Preskes Bedah Anak Kimas Atresia Duodenum

37
Presentasi Kasus Bedah Anak SEORANG ANAK LAKI-LAKI 8 HARI DENGAN OMPHALOCELE DAN STENOSIS PYLORI Disusun Oleh: Isfalia Muftiani G99131045 Penguji : dr. Guntur Surya Alam, Sp. B, Sp. BA

description

preskas bedah anak

Transcript of Preskes Bedah Anak Kimas Atresia Duodenum

Presentasi Kasus Bedah AnakSEORANG ANAK LAKI-LAKI 8 HARI DENGANOMPHALOCELE DAN STENOSIS PYLORI

Disusun Oleh:

Isfalia MuftianiG99131045Penguji :

dr. Guntur Surya Alam, Sp. B, Sp. BAKEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2015BAB I

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

I. Identitas Pasien

Nama

: By.Ny DH

Umur

: 8 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Tawangsari, Sukoharjo

Tanggal Masuk : 29 Januari 2015

No. RM

: 01288457II. Keluhan Utama

Muntah hijau dan usus berada di luar dinding perutIII. Riwayat Penyakit Sekarang (Allonamnesis)Pasien merupakan rujukan dari PKU Muhamadiyah surakarta karena usus berada di luar dinding perut, masih disertai selaput, muntah hijau 8 hari sebelum masuk RSDM. Muntah berwarna cairan hijau 1 kali sebanyak kira-kira 1 sendok makan, kemudian dipasang selang NGT. Pasien adalah bayi laki-laki lahir dari P2A0 dengan umur kehamilan 34 minggu, dilahirkan dengan sectio caesaria karena indikasi ketuban pecah dini. IV. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat sakit serupa: (-)Riwayat operasi : (-)Riwayat Trauma: (-)

Riwayat Mondok : (-) Riwayat Alergi : (-)V. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama: disangkalVI. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir dengan SC karena indikasi ketuban pecah dini. P2A0 dengan umur kehamilan 34 minggu dengan BB 1800grVII. Riwayat KehamilanRiwayat Ibu ANC

: rutin ANC di dokter kandungan, sudah mengetahui terdapat omphalocele dari USG pada usia 5 bulan

Riwayat Ibu sakit saat hamil: usia 5 minggu terjadi flek-flek perdarahanVIII. Riwayat ImunisasiPasien belum mendapatkan imunisasi.

IX. Riwayat NutrisiAsi (-) sejak pasien masuk RSDM.B. PEMERIKSAAN FISIKI. Keadaan Umuma. Keadaan umum: lemah, composmentis, BB = 1800 grb. Vital sign:N: 150 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukupRR: 40 x/menitT: 37,5o C per aksilarII. General Surveya. Kulit: Kulit pucat, kering (-), ujud kelainan kulit (-), hiperpigmentasi (-)b. Kepala : mesocephal, cekung (-)c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-), reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 2mm/2mmd. Telinga: sekret (-/-), darah (-/-).e. Hidung : Terpasang NGT dengan produk berwarna kehijauan, bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar darah (-).f. Mulut: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi leher (-)h. Thorak: bentuk normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.i. Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.

Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi :bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-)j. Pulmo

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.

Palpasi : fremitus raba kanan sulit dievaluasi

Perkusi : sonor/sonor.

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan (-/-), roki basah kasar (-/-)k. Abdomen

Inspeksi : tampak organ abdomen dilapisi kulit, pus (-), warna lebih gelap dari sekitarnyaAuskultasi : bising usus (+) normal.

Perkusi : sdePalpasi : supel, NT (-)l. Genitourinaria : anus (+) normal, BAK normalm. Ekstremitas: CRT < 2 detik

Akral dingin

Oedema

--

--

--

--

C. PEMERIKSAAN PENUNJANGI. Laboratorium Darah (2 Februari 2015) di RSDMPemeriksaanHasilSatuanRujukan

Hematologi Rutin

Hemoglobin14,5g/dL15,0 24,6

Hematokrit45%47-75

Leukosit12,1Ribu/l5,0 19,5

Trombosit403Ribu/l150 450

Eritrosit4,5Juta/l3,7 6,8

Hitung Jenis

Eosinofil2,50%0,00-4,00

Basofil0,40%0,00-1,00

Netrofil47,10%18,00-74,00

Limfosit27,00%60,00-66,00

Monosit10,00%0,00-6,00

LUC/AMC13,00%

Kimia Klinik

GDS53mg/dl50-80

Bilirubin total6,50mg/dl0,00-1,00

Bilirubin direk2,00mg/dl0,00-1,20

Bilirubin indirek 4,50mg/dl0,00-0,70

Elektrolit

Natrium129mmol/L129-147

Kalium5,7mmol/L3,6-6,1

Calcium ion1,15mmol/L1,17-1,29

II. FOTO BABY GRAM (24 Januari 2015) di RS PKU Muhammadiyah Kesimpulan :menyokong stenosis pylori

III. FOTO OMD (26 Januari 2015) di RS PKU Muhammadiyah

Kesan : Pada pemberian kontras, kontras hanya ada di lambung. Menyokong stenosis pylori

IV. FOTO Thorak (31 Januari 2015) di RSDM

Kesan : cor dan pulmo tak tampak kelainanD. ASSESMENT

Omphalocele Stenosis pyloriE. PLANNING Puasa sementara dialirkan Infus D0,25% 140 ml + D40% 32 ml + KCl 3 ml + Ca Gluconas 9 ml 9 cc/jam Injeksi aminofushin 6% 56ml/hr Injeksi cefotaxim 50 ml/kgbb/12 jam --- 90 mg/12 jam Injeksi gentamicin 5 ml/12 jam --- 9 mg/24 jam Levotivoksin 1x15mg PO Rawat luka kering tegakBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. OMPHALOCELE

A. DefinisiOmphalokel secara bahasa berasal dari bahasa yunani omphalos yang berarti umbilicus=tali pusat dan cele yang berarti bentuk hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga terdapat herniasi organ-organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan whartons jelly.Omphalocele suatu keadaan dimana viseral abdominal lterdapat di luar cavum abdomen tetapi masihdi dalam kantong amnion. Omphalocele dapat diartikan sebagai kantong bening tidakberpembuluh darah yang terdiri darilapisan peritoneum dan lapisan amnion pada pangkal tali pusat. Omfalokel adalah herniasi sebagian isi intra abdomen melalui cincin umbilikus yang terbuka ke dalam dasar tali pusat. Ukurannya bervariasi dalam sentimeter, di dalamnya berisi seluruh midgut, gaster dan hepar. Sekitar 70% kasus, omfalokel berhubungan dengan kelainan yang lain. Kelainan terbanyak adalah kelainan kromosom.

B. EtiologiPenyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering berhubungan dengan omphalokel diantaranya1. Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd

2. Syndrome of lower midline development berupa bladder (hipogastric omphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic atresia, vesicointestinal fistula, sacrovertebral anomaly dan meningomyelocele dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.

Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:

1. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.2. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.3. Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

C. DiagnosisDiagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion. Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4% saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant omphalocele) mempunyai suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi menurut Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cmTipe 2 : diameter defek 2,5 5 cmTipe 3 : diameter defek > 5 cm

Diagnosis prenatalDiagnosis prenatal terhadap omphalokel sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen janin. Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak sebagai suatu gambaran garisgaris halus dengan gambaran kantong atau selaput yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Berbeda dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran garis-garis yang kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan analisa kromosom melaui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada kelainan lain pada janin.

Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervariasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organorgan abdomen baik solid maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Wartons jelly. Wartons jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung vasa atau nervus.Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kantong atau selaput pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Glasser (2003) menyebutka bahwa sekitar 10-20 % kasus omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka organ-organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen tersebut Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan urin janin. Bayi-bayi dengan omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan pada giant omphalocele.Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan kongenital lain.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir untuk.

Mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya kelainan jantung.

D. Diagnosa banding

omphalokelhernis umbilikalis kongenitalgastroskisis

Lokasi defekPada cincin umbilikus (umbilikal ring)Pada cincin umbilikusTerpisah (biasanya lateral dari) cincin umbilikus

Diameter/ukuran defek (cm)4-12 cm< 4 cm< 4 cm

Kavum abdomenKecil terutama padagiant omphalocelenormalnormal

Kantong++-

Kandungan kantongSeluruh organ abdomenBeberapa loop ususBiasanya gaster atau usus

Letak tali pusat (umbilical cord)Pada puncak kantongPada puncak kantongTerpisah dengan kantong, biasanya di lateral

Keadaan permukaan organ abdomen/ususnormalnormalMemendek atau terdapat bercak eksudat

Malrotasisering-jarang

Atresia dan strangulasijarang-sering

Hubungan dengan kelainan kongenitalseringsering terdapat divertikulum Meckel)jarang

E. PenatalaksanaanPenatalaksanan postnatalPenatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau non operasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis.

Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel :

1. Tempatkan bayi pada ruangan yang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.2. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase.

3. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.

4. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.

5. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen.

6. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan sistem usus, dan untuk pemberian antibitika broad spektrum.

7. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit

8. Pada omphalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau povidone -iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengn suatu oklusif plastik dressing wrap atau plastik bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati hati diamana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.

9. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan

10. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.

Penatalaksanaan non operasi (konservatif)Indikasi terapi non bedah adalah:

Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya.

Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan.

Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.

Penatalaksanaan dengan operasi

Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru)

Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged closure yang banyak dilakukan pada sebagiaan besar pusat adalah dengan membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intraabdomen kemudian dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.

1. Primary ClosurePrimary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi dengan obat-obatan blok neuromuskuler. Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia diinsisi dan vasavasa umbilkus dan urakus diidentifikasi dan diligasi. Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intraabddomen kemudian diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier tension free dengan cara memperpanjang irisan 2 3 cm ke superior dan inferior.

Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan dideseksi atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat digunakan jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus (umbilikoplasti) dan digunakan material yang dapat terabsorbsi. Standar operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, namun demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung pada kasus tersebut dengan teknik modifikasi

2. Staged closurePada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat dilakukan primary closure. Yaster M. et al (1989) dari suatu studinya melaporkan bahwa kenaikan IGP (intra gastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha operasi primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen yang dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan metode stagedclosure.21Beberapa ahli kemudian mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut, yang akhirnya ditemukan suatu metode staged closure.4 Staged closure telah diperkenalkan pertama kali oleh Robet Gross pada tahun 1948 dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis dan akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn paada tahun 1969 dengan suatu teknik silo

Penanganan emergensi omfalokel dibagi 2, yaitu:

Kantong intak: NGT dengan penghisap Melapisi kantong dengan salep (Povidon-Iodin/betadin) atau kasa yang dibasahi minyak

Bungkus kantong dengan kasa Kling untuk menyangga usus berada di dinding abdomen .

Bungkus seluruh tubuh bayi untuk mencegah kehilangan panas.

Kasa yang dibasahi larutan garam/saline tak diperlukan sebab mempermudah kehilangan panas.

Dilarang mengecilkan ukuran kantong karena dapat menyebabkan ruptur kantong dan distres pernapasan.

Infus melalui lengan.

Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).

Konsultasi rencana bedah, operasi definitif seharusnya ditunda sampai bayi stabil teresusitasi. Monitor suhu dan pH. Adanya kelainan lain yang lebih serius (pernapasan atau jantung) penanganan definitif bisa ditunda selama kantong masih intak.

Ruptur kantong: NGT dengan penghisap Melapisi usus yang terburai dengan kasa salin dan bungkus bayi dengan kain kering dan handuk steril untuk mencegah kehilangan panas.

Monitor suhu dan pH.

Pasang infus.

Antibiotik spektrum luas (Ampicillin dan Gentamicin).

Rencanakan bedah emergensi untuk menutup usus.

Viabilitas usus mungkin kurang baik pada defek yang sempit pada segmen usus yang terjebak. Perlu memperlebar dengan incisi ke arah kranial atau kaudal untuk membebaskan organ visera yang strangulasi 11.

II. STENOSIS PYLORUS

A. DefinisiStenosis pylorus hipertropi adalah suatu kondisi yang menyebabkan muntah proyektil parah dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Terdapat penyempitan dari pembukaan dari lambung ke duodenum, akibat pembesaran otot musculus sphincter pylori, yang menyebabkan spasme ketika perut dalam keadaan kosong. Hipertrofi ini biasanya dapat dirasakan sebagai massa berbentuk buah zaitun di bagian atas tengah atau kuadran kanan atas perut bayi. Kondisi ini biasanya berkembang pada bayi laki-laki dalam 2-6 minggu pertama kehidupan. Stenosis pilorus juga dapat terjadi pada orang dewasa dimana penyebabnya biasanya akibat jaringan parut dari ulkus peptikum kronis.

Pada stenosis pylorus, lapisan otot sirkular menebal, yang mempersempit saluran pylorus & menyebabkan pylorus memanjang. Selama proses ini mukosa menjadi berlebihan dan menjadi hipertrofi. Akibat dari perpanjangan dan penebalan otot, pylorus menyimpang ke atas mendekati kantong empedu, hal ini berfungsi sebagai penanda, dimana pylorus dapat dilihat berdekatan dengan kantong empedu dan anteromedial ginjal kiri.

Pylorus yang menebal mempersempit saluran pylorus sehingga menyebabkan onstruksi lambung dan distensi lambung.

Gambar 2. Perbedaan anatomi gaster normal dengan hypertrophic pyloric stenosis

B. EtiologiPenyebabkelainan inibelumpastidiketahui. Kelainanini biasanya baru diketahuisetelahbayiberumur2-3 minggu dengan gejala muntah yang proyektil (menyemprot) beberapa saat setelah minum susu dimana yang dimuntahkan hanya susu saja. C. PatofisiologiStenosis pylorus terjadi sebagai akibat dari hipertrofi dan hiperplasia lapisan otot pylorus. Nitrit oksida sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pylorus karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergik sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi hipertofi sebagai kompensasi dari lemahnya gerakan peristaltik.

Hipertrofi difus dan hiperplasia otot polos antrum dan pylorus akan mempersempit saluran, yang kemudian menyebabkan mudah terjadi obstruksi. Regio antrum memanjang dan menebal dua kali dari ukuran normal.

Sebagai respon dari obstruksi aliran keluar dan gerak peristaltik yang kuat, otot-otot perut hipertrofi dan melebar. Hal tersebut menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat. Gastritis mungkin terjadi setelah stasis yang lama. Hematemesis dapat pula terjadi. D. Manifestasi klinisGejala stenosis pylorus adalah muntah proyektil mulai umur 2-3 minggu, dan tidak berwarna hijau ( nonbilious vomiting). Bayi senantiasa menangis sesudah muntah dan akan muntah kembali setelah makan. Hal ini disebabkan karena obstruksi pylorus. Terkadang dijumpai muntah berwarna hijau dan dapat pula muntahan bercampur darah oleh karena adanya iritasi pada mukosa lambung. Penurunan berat badan yang disertai dengan penurunan turgor kulit merupakan tanda adanya dehidrasi.

Konstipasi merupakan gejala yang sering muncul karena sedikitnya jumlah cairan yang melalui pilorus menuju usus halus. Anak juga tampak gelisah dan terus menangis.

Gambar 3. Gejala utama hypertrophic pyloric stenosis berupa muntah proyektil

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kontour dan peristatik lambung terlihat di perut bagian atas, teraba adanya tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan. Keadaan ini mudah terlihat dan teraba waktu bayi diberikan minum sewaktu pemeriksaan. Gejala lain yang perlu diperhatikan adalah bayi selalu rewel dengan kesan lapar dan selalu ingin minum lagi setelah muntah,muntah dapat bercampur darah hingga berwarna kecoklatan akibat perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung, pada stadium lanjut bayi dalam keadaan dehidrasi, manutrisi, hipokalemi dan alkalosis hipokloremik. E. DiagnosisDiagnosis ditegakkan melalui anamnesa riwayat yang cermat dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang radiologi juga biasanya dibutuhkan. Harus ada kecurigaan terjadi stenosis pilorus pada bayi muda dengan muntah parah. Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen dapat mengungkapkan massa berbentuk buah zaitun di epigastrium. Pada palpasi juga dirasakan gelombang peristaltik yang teraba jelas dan sering (atau bahkan terlihat) karena perut berusaha memaksa keluar isi lambung akibat pilorus menyempit.

Dewasa ini sebagian besar kasus stenosis pilorus didiagnosis / dikonfirmasi dengan USG, yang menunjukkan penebalan dari otot sfingter pylorus. Penggunaan foto kontras gaster juga dapat dilakukan, dimana terlihat penyempitan pylorus yang menyebabkan kontras tidak dapat berlanjut ke duodenum. F. Pencitraan radiologi1. Radiografi

Radiografi abdomen mungkin menunjukkan perut berisi cairan atau udara, menunjukkan adanya obstruksi lambung. Perut yang melebar dengan incisura yang besar-besar (caterpillar sign), yang mewakili peningkatan gerak peristaltik lambung pada pasien ini. Jika pasien baru saja muntah atau memiliki tabung nasogastrik di tempat, perut sudah didekompresi dan temuan pada foto menjadi normal.

Gambar 4. caterpillar sign, berupa gambaran lusen pada bagian kiri atas abdomenPemeriksaan saluran cerna atas merupakan pilihan yang tepat untuk stenosis pylorus hipertrofi. Hasil yang didapatkan adalah: Tertundanya pengosongan lambung (jika parah, hal ini dapat mencegah barium lewat ke pilorus).

Filling defect pada antrum diciptakan oleh prolaps dari otot yang hipertrofik.

Mushroom atau umbrella sign (yaitu, penebalan otot yang menonjol ke dalam duodenum)

Gambar 5. Mushroom sign, gambaran seperti jamur karena penebalan otot sfingter pylorus ke arah duodenum, disertai juga gambaran string sign Double tract sign yaitu, mukosa berlebihan dalam lumen pylorus yang sempit, menghasilkan pemisahan kolom barium menjadi 2 saluran.

Gambar 6. Gambaran Double tract sign String sign : barium melewati saluran menyempit, menciptakan satu garis yang tipis dan memanjangTingkat keakuratan pemeriksaan

Film radiografi polos memiliki tingkat keakuratan yang rendah menegakkan diagnosis stenosis pilorus hipertropi. Sebuah studi menunjukkan, bahwa radiografi polos memiliki sensitivitas yang tinggi (> 90%) dan spesifisitas rendah. 2. Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonography penting dalam mendiagnosis stenosis pilorus hipertropi, karena pemeriksaan ini menghasilkan gambaran perubahan dini yang terjadi pada HPS. Ultrasonografi memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 100%.

Dalam sebuah studi oleh Leaphart dkk, ultrasonografi menegaskan stenosis pilorus hipertropi ketika ketebalan otot pilorus (MT) lebih besar dari 4 mm dan panjang saluran pilorus (CL) lebih besar dari 15 mm. Namun, pada bayi baru lahir untuk ketebalan otot pylorus (MT) nilai batasnya adalah 3,5 mm.

Teknik pemeriksaan ultrasonografi dilakukan dengan transduser 7,5 menjadi 13,5 MHz linier pada anak terlentang. Gambar melintang di epigastrium mengidentifikasi pilorus ke kiri dari kantong empedu dan antero ke ginjal kanan (lihat gambar di bawah). Perut yang membuncit atau distensi abdomen menyebabkan pilorus terdorong oleh karena itu memerlukan penempatan tabung nasogastrik untuk mendekompresi perut.

Jika aspirasi lambung lebih dari 5 mL pada bayi yang telah tanpa asupan oral (NPO) selama beberapa jam menunjukkan obstruksi lambung. Posisi miring kanan posterior dan memindai dari pendekatan posterior dapat membantu untuk meningkatkan visualisasi dari pylorus.

Gambar 7. Alpha

Gambar ultrasonografi melintang pada pasien dengan stenosis pilorus hipertropi Tanda-tanda HPS yang ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi, adalah sebagai berikut:

MT lebih dari 4 mm

Target sign pada pylorus.

Panjang saluran pilorus lebih besar dari 17 mm

Ketebalan pylorus (serosa ke serosa) 15 mm atau lebih besar Kegagalan saluran untuk membuka selama minimal 15 menit scanning Antral nipple sign (yaitu, prolaps mukosa berlebihan ke dalam antrum, yang menciptakan pseudomass)

Gambar 8. Ultrasonogram longitudinal menunjukkan mukosa berlebihan yang menciptakan antral nipple signTemuan yang positif untuk sebuah pyloric stenosis hipertrofik pada pemeriksaan ultrasonografi hampir selalu menunjukkan kondisi ini. Pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada awal penyakit atau pada pasien muda yang MT kurang dari 3 mm.G. PentalaksanaanPenatalaksanaan utama stenosis pylorus adalah dengan pembedahan piloromiotomi yang dikenal sebagai Ramstedts procedure (membagi otot pilorus untuk membuka outlet lambung). Ini adalah operasi yang relatif mudah yang mungkin dapat dilakukan melalui sayatan tunggal (biasanya 3-4 cm panjang) atau laparoskopi.