preskes anestesi Arief.doc
-
Upload
arief-syaifuddin -
Category
Documents
-
view
121 -
download
4
description
Transcript of preskes anestesi Arief.doc
ANESTESI SPINAL PADA SECIO CAESARIA EMERGENSI
ATAS INDIKASI PRESENTASI BOKONG DENGAN
KETUBAN PECAH DINI 24 JAM PADA PRIMIGRAVIDA
Disusun olehM. Arief Syaifuddin
G9911112090
Pembimbing :dr. H. Marthunus Judin, SpAn
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI & TERAPI INTENSIFSMF. ANESTESI / RSUD. MOEWARDI
SURAKARTA2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
Bab I. Pendahuluan........................................................................................... 1
Bab II. Tinjauan Pustaka................................................................................... 2
Bab III. Laporan Kasus..................................................................................... 23
Bab IV. Pembahasan......................................................................................... 28
Bab V. Kesimpulan.......................................................................................... 30
Daftar Pustaka................................................................................................... 31
1
BAB I PENDAHULUAN
Seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko morbiditas dan
mortalitas ibu dibandingkan persalinan vaginal.Kematian ibu akibat risiko sesarea itu
sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Adanya anggapan bahwa trauma
lahir pada seksio sesaria lebih kecil dibanding persalinan pervagina tapi tetap berisiko
pada ibunya.. Kompliksi tindakan anestesi sekitar 10 persen dari seluruh angka
kematian ibu. Kebanyakan kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50
persen diantaranya karena aspirasi isi lambung. Dan lainnya mengalami cardiac arrest
karena kesukaran intubasi. Dengan anestesi regional ibu masih sadar, refleks protektif
masih ada, sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak
menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi
regional ini bebas daripada obat – obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.
Ketuban pecah dini pada hamil aterm merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan secara aktif. Ketuban pecah dini merupakan faktor resiko yang berpengaruh
pada morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Meningkatnya resiko tersebut ada
hubungannya dengan lamanya periode laten dan lamanya ketuban pecah sampai jalan
lahir
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSIAPAN PRA ANESTESI
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan
tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan
fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology):
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
disertai kelainan faali,biokimiawi,dan psikiatris.
Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi
fungsi organ, angina menetap.
Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam
tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .
3
B. PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain :
1. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. memberikan analgesia, misal pethidin
5. mencegah muntah, misal : droperidol, metoklopropamid
6. memperlancar induksi, misal : pethidin
7. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin.
Obat yang dipakai untuk kasus ini adalah :
1. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali lebih
kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan untuk
anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan adrenalin
1:200.000. derajat relaksasinya terhadap otot tergantung terhadap kadarnya.
Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui N-dealkilasi zat ini
dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX). Ekskresinya melalui kemih 5%
dalam keadaan utuh , sebagian kecil sebagai PPX, dan sisanya metabolit-
metabolit lain. Plasma t1/2 1,5-5,5jam. Untuk kehamilan, sama dengan
mepivakain dapat digunakan selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari
semua anestetika lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi
plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah 1,003-1,008.
Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS disebut isobarik
sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik. Anestesi lokal yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang diperoleh dengan mencampur
anestesi lokal dengan dekstrosa.
4
Anestesi Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Bupivakain
(decain)
0,5% dalam air 1,005 Isobarik 5-20 mg (1-4 mL)
0,5% dalam
dekstrosa 8,25%1, 027 Hiperbarik 5-15 mg (1-3mL)
2. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi
kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah,
memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis
dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan
pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan di medulla yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2.
mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di
medulla. Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut.
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc
Dosis : 1 mg/ kgBB
Pemberian : IV, IM, Intradural
C. REGIONAL ANESTESI ( SPINAL )
5
Regional anestesi lebih disukai karena risiko untuk ibu dan berkaitan dengan
apgar score yang lebih baik dibanding pada general anestesi (GA).
A. Blok spinal (subarakhnoid)
Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarakhnoid untuk
menghasilkan blok spinal merupakan tehnik yang sering digunakan pada
tindakan seksio sesaria (62%). Spinal anestesi mempunyai banyak keuntungan
diantaranya :
1. Tehnikya sederhana.
2. Onsetnya cepat.
3. Risiko keracunan sistemik lebih kecil.
4. Blok anestesi yang baik.
5. perubahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangannya telah diketahui
dengan baik.
6. Pasien masih sadar sehingga mengurangi terjadinya aspirasi.
7. Pengaruh terhadap bayi minimal.
Potensi untuk hipotensi dengan tehnik ini merupakan risiko terbesar bagi ibu,
yang disebabkan:
a. Perubahan kardiovaskular pada ibu
Yang pertama kali di blok pada analgesi subarakhnoid yaitu
serabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat saraf halus
(serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan terjadi penurunan
tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah
tepi karena terjadi dilatasi arteri, arteriol dan post-arteriol.. Besarnya
perubahan kardiovaskuler tergantung pada banyaknya serat simpatis
yang mengalami denervasi. Bila hanya terjadi penurunan tahanan tepi
saja, akan timbul hipotensi yang ringan. Tetapi bila disertai dengan
penurunan curah jantung akan timbul hipotensi berat. Pada posisi
terlentang terjadi penurunan rata – rata tekanan darah, curah jantung
(34%), dan isi sekuncup (44%). Sedangkan denyut jantung mengalami
kenaikan rata-rata (17%). Pengaruh pengeluaran bayi terhadap
hemodinamik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung (52%) dan
6
isi sekuncup (67%). Sedangkan denyut jantung menurun disertai
kenaikan rata – rata tekanan sistolik, diastolik, dan tekanan vena sentral.
Hal ini disebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam
sirkulasi utama akibat kontraksi uterus
b. Pengaruh terhadap bayi
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri
terhadap bayi dapat diabaikan. Penyebab utama gangguan terhadap bayi
pasca seksio sesaria dengan analgesia subarakhnoid yaitu hipotensi yang
menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal.
Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya
hipotensi. Bila tekanan darah rata – rata turun melebihi 31%, arus darah
uterus turun sampai 17%. Sedangkan penurunan tekanan darah rata-rata
sampai 50% akan disertai dengan penurunan arus darah uterus sebanyak
65%.
Efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung,
keadaan gas darah, Apgar skor, dan sikap neurologi bayi.. Beberapa
penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi karena
analgesia subarakhnoid pada tindakan seksio sesaria, sering dijumpai
bayi dengan Apgar skor yang rendah, lebih asidotik serta interval mulai
menangis yang panjang. Lamanya hipotensi lebih penting daripada
besarnya hipotensi. Ph arteri umbilical rendah mencerminkan asidosis
respiratorik maupun metabolik, sedangkan kelebihan basa mencerminkan
komponen metabolis saja (< -12mmol).
B. Anatomi Punggung untuk spinal anestesi
Secara anatomis dipilih segemen L2 kebawah pada penusukan oleh
karena ujung bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang
interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan
dengan segmen – segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan
7
menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan
segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4-5 interspace.
C. Kontra indikasi spinal anestesi
I. Kontra indikasi absolut
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
Tekanan intra kranial meninggi
Fasiltas resusitasi minim
Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan anestesi.
II. Kontra indikasi relatif
Infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
Infeksi sekitar suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis
D. Persiapan Analgesi Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesi spinal seperti persiapan pada
anestesi umum. Hal – hal yang perlu diperhatikan dibawah ini :
1. Informed consent ( izin dari pasien ).
2. Pemeriksaan fisik.
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung, dan
lain- lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium, dianjurkan hemoglobin, haemotokrit, PT
(prothrombin time) dan PTT (partial thromboplastin time).
8
E. Teknik Spinal Anestesi
- Infus Dextrosa / NaCl / Ringer Laktat sebanyak 500 – 1500 ml.
- Oksigen diberikan dengan masker 6 – 8 L/mnt.
- Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.
- Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada.
- L3 – 4 interspace ditandai.
- Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
- Sebelum penusukan betadin yang ada dibersikan dahulu.
- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1 –
2% 2 – 3 ml.
- Jarum 22 – 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu
juga tanpa introducer dengan bevel menghadap keatas.
- Kalau liquor sudah keluar lancar dan jernih, disuntikkan xylocain 5%
sebabyak 1,25 – 1,5 cc.
- Penderita diletakkan telentang, dengan bokong kanan diberi bantal
sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi trendelenburg.
- Monitoring tekanan darah, denyut jantung dan saturasi Oksigen.
- Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg
dibanding semula, efedrin diberikan 10 – 15 mg iv.
F. Komplikasi pada Spinal anestesi
1. Hipotensi
Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen
blokade midthoracic yang tidak dapat dihindari dan tidak diinginkan.
Berkurangnya venous return dan penurunan afterload menurunkan
maternal mean arterial pressure (MAP). Hal ini dapat disebabkan oleh
karena posisi terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena kava
inferior dan aorta oleh masa uterus.
9
2. Blokade Spinal total
Penyebab tersering, oleh karena pemberian dosis agen analgesia
jauh melebihi toleransi oleh wanita hamil. Hipotensi dan apneu cepat
timbul dan harus segera diatasi untuk mencegah henti jantung.
3. Kecemasan dan rasa sakit
Wanita dalam kondisi tersebut biasanya menyadari setiap
manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perasat sebagai
perasaan yang tertekan, ia merasa tidak enak terhadap manipulasi –
manipulasi diatas blokade spinal total seringkali, derajat penghilang rasa
nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat.
4. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges
dianggap merupakan faktor utama timbulnya sakit kepala. Dengan tetap
berbaring 24 jam pascaoperasi, nyeri kepala jelas membaik pada hari
ketiga dan menghilang pada hari kelima.
5. Disfungsi kandung kencing
Dengan anelgesi spinal, sensasi kandung kencing mungkin
dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing terganggu selama
beberapa jam setelah persalinan. Akibatnya, distensi kandung kencing
sering merupakan komplikasi masa nifas.
6. Oksitosin dan hipertensi
Hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovi (Ergotrate) atau
metilergonovin (methergin) yang disuntikan setelah persalinan, sangat
sering terjadi pada wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural
7. Arakhnoiditis dan meningitis
10
G. Penatalaksanaan
1. Hidrasi akut
Sebelum induksi harus dipasang infus intravena, dengan
memberikan cairan kristaloid sebanyak 1000 – 1500 ml tidak
menimbulkan bahaya overhidrasi. Dianjurkan pemberian cairan tidak
mengandung dekstrosa, karena infus dekstrosa 20 g/jam atau lebih
sebelum melahirkan menimbulkan hipoglikemia pada bayi 4 jam setelah
dilahirkan. Hal ini disebabkan pankreas bayi yang cukup umur akan
menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atas glukosa yang melewati
sawar uri.
2. Mendorong uterus kekiri
Untuk mempertahankan perfusi uteroplacenta. Diharapkan dapat
mencegah bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta, sehingga
mencegah sindroma hipotensi terlentang.
3. Pemberian Vasopressor
Pemberian efedrin, seringkali dipakai untuk pencegahan maupun
terapi hipotensi pada pasien kebidanan. Obat ini merupakan suatu
simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan
tidak langsung. Meningkatkan curah jantung, tekanan darah, dan nadi
melalui stimulasi adrenegik alfa dan beta, menimbulkan bronkhodilatasi
melalui stimulasi reseptor beta 2.
4. Pemberian oksigen
Apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obat – obat narkotik,
anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang
berat. Faktor – faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
Turunnya FRC sehingga kemampuan paru – paru untuk menyimpan
O2 menurun.
Naiknya konsumsi oksigen.
Airway closure.
Turunnya cardiac output pada posisi supine.
11
Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat karena :
a. Memperbaiki keadaan asam – basa bayi yang dilahirkan.
b. Dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode hipotensi.
c. Sebagai preoksigenasi kalau anestesi umum diperlukan.
D. TERAPI CAIRAN
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk
:
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada
ileus obstriktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 1 0
Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
a. Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
b. Sedang = 6 ml / kgBB/jam
c. Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari
10 % EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali
volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali
darah yang hilang.
12
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien.
E. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu
ruangan untuk observasi pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar batu loncatan
sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif
di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
F. PRESENTASI BOKONG
1. DEFINISI
Presentasi bokong (Breech presentation) merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang atau membujur dengan kepala di fundus uteri dan
bokong di bagian bawah kavum uteri1. Letak sungsang terjadi dalam 3-4%
persalinan dan jumlahnya berkurang sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan. Sebelum umur kehamilan 28 minggu, letak sungsang terjadi pada
25% persalinan dan hanya sekitar 1-3% yang terjadi pada kehamilan aterm.2,3
2. PATOFISIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin
terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan preterm, jumlah air ketuban
relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak leluasa dan
menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang4.
Sementara itu, pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan
cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua
tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk
menempati ruang yang lebih luas di daerah fundus uteri dan kepala berada di
ruangan yang lebih kecil di segmen bawah rahim4.
Sayangnya, beberapa fetus berada dalam posisi sungsang yang dibagi
menjadi beberapa jenis, yakni1,2,3,4,5,6:
13
a. Presentasi bokong (Frank breech)
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki janin
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala
janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba
bokong. Angka kejadiannya sebesar 50-70%.
b. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)
Pada posisi ini, dapat pula diraba kaki selain bokong yang dapat diraba.
Kejadiannya berkisar antara 5 hingga 10%.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or
footling)
Pada presentasi jenis ini, hanya satu kaki yang ditemukan di samping
bokong sementara kaki yang lain terangkat ke atas. Sementara pada
presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki. Angka
kejadiannya mencapai 10-30 %.
3. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya
letak sungsang, diantaranya adalah5:
a. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban masih
banyak dan kepala anak relatif besar
b. Hidramnion karena anak mudah bergerak
c. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di
daerah fundus4.
d. Panggul sempit
e. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
4. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba
bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri.
14
Seringkali pasien mengeluh merasa penuh di bagian atas dan gerakan janin lebih
banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan
setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus4.
Apabila diagnosis letak sungsang sulit dibuat dengan pemeriksaan luar
karena dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air
ketuban maka dapat dipertimbangkan pemeriksaan USG atau MRI4.
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang
ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat
diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan sebab pada kaki terdapat tumit
sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan
jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan4.
5. PENATALAKSANAAN DALAM KEHAMILAN
a. Versi Luar
Mengingat bahayanya, maka persalinan dalam letak sungsang
sebaiknya dihindarkan dan bila dalam pemeriksaan antenatal dijumpai letak
sungsang, utamanya pada primigravida hendaknya dilakukan versi luar menjadi
presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34-38
minggu. Pada kehamilan kurang dari 34 minggu, kemungkinan besar janin masi
dapat memutar sendiri sementara setelah minggu ke-38 versi luar sulit berhasil
karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif berkurang4.
Sebelum melakukan versi luar, dignosis letak janin harus pasti dan
denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun, bokong harus
dikeluarkan lebih dulu bdari rongga panggul. Tindakan ini dilakukan dengan
cara meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu bagian baweah
untuk mengangkat bokong janin. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong
ditahan dengan satu tangan, sedang tangan yang lain mendorong kepala ke
bawah sehingga fleksi tubuh bertambah4.
Setelah janin berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala didorong
masuk ke dalam rongga panggul. Versi luar hendaknya dilakukan dengan
kekuatan yang ringan tanpa mengadakan paksaan. Versi luar tidak ada gunanya
dicoba pada air ketuban yang terlalu sedikit. Kontraindikasi untuk melakukan
15
versi luar adalah: 1). Panggul sempit, 2). Perdarahan antepartum, 3). Hipertensi,
4). Hamil kembar, dan 5). Plasenta previa. Versi luar pada perdarahan
antepartum tidak boleh dilakukan, karena dapat menambah perdarahan akibat
lepasnya plasenta. Sementara itu, pada penderita hipertensi usaha versi luar
dapat menyebabkan solusio plasenta an pada kehamilan kembar, janin yang lain
dapat menghalangi usaha versi luar atau bahkan tali pusat kedua janin akan
saling melilit bila janin berada dalam satu kantong amnion4.
Versi luar lebih besar kemungkinannya untuk berhasil jika: 1)bagian
presentasi belum turun ke dalam panggul, 2). Cairan ketuban masih terdeapat
dalam jumlah yang normal, 3). Posisi punggung bayi tidak menghadap ke
belakang, 4). Pasien tidak gemuk.
b. Versi Podalik Dalam
Perasat ini terdiri dari pemutaran janin dengan cara memasukkan tangan
ke dalam rongga rahim, menangkap salah satu atau kedua kaki janin dan
menariknya keluar lewat serviks, sementara bagian atas badan janin didorong ke
arah yang berlawanan secara trans abdomen yang diikuti dengan ekstraksi
bokong. Prosedur ini biasanya dilakukan pada keadaan serviks yang sudah
berdilatasi penuh, ketuban masih utuh, janin berada dalam letak lintang
berukuran kecil dan atau sudah mati1,5.
6. MANAGEMEN DALAM PERSALINAN
Jenis pimpinan persalinan sungsang1,2,3,4,5,6:
a. Persalinan pervaginam, berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan
janin pervaginam, dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Persalinan Spontan (spontaneous breech).
2) Manual aid (partial breech extraction)
3) Total Breech Extraction
b. Persalinan per abdominal (seksio sesarea), yang merupakan cara yang
terbaik ditinjau dari janin. Seksio sesarea dipertimbangkan pada presentasi
bokong : kelainan panggul (panggul sempit/patologis), janin besar
disproporsi kepala panggul (nulipara berat badan janin lebih dari 3500g,
multipara berat badan janin lebih dari 4000 g), riwayat obsrteri jelek, cacat
16
rahim, hipertensi dalam kehamilan (preeklamsia berat, eklamsia), ketuban
pecah sebelum waktunya, kepala hiperekstensi, gawat janin, pertumbuhan
janin terlambat berat, perematuritas, nulipara (primitua/infertil/ presentasi
kaki), kemajuan persalinan terganggu, kontraindikasi pervaginam (bekas
operasi, fistula), nilai Zatuchni-Andros kurang atau sama dengan 3.
Skor Zatuchni-Andros
Tindakan : - Skore < 3 : Seksio sesar,
- Skore 4 : Reevaluasi, kalau tetap 4, lakukan seksio sesar,
- Skore ≥ 5 : Pervaginam
G. KETUBAN PECAH DINI
1. DEFINISI
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban, di mana 6-8 jam sesudahnya
tidak diikuti tahap persalinan7-8. Apabila hal ini terjadi sebelum kehamilan
aterm maka lebih banyak masalah yang timbul daripada bila terjadi pada saat
kehamilan aterm. Masalah-masalah tersebut misalnya persalinan preterm,
korioamninitis, dan sepsis pada janin9.
2. ETIOLOGI8
Keterangan
N i l a i
0 1 2
Paritas Nulipara Multipara
Umur kehamilan >39 minggu 38 minggu <37 minggu
Taksiran berat janin >3630 g 3629 –3176 g <3175 g
Pernah presentasi
bokong
Belum pernah Pernah 1 kali Pernah 2 kali
Penurunan (station) <-3 -2 -1 atau lebih rendah
Pembukaan < 2 cm 3 cm > 4 cm
17
Etiologi dari KPD tidak diketahui secara jelas, namun beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya KPD antara lain:
a. Dilatasi servik secara dini, bisa berhubungan dengan berat janin atau
plasenta
b. Infeksi pada vagina, uterus atau membran sekitar
c. Persalinan prematur
d. Amniosentesis
e. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C)
3. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang dipercaya dapat meningkatkan resiko terjadinya KPD
adalah9:
a. Merokok
b. Kehamilan Gemelli atau lebih
c. Infeksi di vagina terutama selama trimester kedua
d. Inkompetensi serviks
e. Polihidramnion
f. Wanita kulit hitam lebih beresiko dibandingkan wanita kulit putih
g. Riwayat persalinan preterm sebelumnya.
4. MEKANISME KETUBAN PECAH DINI7-8
Ketuban pecah dini dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh dan bukan karena seluruh selaput ketuban yang rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme dari kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi
kolagen ini dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, namun mudah pecah
pada trimester ketiga. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada
selaput ketuban. Melemahnya kekuatan selaput ketuban juga berhubungan
18
dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin. Pecahnya
ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh adanya
faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini
pada kehamilan preterm juga sering terjadi pada polihidramnion, inkompetensi
serviks, dan solusio plasenta.10
5. DIAGNOSIS
Untuk menentukan pecahnya selaput ketuban dapat dilihat adanya cairan
ketuban dari vagina baik menyembur atau merembes. Jika tidak ada dapat
dicoba dengan sedikit menggerakan bagian terbawah janin atau meminta pasien
batuk atau mengedan. Untuk memastikan cairan ketuban dapat digunakan tes
lakmus (nitrazin test) yang akan berubah warna dari merah menjadi biru.1
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG9
a. Pemeriksaan lab darah rutin
Leukosit/ WBC, bila >15.000/mm3 kemungkinan telah terjadi infeksi
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan usia kehamilan, letak dan
presentasi janin, berat janin dan gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
c. Monitoring bunyi DJJ
7. KOMPLIKASI
a. Persalinan prematur
Ketuban pecah dini biasanya segera disusul oleh persalinan. Jarak
antara pecahnya ketuban dan dimulainya persalinan tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% persalinan terjadi kurang dari 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan
terjadi dalam 24 jam dan pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam satu minggu.13
b. Infeksi
Resiko terjadinya infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban
pecah dini. Pada ibu dapat terjadi korioamniositis. Pada bayi dapat terjadi
19
septikemia, pneumonia dan omfalitis. Ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur lebih besar resiko infeksinya dibandingkan dengan kehamilan
aterm.11
c. Hipoksia dan asfiksia
Pecahnya ketuban secara dini menyebabkan terjadinya
oligohidramnion yang dapat menekan tali pusat sehingga dapat terjadi
hipoksia atau asfiksia. Semakin tinggi derajat oligohidramnion maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya gawat janin.13
d. Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin menjadi terhambat. Hal tersebut disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin serta hipoplasi pulmonar.13
8. PENATALAKSANAAN
a. KPD pada kehamilan aterm (>37 minggu)
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode laten (L.P/ “Lag” period). Makin muda umur kehamilan akan makin
memanjang L.P-nya. Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten
dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan
peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD.10
Kejadian infeksi pada KPD dapat diturunkan dengan pemberian
antibiotik profilaksis. Meskipun pemberian antibiotik ini tidak berfaedah
terhadap janin dalam rahim namun pencegahan chorioamnitis lebih penting
daripada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik perlu dilakukan
segera setelah diagnosis KPD ditegakkan. Apabila lebih dari 6 jam,
kemungkinan infeksi telah terjadi, sedangkan proses persalinan sendiri pada
umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.11
Beberapa penulis menyarankan untuk bersikap aktif dengan
melakukan induksi persalinan segera atau setelah 6-8 jam dengan alasan
penderita akan inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat proses
persalinan, periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko
infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi12.
20
Pelaksanaan induksi persalinan memerlukan pengawasan ketat
terhadap kondisi ibu, janin serta jalannya proses persalinan itu sendiri.
Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal
bagi bayi maupun ibunya seperti his yang terlalu kuat atau proses persalinan
yang memanjang (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan
memperhatikan Bishop score, apabila >5 induksi dilakukan dengan
oksitosin, sebaliknya <5 maka dilakukan pematangan servik dengan
misoprostol. Apabila induksi tidak berhasil, maka persalinan diakhiri
dengan sectio caesaria.11
b. KPD pada kehamilan preterm (<37 minggu)
Pada KPD yang terjadi pada kehamilan preterm (<37 minggu)
dilakukan penatalaksanaan konservatif. Perlu dilakukan perawatan di rumah
sakit dan pemberian antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazole 2x500 mg) selama 7 hari. Jika usia
kehamilan <32-34 minggu, dilakukan perawatan sampai air ketuban tidak
lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak infeksi
dan tes busa negatif, maka dilakukan pemberian deksametason, observasi
tanda-tanda infeksi dan nilai kesejahteraan janin, serta terminasi pada usia
kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu dan
tidak ada infeksi, maka dapat diberikan tokolitik, deksametason, dan di
induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu dan ada infeksi,
dilakukan pemberian antibiotik dan induksi serta dilakukan penilaian
terhadap tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-37 minggu perlu dilakukan pemberian steroid untuk
memacu kematangan paru janin. Jenis steroid yang dapat diberikan antara
lain betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari atau
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.12
H. SEKSIO SESARIA
a. DEFINISI
21
Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban
melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Syarat seksio sesarea:
1. Uterus dalam keadaan utuh
2. Berat janin diatas 500 gram
Indikasi seksio sesarea, prinsipnya:
1. Keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan pervaginam
2. Keadaan gawat darurat yang memerlukan pengakhiran kehamilan /
persalinan segera, yang tidak mungkin menunggu kemajuan persalinan
per vaginam secara fisiologis.
3. Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor – tumor jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik
4. Indikasi janin : Kelainan letak ( malpresentasi dan malposisi), prolaps
talipusat, gawat janin.
b. TEKHNIK SEKSIO SESAREA
1. Sectio casarea transperitonealis profunda.
2. Sectio cesaria klasik.
3. Secio cesaria yang dilanjutkan histerektomi (cesarean hysterectomy).
4. Sectio cesarea transvaginal.
c. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREA
Walaupun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang
dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam
pembuluh darah yang terbuka yang disebut sebagai embolus. Jika embolus
mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul gangguan pada jantung dan paru
–paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas secara tiba – tiba.
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi caesar adalah infeksi
yang banyak disebut sebagai morbiditas pasca operasi.
22
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 01148996
Diagnosis pre operatif : Presentasi bokong dengan ketuban pecah dini 24 jam pada
primigravida
Macam Operasi : SCTP - Em
Macam Anestesi : Anestesi spinal
Tanggal masuk : 09 September 2012
Tanggal Operasi : 09 September 2012
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI
1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Keluar air kawah
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita, G1P0A0, 31 tahun, datang dengan kiriman
bidan dengan keterangan G1P0A hamil 41 minggu, ketuban pecah 1 hari
yang lalu. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan,
kenceng kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah sudah dirasakan
keluar sejak kemarin. Lendir darah tidak ditemukan.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat Asma :disangkal
2. Riwayat Hipertensi :disangkal
3. Riwayat DM :disangkal
4. Riwayat Alergi :disangkal
5. Riwayat makan minum terakhir : jam 15.00 WIB
23
6. Riwayat pemasangan gigi palsu : disangkal
7. Riwayat gigi goyah : disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Baik, CM, Gizi kesan baik
Vital Sign :T: 130 / 80 mmHg RR:20X/menit
HR: 88X/menit T: 36,7C
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP tidak meningkat, KGB servikal tidak membesar
Thoraks : Retraksi (-)
Cor :Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi: Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: BJ I-II, intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo :Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi: Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi: sonor/sonor
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-)
Abdomen : Supel, janin tunggal, Intra uterine, punggung kanan, presentasi
bokong, masuk panggul < 1/3 bagian. His (-), DJJ (+) 12 – 11 – 11,
reguler
Vaginal tuocher : v / u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mecucu
dibelakang, pembukaan 0 cm, eff 10% , bokong turun di H I-II, Kulit
ketuban dan penunjuk belum dapat di nilai. Air ketuban (+) jernih tidak
berbau, STLD (-), nitrasin test (+).
Anus : Normal
Ekstremitas :
Akral dingin : (-) (-) Oedem : (-) (-) Sianosis ujung jari : (-) (-)
(-) (-) (-) (-) (-) (-)
24
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 09 September 2012
Hb :11,0 gr/dl Albumin : 3,7 gr/dl
Hct :33 % Gol Darah: B
AE :3,7 106/ul Natrium: 139 mmol/l
AL :11,9 106/ul Kalium :4,3 mmol/l
AT :284 103/ul Cl :107 mmol/l
GDS : 79 mg/dl PT : 11,5 detik
Ureum : 31 mg/dl APTT : 20,9detik
Creatinin :0,6 mg/dl HBSAg: ( - )
Laporan Anestesi
I. Rencana Anestesi
Anestesi mulai jam 22.15
Advice Anestesi :
Puasa 6 jam pre op
Pasang iv line ( infus RL 30 tetes/menit )
Informed consent
Golongan : ASA IIE
Posisi : Supine
Jenis Anestesi : RA ( Regional Anestesi )
Tehnik Anestesi : Intra spinal
Premedikasi : Ranitidine 50 mg
Metoklopramid 10 mg
Sulfas Atropin 0,25 mg
25
Induksi : Petidhin 20 mg
Decain 15 mg
Maintenance : 02 3 liter/menit
II. Monitoring Durante Operasi
waktu 22.30 22.40 22.50 23.00 23.10 23.20 23.30 23.40 23.50 00.05
Inf
masuk
RL - - - RL - - - - 1000cc
cairan
keluar
- - - - - - - - - 500cc
T
darah
120
83
125
95
118
93
116
97
123
84
123
99
110
84
112
90
115
84
124
86
HR 98 100 105 110 85 87 93 95 90 87
III.Intruksi pasca anestesi
1. Posisi supine dengan oksigen 2 L/ mnt
2. Kontrol vital sign, T < 100 mmHg infus dipercepat, beri efedrin
3. Bila muntah diberi metoklopramid dan
Bila kesakitan diberi analgetik.
4. Lain-lain
Antibiotik sesuai Obsgin
Analgetik sesuai Obsgin.
Puasa sampai dengan flatus
Post operasi, cek Hb. Bila <10 mg/dl tranfusi sampai Hb ≥ 10
Kontrol balance cairan
Monitor vital sign
Monitoring Pasca Anestesi:
Jam Tensi Nadi RR
00.20 120/80 84 20
00.30 120/80 80 20
D. TERAPI CAIRAN
26
Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 64 kg)
1. Defisit cairan karena puasa 6 jam = 2 X 64 X 6 = 768 cc
2. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi besar selama
1 jam =
kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi besar
= (2 X 64 X 1) + (8 X 64 X 1) = 128 + 512 = 640 cc
3. Perdarahan selama operasi 400 cc
EBV = 70 X 64 kg = 4480 cc.
Kehilangan darah = 400/4480 X 100% = 8,92 % dari EBV.
Diganti dengan cairan kristaloid 3 x 400 cc = 1200 cc
4. Jadi kebutuhan cairan total = 768 + 640 + 1200 = 2608 cc
5. Jumlah cairan yang telah diberikan :
a. Pra anastesi : 700 cc
b. Saat operasi : 1000 cc
Total cairan yang diberikan 1700 cc, kurang 908 cc, sehingga pengawasan
terhadap pemberian cairan masih diperlukan saat pasien berada di bangsal
ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.
Cairan Pre load
Cairan yang diberikan sebelum induksi, untuk mengatasi hipovolemia selama terjadinya
Block simpatis.
Bisa diberikan : Koloid 10 cc/kg BB atau Kristaloid 15 cc/Kg BB.
Pada kasus ini diberikan cairan RL sebanyak : 15cc X 64 = 960 cc
.
BAB IV
27
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi pada
wanita hamil yang akan melakukan persalinan. Karena dalam melakukan tindakan
anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang akan dipakai demi menjaga
keselamatan ibu, bayi, serta kehamilan itu sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan saat melakukan tindakan anestesi pada wanita hamil, maka kita harus
mengetahui perubahan-perubahan fisiologis wanita hamil serta efek masing-masing obat
anestesi
Pada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan
yaitu :
A. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.
B. Relaksasi otot yang lebih baik.
C. Analgesi yang cukup kuat.
Permasalahan pada kasus ini :
A. Permasalahan dari segi medik
1. Cito emergensi.
2. Menyangkut 2 nyawa yaitu nyawa ibu dan anak.
3. Kemungkinan terjadinya aspirasi.
4. Diphragma terdorong keatas, sehingga timbul sesak nafas.
5. Supine hipotensi, oleh karena janin menekan vena cava inferior ibu. Hal ini juga
mempengaruhi sirkulasi fetomaternal.
B. Permasalahan dari segi bedah
DIT (Delivery Intake Time) :
Kecepatan ahli bedah untuk mengeluarkan bayi dari kandungan, kurang dari 10
menit setelah induksi.
C. Permasalahan dari segi Anestesi
1. Pada pasien dengan anastesi regional spinal dapat terjadi :
a. Hipotensi
b. Kejang
28
c. Hipoventilasi
d. Mual-muntah
e. Post operatif headache
Pada kasus ini, yang dilakukkan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi
penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal
biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau
terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk
menghindari cedera ginjal, jantung dan otak, di antaranya dengan memberikan
oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.
29
BAB V
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan
anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anastesi
umum dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu dan
bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap
operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti memungkinkan kita
mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga
dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik anestesi yang akan dipakai.
Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-benar diperhatikan agar tidak
mendepresi janin, dimana hampir semuanya dapat mendepresi nafas janin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan
juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan
operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif, FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
2. Rustam M, (1998). Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta.
3. Cunningham F.G., et al. (1995). Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R.,
EGC, Jakarta.
4. Kumpulan protokol, (1995), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi,
Lab/SMF obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
5. Michael B D., (1994),Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
6. Ery L., (1998), Belajar Ilmu Anestesi. FK Univ. Diponegoro. Semarang.
31