preskes ANAK diare
Transcript of preskes ANAK diare
Presentasi Kasus
Seorang Anak Laki-laki 9 Bulan dengan Diare
Akut Dehidrasi Berat, Anemia Mikrositik
Hipokromik dan Gizi Kurang
OLEH :
Sadewa Yudha Sukawati G0007151
Tofan Rakayudha G0007232
PEMBIMBING :
dr. Endang Dewi Lestari, Sp.A (K), MPH
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas petunjuk dan
rahmat-Nya laporan kasus. Seorang Anak Laki-laki 9 bulan dengan diare akut
dehidrasi berat, anemia mikrositik hipokromik dan gizi kurang ini dapat
diselesaikan. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak
di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. Endang Dewi Lestari, Sp.A (K), MPH sebagai pembimbing kami, staf
bagian Ilmu Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah membantu penulisan
laporan ini.
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Akhir
kata penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Mei 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortali-
tas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil survei kese-
hatan rumah tangga, diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai
penyebab kematian bayi di Indonesia. Sebagian besar diare akut disebabkan oleh
infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi seluran cerna antara lain pen-
geluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan
dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, dan ke-
seimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria
serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi.
Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami
invasi sistemik 1
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menang-
gulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemu-
ngkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan
menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melak-
sanakan terapi diare secara komprehensif, efisien, dan efekstif harus dilakukan se-
cara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam
mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kega-
galan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol, dan ter-
ganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan
vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan
menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit 1
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda,
serta tatalaksana diare akut dehidrasi berat.
BAB II
STATUS PENDERITA
I.IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A.
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jagalan 05/02 Jebres Surakarta
Tanggal masuk : 17 Mei 2012
Tanggal Pemeriksaan : 18 Mei 2012
No. CM : 01128943
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara aloanamnesis terhadap ibu penderita dan
dilengkapi dengan rekam medis rumah sakit.
Pohon Keluarga
Keterangan
: laki-laki
: perempuan
: penderita
A. Keluhan Utama
BAB cair.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih satu hari SMRS pasien BAB cair 10x, tiap kali BAB
kurang lebih ½ gelas aqua, konsistensi cair lebih banyak dari ampas,
warna kekuningan, tidak ada lendir, tidak ada darah, tidak disertai panas,
disertai muntah 10x, tiap kali muntah sekitar ¼ gelas aqua isi makanan dan
minuman, pasien masih mau minum, tetapi pasien mulai lemas.
± 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair sekitar 20x,
tiap kali BAB ½ gelas aqua, konsistensi cair lebih banyak dari ampas,
warna kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah, disertai muntah, tiap kali
muntah sekitar ¼ gelas aqua isi makanan dan minuman, pasien lemas,
rewel, terlihat kehausan. Pasien juga mengeluhkan panas sumer-sumer saat
sejak pasien diare. Lalu oleh keluarga pasien dibawa ke IGD RSDM. Saat
di IGD pasien lemas, menangis, merintih, BAB cair 2x, tiap kali BAB
sekitar ½ gelas aqua, BAK dirasakan berkurang dari biasanya, warna pekat
kuning, terakhir 1 jam SMRS. Batuk dan pilek disangkal, kejang
disangkal.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat mondok di RS : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : (-)
Riwayat ganti susu : (-)
Riwayat makan makanan yang tidak biasa : (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : (-)
Riwayat alergi obat/makanan : (-)
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Faringitis (-)
Bronkitis (-)
Morbili (-)
Pertusis (-)
Varicella (-)
Malaria (-)
Polio (-)
Diare (-)
Disentri (-)
Thypus abdominalis (-)
Cacingan (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Penderita adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Anggota
keluarganya terdiri dari ayah, ibu, dua kakak dan penderita sendiri. Ayah
penderita bekerja sebagai wiraswasta yang rata-rata penghasilan
perbulannya adalah 800.000 rupiah. Ibu wiraswasta membantu ayah.
G. Riwayat Makan Minum Anak
- Usia 0-6 bulan : ASI saja, frekuensi minum ASI tiap kali bayi
menangis atau minta minum, sehari biasanya lebih dari 10 kali dan
lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
- Usia 6 - sekarang : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil,
dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya,
seminggu 2 kali dipotong-potong siang hari.
H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan kehamilan dilakukan ibu penderita di bidan setempat.
Frekuensi pemeriksaan pada trimester I dan II 2 kali tiap bulan, dan pada
trimester III 1 kali tiap bulan. Penyakit kehamilan (-).
Riwayat minum jamu selama hamil (-), obat-obatan yang diminum adalah
vitamin dan tablet penambah darah
I. Riwayat Kelahiran
Penderita lahir di rumah bersalin Surakarta, partus normal, ditolong oleh
bidan, cukup bulan, menangis kuat segera setelah lahir. Berat waktu lahir
3000 gram, panjang badan saat lahir 50 cm.
J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di posyandu, setiap 6 bulan
sekali dan saat imunisasi.
K. Riwayat Imunisasi
BCG 1x, 2 bulan setelah lahir di puskesmas.
Hepatitis 3x, satu minggu setelah lahir, 1 bulan, 6 bulan
DPT 4x, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan.
Polio 4x , 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan.
Campak 1x, 9 bulan.
L. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 6 bulan
Bangkit terus duduk : 8,5 bulan
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan
Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan
Motorik halus
Memegang benda 3,5 bulan
Meraih : 6 bulan
Mengambil benda : 9 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Mulai makan : 6 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
M. Keluarga Berencana
Keluarga mengikuti program KB dengan suntik KB.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : tampak lemas
Derajat Kesadaran: Compos mentis
Status gizi : Gizi kesan kurang
2. Vital sign
T : 100/60 mmHg
S : 37,5oC per aksiler
N : 150 x/menit, reguler, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 44 x/menit, tipe abdominotorakal
BB : 7,8 kg
TB : 77 cm
Status gizi :
BB/U : 7,8/8,9 x 100 % = 87,64 % (-2SD < BB/U < 0 SD)
TB/U : 77/73x 100 % = 105,48 % (2SD < TB/U < 3SD)
BB/TB: 7,8/10 x 100 % = 78% (BB/TB= -3SD) Gizi kurang
BMI : 7,8/(0,77)2 = 13,15
Kesan : Gizi kurang
3. Kulit : warna sawo matang, kelembaban baik, turgor kurang, tekstur
halus
4. Kepala : bentuk mesocephal, UUB sudah menutup, UUB cekung (-),
rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok dan sukar
dicabut.
5. Mata : mata cowong (+/+), air mata berkurang (+/+), conjunctiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), RC (+/+), isokor (2mm/2mm), bulu mata
hitam lurus tidak rontok.
6. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung (-), sekret (-), darah (-),
deformitas(-).
7. Mulut : mukosa basah (-), sianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1–T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
9. Telinga : bentuk normal, kelainan MAE (-), membrana timpani utuh,
prosesus mastoideus tidak nyeri tekan, tragus pain (-),
sekret (-).
10. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak
membesar.
11. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak
membesar.
12. Thorax : Bentuk normochest, retraksi (-), gerakan simetris ka=ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo :Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba sde
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
13. Abdomen : Inspeksi : dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : tympani
Palpasi :nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali lambat.
14. Urogenital : dalam batas normal
- ---
- ---
- ---
- ---
15. Ekstremitas:
akral dingin sianosis oedem wasting
CRT <2”
ADP teraba kuat
16. Kuku : sianosis (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Laboratorium darah rutin 17 Mei 2012 di RSDM Surakarta
Hb : 10,8 g/dl
Hct : 32 %
AL : 6,8 x 103/µL
AT : 206x 103/µL
AE : 4 x 106/µL
GDS : 109 mg/dl
MCV = (Hct/AE) x 10 fL
= (32 / 4) x 10 fL
= 80 fL
MCH = (Hb / AE) x 10 pg
= (10,8 / 4) x 10 pg
= 27 pg
MCHC = (Hb / Hct) x 100%
= (10,8 / 32) x 100%
= 33,75%
Urinalisis
Pemeriksaan Urin 18 Mei 2012 di RSDM Surakarta
Warna : Kuning
Kejernihan: Jernih
Berat jenis: 1,020
pH : 5,0
Leukosit : Negatif
Nitrit : Negatif
Protein : negatif
Glukosa : Normal
Keton : 5 mg/dl
Urobilinogen: normal
Bilirubin : Negatif
Eritrosit : Negatif
Epitel skuamous: 0-1 / LPB
Epitel transisional: - / LPB
Epitel bulat : (-)
Silinder hyalin: 1 / LPK
Silinder granulated: 1-2 / LPK
Leukosit : (-) / LPK
Eritrosit : 0-1 / LPB
Leukosit : 0 / LPB
Benang mukus : (-)
Kristal kalsium oksalat: (-)
Hasil lab feses rutin
Pemeriksaan feses rutin tanggal 18 Mei 2012 di RSDM
Makroskopis
Warna: coklat
Konsistensi: lunak
Lendir: (-)
Pus: (-)
Darah: (-)
Cacing: (-)
Mikroskopis
Sel epitel: (-)
Eritrosit: (-)
Leukosit: (-)
Protozoa: (-)
Telur cacing: (-)
Kuman: (+)
Kesan: Tinja lunak, warna coklat, tidak ditemukan parasit maupun
jamur patogen.
V. RESUME
Kurang lebih satu hari SMRS pasien BAB cair 10x, tiap kali BAB
kurang lebih ½ gelas aqua, konsistensi cair lebih banyak dari ampas,
warna kekuningan, tidak ada lendir, tidak ada darah, tidak disertai panas,
disertai muntah 10x, tiap kali muntah sekitar ¼ gelas aqua isi makanan dan
minuman, pasien masih mau minum, tetapi pasien mulai lemas.
± 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB cair sekitar 20x,
tiap kali BAB ½ gelas aqua, konsistensi cair lebih banyak dari ampas,
warna kuning, tidak ada lendir, tidak ada darah, disertai muntah, tiap kali
muntah sekitar ¼ gelas aqua isi makanan dan minuman, pasien lemas,
rewel, terlihat kehausan. Pasien juga mengeluhkan panas sumer-sumer saat
sejak pasien diare. Lalu oleh keluarga pasien dibawa ke IGD RSDM. Saat
di IGD pasien lemas, menangis, merintih, BAB cair 2x, tiap kali BAB
sekitar ½ gelas aqua, BAK dirasakan berkurang dari biasanya, warna pekat
kuning, terakhir 1 jam SMRS. Batuk dan pilek disangkal, kejang
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemas,
compos mentis dan gizi kesan kurang, tanda vital tekanan darah 100/60
mmHg, suhu 37,5 0C, nadi frekuensi: 150x/menit, reguler, simetris, isi dan
tegangan cukup. frekuensi nafas: 44 x/menit. Mata cekung, air mata
berkurang, mukosa mulutkering, turgor kembali lambat. Pada pemeriksaan
penunjang tanggal 17 Mei 2012 didapatkan Hb = 10,8 g/dl. Hct = 32%.
AL = 6,8 x 103/µL. MCV = 80,0/Um. MCH = 27 pg. MCHC = 33,75 g/dL.
VI. DIAGNOSA BANDING
1. Diare akut dengan dehidrasi berat e/c tsk rotavirus
2. Anemia mikrositik hipokromik e/c dd defisiensi besi, proses infeksi
3. Gizi kurang
VII. DIAGNOSA KERJA
1. Diare akut dengan dehidrasi berat e/c tsk rotavirus
2. Anemia mikrositik hipokromik e/c dd defisiensi besi, proses infeksi
3. Gizi kurang
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi
O2 pernasal 2 lpm
Diet bubur 900 kkal/hari
Rehidrasi RL 30 cc/kg BB/jam dilanjutkan 70 cc/kg BB/ 5 jam 234
cc/jam dalam 1 jam pertama dilanjutkan 546 cc/5jam, kecepatan 26
tpm mulai 20.30 s/d 01.30
Probiotik 2x1 sachet peroral.
Zink 1x 20mg peroral
Oralit 75 cc bila BAB cair, 50 cc bila muntah
Parasetamol 100 mg peroral bila perlu.
Monitoring
KUVS dan SH per jam selama hidrasi
BCD per 8 jam
Edukasi
Motivasi keluarga tentang penyakitnya
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Monitoring + analisa kasus
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIARE AKUT
1. Definisi
Diare akut pada anak adalah diare yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang dari 7 hari) pada bayi
atau anak yang sebelumnya sehat.2 Ada juga yang memberi batasan diare
akut pada anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu.4
2. Epidemiologi
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak di berbagai negara berkembang termasuk di
Indonesia. Terdapat 60 juta episode diare akut setiap tahunnya di
Indonesia dimana 1-5 % daripadanya akan menjadi diare kronik dan bila
sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera ditolong, 50-60%
diantaranya dapat meninggal dunia.2
Berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian diare antara lain:
a. Faktor lingkungan, yaitu kebersihan lingkungan dan perorangan seperti
kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun
kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan.
b. Faktor gizi, misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan
meskipun anak telah berusia 4-6 bulan.
c. Faktor pendidikan, yaitu pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan.
d. Faktor kependudukan, insiden diare lebih tinggi pada penduduk
perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh.
e. Faktor perilaku orangtua dan masyarakat, misalnya adalah kebiasaan
ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah
buang air besar atau membuang tinja anak.5
3. Etiologi
Penyebab diare akut antara lain: virus, bakteri, parasit, alergi susu sapi,
laktose defisiensi primer, dan obat-obatan tertentu. Penyebab utama oleh
virus adalah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus
Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, dan Minirotavirus.Bakteri-
bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophyla,
Escherichia coli enteroaggregatife, E. coli enteroinvansife, E. coli
halemortagik, Plesiomonas shigelloides, Vibrio cholerae non-01, V.
parahemolyticus, Yersina enterocolotica. Sedangkan penyebab diare oleh
parasit adalah Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Isospora belli,
Balantidium coli, Cryptosporodium, Capillaria philipinensis, Fasiolopsis
buski, Sarcocystis suihominis, Strongiloides strecoralis, dan Trichuris
trichiura.5
4. Patogenesis
a. Virus
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam
epitel vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan
pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal
mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel
berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi
air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan
hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi
bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.
b. Bakteri
Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam
usus halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk
menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui
antigen yang menyerupai rambut getar, disebut pili atau fimbria yang
melekat pada reseptor di permukaan usus. Hal ini terjadi misalnya
pada E. coli enterotoksigenik dan V. Cholera 01. Pada beberapa
keadaan, penempelan di mukosa dihubungkan dengan perubahan epitel
usus yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan (misalnya infeksi E. coli enteropatogenik
atau enteroaggrerasi).
Toksin yang menyebabkan sekresi. E. coli enterotoksigenik, V.
cholerae 01, dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang
menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium
melalui vili dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida dari kripta,
yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila
sel yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa. Shigella, C. jejuni, E. coli enteroinvasife dan
Salmonella dapat menyebabkan diare berdarah melalui invasi dan
perusakan sel epitel mukosa. Ini terjadi sebagian besar di colon dan
bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan
mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah
merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja.
Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan
jaringan dan kemungkinan juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.2
c. Parasit
Penempelan mukosa. G. lamblia dan Cryptosporodium menempel
pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang
kemungkinan menyebabkan diare.
Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara
menginvasi epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan
mikroabses dan ulkus. Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat
ganas.
d. Obat-obatan
Beberapa macam obat terutama antibiotika dapat juga menjadi
penyebab diare. Antibiotika agaknya membunuh flora normal usus
sehigga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotik
itu sendiri akan berkembang bebas. Disamping itu sifat
farmakokinetika dari antibiotika itu sendiri juga memegang peran
penting. Sebagai contoh ampisilin dan klindamisin adalah antibiotik
yang dikeluarkan di dalam empedu yang merubah flora flora tinja
secara intesif walaupun diberikan secara parental. Antibiotik juga bisa
menyebabkan malabsorbsi, misalnya tetrasiklin, kanamisin, basitrasin,
polmiksin, dan neomisin.5
5. Patofisiologi
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare yaitu sekretorik dan osmotik.
a. Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke
dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal
sedangkan sekresi chlorida di sel epitel berlangsung terus atau
meningkat. Hasil akhirnya adalah sekresi cairan yang menebabkan
kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair yang dapat
menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena
adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin
E.coli dan V. cholerae 01 atau virus (Rotavirus).
b. Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif
dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air
dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi
sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi dengan jelek
berupa larutan hipertonik, air dan beberapa elektrolit akan pindah dari
cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi
usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal in meningkatkan
volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan
tubuh.2
Pada diare akan terjadi kekurangan air (dehidrasi), gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik), yang secara klinis
berupa pernafasan kusmaull, hipoglikemia, gangguan gizi, dan
gangguan sirkulasi.3
6. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum dan/ sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air
dan elektrolit terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-
ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir
dan mulut kering.3
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare
itu sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam
menggambarkan kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang
berbeda-beda:
1. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam
sampai dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya
terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila
intake makanan kurang.
2. Diare akut dengan pendarahan (disentri), dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
3. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana
bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat
serta dehidrasi.
4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan
bahaya utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal
jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin.
7. Pencegahan
Diare dapat dicegah dengan memperbaiki usaha multisektoral antara lain
sebagai berikut:
1. Meningkatkan sarana air besih dan sanitasi umum
2. Promosi pendidikan higiene
3. Pemberian ASI eksklusif
4. Meningkatkan ketrampilan mengasuh anak
5. Imunisasi pada anak : khususnya untuk membasmi campak
6. Menggunakan jamban / WC
7. Menjaga kebersihan makanan dan minuman
8. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh makanan
9. Mencuci peralatan makan.
8. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat diare sekarang :
Sudah berapa lama diare berlangsung
Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah
tidak)
Muntah (frekuensi dan jumlah)
Demam
Buang air kecil terakhir
Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat,
oralit)
Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya.4
Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare
Kontak dengan orang yang sakit
Penggunaan antibiotik
2) Riwayat diare sebelumnya: kapan, berapa lama
3) Riwayat penyakit penyerta saat ini
4) Riwayat imunisasi: lengkap atau tidak
5) Riwayat makanan sebelum diare: ASI, susu formula, makan
makanan yang tidak biasa.6
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan tanda utama yaitu,
kesadaran, rasa haus, turgor kulit abdomen. Perhatikan juga tanda
tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, kering atau tidaknya mukosa mulut,
bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan. Perhatikan pula
ada tidaknya pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal, akral
dingin, perfusi jaringan serta derajat dehidrasinya. Penilaian derajat
dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :
1) Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik dan sadar
Tanda vital dalam batas normal
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata
ada, mukosa mulut dan bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare yang frekuen).
2) Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan
Keadaan umum gelisah dan cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata
kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kurang
Akral hangat
Pasien harus rawat inap.
3) Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
1) Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih
tanda tambahan
2) Keadaan umum lemah, letargi atau koma
3) Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
4) Turgor buruk
5) Akral dingin
6) Pasien harus rawat inap.4
Penilaian Dehidrasi Menurut MTBS2
Terdapat 2 atau lebih dari tanda-tanda Dehidrasi berat
berikut ini:
• Letargis atau tidak sadar
• Mata cekung
• Tidak bisa minum atau malas minum
• Cubitan kulit perut kembalinya sangat
lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut
ini:
• Gelisah, rewel
• Mata cekung
• Haus, minum dengan lahap
• Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Dehidrasi ringan/sedang
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan dehidrasi berat atau
ringan/sedang
Tanpa dehidrasi
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaaan tinja
Makroskopis: bau, warna, lendir, darah, konsistensi
Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
Kimia: PH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
Biakan dan uji sensitivitas
2) Pemeriksaan darah: Darah lengkap, analisis gas darah dan
elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang
disertai kejang), kadar urum dan kreatinin darah.
3) Pemeriksaan urin: urin rutin.3
9. Penatalaksanaan
a. Atasi Dehidrasi
1) Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
1) < 1 tahun: 50-100 cc
2) 1-5 tahun : 100-200 cc
3) 5 tahun : semaunya.
2) Dehidrasi ringan sedang
Rehidrasi dengan oralit 75 cc/kgBB dalam 3 jam pertama
dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung
sesuai umur seperti di atas setiap kali buang air besar.
3) Dehidrasi berat
Rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat
100 cc/kgBB. Cara pemberian :
1) < 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 5 jam berikutnya.
2) > 1 tahun 30 cc/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan 70
cc/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama
proses rehidrasi.
b. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai
dengan hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah
kotrimoksazol, amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas.
c. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering, rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
d. Jangan gunakan spasmolitika
e. Koreksi elektrolit : koreksi bila terjadi hipernatremia, hiponatremia,
hiperkalemia atau hipokalemia.
f. Vitamin A
1) 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU
2) >1 tahun : 200.000 IU
g. Pendidikan orangtua : penyuluhan tentang penanganan diare dan cara-
cara pencegahan diare.4
10. Pemantauan
a. Terapi
Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat
dehidrasi, berat badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masuk
dehidrasi maka dilakukan rehidrasi ulang sesuai dengan derajat
dehidrasinya. Jika setelah 3 hari pemberian antibiotik klinis dan
laboratorium tidak ada perubahan maka dipikirkan penggantian
antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.
b. Tumbuh kembang
c. Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah
sembuh dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak
mengalami gizi buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk.
Penderita dapat dipulangkan bila penderita tidak dehidrasi, keadaaan
umum dan tanda vital baik, sudah bisa makan dan minum.4
B. ANEMIA DEFISIENSI BESI
1. DEFINISI
Anemia yg disebabkan kurangnya zat besi untuk sintesis hemoglobin.
2. PATOFISIOLOGI
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).
Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan
eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada
biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.
3. ETIOLOGI
Kekurangan Fe dapat terjadi bila :
makanan tidak cukup mengandung Fe
komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran,
kurang daging)
gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)
kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan
adolesensi, kehamilan)
perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis,
ankilostomiasis).
4. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%
penderita ini adalah ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil
dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain
kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia
mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak
sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita
sebesar 55,5%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak
berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya
konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di
sekolah.
5. DIAGNOSIS
I. Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
Kebutuhan meningkat secara fisiologis
masa pertumbuhan yang cepat
menstruasi
infeksi kronis
Kurangnya besi yang diserap
asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
Perdarahan :
Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis
ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
II. Pemeriksaan fisis
anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
stomatitis angularis, atrofi papil lidah
ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran
jantung
III. Pemeriksaan penunjang
Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP)
meningkat
sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
6. DIAGNOSIS BANDING
Anemia hipokromik mikrositik :
Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :
o Hb A2 meningkat
o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
Anemia karena infeksi menahun :
o biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi
anemia hipokromik mikrositik
o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun
Keracunan timah hitam (Pb)
o terdapat gejala lain keracunan P
Anemia sideroblastik :
o terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang
7. PENATALAKSANAAN
I. Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6
mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
normal.
II. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan
karena diverticulum Meckel.
III. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-
kacangan)
IV. Monitoring
I.Terapi
1. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
2. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
3. Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan
gastro-intestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri
abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat
sementara.
II. Tumbuh Kembang
1. Penimbangan berat badan setiap bulan
2. Perubahan tingkah laku
3. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan
konsultasi ke ahli psikologi
4. Aktifitas motorik
III. Langkah Promotif/Preventif
Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu
BALITA,anak usia sekolah, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur
termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan efektif untuk
menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya
pengendalian faktor penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa
penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan
cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi
besi.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra DS. Diare akut pada anak. Upaya mengurangi kejadian komplikasi diare
akut. 2008. Di unduh dari: http://www.dr-rocky.com/layout-artikel-
kesehatan/42-diare-akut-pada-anak. Diakses tanggal 7 Februari 2011.
2. Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan medik
pemberantasan diare. Jakarta: Ditjen. PPM dan PLP 1999.
3. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W. I., Setiowulan W (ED).. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius
FK UI. Jakarta. 2000. h.470 – 478.
4. IDAI. Standar Pelayanan Medis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004.h.49-52.
5. Irwanto. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta. 2002. h. 73 – 79.
6. Soebagyo B. Diare Akut pada Anak. UNS Press. Surakarta. 2008.
7. Soemirat J. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mata
Press. 2000.
8. Smeltzer, Suzannec. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta. 2001.
9. Nursalam. Asuhan Keperawatan Bayi & Anak (Untuk Perawat &Bidan).
Salemba Medika. Jakarta. 2005.
10. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W. I., Setiowulan W (ED).. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Edisi Ketiga Jilid I. Penerbit Media
Aesculapius FK UI Jakarta. 2000.
11. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.