi respons imun tubuh, tetapi sudah terlambat dalam melawan infeksi secara efektif. Dengan demikian, kegagalan respon kekebalan tubuh telah diduga sebagai faktor utama dalam perkembangan kanker serviks.7Pada prinsipnya HPV adalah virus yang tidak menyebabkan pecahnya sel, sehingga selama tidak terjadi pecahnya sel penjamu, infeksi ini tidak menyebar. Dengan demikian, CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) akan menjadi mekanisme yang lebih efektif pada pertahanan awal melawan HPV dibandingkan dengan antibodi penetral yang berperan dalam mencegah infeksi ulang.7Pada kasus infeksi HPV, vaksinasi pencegahan yang efektif dibutuhkan untuk membangkitkan antibodi yang spesifik pada epitel serviks yang secara langsung melawan kapsid protein L1 dari HPV (yang memainkan peran dalam masuknya virus ke sel host). Akan tetapi, jika sel keratin serviks telah mengalami perubahan menjadi keganasan, proses diferensiasi tidak akan terjadi sehingga tidak akan terjadi pengikatan antibodi spesifik pada epitel serviks yang secara langsung melawan kapsid antigen. Ekspresi E6 dan E7 secara terus menerus sangat dibutuhkan oleh sel dalam perubahan ke arah keganasan, maka pembangkitan limfosit T spesifik secara langsung melawan peptida E6 dan E7 akan menyebabkan penghancuran sel-sel tumor yang terinfeksi virus.7

Epidemiologi .Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. 2Di Indonesia, kanker leher rahim menduduki peringkat pertama di antara jenis kanker lainnya dan menjadi masalah kesehatan sampai sekarang. Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. 3Penyakit ini telah menurunkan kualitas hidup perempuan dan merenggut ratusan ribu nyawa mereka setiap tahunnya.Menurut WHO, kanker serviks merupakan penyebab kematian terbesar akibat kanker di negara berkembang pada wanita usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear. 4Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat lebih dari 500.000 kasus kanker serviks yang menyerang wanita dan sekitar 275.000 di antaranya meninggal dunia tiap tahunnya. Di negara maju seperti Amerika Serikat pun, pada tahun 2006 terdapat 9.700 kasus baru kanker serviks dan diperkirakan 3.700 wanita meninggal karena penyakit ini, dan pada tahun 2008 diperkirakan 11.000 kasus baru, dan sekitar 3.870 meninggal karena kanker serviks. Di Uni Eropa, pada tahun 2004, ada sekitar 34.000 kasus baru per tahun dan lebih dari 16.000 kematian akibat kanker serviks. Di Kanada, pada tahun 2008, 1.300 wanita didiagnosis dengan kanker serviks dan 380 meninggal. Di Australia, terdapat 734 kasus kanker leher rahim (2005). Jumlah perempuan didiagnosa menderita kanker leher rahim telah menurun rata-rata sebesar 4,5% setiap tahun sejak screening diselenggarakan mulai tahun 1991 (1991-2005).1

Manifestasi KlinisKebanyakan infeksi HPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa menimbulkan gejala sedikitpun sehingga penderita masih dapat menjalani kegiatan sehari-hari. Namun, jika dilakukan pemeriksaan deteksi dini dapat ditemukan adanya sel-sel serviks yang tidak normal yang disebut juga sebagai lesi prakanker. Bila kanker sudah mengalam progesifitas atau stadium lanjut maka gejala-gejala uang dapat timbul antara lain:41. Pendarahan setelah senggama.2. Pendarahan spontan yang terjadi antar periode menstruasi rutin.3. Timbulnya keputihan yang bercampur dengan darah dan berbau.4. Nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil/5. Nyeri ketika berhubungan seksual.

Faktor risikoSetiap perempuan berisiko terkena HPV penyebab kanker serviks dalam masa hidupnya tanpa memandang usia, latar belakang dan gaya hidup. Setiap perempuan berisiko karena:1. Biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan sendirinya. Mereka yang mengalami infeksi persisten jarang menunjukkan gejala pada stadium awal, dan biasanya berkembang menjadi kanker serviks beberapa tahun kemudian.2. Setelah infeksi HPV, tubuh kita tidak dapat selalu membentuk kekebalan, maka kita tidak terlindungi dari infeksi berikutnya. 10Faktor yang meningkatkan risiko terkena kanker serviks: Menikah/ hubungan seksual pada usia muda. Sering melahirkan. Merokok. Berganti-ganti pasangan seksual. Infeksi menular seksual 10Pencegahan1. Vaksinasi 10Pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari sistem tubuh di dalam tubuh. Vaksinasi merupakan pencegahan primer.Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab kanker serviks yang berarti dapat melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker. Selain itu dapat memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPV lain yang juga menyebabkan kanker. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks). Profil keamanan yang baik. Affordable (terjangkau bagi lebih banyak perempuan).

2. Menghindari Kontak dengan HPV 10 HPV merupakan penyebab utama terjadinya pra-kanker maupun kanker serviks. Pencegahan utama kanker serviks adalah menghindari kontak dengan HPV. Hindari kegiatan seksual yang berisiko tinggi, seperti berganti-ganti pasangan seksual, melakukan hubungan seksual pada usia yang sangat muda, atau melakukan kegiatan seksual yang menyimpang (oral atau anal seks). Tidak berhubungan seksual dengan pria yang belum disirkumsisi (sunat). Sirkumsisi pada pria dapat mengurangi risiko terinfeksi HPV, karena diduga kulit penutup glans penis lebih rentan terinfeksi HPV. Penggunaan kondom saat berhubungan seksual juga dapat mengurangi risiko kanker serviks. HPV tidak dapat melewati karet kondom sehingga mengurangi kontak dengan HPV. Selain HPV, kondom juga dapat menurunkan risiko AIDS yang disebabkan oleh HIV.

3. Rutin Melakukan Deteksi Dini dengan Pap SmearSalah satu penyebab tingginya kematian akibat kanker serviks disebabkan kanker ditemukan setelah masuk stadium yang invasif dan menyebar ke anggota tubuh lain. Apabila kanker tersebut ditemukan pada stadium yang lebih dini atau dalam masa pra-kanker, maka peluang kesembuhannya akan jauh lebih besar. 10Pap smear digunakan sebagai alat penapisan, dengan pemeriksaan pap smear dokter dapat mengetahui keadaan porsio. Bagi yang belum melakukan hubungan seksual,vaksinasi di berikan tanpa penapisan. Pap smear negatif, di sepakati bahwa saat ini tidak terinfeksi HPV atau menderita lesi prakanker-kanker (di sadari bahwa sensivitas pap smear berkisar 70%) maka vaksinasi dapat di berikan. Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakuan vaksinasi dan pap smear (untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya), karena jangkauan perlindungan vaksinasi tidak mencapai 100% (89%).3Bila penapisan dengan pap smear menunjukan adanya infeksi HPV, sebaiknya di lakukan pap smear ulang 3 bulan sampai papsmear menunjukan tidak ada infeksi HPV (75-90% infeksi HPV akan regresi spontan dalam waktu 9,6 bulan) pada keadaan tertentu (pasien ekonomi mampu) dapat di bantu dengan pemeriksaan tes DNA-HPV risiko tinggi (HC-ll),bila hasil tes negatif berarti tidak terinfeksi HPV risiko tinggi.3Karena itu, pemeriksaan rutin pap smear wajib dilakukan minimal sekali setiap tahun bagi wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. 10

4. Deteksi Dini dengan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)Selain pap smear, metode yang sederhana ini mulai sering dikampanyekan untuk mendeteksi kanker serviks. Metode IVA dilakukan dengan cara melihat langsung serviks yang telah diolesi larutan asam asetat 3-5%. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks normal (merah homogeny) atau lesi pra-kanker (bercak putih). Pemeriksaan dengan cara IVA tergolong mudah, murah, membutuhkan peralatan sederhana, dan dapat dilakukan oleh semua tenaga kesehatan. Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat pra-kanker dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sementara itu, nilai prediksi positif (positive predictive value) dan nilai prediksi negatif (negative predictive value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%. 10Deteksi dini dengan metode ini hendaknya dilakukan wanita minimum satu kali pada usia 35-40 tahun. Apabila didapatkan hasil yang positif, maka setelah pengobatan dianjurkan pemeriksaan ulang setahun kemudian. Apabila hasil negatif, dapat melakukan pemeriksaan ulang setiap 5 tahun. 10Idealnya, pemeriksaan IVA dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Seperti pap smear, pemeriksaan dilakukan saat tidak haid dan 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual.Kanker serviks yang ditemukan pada stadium dini dan diobati secara cepat dan tepat dapat disembuhkan, oleh sebab itu lakukan deteksi dini secara berkala. 10VAKSINASI HUMAN PAPILLOMA VIRUSVAKSIN KANKER PROFILAKTIKDengan diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker serviks, maka terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan kanker serviks. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin: 61. Vaksin pencegahan untuk memicu respon imunitas humoral agar dapat terlindung dari infeksi HPV. 2. Vaksin pengobatan untuk menstimulasi respon imunitas seluler agar sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan. 6Tujuan penggunaan vaksin kanker adalah untuk merangsang produksi antibody netralisasi yang dapat menghambat infeksi virus yang menyebabkan timbulnya sel-sel kanker (vaksin profilaksis), atau untuk mengeliminasi sel-sel yang abnormal dengan cara meningkatkan respon imun seluler (vaksin terapetik). 6Vaksin kanker profilaktik adalah vaksin kanker yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit kanker yang disebabkan oleh mikroorganisme. Cara vaksin kanker profilaktik meningkatkan respon imun mirip dengan cara kerja vaksin tradisional, yaitu berdasarkan jenis antigen yang digunakan sebagai vaksin untuk menimbulkan respon imun sehingga apabila ada invasi mikroorganisme yang masuk akan segera dikenali dan dimusnahkan. Dengan demikian jika mikroorganisme bertanggung jawab terhadap proses terjadinya sel kanker dapat dicegah maka terbentuknya sel kanker itupun akan dapat dihindari. 6Pada tahun 2006 Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah menyetujui penggunaan vaksin kanker (Gardasil), yang dapat mencegah infeksi HPV tipe 16 dan tipe 18 yang menjadi penyebab infeksi HPV tipe 6 dan 11 yang dapat menyebabkan genital warts. Kasus genital warts ini 90% disebabkan oleh infeksi HPV tipe 6 dan tipe 11. Pada tahun 2008 FDA memberikan persetujuan penggunaan Gardasil untuk pencegahan kanker vulva dan kanker vagina. 6

Mekanisme Perlindungan VaksinVaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks (vaksinasi profilaksis HPV 16,18).1,7 Trauma perkutaneus memfasilitasi infeksi HPV yang merangsang sistem imun humoral untuk memproduksi antibodi. Dalam hal ini antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus neutralizing antibody yang bisa mencegah infeksi HPV. Ketika terpajan protein kapsid L1, atau kapsul yang mengelilingi DNA HPV, terjadi respon antibodi spesifik. Respon imun pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotype yang sama. Antibodi HPV tipe 16 tidak melakukan proteksi terhadap HPV tipe lainnya.10 Secara langsung, alasan utama dari mekanisme perlindungan ditandai oleh tingginya kadar serum neutralising antibodi yang dihasilkan oleh vaksin. Pada binatang, serokonversi dan kadar anti-L1 neutralising Ig G selalu dihubungkan dengan mekanisme perlindungan terhadap infeksi HPV. Meskipun demikian, ada beberapa hewan percobaan yang mendapatkan antibodi yang bersifat melindungi terhadap infeksi HPV setelah mendapatkan pemindahan pasif IgG dari hewan yang sebelumnya mendapatkan imunisasi Cotton Rabit Papilloma Virus (CRPV LI/L2 VLPs). Hewan tersebut mendapatkan respons kekebalan tumbuh komplit terhadap infeksi HPV setelah mendapatkan pemindahan pasif IgG, dimana dari 4 hewan percobaan, 3 diantaranya mengalami penurunan sempurna dari lesi yang disebabkan oleh infeksi HPV. Dengan demikian disimpulkan bahwa hewan yang mendapatkan imunisasi CRPV LI/L2 VLPs akan menimbulkan suatu keadaan kekebalan tubuh yang sangat tinggi yang kemudian secara komplit bersifat melindungi terhadap infeksi HPV.6L1 VLPs memiliki imunogenitas tinggi, dan dapat memproduksi sebagian besar antibodi penetralisir. Oleh karena VLP adalah tiruan dan tidak mengandung gen HPV esensial (seperti E6 dan E7), maka VLP bersifat non infeksius dan non onkogenik. Pemberian vaksin L1 VLP diharapkan akan diserap oleh pembuluh darah kecil dan pembuluh limfe yang ada di sekitar tempat penyuntikan sehingga akan bersifat menyerupai fase terdapatnya virus di darah dari infeksi virus yang diharapkan akan membangkitkan respon antibodi terhadap virus tersebut.10Penelitian tersebut menunjukkan bahwa serum IgG dapat bersifat melindungi terhadap infeksi HPV dan kadar IgG yang tinggi dalam darah disebabkan oleh adanya vaksin L1 VLP yang telah diberikan sebelumnya. Hasil dari pemberian vaksin tersebut pada hewan yang terinfeksi dan pada percobaan klinik mendukung ke arah perlindungan vaksin dari infeksi HPV. 6Pada prinsipnya IgG pada cairan yang keluar dari serviks bersifat melindungi terhadap infeksi HPV dan hal ini diperantarai oleh serum IgG (predominantly neutralising IgG) yang bisa melakukan transudasi pada epitel serviks terutama pada daerah squamo-collumnar junction dan dalam konsentrasi tinggi mengikat partikel virus yang akhirnya mencegah infeksi. Kadar sistemik dari IgG secara substansial lebih tinggi dibandingkan pada cairan serviks, sehingga bisa menimbulkan kekebalan sistemik terhadap infeksi HPV pada lokasi lain seperti pada kulit dan selaput lendir permukaan epitel lainnya. Keadaan ini bisa timbul apabila terjadi kontak langsung dengan virus pada sel keratin pada daerah basal jaringan epitelial. Trauma minor pada epitel, yang mungkin terjadi saat hubungan seksual, akan meningkatkan kemungkinan kontak dengan virus tersebut dan pada daerah tersebut akan memiliki hubungan langsung dengan IgG sistemik.6Pengukuran terhadap kadar serum imunoglobulin G (Ig G) anti L1 VLP antibodies pada individu yang sudah dilakukan vaksinasi dan yang belum divaksinasi adalah parameter yang digunakan secara langsung untuk menilai respons imun yang dihasilkan oleh vaksin HPV L1 VLP. Pada pengujian terhadap vaksin quadrivalen, pengukuran dilakukan dengan menggunakan suatu competitive Radioimmunoassay (RIA) atau competitive Luminex immunoassay (cLIA), sedangkan pada pengujian vaksin bivalen gunakan teknik Enzyme Linked Immunoassay (ELISA). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hence menunjukkan bahwa kedua vaksin tersebut memiliki sifat merangsang sistem imun yang sangat tinggi dengan angka serokonversi pada kedua vaksin tersebut di atas 98%. Daya perlindungan dari individu tersebut diatas 98%.3Mekanisme vaksin HPV sama dengan mekanisme vaksin pada umumnya. Vaksin ini berisi partikel virus tetapi tidak memiliki untai DNA virus HPV. Di dalam kelenjar getah bening terdapat sel T naf yaitu sel T yang belum pernah terpajan oleh antigen. Saat vaksin diinjeksikan, serum antibody penetralisasi, IgG, mengikat partikel virus, lalu membawanya kepada sel T naf yang akan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan sel memori. Sel efektor akan bermigrasi ke tempat infeksi dan mengeliminasi antigen, sedangkan sel memori akan berada di organ limfoid untuk kemudian berperan jika terjadi pajanan antigen yang sama.Sel B, ketika terpajan oleh antigen, akan mengalami transformasi (yaitu proliferasi dan diferensiasi) menjadi sel plasma yang akan memproduksi antibody, dan sebagian juga akan menjadi sel B memori. Sel B memori akan berada dalam sirkulasi. Bila sel B memori terpajan pada antigen serupa, akan terjadi proses transformasi seperti semula dan akan menghasilkan antibody yang lebih banyak. 11

Jenis VaksinVaksin kanker ditujukan merupakan sediaan farmasi yang termasuk dalam senyawa biological response modifiers, yang bekerja untuk menstimulasi respon imun sehingga mampu mencegah terjadinya penyakit kanker. Terdapat dua jenis vaksin kanker yaitu cancer prophylactic vaccines, yang digunakan untuk mencegah terjadinya kanker dan cancer therapeutic vaccines, yang digunakan untuk mengobati penyakit kanker dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap kanker.Saat ini terdapat 2 jenis vaksin HPV profilaksis, yaitu: 11,121. Vaksin HPV jenis Bivalen (Cervarix)2. Vaksin HPV jenis Quadrivalen (Gardasil)Vaksin bivalen, berisi 20 g VLP-HPV 16 dan 20 g VLP-HPV 18, melindungi terhadap infeksi HPV tipe 16 dan tipe 18 serta penyakit pada serviks yang dipicu oleh HPV tipe 16 dan 18.6,11 Sedangkan vaksin quadrivalen, berisi 40 g VLP-HPV 16, 20 g VLP-HPV 18, 20 g VLP-HPV 6 dan 40 g VLP-HPV 11, selain melindungi terhadap infeksi HPV tipe 16 dan tipe 18, juga bersifat melindungi terhadap infeksi HPV tipe 6 dan tipe 11 yang merupakan penyebab dari lesi selaput lendir dan lesi genital.6,12Pada vaksin bivalen, protein L1 dari HPV diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan vaksin quadrivalen suatu rekombinan vektor Saccharomyces cerevisiae. VLP dari kedua tipe ini (tipe 16 dan 18) diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun. Kedua vaksin tersebut merangsang sistem imun yang sangat tinggi dengan angka serokonversi di atas 98%. Level antibodi penetralisir yang dihasilkannya tetap tinggi selama paling kurang 5 tahun. Antibodi terhadap HPV tipe 16 rata-rata terbentuk pada bulan ke 7 setelah menerima 3 dosis vaksin. Setelah itu kadar antibodi akan stabil pada beberapa bulan tetapi kadarnya masih lebih tinggi dibandingkan kadar antibodi alami yang dihasilkan oleh individu yang terpapar oleh infeksi virus HPV.5Vaksin Gardasil yaitu vaksin yang diproduksi oleh Merck & Co, Inc. Vaksin ini juga disebut Quadrivalent yang berfungsi untuk melindungi terhadap empat jenis tipe HPV yaitu tipe 6, 11, 16 dan 18. Gardasil diberikan melalui serangkaian tiga suntikan ke dalam jaringan otot selama 6 bulan. FDA telah menyetujui Gardasil untuk digunakan pada perempuan untuk pencegahan kanker serviks, vulva dan kanker vagina yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18. 11Selain pada wanita, vaksin ini juga dianjurkan untuk digunakan pada laki-laki untuk pencegahan kanker dubur dan lesi prakanker dubur yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18. Selain itu, Gardasil juga terbukti untuk pencegahan kutil kelamin yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. Vaksin ini lebih efektif diberikan pada usia 9 sampai 26 tahun. Imunisasi yang paling efektif diberikan pada wanita yang belum pernah melakukan hubungan seks. Jadwal imunisasi adalah diberikan sebanyak 3 kali suntikan intra muscular 0,5 ml Gardasil pada 0, 2, dan 6 bulan.11Efektifitas vaksin Gardasil diperkirakan antara 70-100% dan diperkirakan dapat mengurangi insidensi kasus kanker serviks sampai 90%. Lama proteksi vaksin belum diketahui akan tetapi dari beberapa penelitian diperkirakan sampai 5 tahun. 11Efek samping vaksin Gardasil jarang ditemukan, umumnya berupa rasa sakit pada tempat penyuntikan, gatal, demam ringan, nausea, dizziness, diare, muntah, sakit kepala, batuk, lesu dan insomnia. 11Adapun kontraindikasinya adalah tidak boleh diberikan pada wanita hamil, wanita yang sedang sakit berat dan hipersensitif terhadap komponen vaksin.11Vaksin Cervarix adalah vaksin yang diproduksi oleh GlaxoSmithKline (GSK). Sering juga disebut Bivalen karena terdiri dari virus-like partikel (VLPs) HPV tipe 16 dan 18, sehingga target vaksin hanya dua jenis HPV yaitu tipe 16 dan 18. Penggunaan vaksin kanker untuk mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 ini telah memberikan perlindungan dan mengurangi risiko terjadinya kanker serviks, kanker vagina, kanker vulva, bahkan dapat juga mencegah infeksi kronis lain yang dapat menyebabkan kanker pada anus, penis, dan orofaring. 11Cara pemberian vaksin Cervarix Vaksin ini juga diberikan dalam tiga dosis selama 6 bulan (0, 1, 6). Cervarix diberikan pada perempuan usia 9-25 tahun hanya untuk pencegahan kanker serviks yang disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18. 11Beberapa penelitian menggunakan vaksin bivalent ini menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Cervarix cukup tinggi yaitu mencapai lebih dari 90% dan dapat bertahan sampai 4, 5 tahun. Tetapi wanita yang telah divaksin masih membutuhkan skrining kanker serviks karena vaksin tidak dapat mencegah semua tipe HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks.11Vaksin HPV bekerja seperti imunisasi lain. Para peneliti berhipotesis bahwa komponen permukaan yang unik dari HPV dapat membuat respon antibodi yang mampu melindungi tubuh terhadap infeksi dan komponen ini dapat digunakan untuk membentuk dasar vaksin. 11Komponen permukaan HPV dapat berinteraksi satu sama lain untuk membentuk Virus-Like Partikel (VLP) yang tidak menular, karena mereka tidak memiliki DNA. Namun, VLP ini dapat menempel pada sel-sel dan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi yang dapat mencegah papillomavirus menginfeksi sel di masa mendatang. 11Meskipun vaksin HPV dapat membantu mencegah infeksi HPV masa depan, mereka tidak bisa membantu menghilangkan infeksi HPV yang ada. Artinya, mereka hanya berfungsi untuk mencegah terjadinya kanker serviks bukan untuk mengobati.Gardasil dan Cervarix sangat efektif dalam mencegah infeksi dengan jenis HPV yang ditargetkan. Vaksinasi HPV juga telah terbukti mencegah perubahan sel serviks prakanker yang disebabkan oleh HPV 16/18. Hasil ini menunjukkan durasi perlindungan dari vaksin kemungkinan akan bertambah hingga 4-6 tahun ke depan pada wanita yang tidak terinfeksi HPV pada saat vaksinasi.11Vaksinasi terbukti bisa mengurangi resiko kanker mulut rahim karena itu vaksinasi memiliki potensi untuk mengurangi angka kematian akibat kanker serviks sebanyak dua-pertiga wanita. Selain itu, pada saat vaksinasi juga dilakukan skrining dan papsmear yang merupakan prosedur normal saat pemberian vaksinasi sehingga bisa mendeteksi atau mengetahui keadaan dan kelainan-kelainan yang mungkin ada pada tubuh sejak ini. Ini juga merupakan salah satu keuntungan yang bisa menjadi alasan kenapa harus melakukan vaksin HPV.11

Sasaran, Waktu dan Cara Pemberian VaksinPaling ideal pemberian vaksin dilakukan pada perempuan yang belum melakukan hubungan seksual atau belum terinfeksi HPV. Bila vaksinasi diberikan pada yang telah terinfeksi HPV maka hasil yang didapat tidak maksimal. Infeksi HPV yang menyerang organ genetalia biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, dan imunisasi diberikan untuk melakukan perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia-usia tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang. Hal ini ditunjang dengan penelitian di Amerika Serikat yang mengungkapkan bahwa sebanyak 3% anak gadis telah melakukan hubungan seks sebelum umur 13 tahun, 18,6% seksual aktif sebelum usia 15 tahun dan 59,2% sebelum usia 18 tahun. Oleh karena itu, bila vaksinasi dimulai pada umur 12 tahun maka akan menjaring wanita yang belum aktif secara seksual dan belum terpapar infeksi HPV. Selain itu, apabila vaksin diberikan pada usia tersebut maka respons imun tubuh yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas.6,13,14,15 Namun belum cukup data efektifitas pemberian vaksin HPV pada pria karena perhatian penelitian masih pada perepuan.3FDA menyetujui pemberian vaksin mulai usia 9 tahun, sedangkan The Advisorry Committee on Immunization Practise (ACIP) dan Centre for Diseases Control Prevention (CDC) merekomendasikan pemberian vaksin HPV mulai usia 11-12 tahun. Dasar pemberian vaksin mulai pada usia remaja diantaranya adalah karena kadar anti bodi HPV 16 dan 18 yang lebih tinggi 2-3 kali lipat pada perempuan usia 15-25 tahun dibandingkan usia 26-45 tahun ataupun 46-55 tahun.3Vaksinasi pada kelompok usia 26-55 tahun dapat diberikan setelah hasil pap smear (-) atau IVA (-). Berdasarkan pustaka, vaksin dapat diberikan pada perempuan usia antara 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun karena kadar antibodi yang cukup.3Walaupun vaksin sangat baik diberikan pada usia sebelum pubertas, hampir semua perempuan dapat memperoleh manfaat dari vaksin karena:1. Seseorang perempuan dapat terkena HPV semasa hidupnya.2. Infeksi HPV terdahulu tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.3. Data menunjukkan saat seorang perempuan bertambah usia, infeksi HPV menetap dan berpotensi memicu lesi pra kanker dan dapat menyebabkan kanker. 10Riwayat infeksi HPV sebelumnya ataupun riwayat menderita lesi prakanker yang telah mendapat pengobatan saat ini tidak menderita infeksi HPV, dapat di berikan vaksinasi.3Vaksin HPV diberikan secara intramuskuler 0.5 cc dalam bentuk 3 dosis suntikan. umumnya di otot lengan atas. Vaksin Bivalen diberikan pada bulan 0, 1 dan bulan ke-6, sedangkan vaksin Quadrivalen diberikan pada bulan 0, 2 dan bulan ke-6.16 Menurut Villa LL dkk perlindungan setelah vaksinasi quadrivalent HPV lengkap (3 kali) terhadap infeksi HPV tipe 6, 11, 16, 18 berlangsung paling sedikit 5 tahun.15Masa perlindungan dari vaksin selalu menjadi topik yang dipertanyakan dalam meluncurkan suatu produk vaksin baru. Pertanyaan yang sering timbul dan harus dijawab adalah berapa lama vaksin tersebut memiliki kemampuan untuk mengadakan perlindungan dan apakah diperlukan pengulangan (booster) pada pemberian vaksin ini.Dari data tentang percobaan vaksin HPV ditunjukkan bahwa kadar antibodi menurun setelah mencapai puncaknya setelah imunisasi dan kemudian menetap (plateau), tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan respons kekebalan tubuh yang timbul pada infeksi alami dari virus HPV dan kadar tersebut menetap pada 48 bulan setelah vaksinasi. Bagaimanapun juga, infeksi HPV bisa terjadi berulang setelah beberapa tahun dan risiko mendapat infeksi baru sangat bergantung pada perilaku seksual dari individu tersebut. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa natural booster pada individu yang telah mendapat vaksin dan kemudian mendapat paparan infeksi virus HPV setelah masa perlindungan vaksin belum bisa dibuktikan kebenarannya.6Secara teoritik pemberian booster (pengulangan) di perlukan bila kadar antibodi menurun sampai di bawa kadar protektif, tetapi pemeriksaan anti bodi HPV saat ini dilakukan hanya untuk penelitian. Pemeriksaan anti bodi untuk umum belum di lakukan. Pada penelitian, pemberian vaksin HPV menghasilkan kadar antibodi HPV-16 yang tinggi (11 kali lipat) dan HPV 18 yang tinggi (10 kali lipat) sampai 6,4 tahun maka sampai dengan 6,4 tahun tidak memerlukan booster.3,16Keamanan dan Reaksi Tubuh Setelah Pemberian VaksinSetelah pemberian vaksin, dilakukan evaluasi pada tempat pemberian vaksin dan efek sistemik yang ditimbulkan. Pada penelitian yang dilakukan 15 hari setelah pemberian vaksin pada wanita yang berumur 923 tahun 5088 orang yang mendapat vaksin quadrivalen dan 3.790 orang yang mendapatkan plasebo didapatkan nyeri pada tempat pemberian sebanyak 83,9% untuk wanita yang mendapatkan vaksin, 75,4% yang mendapatkan plasebo yang mengandung alumunium, 48,6% yang mendapatkan plasebo yang mengandung salin.6Efek lokal lain yang ditimbulkan pada pemberian vaksin ini adalah 2,8% nyeri, 2,0% bengkak, dan 0,9% eritema. Efek sistemik yang ditimbulkan pada 15 hari setelah pemberian vaksin dilaporkan sekitar 4% - 4,9% wanita mendapatkan reaksi kenaikan temperatur 38C setelah dosis pemberian. Selain itu, ada beberapa reaksi sistemik yang serius ditimbulkan pada pemberian vaksin diantaranya bronkospasme, gastroenteritis, sakit kepala/hipertensi, perdarahan per vagina, dan nyeri saat digerakkan pada tempat injeksi. 6Reaksi anafilaksis setelah pemberian vaksinasi HPV ditemukan 7 kasus. Namun rekasi tersebut dapat ditangani secara baik dan tidak menimbulkan sekuele. Oleh sebab itu pemberian vaksin sebaiknya dihindari pada wanita yang memliki riwayat alergi terhadap jamur.17

Vaksin pada Beberapa Kondisi KhususWanita yang mempunyai hasil tes pap yang abnormal bisa saja terinfeksi virus HPV terutama jenis yang risiko tinggi. Dengan meningkatnya derajat abnormalitas dari hasil tes pap, kemungkinan dari infeksi HPV 16 dan 18 akan makin meningkat dan keuntungan dari pemberian vaksin akan makin berkurang. Wanita ini seharusnya diberi pengertian bahwa vaksin tidak akan memberikan perlindungan yang berarti pada keadaan seperti ini.6Sebaiknya vaksin tidak diberikan pada wanita hamil, sehingga perlu kiranya dipastikan dengan pemeriksaan apakah wanita tersebut hamil atau tidak. Dilaporkan dari beberapa wanita hamil yang mendapat vaksin mengalami abortus spontan dan 15% mengalami kelainan kongenital. Pada wanita hamil, vaksin ini tergolong dalam kategori B dalam pemberian obat selama kehamilan.6Wanita yang memiliki riwayat pernah menderita kondiloma atau sedang menderita kondiloma menunjukkan bahwa wanita tersebut sedang atau pernah terinfeksi HPV terutama tipe 6 atau 11. Wanita ini seharusnya diberi pengertian bahwa vaksin tidak akan memberikan perlindungan yang berarti pada keadaan seperti ini.6Pada penderita HIV positif dan pada keadaan penurunan sistem imun yang lain, angka kejadian dan prevelansi dari kanker serviks sangat tinggi. Oleh karena itu, segala upaya untuk menurunkan tingginya angka kejadian kanker serviks pada penderita HIV positif dan penurunan sistem imun yang lain terus dilakukan. Upaya pencegahan terhadap infeksi HPV menggunakan vaksin pencegahan HPV. Sebaiknya vaksin ini digunakan terutama pada negara yang sedang berkembang dimana angka kejadian dari kanker serviks dan HIV sangat tinggi. Pada negara yang sedang berkembang, wanita dengan infeksi HIV positif yang berasal dari kalangan menengah ke bawah akan memiliki akses yang sangat terbatas terhadap penapisan sitologi dan program pengobatan selanjutnya, sehingga penggunaan vaksin untuk pencegahan kanker serviks adalah pilihan yang sangat tepat. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah vaksin pencegahan untuk HPV ini aman dan efektif untuk penderita HIV positif dan penderita penurunan sistem imun yang lain.3,6Keamanan dari vaksin HPV pada penderita HIV positif dan penderita penurunan sistem imun yang lain sampai sekarang masih dalam penelitian. Pendapat bahwa pemberian vaksin ini akan makin memberikan suatu infeksi akibat tindakan medis terhadap penderita HIV positif dan gangguan pada sistem imun belum bisa disingkirkan.

Pelaksanaan Vaksinasi HPV di IndonesiaDi Indonesia dengan sumber daya manusia yang tidak berimbang ditambah dengan keadaan geografis Indonesia yang luas dan terpencar maka program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan Pap test masih jauh dari harapan. Vaksinasi dapat menjadi alternatif dalam pencegahan kanker serviks. Namun kendala yang terbesar adalah masalah dana karena biaya vaksin membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun di masa depan, diharapkan dengan teknologi produksi yang makin maju seperti halnya vaksin-vaksin lain, biaya produksi akan diperkecil dan akan terjangkau di negara berkembang.7Selain faktor biaya, jenis vaksin yang akan dipakai juga sangat penting karena harus sesuai dengan jenis HPV yang terbanyak dan tersering didapatkan di Indonesia. Data yang diperoleh dari RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta menunjukkan bahwa HPV 16 hampir sama banyak dengan jenis HPV 18 dalam menimbulkan kanker serviks di Indonesia, yaitu HPV 16 sebanyak 41.9% dan untuk HPV 18 sebanyak 37.8%, sedangkan tipe lain yang ditemukan adalah HPV tipe 52 yaitu 14.1%. Penelitian tingkat dunia mendapatkan bahwa HPV tipe 16 paling dominan dalam menyebabkan lesi pada serviks.7

BAB IIIKESIMPULAN

Kanker serviks merupakan pertumbuhan dari suatu kelompok sel yang tidak normal pada serviks (leher rahim).Perubahan ini biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum berkembang menjadi kanker. Oleh sebab itu sebenarnya terdapat kesempatan yang cukup lama untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan pada sel serviks melalui skrining (pap smear atau IVA) dan menanganinya sebelum menjadi kanker serviks.Kanker leher rahim menjadi kanker penyebab kematian terbanyak kedua pada perempuan di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim menduduki peringkat pertama di antara jenis kanker lainnya dan menjadi masalah kesehatan sampai sekarang. Kanker ini umumnya disebabkan oleh HPV tipe 16 dan 18. Saat ini telah ditemukan dua vaksin untuk mencegah terjadinya kanker leher rahim, yaitu GARDASIL dan CERVARIX. Gardasil merupakan vaksin kuadrivalen yang dapat mencegah HPV tipe 6, 11, 16, dan 18, sedangkan Cervarix hanya mencegah HPV tipe 16 dan 18. Dalam studi pustaka ini, kami mencari perbandingan efektivitas antara vaksin Gardasil dan Cervarix dalam mencegah terjadinya kanker leher rahim, yang dilihat dari cara pemberian, indikasi dan kontraindikasi (kelompok usia efektif, riwayat alergi komponen vaksin dan imunosupresi, kehamilan, orang yang sudah terpapar HPV, penggunaan vaksin pada pria), durasi proteksi dan imunogenitas, efek samping, perlunya booster, serta distribusi dan harga vaksin tersebut. Dari kesimpulan yang kami dapat, Cervarix lebih efektif dalam mencegah terjadinya kanker leher rahim karena titer antibodi yang dihasilkan lebih tinggi daripada vaksin Gardasil.

Vaksin Gardasil dan Cervarix yang terbukti efektif hanya jika diberikan sebelum infeksi HPV, sehingga dianjurkan bahwa mereka akan diberikan sebelum seseorang aktif secara seksual. Meskipun Gardasil dan Cervarix aman diberikan kepada orang yang sudah terinfeksi HPV, tetapi vaksin tidak mempunyai kemampuan untuk mengobati infeksi. Vaksin di atas hanya berguna untuk pencegahan.

Angka kejadian dan prevalensi kanker serviks di Indonesia masih sangat tinggi dan HPV telah dianggap sebagai kunci awal pada pembentukan kanker serviks. Dengan diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker serviks, terbuka peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan kanker. Dikembangkan suatu vaksin yang didasarkan pada mekanisme kerja virus neutralizing antibody terhadap protein kapsid yang bersifat pencegahan terhadap infeksi HPV. Target populasi pemberian vaksin ini adalah wanita prapubertas dan usia remaja yang belum aktif secara seksual. Skrining tetap dilakukan pada wanita yang sudah mendapatkan vaksinasi, oleh karena vaksin HPV tidak memberi perlindungan terhadap semua jenis HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks. Vaksin tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Keamanan pemberian vaksin untuk penderita HIV positif masih dalam penelitian. Pelaksanaan vaksinasi HPV di Indonesia masih menemukan kendala dalam hal pembiayaan Masih perlu dilakukan penelitian tentang tipe HPV yang menjadi penyebab kanker serviks di Indonesia dan di Manado pada khususnya dalam upaya pengembangan jenis vaksin HPV, karena jenis vaksin HPV yang ada hanya mencakup HPV tipe 16 dan 18. Pada saat ini, di Indonesia mulai disosialisasikan tentang pentingnya vaksinasi untuk mencegah kanker serviks. Hingga saat ini ada dua jenis vaksin yang dapat melindungi dari HPV 6, 11, 16 dan 18, serta jenis vaksin lain melindungi dari HPV 16 dan 18. Sebagai upaya pencegahan, vaksinasi dilakukan tiga kali dengan selang waktu 6 bulan antara setiap suntikan. Setelah mendapatkan vaksinasi, kadang-kadang akan timbul berupa keluhan, seperti bengkak, kemerahan, dan nyeri di tempat suntikan. Kedua jenis vaksinasi tersebut berfungsi untuk mencegah terjadinyan infeksi HPV, tetapi tidak mampu mengobati apabila seseorang telah terinfeksi HPV. Karena itu, vaksinasi hendaknya diberikan kepada wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual, karena risiko terinfeksi HPV pada wanita tersebut masih sangat rendah.

Daftar pustaka

1. Cervical Cancer. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Cervical cancer#Epidemiology. Diunduh tanggal 5 Mei 2015.1. Edianto D. Kanker serviks. Onkologi Ginekologi. Buku Acuan Nasional. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006. h. 443-541. Andrijono. Kanker Serviks. Edisi ketiga. Jakarta: Divisi Onkologi Departemen Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.20101. Almazini P. Menurunkan Risiko Kanker Pada Perempuan. Diunduh dari: http://www.etopiamedia.net/vaksinasi HPV, tanggal 5 Mei 2015.1. Ferris DG. Vaccines for Preventing HPV-Related Anogenital Infection and Neoplasia. JAOA Supplement vol.106. Maret,2006.1. Rasjidi I. Deteksi Dini & Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto, 2009.1. Rasjidi I. Vaksin Human Papilloma Virus dan Eradikasi Kanker Mulut Rahim. Jakarta: Sagung Seto, 2007.1. Rasjidi I. Human Papillomavirus. Jakarta: Sagung Seto, 2008. 1. Jastreboff AM, Cymet T. Role of the human papilloma virus in the development of cervical intraepithelial neoplasia and malignancy. Postgrad Med J 2002;78:2252281. Devaraj K, Gilison ML et al; Development of HPV Vaccines For HPV-Associated Head And Neck Squamous Cell Carcinoma; USA: The John Hopkins Medical Institutions, 2003.1. De Carvalho N, Roteli MC, at al. Immunogenicity and Safety of HP-16/18 AS04 Adjuvanted Vaccine up to The 25th Malmo, Sweden : International Papilloma Virus Conference, 2009. 1. Ferris DG, Waller JL. HPV Vaccine Acceptance Among Mid-Adult Women. Georgia: Department of Obstetrics and Gynecology Augusta, July 2007.1. Kane MA, Sherris J, et al. HPV Vaccine use in Developing World. Geneva. Switzerland: Departement of Immunization, Vaccines And Biologicals. World Health Organization, 2006.1. Stanley M. Prophylactic HPV vaccines, USA: J Clin Pathol, 2007. p. 961-965.1. Taira A, Neukermans CP, Sanders GD. Evaluating Human Papillomavirus Vaccination Programs. Stanford, California, USA: Stanford School of Medicine, 2004.1. De Carvalho N, Roteli MC, at al. Immunogenicity and Safety of HP-16/18 AS04 Adjuvanted Vaccine up to 7.3Y Abstract P29.15. The 25th International Papilloma Virus Conference. May 8-14 2009, Malmo, Sweden1. Ferris DG, Waller JL. HPV Vaccine Acceptance Among Mid-Adult Women. Department of Obstetrics and Gynecology, Augusta; Georgia; July 2007.1. Villa LL, Costa RL, et al. High Sustained Efficacy of a Prophylactic Quadrivalent HPV Types 6/11/16/18 L1 Virus-Like Particle Vaccine Through 5 Years of Follow- U. British Journal of Cancer vol.95. Dec 2006; p.1459-66.

20