Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

44
PRESENTASI KASUS NON-PSIKOTIK Oleh : dr. Ika Nurfarida Supervisor : dr. Cecep Sugeng K, SpKJ(K) Diajukan : 12 Juni 2013 Learning Objective : 1. Mempunyai kemampuan melakukan pemeriksaan psikiatri 2. Mampu menegakkan diagnosis dan merencanakan tindakan terapeutik secara komprehensif 1

description

jgjgubbb

Transcript of Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Page 1: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

PRESENTASI KASUS

NON-PSIKOTIK

Oleh : dr. Ika Nurfarida

Supervisor :dr. Cecep Sugeng K, SpKJ(K)

Diajukan : 12 Juni 2013

Learning Objective :1. Mempunyai kemampuan melakukan pemeriksaan psikiatri 2. Mampu menegakkan diagnosis dan merencanakan tindakan terapeutik secara komprehensif 3. Mempertahankan sikap terhadap teori yang berhubungan dengan diagnosis pemeriksaan

Bagian Ilmu Kedokteran JiwaFakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta

1

Page 2: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. HW

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SLTA tidak lulus

Pekerjaan : Tidak bekerja

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Sosrowijayan, Jogjakarta

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari:

a. Autoanamnesis tanggal 3 dan 6 Juni.

b. Alloanamnesis dari:

- Ibu Suryati (48 tahun), ibu kandung pasien, pada tanggal 7 Juni 2013.

- Suwati (32 tahun), pasangan hidup (tinggal serumah), pada tanggal 6 Juni 2013.

A. Alasan Utama

Merasa tidak berguna dan sulit menghentikan ketergantungan terhadap napza

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Sejak kurang lebih 14 tahun yang lalu (saat pasien duduk di kelas 2 Sekolah

Menengah Pertama (SMP)), pasien melakukan penyalahgunaan napza. Awalnya pasien

merokok, kemudian mengkonsumsi alkohol, dan beberapa obat-obatan seperti, lexotan,

dextromethorphan, inex, dan shabu-shabu. Awalnya pasien mencoba-coba karena

ajakan teman-temannya. Sejak saat itu pasien menjadi lebih tertutup terhadap

keluarganya. Pasien menjadi emosional dan mudah tersinggung. Pasien juga sering

memakai uang iuran sekolah untuk membeli napza.

Pada saat pasien kelas 2 Sekolah Menengah Teknologi (STM) (kurang lebih 11

tahun yang lalu), pasien tidak mau melanjutkan sekolah. Dua tahun kemudian pasien

merantau ke Jakarta. Hidup di kampung “preman” sebagai informan polisi. Hampir tiap

hari mabuk-mabukan, dan mendatangi tempat hiburan malam. Bahkan pasien pernah

melakukan usaha pembunuhan terhadap orang lain ketika dalam kondisi mabuk.

2

Page 3: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Kurang lebih lima tahun yang lalu pasien pernah menjalani rehabilitasi di Rumah

Sakit Palembang, tetapi tidak rutin. Obat yang diperoleh adalah: Meprosetil, Neriphros,

Haloperidol, dan Triheksifenidil.

Kurang lebih sejak dua tahun yang lalu pasien merantau ke Jogja. Tinggal di kamar

kost di daerah dekat lokalisasi prostitusi. Pasien bekerja sebagai “tukang pijat laki-laki”

dan masih rutin menggunakan napza. Zat yang palin sering digunakan adalah shabu dan

alkohol.

Kurang lebih satu setengah tahun yang lalu (Februari 2012) pasien mengalami

perubahan perilaku, berupa sulit tidur, marah tanpa sebab yang jelas, bicara melantur,

kadang-kadang tertawa sendiri, mendengar suara-suara mengancam, dan curiga pada

orang lain. Setelah satu minggu terdapat gejala tersebut, pasien dibawa ke Rumah Sakit

Dr. Sardjito. Pasien opname selama satu minggu, pulang paksa dengan alasan orang

tuanya jauh. Selanjutnya, pasien kontrol tidak rutin di poliklinik psikiatri. Kurang lebih

dua bulan setelah opname, pasien gejala-gejala tersebut sudah tidak didapatkan. Namun

pasien kadang-kadang masih mengkonsumsi napza.

Sejak kurang lebih delapan bulan yang lalu (November 2012), pasien mengeluh

sulit tidur, gelisah, nyeri tengkuk, sedih, putus asa dan merasa bersalah. Pasien merasa

dirinya sangat hina. Pasien selalu berpikir bahwa dosa-dosa yang dilakukan tidak dapat

diampuni terutama penganiayaan yang dilakukan pada masa lalu. Pasien juga sedih jika

teringat kegagalan rumah tangganya. Pasien sering merasa cemburu jika melihat

pacarnya melayani laki-laki lain, kadang sampai marah-marah. Seringkali kemarahan

dilampiaskan dengan minum alkohol atau memakai shabu. Sehingga hal itu menambah

rasa sedih yang dirasakan. Beberapa kali pasien datang berobat ke poliklinik psikiatri

RSUP Dr. Sardjito tetapi belum membaik, bahkan dorongan untuk memakai napza

(alkohol atau shabu) semakin meningkat. Dalam sebulan terakhir, hampir tiap hari

pasien mengkonsumsi shabu dan alkohol, sehingga pasien kontrol kembali ke poliklinik

psikiatri.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

1. Riwayat Psikiatrik:

Tanggal 1 – 6 Maret 2012 : opname di Bangsal Jiwa RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta. Diagnosis: Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penyalahgunaan

3

Page 4: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Napza Multipel (F19). Terapi: ECT 2x, Haloperidol 2 x 5 mg, Amitriptilin 2 x 25

mg, Chlorpromazine 1 x 100 mg.

2. Riwayat Penggunaan Napza Psikoaktif :

Pasien mengkonsumsi rokok, alkohol, lexotan, dextromethorphan, shabu, inex

sejak usia 14 tahun (SMP kelas 2). Dalam beberapa bulan terakhir, pasien hanya

mengkonsumsi rokok, alkohol dan shabu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu (Medis)

a. Tidak didapatkan riwayat Diabetes Melitus

b. Tidak didapatkan riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)

c. Tidak ada riwayat kejang atau penyakit infeksi lainnya.

d. Tidak ada riwayat trauma kepala

4. Riwayat kepribadian sebelumnya :

Sejak kecil, pasien dianggap anak yang “nakal”. Sering berperilaku “usil”,

seperti mencubit teman sebayanya. Pasien cenderung tertutup dan emosional.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien merupakan anak yang dikehendaki, dilahirkan pada saat ibu berusia 20

tahun. Lahir dalam usia kehamilan 8 bulan, lahir spontan dengan pertolongan dokter

di rumah sakit, berat badan lahir 1800 gr, langsung menangis. Bayi dalam keadaan

sehat.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)

Riwayat tumbuh kembang dalam batas normal. Pasien diasuh oleh kedua orang

tua. Selisih usia dengan kakak kurang lebih tiga tahun. Air susu ibu diberikan selama

kurang lebih dua tahun. Orang tua pasien sangat menyayangi dan memperhatikan

pasien. Ayah cenderung protektif.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (usia 3-11 tahun)

Pada saat pasien berusia sekitar lima tahun, pernah melakukan pencabulan

terhadap teman sebayanya dan ketahuan orang tuanya. Pasien langsung dimarahi dan

dipukuli oleh orang tuanya. Akibat perbuatannya tersebut, orang tua pasien pindah

rumah ke kampung lain karena malu. Prestasi di sekolah cukup, tidak pernah tinggal

kelas. Pasien dianggap sebagai anak nakal, suka menjahili teman-temannya,

sehingga pasien sering dimarahi orang tuanya.

4

Page 5: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Pasien mulai masuk sekolah pada usia enam tahun, dan berhenti pada usia 17

tahun (kelas 2 STM) karena “nakal”. Sejak Sekolah Dasar (SD), pasien berpindah-

pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya. Berdasarkan keterangan ibunya,

pasien seringkali mendapat perlakuan buruk orang-orang di lingkungannya yang

baru. Pasien juga pernah mengeluh mempunyai guru yang sangat galak, dan sering

memukul kepala pasien.

Ayah pasien termasuk orang tua yang sangat melindungi pasien (protektif),

sering menasehati anak-anaknya dengan aturan-aturan yang detail.

4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja

Prestasi dalam olah raga cukup baik, terutama olah raga basket dan tenis meja.

Sejak masuk SMP pasien tinggal di kost karena sekolah jauh dari rumah orang tua.

Pasien mulai merokok dan minum alkohol sejak duduk di kelas 2 SMP karena ikut-

ikutan teman-temannya. Pasien juga mengenal seks sejak usia SMP, dan melakukan

seks bebas sejak usia SMA.

5. Riwayat Masa Dewasa

a. Riwayat pendidikan

Pasien menamatkan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) di kampung

dekat rumah orang tua. Pasien berpindah-pindah sekolah karena mengikuti orang tua.

Setelah lulus, pasien melanjutkan ke SMP, di kota yang cukup jauh dari rumah

orang tua. Prestasi sekolah cukup. Sejak SMP pasien tinggal di rumah kost.

Setelah lulus SMP, pasien melanjutkan ke Sekolah Teknologi Menengah (STM).

Pasien hanya menyelesaikan sampai kelas 2, karena “nakal” sehingga pasien tidak

mau melanjutkan sekolah. Pasien sering tidak membayarkan uang Sumbangan

Pembangunan Pendidikan (SPP), sehingga pasien sering bermasalah dengan orang

tua dan gurunya.

b. Riwayat Pekerjaan

Sesudah berhenti sekolah pasien membantu orang tua sebagai penyadap karet.

Tetapi pasien tidak puas dengan pekerjaannya tersebut. Sehingga, pada tahun 2004,

pasien merantau ke Jakarta. Pasien tinggal di kampung “preman”. Pasien

dimanfaatkan sebagai informan polisi untuk penyalahgunaan narkoba. Pasien

mendapatkan penghasilan dari pekerjaan tersebut. Pasien juga bekerja sebagai

pekerja seks komersial.

5

Page 6: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Pada tahun 2011 pasien merantau ke Jogjakarta. Pasien mulai mencoba untuk

berdagang asesoris di Malioboro, namun tidak sampai satu tahun, barang dagangan

dijual karena pasien sakit akibat kebiasaannya memakai napza.

c. Riwayat Perkawinan

Pasien menikah pada saat usia 23 tahun, dengan wanita yang dikenalnya di

diskotik. Istri mempunyai seorang anak sebelum menikah dengan pasien.

Sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, pasien berpisah dengan istrinya, tetapi

belum resmi bercerai sampai saat ini. Istri pasien bekerja ke luar negeri dan menjalin

hubungan dengan laki-laki lain.

Saat ini pasien menjalin hubungan dengan wanita yang berprofesi sebagai

pekerja seks komersial (PSK). Mereka tinggal bersama di rumah kost di daerah

lokalisasi prostitusi di Jogjakarta.

d. Riwayat Agama

Pasien dibesarkan dalam keluarga beragama Islam. Pendidikan agama diperoleh

dari orang tua dan di sekolahnya. Nilai-nilai agama ditanamkan cukup kuat oleh

orang tuanya. Namun pasien tidak taat menjalankan aktivitas keagamaan.

e. Riwayat Psikoseksual

Pada saat pasien berusia lima tahun, pasien pernah melakukan “hubungan

seksual” dengan teman perempuan sebayanya, saat sedang bermain di rumah pasien.

Pasien tidak tahu maksud dari perilakunya tersebut.

Pada saat berusia sekitar 14 tahun, pasien mengaku pernah menonton orang

sedang melakukan hubungan seksual, dan sejak saat itu sering melakukan onani.

Pada saat duduk di kelas 2 SMA, pasien melakukan hubungan seksual pertama

kalinya dengan wanita yang jauh lebih tua. Pasien dikenalkan dengan wanita tersebut

oleh temannya. Sejak saat itu pasien sering melakukan hubungan seks bebas.

Pasien menikah saat berusia 23 tahun. Pasien mengenal istrinya di diskotik.

Sebelum menikah, pasien pernah merasa sangat menyesal dengan perilaku seks

bebas yang dilakukan. Pasien menyakiti alat kelaminnya dengan cara mengoleskan

balsem. Hal itu dilakukan sebanyak dua kali.

Pasien mengatakan bahwa semua wanita yang dicintai lebih tua dari pasien.

f. Riwayat Aktivitas Sosial

Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebayanya

sejak lulus SD. Hingga saat ini pasien masih melakukan aktivitas sosial di kompleks

6

Page 7: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

prostitusi. Tidak mempunyai pekerjaan tetap. Pasien hanya tinggal di kamar kost

teman wanitanya. Jarang bersosialisasi dengan penghuni kost yang lain.

g. Riwayat Pelanggaran Hukum

Pasien sejak usia 14 tahun melakukan pelanggaran hukum berupa

penyalahgunaan napza. Pasien juga pernah melakukan penganiayaan pada saat dalam

kondisi mabuk. Namun ketika menyerahkan diri ke kepolisian, pasien dibebaskan.

Pasien belum pernah berurusan dengan pihak berwajib berkaitan dengan pelanggaran

hukum yang dilakukan.

h. Riwayat Penggunaan Waktu Luang

Sebelum sakit pasien banyak menghabiskan waktu luang dengan teman-teman

di tempat hiburan. Saat ini pasien hanya tiduran sambil menonton televisi di kamar

kost tidak ada kegiatan. Kadang-kadang pasien membantu temannya berjualan di

Malioboro.

i. Riwayat Situasi Kehidupan Sekarang

Kunjungan Rumah (tanggal 6 Juni 2013):

Saat ini pasien tinggal bersama teman wanitanya di kamar kost yang terletak di

kompleks lokalisasi prostitusi di Jogjakarta. Satu rumah terdiri dari 25 kamar kost.

Penghuni kost rata-rata pekerja seks komersial dan karyawan tempat hiburan malam

di sekitarnya. Harga sewa kamar kost sebesar Rp. 350.000, 00/bulan. Biaya hidup

sehari-hari ditanggung oleh teman wanitanya, dengan bekerja sebagai pekerja seks

komersial. Penghasilan sehari-hari kurang lebih Rp. 200.000,00.

7

Kamar kost

R. tamu

Kamar kostTempat tinggal pasien

Kamar kostKamar kost

Page 8: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

j. Riwayat Keluarga

Silsilah keluarga

Keterangan :1. Kakek 7. Istri pasien2. Nenek 8. Pasangan3. Ayah 9. Anak tiri pasien4. Ibu P. Pasien5. Paman/bibi pasien 6. Saudara kandung pasien : Meninggal

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Jarak usia dengan kakaknya

sekitar lima tahun. Kakak pasien perempuan, saat ini sudah menikah dan mempunyai

satu orang anak. Ayah pasien sudah meninggal 5 bulan yang lalu karena sakit. Ibu

pasien saat ini tinggal di Jambi bersama paman pasien. Rumah di Palembang dijual

setelah ayah pasien meninggal.

Keadaan sosial ekonomi keluarga pasien tergolong cukup mampu. Orang tua

bekerja sebagai petani transmigran. Hidup berpindah-pindah sejak pasien masih

kecil.

k. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien menganggap dirinya seorang yang tidak dapat mengendalikan nafsu

untuk berbuat maksiat. Pasien merasa hina. Sejak kecil pasien menganggap dirinya

anak nakal. Pasien merasa dirinya banyak menghadapi permasalahan dalam

hidupnya, dan tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Pasien menggunakan

obat-obatan dan alkohol sebagai pelarian atas permasalahannya tersebut. Namun,

8

5 5 5

7

8

3

2

5 455

1

5 55

6 P

9

10

1 2

Page 9: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

kehidupannya semakin kacau dan pasien semakin merasa dirinya tidak berguna,

tidak percaya diri, tidak punya masa depan. Ingin menjadi orang baik tetapi sulit

untuk berubah.

l. Impian, Fantasi dan Nilai-nilai

Pasien ingin keluar dari kehidupan penuh maksiat. Pasien ingin mengajak

pacarnya untuk bersama-sama menjalani kehidupan lebih baik. Ingin dapat mandiri

bekerja dan menjadi kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. Pasien

menyadari bahwa perbuatannya selama ini adalah perbuatan yang salah tetapi tidak

mempunyai kemampuan untuk menghentikannya.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

(diperiksa pada tanggal 3 Juni 2013)

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan

Seorang laki-laki, sesuai usia, berpakaian bersih dan rapi. Postur tubuh pasien

atletis. Wajah pasien tampak murung, kurang bersemangat.

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara, pasien cukup kooperatif, normoaktif.

3. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif dan menjawab semua pertanyaan dengan suara agak pelan.

B. Mood dan Afek

1. Mood sedih

2. Afek menyempit

3. Keserasian: serasi

C. Pembicaraan

Pasien berbicara dengan suara cukup, menyampaikan keluhan dan menjawab

pertanyaan secara spontan.

D. Pikiran

1. Bentuk pikir : realistis

2. Progresi pikir: pasien menjawab pertanyaan dengan jawaban yang relevan, remming,

kontinuitasnya baik, produktivitas cukup.

3. Isi pikir :

- Preokupasi pada masa lalu

9

Page 10: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

- Preokupasi pada napza (shabu dan alkohol)

- Rasa rendah diri

- Putus asa, tetapi tidak ada pikiran bunuh diri

E. Gangguan Persepsi

Halusinasi : tidak ditemukan

Ilusi : tidak ditemukan

F. Sensorium & kognitif

1. Tingkat kesadaran dan kesigapan: compos mentis

2. Orientasi

a. Tempat: baik, pasien mengetahui saat ini berada di Poliklinik Jiwa

RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

b. Waktu: baik, pasien mengetahui tanggal dan hari saat pemeriksaan

dilakukan.

c. Orang: baik, pasien mengenal dokter yang memeriksa dan petugas

poliklinik

3. Daya ingat

a. Daya ingat jangka segera: baik, pasien dapat menyebutkan nama tiga benda

dengan benar (meja, kursi, pulpen)

b. Daya ingat jangka pendek: baik, pasien ingat menu sarapan pagi.

c. Daya ingat jangka menengah: baik, pasien ingat kejadian yang dialaminya.

d. Daya ingat jangka panjang: baik, pasien dapat mengingat pengalaman pada masa

kecil.

4. Konsentrasi: cukup

Pasien dapat melakukan pengurangan angka 7 yang dimulai dari 100-7 sampai

pengurangan sebanyak 5 kali dengan baik, tetapi membutuhkan waktu agak lama.

5. Perhatian: baik

Pasien dapat mengeja kata “dunia” dari belakang dengan baik.

6. Kemampuan membaca dan menulis: baik

Pasien dapat membaca dan memahami kalimat, serta menuliskan kalimat dengan

benar.

7. Kemampuan visuospasial: baik

a. Pasien bisa menggambar jam dengan lengkap dan benar

b. Pasien dapat mencontoh 2 (dua) buah segilima yang saling berpotongan.

10

Page 11: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

8. Pikiran abstrak: baik

Pasien dapat memahami dan kadang menggunakan metafora dalam

pembicaraannya

9. Kapasitas intelegensia: baik

Pasien memiliki pengetahuan sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

10. Bakat kreatif: bakat kreatif pasien adalah olah raga

11. Kemampuan menolong diri sendiri: baik

Di luar aktivitas yang membutuhkan kekuatan fisik, pasien dapat merawat

dirinya sendiri

G. Kemampuan mengendalikan impuls:

Selama wawancara, tidak ditemukan adanya gangguan pengendalian impuls

H. Daya nilai dan tilikan

1. Daya nilai sosial: baik.

Pasien memahami bahwa mencuri itu adalah perbuatan yang tidak benar dan

berdosa bila dilakukan.

2. Uji daya nilai: baik.

Pasien akan melapor ke polisi bila menemukan uang yang tergeletak di jalan.

3. Penilaian realita: baik.

Tidak ditemukan adanya halusinasi dan waham.

4. Tilikan : derajat 5

Pasien menyadari bahwa dirinya sakit dan sebab mengetahui penyebabnya.

I. Taraf dapat dipercaya: secara keseluruhan pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. Status Internistik (3 Juni 2013)

Keadaan umum: tampak baik

Kesadaran: compos mentis

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Denyut nadi: 88x/mnt

Frekuensi pernafasan: 18x/mnt

Suhu: 36,6oC TB: 173 cm BB: 68 kg

11

Page 12: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Kulit : turgor baik

Kepala : mata anemis -/- icterus -/-

Leher : struma (-), tekanan vena jugularis normal

Dada :

- Jantung : BJ I-II tunggal, bunyi tambahan (-)

- Paru : sonor, vesikuler, fremitus kiri & kanan normal

Abdomen: soufel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : akral hangat, kulit kering, edema -/-

B. Status Neurologik (3 Juni 2013)

Glasgow coma scale: E4 V5 M6

Pupil bulat isokor, gerakan bola mata baik, diameter 3mm

Refleks cahaya + / +

Saraf kranialis: tanda peningkatan tekanan intrakranial (-)

Kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal tidak didapatkan

Motorik (kaki kiri dan tangan kanan-kiri):

Tidak ada kelumpuhan

Tonus motorik normal, koordinasi baik

Refleks fisiologis normal

Sensorik (kaki kiri dan tangan kanan-kiri) dalam batas normal

C. Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium:

Lab rutin dan kimia darah dalam batas normal

3 Juni 2013 Nilai normal 3 Juni 2013 Nilai normalWbc 10,7RBC 4,94HGB 14,90HCT 45,00MCV 91,10MCH 32,20MCHC 35,40RDW 11,90PLT 274MPV 8,50

4,10-11,04,50-5,9013,50-17,5041,00-53,0080,00-100,0026,00-34,0031,00-36,0011,60-14,80150-4406,80-10,0

SGOT 25,19SGPT 40,55BUN 7,194Creatinin 0,75GDS 88,40Na 140K 4,144HbSAg 0,515 (Non reactive)

11,00-33,0011,00-50,008,00-23,000,70-1,2070,00-140,00136,00-145,003,50-5,10Non Reactive

- EKG : sinus rythm

- Pemeriksaan psikologis:

a. Tes Grafis:

12

Page 13: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Berdasarkan pemeriksaan grafis pada tanggal 6 Juni 2013, didapatkan

kondisi psikologis dimana pasien kurang dapat mengendalikan diri, kurang matur,

cenderung impulsif, mudah marah dan perilakunya seringkali tidak dapat

diperhitungkan maksud dan tujuannya. Terdapat pula ekspresi ketergantungan,

selalu menuntut, dan bertindak seperti parasit, serta kecenderungan paranoid.

Daya tahan yang kurang, mudah kecewa dan gembira dengan hasil yang dicapai.

Ekspresi perasaan bersalah cukup jelas pada pasien. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh aktivitas otoerotik, riwayat traumatik yang dialami, konflik-

konflik yang banyak belum terselesaikan, serta kekecewaan yang dialami.

Ekspresi body narsisitic pada pasien menunjukkan kecenderungan adanya sexual

maladjusment, emosionalitas egosentrik dan infantil. Hal ini sesuai dengan

kepribadian skizoid dan introvert, dimana pasien kurang mendapatkan kepuasan

benar-benar dalam hubungan sosial dan lebih memilih fantasi.

Pasien menganggap peran ibu sangat besar bagi dirinya, namun terdapat

indikasi kurangnya penerimaan terhadap pasien. Pasien merasa kurang dapat

diterima oleh keluarga, sehingga pasien cenderung mencari perhatian lebih besar

kepada keadaan di luar keluarga. Pasien menggambarkan sosok ayah yang

otoriter, menguasai, galak, dan kurang memberikan kesempatan pada pasien.

b. Woodworth’s Questioner:

Nilai Cut off point

Ein. Emot 467 120

Psychotics Obsession 312 120

Schizophrenia tendens 300 120

Paranoid tendens 240 120

Depressi hypocondrics 260 120

Impulse epil 222 120

Instabilitas emosi 364 120

Antisosial tendens 208 120

c. Eysenck Personality Inventory

Nilai Cut off point

Neurotic 21 5

Introvert 16 5

Lie 2 12

13

Page 14: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Kesimpulan: kecenderungan kepribadian campuran skizoid, dependen dan emosional

tidak stabil tipe impulsif.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 28 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia,

agama Islam, sudah menikah, belum mempunyai anak kandung, pendidikan tidak tamat

STM, tidak bekerja, tinggal di kompleks prostitusi di Jogjakarta, bersama teman

wanitanya. Merupakan pasien di Poliklinik Jiwa RSUP Dr. Sardjito sejak tanggal 2 Mei

2012.

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama perasaan tidak berguna dan sulit

menghentikan penyalahgunaan napza. Pertama kali menggunakan napza, kurang lebih

sejak 14 tahun yang lalu. Napza yang digunakan adalah rokok, alkohol, dan beberapa obat-

obatan seperti, lexotan, dextromethorphan, inex, dan shabu-shabu. Beberapa bulan

terakhir pasien hanya mengkonsumsi alkohol dan shabu. Berhenti sekolah pada kelas 2

STM. Tidak puas bekerja menjadi penyadap karet, kemudian merantau dan aktif

menggunakan napza dan menjadi pekerja seks komersial. Pernah menjalani rehabilitasi di

Rumah Sakit Palembang, tetapi tidak rutin (obat yang diberikan: Meprosetil, Neriphros,

Haloperidol, dan Triheksifenidil). Satu tahun yang lalu didapatkan gejala-gejala depresi

dan psikotik, membaik setelah dirawat di bagian jiwa RSUP Dr. Sardjito selama satu

minggu.

Sejak kurang lebih delapan bulan yang lalu, terdapat keluhan insomia, keluhan

fisik, dan gejala-gejala depresi, cenderung paraniod dan impulsif. Pasien menggunakan

alkohol dan shabu untuk mengatasi keluhannya. Pasien mulai berobat ke poliklinik

psikiatri RSUP Dr. Sardjito pada bulan Mei 2012 tetapi kadang tidak rutin. Satu bulan

terakhir keluhan semakin memberat, dorongan untuk menggunakan napza semakin besar.

Pasien dilahirkan kurang bulan, dengan berat lahir kurang (1800 gr). Orang tua

protektif dan detail. Sejak kecil pasien sering mendapat perlakuan kasar dari lingkungan.

Sering berpindah-pindah tempat tinggal. Pergaulan bebas dilakukan sejak usia SMP.

Berhenti sekolah pada STM kelas 2.

Pada pemeriksaan psikiatri pada tanggal 3 Juni 2013 didapatkan: seorang laki-laki,

sesuai usia, postur tubuh atletis, tampak kurang bersemangat. Afek menyempit, serasi,

mood disforik. Bicara dengan volume suara pelan. Isi pikiran tentang kesedihan,

14

Page 15: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

penyesalan, rasa berdosa, rendah diri, putus asa dan preokupasi terhadap napza. Insight

baik. Pemeriksaan psikologis didapatkan kondisi depresif dan kecenderungan kepribadian

campuran skizoid, introvert, dependen serta kepribadian emosional tidak stabil tipe

impulsif. Status psikiatri lain, status internistik dan neurologis dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan yang merugikan akibat zat

stimulansia lain termasuk kafein (F15.1) dan adanya keterlibatan alkohol (Y91)

2. Gangguan mental dan perilaku akibat sindroma ketergantungan zat stimulansia lain

termasuk kafein (F15.2) dan adanya keterlibatan alkohol (Y91)

3. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat multipel dan penggunaan zat

psikoaktif lainnya (F19) yang disertai gejala komorbid depresi dengan gejala

somatisasi.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK (Menurut PPDGJ-III)

Pada pasien ini ditemukan gejala perilaku dan psikologis yang secara klinis cukup

bermakna dan menimbulkan penderitaan (distress) serta hendaya (dissability) dalam

kehidupan sehari-hari, fungsi pekerjaan dan psikososial sehingga dapat disimpulkan bahwa

pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, anamnesis dan berbagai pemeriksaan

fisik dan piskiatris yang dilakukan, tidak didapatkan gangguan medis umum yang secara

fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang

diderita saat ini, sehingga Gangguan Mental Organik dapat disingkirkan.

Pada pemeriksaan terhadap pasien ini tidak didapatkan adanya gejala-gejala

distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar disertai dengan afek yang tidak wajar, yang

dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku bizare, sehingga diagnosis Skizofrenia dapat

disingkirkan.

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, didapatkan penyalahgunaan bermacam-

macam napza, namun beberapa bulan terakhir pasien hanya menggunakan shabu dan

alkohol. Pada pasien ini didapatkan keinginan yang cukup kuat untuk menggunakan

alkohol dan napza psikoaktif lainnya, dan terbukti dalam satu bulan terakhir, pasien

menggunakan kembali. Pasien mengaku kesulitan dalam mengendalikan perilaku

menggunakan napza dan usaha untuk menghentikan, meskipun pasien menyadari adanya

15

Page 16: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

akibat yang merugikan kesehatannya. Pasien ini sejak delapan bulan yang lalu mengalami

gangguan suasana perasaan. Gejala yang ditunjukkan pada pasien ini adalah rasa rendah

diri, sulit tidur, nyeri tengkuk, sedih, putus asa dan merasa bersalah, mood disforik,

hipoaktivitas, dan penarikan diri dari lingkungan. Sindroma depresi yang didapatkan pada

pasien ini dapat sebagai akibat yang merugikan dari penggunaan yang berat atau hendaya

fungsi kognitif akibat penggunaan napza, sehingga diagnosis Gangguan Mental dan

Perilaku Penggunaan yang Merugikan akibat Penggunaan Zat Stimulansia lain

(F15.1) dapat ditegakkan. Meskipun pada beberapa kasus, perubahan suasana perasaan

mungkin juga terselubung oleh kebiasaan konsumsi alkohol dan psikoaktif lainnya.

Sehingga komorbiditas Episode Depresif (F32) pada pasien ini belum dapat

disingkirkan. Penggunaan alkohol pada pasien ini hanya merupakan keterlibatan sekunder

dari perilaku penggunaan zat psikoaktif primer, sehingga diagnosis sekunder Keterlibatan

Penggunaan Alkohol (Y91) dapat disertakan pada pasien ini.

Pada pasien tidak ditemukan gangguan persepsi, gangguan proses berpikir dan

hendaya berat dalam menilai realita, sehingga pasien tidak dalam kondisi psikotik.

Menurut keterangan orang tuanya, sejak kanak-kanak pasien cenderung tertutup

tetapi impulsif. Pasien dikatakan sebagai anak yang kurang taat kepada orang tua. Pasien

juga sering menghadapi masalah dengan orang-orang di sekitarnya. Perlakuan buruk

orang-orang di lingkungannya sulit diklarifikasi apakah merupakan reaksi dari perilaku

pasien yang cenderung impulsif atau merupakan pemicu utama terjadinya masalah

kejiwaan yang terdapat pada pasien. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis juga

didapatkan ciri kepribadian yang bercampur antara kepribadian skizoid, dependen, dan

kecenderungan emosional tidak stabil tipe impulsif. Kecenderungan kepribadian tersebut

sangat mungkin mendasari terjadinya hendaya pada saat ini, sehingga Gangguan

Kepribadian Campuran dan Lainnya (F61) merupakan diagnosis axis II yang belum

dapat disingkirkan.

Pada pasien ini tidak didapatkan keluhan-keluhan fisik maupun medis umum,

sehingga diagnosis axis III tidak didapatkan kelainan.

Faktor-faktor psikososial yang dihadapi pasien saat ini adalah tingkat sosial

ekonomi yang kurang, pasien tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan, sehingga

pasien menggantungkan diri kepada teman wanitanya yang bekerja sebagai PSK.

Lingkungan di lokasi prostitusi dan dekat dengan komunitas penyalahguna napza, serta

sebagai perantauan, dukungan keluarga sulit diperoleh. Hubungan rumah tangga yang

16

Page 17: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

tidak harmonis dan kematian ayahnya beberapa bulan yang lalu juga perlu dicatat sebagai

diagnosis axis IV.

Pada aksis V, GAF (Global Assesment of Functioning) Scale pada saat ini

dinilai 51-60 karena pasien menunjukkan gejala sedang dan disabilitas sedang dalam

social functioning, yang juga merupakan skor tertinggi 1 tahun terakhir.

VIII. FORMULASI PSIKODINAMIK

Formulasi psikodinamika melibatkan banyak elemen (bio-psiko-sosial) yang harus

disusun secara sistematik dan terintegrasi agar dapat menghasilkan analisis dan interpretasi

secara dinamis agar dapat menjelaskan manifestasi gambaran klinis pasien. Psikopatologi

gangguan jiwa terjadi apabila ada faktor predisposisi dan ada faktor presipitasi yang

dialami oleh seseorang. Faktor predisposisi terdiri dari temperament sensitivity dan

parenting (pola asuh).

Keluhan utama pasien adalah adanya perubahan suasana perasaan berupa sedih

yang berlebihan, perasaan tidak berguna, rasa berdosa, rendah diri, dan menyesal.

Beberapa stresor yang diduga memicu terjadinya munculnya episode gangguan antara lain

adalah ketidakmampuan pasien mengendalikan dorongan memakai napza dan perilaku

maksiat yang dilakukan selama ini. Pemakaian alkohol dan napza psikoaktif yang berat

dan dalam jangka panjang dapat juga menimbulkan gangguan kejiwaan dan hendaya

kognitif yang berat. Selain itu kegagalan rumah tangga, kematian ayahnya beberapa bulan

yang lalu juga memperberat keluhan tersebut. Perasaan cemburu pasien terhadap teman

wanitanya ketika melayani laki-laki lain juga memicu munculnya perasaan putus asa pada

pasien. Hal itu dikarenakan, pasien ingin mengajak teman wanitanya berhenti bekerja

sebagai PSK tetapi pasien tidak dapat memberikan nafkah yang layak sebagai pengganti

penghasilan sebagai PSK.

Faktor-faktor organobiologis yang mungkin mempengaruhi antara lain adalah

pasien dilahirkan dalam usia kehamilan kurang bulan dan berat lahir kurang, dengan usia

ibu saat melahirkan pasien 20 tahun (usia pernikahan ibu 17 tahun), dan kondisi kesehatan

ayah yang mengidap penyakit komplikasi sejak sebelum menikah. Hal tersebut

dimungkinkan menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter pada pasien. Hal ini

merupakan faktor predisposisi bawaan yang memungkinkan timbulnya gangguan jiwa di

kemudian hari.

17

Page 18: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Menurut teori perkembangan psikoseksual (Sigmund Freud), pola asuh orang tua

yang cenderung protektif dan menerapkan aturan-aturan yang sangat detail sejak pasien

kecil, merupakan trauma psikis yang terepresi dan menyebabkan adanya fiksasi awal. Jejak

pengalaman traumatik itu menetap di alam tidak sadar dalam bentuk memori yang

terepresi. Memori ini baru memberikan efek pada saat pasien mengalami kejadian

traumatik yang identik dengan pengalaman traumatik masa kanak, yaitu ketika pasien

disukai oleh gurunya. Pada titik ini, kekuatan yg menahan represi berkurang, sehingga

pasien mengalami kondisi yang oleh Freud disebut “kembalinya sang represi”.

Pemahaman psikodinamika tentang depresi, menurut Freud dibagi menjadi 4 teori, yaitu:

1) Gangguan hubungan ibu-anak pada usia 10-18 bulan pertama; 2) Kehilangan suatu

objek yang dicintai; 3) Introyeksi dari objek yang hilang tersebut; 4) Marah pada diri

sendiri sebagai campuran rasa cinta dan benci akibat kehilangan objek yang dicintai.

Adapun mekanisme pertahanan diri yang digunakan oleh pasien sangat mungkin

didasari oleh proses perkembangan pembelajaran yang dialami pasien sejak masih dalam

kandungan dan adanya fiksasi pada fase awal kehidupan. Mekanisme pertahanan diri yang

digunakan pasien dalam menghadapi konflik bawah sadarnya adalah dengan cara

merepresi konflik. Hal ini mengakibatkan munculnya manifestasi gangguan jiwa ketika

ego strength pasien tidak kuat menahan represi yang dilakukan.

Berdasarkan analisis psikodinamika di atas, pada pasien ini perlu dilakukan

psikoterapi cognitive behaviour therapy (CBT), yang merupakan pengembangan prinsip

learning theory di dalam praktik klinis.

IX. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

( Menurut PPDGJ III ) :

AXIS I :

- Gangguan Mental dan Perilaku Penggunaan yang Merugikan akibat

Penggunaan Zat Stimulansia lain (F15.1) disertai

- Keterlibatan Penggunaan Alkohol (Y91)

AXIS II :

- Gangguan kepribadian campuran dan lainnya (F61)

AXIS III :

- Tidak didapatkan kelainan medis umum

AXIS IV :

18

Page 19: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

- Tingkat sosial ekonomi yang kurang,

- Pasien tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan, sehingga pasien

menggantungkan diri kepada teman wanitanya yang bekerja sebagai PSK.

- Lingkungan di lokasi prostitusi dan dekat dengan komunitas penyalahguna

napza

- Dukungan keluarga sulit diperoleh.

- Hubungan rumah tangga yang tidak harmonis

- Kematian ayahnya beberapa bulan yang lalu

AXIS V :

- GAF scale MRS 51-60

- GAF scale terbaik 1 tahun terakhir 51-60

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

Hal-hal yang meringankan

- Tidak ada gejala psikotik

- Pasien cukup kooperatif

- Motivasi untuk terapi cukup besar

Hal-hal yang memberatkan

- Riwayat penggunaan napza dalam jangka waktu yang panjang

- Riwayat kepatuhan minum obat dan psikoterapi tidak teratur

- Tingkat sosial ekonomi rendah

- Disfungsi dinamika keluarga: kondisi pasien jauh dari orang tua, berpisah

dengan istri, dan tinggal bersama dengan wanita lain tanpa ikatan pernikahan.

- Dukungan keluarga kurang

- Tidak mempunyai pekerjaan tetap

- Pendidikan kurang

- Lingkungan sosial di tempat prostitusi

- Gangguan kepribadian campuran

19

Page 20: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

XI. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologik

- Pasien dilahirkan dalam usia kehamilan kurang bulan

- Berat lahir kurang,

- Usia ibu saat melahirkan pasien 20 tahun (usia pernikahan ibu 17 tahun)

- Kondisi kesehatan ayah yang mengidap penyakit komplikasi sejak sebelum

menikah.

B. Psikologis

- Berbagai stresor kehidupan yang dialami pasien.

C. Lingkungan dan Sosial Ekonomi

- Tingkat sosial ekonomi yang kurang

- Pasien tidak mempunyai keterampilan dan pekerjaan

- Pasien menggantungkan diri kepada teman wanitanya yang bekerja sebagai

PSK

- Lingkungan di lokasi prostitusi dan dekat dengan komunitas penyalahguna

napza

- Pasien sebagai perantau, dukungan keluarga sulit diperoleh

- Hubungan rumah tangga yang tidak harmonis

- Kematian ayahnya beberapa bulan yang lalu

- Pasien merasakan kondisi sakitnya mengganggu dan menimbulkan disabilitas

dalam pekerjaan, aktifitas sehari-hari, hubungan sosial, dan interpersonal.

XII. RENCANA PENATALAKSANAAN

A. Psikofarmaka :

- Clozapine 2 x 25 mg

- Fluoxetine 1 x 20 mg

B. Psikoterapi

a. Kepada pasien

1. Psikoterapi suportif

2. Wawancara motivasional

3. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

4. Pencegahan kekambuhan

b. Kepada keluarga/lingkungan pasien: Community Therapy (CT)

20

Page 21: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

XIII. DISKUSI

A. Diagnosis

Menurut PPDGJ III (Depkes RI, 1993), gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan zat psikoaktif digolongkan ke dalam blok F10-19. Di dalam blok ini berisi

gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa

komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan

demensia), tetapi semua itu disebabkan karena penggunaan satu atau lebih zat

psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter).

Identifikasi penggunaan zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan

berdasarkan laporan individu, analisis objektif dari spesimen urine, darah dan

sebagainya, atau bukti lain. Disarankan untuk mencario bukti yang menguatkan lebih

dari satu sumber, yang berkaitan dengan penggunaan napza. Analisis objektif

memberikan bukti yang paling dapat diandalkan.

Banyak pengguna obat menggunakan lebih dari satu jenis napza. Apabila

mungkin, diagnosis harus diklasifikasikan sesuai dengan napza tunggal yang paling

penting digunakan. Penggunaan kode F19 (gangguan akibat penggunaan obat multipel)

hanya digunakan bila pola penggunaan zat psikoaktif benar-benar kacau dan

sembarangan atau berbagai obat bercampur-campur.

Kasus gangguan jiwa akibat zat psikoaktif (terutama delirium pada usia lanjut),

tetapi tanpa salah satu gangguan dalam blok ini (misalnya penggunaan merugikan atau

sindroma ketergantungan) harus dimasukkan dalam kode F00-09.

Tingkat keterlibatan alkohol dapat ditunjukkan dengan menggunakan kode

tambahan dari Bab XX (ICD-10): Y90.- (bukti keterlibatan alkohol yang ditetapkan dari

kadar dalam darah) atau Y91.- (bukti keterlibatan alkohol yang ditetapkan dengan

derajat intoksikasinya).

Pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan dapat berupa fisik

(misalnya hepatitis karena penggunaan obat melalui suntikan) atau mental (misalnya

episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol). Untuk menegakkan

diagnosis penggunaan napza yang merugikan (F1x.1) harus ada cedera nyata pada

kesehatan jiwa atau fisik pengguna. Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam

oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak

diinginkan, bukan merupakan bukti adanya penggunaan yang merugikan. Jangan

memberi diagnosis penggunaan yang merugikan apabila ada sindroma ketergantungan

21

Page 22: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

(F1x.2), gangguan psikotik (F1x.5), atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang

berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.

Diagnosis penggunaan napza dengan sindroma ketergantungan (F1x.2), apabila

didapatkan fenomena fisiologis, perilaku, dan kognitif akibat penggunaan suatu napza

atau goloingan napza tertentu yang mendapat prioritas lebih tinggi bagi individu

tertentu ketimbang perilaku yang pernah diunggulkan pada masa lalu. Gambaran utama

yang khas dari sindroma ketergantungan ialah keinginan untuk menggunakan obat

psikoaktif, alkohol, atau tembakau,. Mungkin ada bukti bahwa mereka menggunakan

napza kembali.

B. Penatalaksanaan

Masalah gangguan penggunaan napza merupakan suatu masalah yang kompleks

sehingga penataksanaannya harus benar-benar terintegrasi dan komprehensif yang

melibatkan tidak hanya tenaga medis. Komitmen dari pimpinan dan seluruh staf serta

karyawan dalam suatu organisasi pelayanan pasien gangguan penggunaan napza sangat

diperlukan. Kesinambungan program pun harus terus dilakukan evaluasi agar dapat

memenuhi kebutuhan setiap pasien.

Menurut publikasi National Institute on Drug Abuse (NIDA) pada tahun 1999,

terdapat 13 prinsip terapi efektif berdasarkan penelitian di lapangan, yaitu: 1) Tidak ada

satupun bentuk terapi yang sesuai untuk semua; 2) Kebutuhan terapi harus siap dan

tersedia ketika diperlukan; 3) Terapi yang efektif mengakomodasi kebutuhan yang

beragam untuk masalah napza saja; 4) Rencana terapi dan layanan lain harus dikaji

secara kontinyu dan dimodifikasi bila diperlukan, untuk memenuhi kebutuhan

perubahan pada pasien; 5) Periode waktu program terapi harus adekuat; 6) Konseling

individu atau kelompok dan terapi perilaku sangat penting; 7) Medikasi dan atau

kombinasi dengan terapi perilaku; 8) Jika disertai dengan komorbiditas gangguan

mental harus ditangani secara komprehensif; 9) Detoksifikasi hanya merupakan langkah

awal dari pengobatan gangguan penggunaan napzadan hanya memberi perubahan

sedikit terkait penggunaan napza dalam jangka waktu yang panjang; 10) Pengobatan

yang efektif tidak harus secra sukarela; 11) Kemungkinan penggunaan napza selama

periode pengobatan harus dipantau secara periodik; 12) Program pengobatan harus

menyediakan kajian untuk HIV/AIDS dan infeksi lain serta konseling untuk membantu

pasien merubah perilakunya; 13) Kepulihan dari gangguan penggunaan napza dapat

menjadi proses yang panjang dan seringkali memerlukan beberapa episode pengobatan.

22

Page 23: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

1. Psikofarmaka

Merupakan model terapi berbasis biologik, genetik atau fisiologik sebagai

penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan farmakologis untuk menurunkan

gejala-gejala serta perubahan perilaku. Pemberian psikofarmaka ditujukan untuk

mengurangi gejala-gejala gangguan mental yang menyertai.

a. Antidepresan : Fluoxetin

Fluoxetin merupakan golongan Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI),

bekerja sebagai antagonis 5HT2C. Pada kondisi normal, aksi serotonin pada reseptor

5HT2C adalah menginhibisi Dopamin (DA) dan Norepinephrin (NE). Sedangkan obat-

obat yang memblok reseptor 5HT2C bekerja berlawanan, yaitu dengan melakukan

disinhibisi pengeluaran DA dan NE. Fluoxetin sebagai antagonis 5HT2C, tidak hanya

sebagai SSRI tetapi juga sebagai disinhibisi pengeluaran NE dan DA (NDDI). Aksi

NDDI menyebabkan peningkatan pengeluaran DA dan NE pada korteks prefrontal dan

memberi kontribusi sebagai aksi terapeutik pada depresi major. Cara kerja yang

demikian diharapkan dapat memperbaiki gejala-gejala depresi yang didapatkan pada

pasien.

b. Antipsikotik: Clozapine

Antipsikotik Clozapine merupakan golongan antipsikotik atipikal yang bekerja

sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA). Sebenarnya tidak ada farmakoterapi

khusus yang diberikan kepada penyalahgunaan napza khususnya penyalahgunaan zat

golongan stimulan. Pemilihan Clozapine pada kasus ini didasarkan pada pertimbangan

bahwa Clozapine dapat bekerja untuk menurunkan agresifitas pasien, dan diharapkan

dapat memperbaiki fungsi kognitif karena pasien masih muda sehingga masih

diharapkan produktivitas yang lebih baik. Selain itu efek sedatif Clozapine diharapkan

mampu untuk memperbaiki keluhan gangguan tidur pada pasien. Clozapine juga

merupakan antipsikotik yang paling sedikit menyebabkan efek samping ekstra

piramidal, sehingga diharapkan kenyamanan bagi pasien. Selain itu, pertimbangan

biaya juga mendasari pemilihan Clozapine dalam kasus ini, karena meskipun termasuk

dalam obat-obat yang tidak ditanggung oleh Jamkesmas, sediaan generik obat ini cukup

terjangkau oleh pasien. Namun demikian, perlu monitoring efek samping

agranulositosis karena Clozapine merupakan antipsikotik atipikal yang paling sering

menimbulkan efek samping tersebut.

23

Page 24: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

2. Psikoterapi :

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

420/Menkes/SK/III/2010, tujuan terapi psikososial adalah : 1) Memberikan informasi

dan penjelasan bahwa penyakit pasien adalah penyakit kronis; 2) Meningkatkan fungsi

peran antara episode kambuh; 3) Memberikan dukungan emosional; 4) Memberikan

dukungan keluarga; 5) Deteksi dini gejala awal; 6) Memperbaiki mekanisme koping

terhadap konsekuensi psikososial yang terjadi dan yang akan datang.

a. Psikoterapi terhadap pasien

1) Psikoterapi suportif

- Ventilasi : membiarkan pasien untuk menceritakan perasaannya sehingga ia

merasa lega dan kecemasan terhadap penyakitnya akan berkurang karena

pasien dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya.

- Sugesti : secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran atau

membangkitkan kepercayaan bahwa gejala-gejala akan berkurang.

- Reassurance : menerangkan apa yang telah dicapai pasien dan pasien dapat

berfungsi adekuat

- Psikoterapi suportif diberikan dengan tujuan: a) menguatkan daya tahan

mental yang ada; b) mengembangkan mekanisme baru yang lebih baik

untuk mempertahankan kontrol diri; c) mengembalikan keseimbangan adaptif

(dapat menyesuaikan diri)

2) Wawancara motivasional

Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah,

selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi lain.

Dasar pemikiran atau alasan untuk melakukan wawancara motivasional ini

adalah bahwa untuk mencapai perubahan adalah lebih mudah bila motivasi

untuk berubah tersebut datang dari dalam diri pasien.

Wawancara motivasional adalah sebuah wawancara yang interaksinya

berpusat pada pasien dan bertujuan untuk membantiu pasien untuk

menggali dan mengatasi ambivalensi tentang penggunaan napza melalui

tahap perubahan.

Wawancara motivasional didasari pada pengertian bahwa: a) pengobatan

yang efektif dapat membantu proses perubahan; b) Motivasi untuk berubah

terjadi dalam konteks hubungan antara pasien dan terapis; c) Gaya dan

24

Page 25: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

semangat dari intervensi sangat menentukan keberhasilan terapis,

khususnya empati yang dihubungkan dengan perbaikan hasil pengobatan.

Prinsip wawancara motivasional :

a) Mengekspresikan empati

Dalam situasi klinis, keterlibatan empati memberikan gambaran bahwa

terapis menerima pasien apa adanya, tidak menghakimi dan dapat

memahami pasien serta menghindari memberikan label, misalnya menyebut

pasien sebagai “alkoholik” atau “pecandu”. Hal ini sangat penting untuk

menghindari adanya konfrontasi, menyalahkan, dan mengkritik

pasien.keterampilan mendengarkan dan merefleksikan merupakan bagian

penting dari ekspresi empati.

b). Ketidakcocokan (perbedaan)

Wawancara motivasional bertujuan untuk menciptakan dan menjelaskan

perbedaan antara perilaku saat ini dan tujuan yang lebih besar dan menilai

cara pandang pasien terhadap hal tersebut. Hal yang penting bagi pasien

adalah mengidentifikasi tujuan dan nilai serta untuk mengekspresikan

alasan-alasan mereka untuk berubah.

c). Menghindari argumentasi

Prinsip utama dari wawancara motivasional adalah dapat menerima bahwa

adanya ambivalensi dan resistensi untuk berubah adalah suatu hal yang

normal dan untuk mengajak pasien mempertimbangkan antara informasi

yang didapat dan pandangan terhadap penggunaan napza mereka. Pada saat

pasien memperlihatkan resistensinya, terapis harus dapat menggambarkan

kembali, untuk menghindari argumentasi dan perdebatan.

d). Dukungan keyakinan diri

Melakukan negoisasi dan membangun kepercayaan untuk membujuk pasien

bahwa pasien mampu melakukan perubahan perilaku. Kepercayaan terapis

terhadap kemampuan pasien untuk melakukan perubahan merupakan hal

yang penting karena dapat menjadi sugesti pada diri sendiri.

e) Keterampilan khusus

Keterampilan ini bertujuan untuk mendorong pasien agar mau berbicara,

menggali ambivalensi mereka terhadap penggunaan napza dan menjelaskan

mereka untuk mengurangi atau berhenti menggunakan napza.

25

Page 26: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

Lima keterampilan khusus tersebut adalah: a) Open ended questions

(pertanyaan terbuka); b) Affirmation (penegasan); c) Reflecting listening

(mendengarkan dengan cara merefleksikan); d) Summarising

(menyimpulkan); dan e) Berbicara mengenai perubahan.

3) Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Cognitive Behavior Therapy (CBT) adalah sebuah psikoterapi yang mulai

banyak digunakan para profesional untuk menghadapi berbagai

permasalahan psikologis individu. Beberapa alasan CBT banyak digunakan

para profesional adalah: a) jangka waktu pendek, sehingga sangat

kompatibel dengan sumber dya yang tersedia; b) telah teruji secara klinis

dan didukung oleh empirikal yang solid; c) terstruktur, goal oriented, dan

fokus pada masalah; d) sangat fleksibel pendekatan sangat individual tetapi

dapat disesuaikan dengan berbagai bentuk perawatan; e) sangat cocok

dikombinasikan dengan berbagai terapi seperti farmakoterapi dan

wawancara motivasional.

Dasar teori CBT adalah teori terapi kognitif dan teori terapi perilaku. Teori

kognitif bertujuan untuk membangun pikiran dan tindakan yang lebih

rasional, dengan mengidentifikasi keyakinan-keyakinan inti dan asumsi-

asumsi yang tidak rasional ynag mengakibatkan atau menjadi kebiasaan

(otomatisa) dan bekerja kemudian mengkoreksinya. Teori perilaku, lebih

menekankan teori pembelajaran sosial berupa modeling dan conditionong

sebagaimana pasien belajar menggunakan napza.

Cognitive Behavior Therapy pada adiksi didasari atas dasar asumsi

pendekatan biopsikososial. Pertanyaan-pertanyaan berikut harus menjadi

bagian dari asumsi terapis sebelum menghadapi pasien: a) penyakit tertentu

yang dimiliki pasien sebelum menggunakan napza; b) adanya gejala dual

diagnosis; c) gangguan psikologis yang diderita; d) tingkat keparahan

koindisi pasien; e) faktor-faktor risiko terhadap pilihan perawatan; f) tingkat

motivasi pasien untuk bnerhenti menggunakan napza; g) kekuatan dan

kelemahan pasien sehingga mampu bertahan dengan keadaan emosional

perilaku sampai saat ini, termasuk latar belakang sosial dan individual.

Langkah-langkah yang diambil selama proses terapi:

1. Membangun dan membina rapport dan empati

26

Page 27: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

2. Mempersiapkan pasien dalam terapi: menilai motivasi pasien,

menjelaskan tujuan terapi dan cara pendekatan terapi, membuat kontrak

terapi.

3. Identifikasi masalah

4. Tentukan target terapi sesuai masalahnya

5. Penilaian dan tentukan konsekuensi emosi dan perilaku (Consequences

of emotion and behavior = C)

6. Penilaian dan tentukan suatu keadaan sebagai pencetus bagi pasien

(Activating Event = A)

7. Penilaian dan tentukan adannya persepsi, asumsi, dan kepercayaan

(Beliefs = B)

8. Cari hubungan antara B yang irrasional dan C

9. Berikan pertanyaan dan argumentasi untuk menggoyahkan B yang

irrasional

10. Siapkan pasien untuk selalu memakai B yang rasional

11. Meminta pasien menerapkan B yang baru dalam kehidupan sehari-hari

12. Berikan pekerjaan rumah melakukan hal di atas

13. Periksa hasil dan apa yang dirasakan serta apa yang menjadi

penghalang pada pertemuan berikutnya.

4) Pencegahan kekambuhan

Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses

pemulihan gangguan penggunaan napza. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa faktor yang dapat diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem

keyakinan yang salah dan menetap (“...saya seorang pecandu dan saya

tidak bisa berhenti menggunakan napza”).

Strategi pencegahan kekambuhan:

- Tingkatkan komitmen untuk berubah

- Identifikasi risiko tinggi yang menimbulkan kekkambuhan (kapan,

dimana, dengan siapa dan bagaimana menggunakan napza bisa

terjadi)

- Mengajarkan kemampuan menghadapi masalah (coping skill),

misalnya: keterampilan sosial, keterampilan manajemen diri,

monitoring diri dari penggunaan napza.

27

Page 28: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

- Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat

menyebabkan terjadinya kekambuhan: apa yang harus dilakukan

pasien dalam suatu kejadian yang dapat meniimbulkan kambuh,

dimana psien mendapatkan dukungan, apa peran yang dapat

diberikan teman atau keluarga, dan seberapa cepat pasien harus

membuat perjanjian untuk kembali ke poliklinik.

b. Kepada keluarga/lingkungan: Therapy community (TC-Model)

Model ini merujuk pada keyakinan bagwa gangguan penggunaan napza

adalah gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma

perilaku diterapkan secara ketat dan nyata, yang diyakini dan diperkuat dengan

memberikan reward dan sanksi spesifik secara langsung untuk mengembangkan

kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas.

(Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

420/Menkes/SK/III/2010)

C. Prognosis

Prognosis dan terjadinya penlahgunaan napza tergantung pada faktor-faktor

yang terlibat dalam suatu interaksi kompleks elemn-elemen biologis-psikologis-dan

lingkungan. Aspek-aspek lain yang sangat penting yaitu: penggunaan zat spesifik,

durasi dan dosis napza yang digunakan, gangguan mental atau fisik yang terjadi

bersama penggunaan napza, coping skill, riwayat perkembangan, status sosial

ekonomi, dukungan sosial, predisposisi genetik, pemilihan terapi. Gaya hidup

antisosial, pemakaian napza suntikan dan sex bebas meningkatkan risiko penularan

penyakit seperti HIV/AIDS (Martin, P. R., 2008).

28

Page 29: Preskas_14 Hadi Wibowo F19 Depresi

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Individual Alfred Adler. Dalam Psikologi Kepribadian, edisi revisi, Malang. UMM Press. Hal 64-83

Amir, Nurmiati. 2005. Penatalaksanaan Depresi dalam Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. FK UI.

Gabbard, GO. 2005. Cluster A Personality Disorder, Paranoid, Schizoid, and Schizotypal, Psychodynamic Psychiatry in Clinical Practice (4th Ed). American Psychiatric Publishing, Inc.

Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008, Modul Cognitive Behavior Therapy

Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008, Modul Psikopatologi Dinamik

Maramis A, Dharmono S, Maramis M. 2003. Penanganan depresi dan anxietas di pelayanan primer. Surabaya. Indopsy.

Martin, P. R. 2008. Substance Related Disorders, in Current Diagnosis and Treatment, International edition, 2nd ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Namora Lumongga. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta. Prenada Media Group.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 420/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabiloitasi Komprehensif pada Gangguan Penggunaan Napza Berbasis Rumah Sakit, 2010. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI.

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III. 1993 Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik

Saddock, Benjamin James, MD; Sadock, Virginia Alcott, M.D.2007. Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences / Clinical Psychaitry; Ed.10, Mood Disorder, chapter 15 : 527-578

Stahl, Stephen. 2008. Stahl’s Essential Psychopharmacology. Neuroscientific Basis and Practical Applications. USA. Cambridge University Press.

29