Preskas Sirhep Edited

63
PRESENTASI KASUS SIROSIS HEPATISPEMBIMBING dr. Arnold Harahap, SpPD, KGEH Disusun oleh : Akbar Sepadan Ani Oktavia Heidi Angelika A. Hilwy Al Hanin KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI

description

sirhep

Transcript of Preskas Sirhep Edited

Page 1: Preskas Sirhep Edited

PRESENTASI KASUS

“SIROSIS HEPATIS”

PEMBIMBING

dr. Arnold Harahap, SpPD, KGEH

Disusun oleh :

Akbar Sepadan

Ani Oktavia

Heidi Angelika A.

Hilwy Al Hanin

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI

OKTOBER 2015

Page 2: Preskas Sirhep Edited

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa kami

junjungkan ke hadirat Nabi Muhammad SAW, semoga rahmat dan hidayahnya selalu

tercurah kepada kita selaku umatnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengajar di SMF Ilmu Penyakit Dalam khususnya kepada dr. Arnold Harahap, SpPD, KGEH atas bimbingannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Sebagai manusia kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan bagi kelompok-kelompok selanjutnya.

Jakarta, 5 Oktober 2015

Penulis

Page 3: Preskas Sirhep Edited

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan Sirosis adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium akhir fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan

pembentukan nodulus regeneratif. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah

perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Salah satu menifestasi

hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan

varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan hingga kematian. 1-5

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika

diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati

alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati

akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir

dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis

alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya

laporan – laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah

pasien sirosis hati berkitar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam

kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis

hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. 1-5

Di Negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama

akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi

perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,

berat badan menurun, pada laki – laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala –

gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,

meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Manifestasi

klinik perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak

sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.1-5

Page 4: Preskas Sirhep Edited

BAB II

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

No. Rekam Medik : 01387430

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Maret 1963

Usia : 52 tahun 7 bulan

Agama : Islam

Alamat : Kp. Palsi Gunung Tugu, Cimanggis, Depok

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Supir Bus

Status Pernikahan : Menikah

Masuk IGD RSF : 16 Oktober 2015 pukul 20.10

Masuk Rawat Inap RSF : 18 Oktober 2015 pukul 21.00

1.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 18 Oktober 2015 pukul 21:00.

Keluhan Utama

Bab hitam sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa perut membesar diikuti kaki

bengkak. Pasien memang mempunyai riwayat BAB hitam. Sesak napas disangkal,

ortopnoe disangkal. Pasien berobat ke RS Tugu dan dikatakan Hb rendah dan

pengerutan hati kemudian dilakukan transfusi dan ligasi 1x. Pasien juga dikatakan

menderita penyakit hepatitis C. Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien

mengeluh BAB hitam selama 4 hari, BAB sebanyak +- 400cc/ hari, tanpa mual

muntah, nyeri ulu hati disangkal. Pasien juga merasa badan semakin kuning, BAK

seperti air teh, BAB dempul disangkal. Pasien berobat ke RS Tugu dan di rujuk ke

Page 5: Preskas Sirhep Edited

RSUP Fatmawati untuk pemeriksaan lebih lengkap. Saat ini pasien merasa lemas,

capai, pusing dan mual. Demam dan gangguan tidur disangkal. Pasien memiliki

riwayat hipertensi sejak 6 bulan yang lalu, namun hanya satu kali kontrol dan

diberikan obat. Pasien meminum sampai habis obat yang diberikan dan tidak pernah

kontrol lagi setelah obatnya habis.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM, sakit jantung disangkal. Riwayat hipertensi sejak 6 bulan yang

lalu. Sakit dada disangkal, lemah separuh badan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Riwayat DM,

hipertensi, penyakit jantung pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan Pasien seorang supir bus malam, tinggal di lingkungan padat penduduk. Pasien

memiliki riwayat kebiasaan merokok selama 20 tahun, satu hari menghabiskan kurang

lebih setengah bungkus. Pasien juga jarang berolahraga. Riwayat transfusi darah,

meminum alkohol, obat-obatan jangka panjang disangkal. Pasien juga mengaku

memiliki tato di punggung atas sebelah kiri.

1.3 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2015, di bangsal IRNA Teratai, ruang 502E, RSUP Fatmawati.

A. Keadaan Umum Keadaan Umum : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisBB : 55 kgTB : 153 cmBMI : 24,38Keadaan gizi : normoweight

Page 6: Preskas Sirhep Edited

B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 92 kali/menit, reguler, isi cukup

Pernapasan : 18 kali/menit, regular, kedalaman cukup

Suhu : 36,8 ºC

C. Kepala dan Leher

Bentuk kepala : Normocephali.

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Simetris

Mata

Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra

konjungtiva anemis +/+

Sklera tidak ikterik

Pupil isokor, 3 mm

Reflek cahaya langsung +/+

Refleks cahaya tidak langsung +/+ Telinga

Tidak ditemukan kelainan pada preaurikula dextra dan sinistra

Bentuk aurikula dextra dan sinistra normal, tidak ditemukan kelainan kulit, tidak hiperemis

Tidak ditemukan kelainan pada retroaurikula dextra dan sinistra

Nyeri tekan tragus -/-

Nyeri tekan aurikula -/-

Nyeri tarik aurikula -/-

Nyeri tekan retroaurikula -/-

Page 7: Preskas Sirhep Edited

Hidung

Deviasi septum nasi -, tidak ada napas cuping hidung, nyeri tekan -

Nares anterior: sekret -/-, darah -/-, hiperemis -/-

Tidak ditemukan deviasi septum

Mulut

Bentuk mulut normal saat bicara dan diam, bicara tidak ada gangguan bicara, sudut bibir kanan dan kiri tampak simetris saat bicara dan tersenyum.

Tidak ada gusi berdarah

Uvula terletak ditengah, tidak ada udem

Tonsil T1-T1 tenang

Leher

Inspeksi : massa, keloid, scar tidak ada, tidak tampak deviasi trakea, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak tampak pembesaran KGB,.

Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakea teraba di tengah, JVP 5-2 cmH2O.

Auskultasi : Tidak terdengar bruit

D. Thorax

Anterior

Inspeksi

Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdominotorakal

Tidak tampak retraksi sela iga

Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum

Tidak terlihat spider navy

Tampak ginekomastia

Palpasi

Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan pada dinding dada

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremitus (-), thrill -

Page 8: Preskas Sirhep Edited

Iktus cordis tidak teraba Perkusi

Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor

Batas kanan jantung pada ics 4 linea sternalis kanan

Batas kiri jantung pada ics 5 1 jari medial dari linea midcavicularis kiri

Batas pinggang jantung pada ics 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+, reguler, ronchi -/-, wheezing-/-

BJ I, BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Posterior

Inspeksi

Bentuk simetris saat dinamis dan saat statis

Tidak terlihat benjolan

Tidak terdapat kelainan Vertebra Palpasi

Gerak nafas simetris

Vocal fremitus simetris

Tidak ada emfisema subkutis

Tidak ditemukan nyeri tekan Perkusi

Tidak terdapat nyeri ketuk

Perkusi secara umum terdengar sonor

Batas bawah paru kanan pada ics 9, batas bawah paru kiri pada ics 10 Auskultasi

Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-

E. Abdomen

Inspeksi

Bentuk perut buncit

Umbilikus terletak di garis tengah

Tidak tampak massa

Auskultasi

Page 9: Preskas Sirhep Edited

Bising usus (+) normal

Arterial bruit (-) Palpasi

Tidak ditemukan nyeri tekan diregio abdomen

Hepar teraba 2 jari di bawa arcus costae

Lien teraba di titik Schuffner 2

Ballotement -/-

Undulasi (-) Perkusi

Shifting dullness (-)

F. Ekstremitas

Ektremitas atas

Inspeksi

Tangan kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak ada petechie

Tidak sianosis, tidak ikterik

Tidak tampak ada edema

Palpasi

Eutrofi, normotonus

Kekuatan otot normal

55

55 5555

5555 5555

Tidak terdapat nyeri tekan

Akral hangat

Edema tidak ada

Ekstremitas bawah

Inspeksi

Kaki kiri dan kanan simetris, tidak terlihat deformitas, tidak tampak adanya kelainan

pada kulit

Tidak sianosis

Page 10: Preskas Sirhep Edited

Clubbing finger tidak ditemukan

Kedua extremitas bawah dapat bergerak aktif dan bebas

Tampak edema tungkai bawah

Palpasi

Kekuatan otot normal

5555 5555

5555 5555

Tidak terdapat nyeri tekan

Akral hangat

Terdapat edema pitting pada kedua tungkai bawah

1.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal16/10/15 18/10/15 20/10/15

Hematologi

Hemoglobin 6,0 7,6 7,8 11,7-15,5 g/dl

Hematokrit 19 24 26 33-45 %

Leukosit 2.000 4.000 4.200 5-10 ribu/UL

Trombosit 88.000 84.000 86.000 150-440 ribu/UL

Eritrosit 2,27 3,00 3,20 3,80-5.20 juta/UL

VER 83,4 79,9 80-100 fl

HER 26,6 25,4 26-34 pg

KHER 31,9 31,8 32-36 g/dl

RDW 19,3 19,7 11.5-14.5 %

Hemostasis

APTT 38,2

37,526,3-40,3 detik

Page 11: Preskas Sirhep Edited

Kontrol APTT 30,7

30,7 -

PT 15,5 11,5-14,5 detik

Kontrol PT 13,6 -

INR 1,18 -

Serum Iron 31,0 65,0-175,0 mg/dl

TIBC 375,0 253-435 mg/dl

Fungsi Hati

SGOT 49 0-34 u/l

SGPT 32 0-40 u/l

Protein total 5,90 6,00-8,00 g/dl

Albumin 2,70 3,40-4,80 g/dl

Globulin 3,20 2,50-3,00 g/dl

Bilirubin total 0,50 0,10-1,00 mg/dl

Bilirubin direk 0,30 <0,20 mg/dl

Bilirubin 0,20 <0,60 mg/dl

indirek

Fungsi Ginjal

Ureum darah 17 20-40 mg/dl

Kreatinin Darah 0.6 0.6-1.5 mg/dl

Elektrolit Darah

Natrium(d) 137 135-147 mg/dl

Kalium (darah) 3,47 3,10-5,10 mg/dl

Klorida (darah) 108 95-108 mg/dl

Gol. Darah B / Rh+

Sero-

Imunologi

Page 12: Preskas Sirhep Edited

Hepatitis

HbsAg Non reaktif Non Reaktif

Anti HCV Reaktif Non Reaktif

Feses

Makroskopik

Konsistensi Lunak Lunak

Warna Coklat Kuning-Coklat

Bau Normal Normal

pH 5.0 7,0-8,0

Unsur Lain

Cacing Negatif Negatif

Nanah Negatif Negatif

Lendir Negatif Negatif

Darah Negatif NegatifMikroskopis

Leukosit 0-1 <10/LPB

Eritrosit 0-1 <3/LPB

Lemak Negatif Negatif

E. Coli Negatif Negatif

E. Hystolytica Negatif Negatif

Amilum Negatif Negatif

Jamur Negatif Negatif

Serat Otot Negatif Negatif

Serat Tumbuhan Positif Negatif Telur Cacing Negatif Negatif Kimia Gula Negatif Negatif Darah Samar Negatif Negatif Pemeriksaan Bakteriologi Bakteri batang gram negatif (+) Lain-lain Negatif

1.5 Resume

Tn. S mengalami BAB hitam sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengeluh BAB hitam

Page 13: Preskas Sirhep Edited

selama 4 hari, sebanyak +/- 400 cc/hari. Pasien juga merasa badan semakin kuning

dan BAK berwarna seperti air teh.

2 tahun yang lalu pasien mengatakan pernah menderita penyakit Hepatitis C. 6

bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa perut membesar diikuti dengan

kakinya yang juga bengkak. Pasien memiliki riwayat BAB hitam. Pasien berobat

ke RS Tugu dan didiagnosis mengalami pengerutan hati.

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 6 bulan yang lalu, namun hanya satu kali

kontrol dan diberikan obat. Pasien meminum sampai habis obat yang diberikan

dan tidak pernah kontrol lagi setelah obatnya habis.

Pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok selama 20 tahun, satu hari

menghabiskan kurang lebih setengah bungkus.

Pasien juga memiliki tato di punggung atas sebelah kiri.

Pemeriksaan fisik :Pasien tampak sakit sedang, compos mentis, kesan gizi baik.Mata: konjungtiva anemis +/+Thorax: tampak adanya ginekomastiaAbdomen: bentuk perut buncit, pembesaran hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, pembesaran lien teraba di titik Schuffner 2Pada ekstremitas tampak edema pitting pada kedua tungkai bawah

1.5 Daftar Masalah

1. Anemia berulang

2. Sirosis hepatis dengan riwayat melena post Ligasi-I

3. Hepatitis C Kronik

Setelah didapatkan hasil pemeriksaan, menjadi:

1. Sirosis hepatis Child Pugh Score B et causa hepatitis C Kronis

2. Riwayat melena et causa pecahnya varises esophagus

3. Hepatitis c kronik

4. Pansitopenia et causa splenomegali

1.7 Rencana Pemeriksaan

Laboratorium: DPL, elektrolit (Natrium, Kalium, Chlorida), SGOT/SGPT, PT/APTT, Bilirubin (total, direk, indirek), protein, albumin, globulin, retikulosit, SI, TIBC, Feritin, GDS, HBsAg, anti HCV,

Faeces lengkap.

1.8 Penatalaksanaan IVFD NaCl 0,9% dalam 24 jam

Page 14: Preskas Sirhep Edited

Diet hepar 1900kkal/hari Injeksi omeprazole 1x40 mg Furosemide 1x20 mg per oral Spironolakton 1x100 mg per oral Domperidone 3x10 mg

1.9 Follow up

1) Follow Up Tanggal 19 Oktober 2015

Page 15: Preskas Sirhep Edited

Subjektif BAB sudah tidak berwarna hitam, badan masih terasa lemas.

Objektif TSS. CM.

TD : 120/80 mmHg HR : 68 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,7oCMata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Buncit, Bising usus (+) normal, splenomegali Schuffner hepatomegaly 2 jari bac

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, crt <2 dtk

Assessment 1. Sirosis hepatis Child Pugh Score B et causa hepatitis C Kronis

2. Riwayat melena et causa pecahnya varises esophagus

3. Hepatitis C Kronik

4. Pansitopenia et causa Splenomegali

PlanningRdx/ DPL, menunggu hasil HBsAg dan anti HCV, pemeriksaan feses lengkap

Rtx/

IVFD NaCl 0,9% 500cc dalam 24 jam

Diet hati 1900kkal/hari

Omeprazole 1x40 mg IV

Vitamin K 3x10mg IV

Furosemide 1x20 mg PO

Spironolakton 1x100 mg PO

Domperidone 3x10 mgSucralfat 3x15 ccRencana transfusi PRC 500 cc premedikasi Lasix?

2) Follow Up Tanggal 20 Oktober 2015

SubjektifBAB normal tidak ada keluhan, lemas berkurang, akan menjalani endoskopi (ligasi)

Objektif TSS. CM.

TD : 120/70 mmHg FN : 80 x/menit RR : 22 x/menit T : 36,6oCMata : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Page 16: Preskas Sirhep Edited

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Buncit, Bising usus (+) normal, splenomegali Schuffner hepatomegaly 2 jari bac

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, crt <2 dtk

Assessment 1. Sirosis Hepatis Child Pugh Score B et causa hepatitis C Kronis

2. Riwayat melena et causa pecahnya varises esophagus

3. Hepatitis C Kronik

4. Pansitopenia et causa Splenomegali

Planning Rdx/ menunggu hasil HbsAg, anti HCV, dan pemeriksaan feses lengkap

Rtx/

IVFD NaCl 0,9% 500cc dalam 24 jam

Diet hati 1900kkal/hari

Omeprazole 1x40 mg IV

Vitamin K 3x10mg IV

Furosemide 1x20 mg PO

Spironolakton 1x100 mg PO

Domperidone 3x10 mgSucralfat 3x15 ccRencana endoskopi (ligasi)

3) Follow Up Tanggal 21 Oktober 2015

Subjektif Tidak ada keluhan

Objektif TSS. CM.

TD : 110/80 mmHg FN : 78 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,4 oCMata : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Page 17: Preskas Sirhep Edited

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Buncit, Bising usus (+) normal, splenomegali Schuffner 2 hepatomegali 2 jari bac

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, crt <2 dtk

Assessment 1. Sirosis Hepatis Child Pugh Score B et causa hepatitis C Kronis

2. Riwayat melena et causa pecahnya varises esophagus

3. Hepatitis C Kronik

4. Riwayat pansitopenia et causa Splenomegali

Planning Rdx/ -

Rtx/

NaCl 0,9% 500cc dalam 24 jam

Diet hati 1900kkal/hari

Omeprazole 1x40 mg IV

Vitamin K 3x10mg IV

Furosemide 1x20 mg PO

Spironolakton 1x100 mg PO

Domperidone 3x10 mg

Sucralfat 3x15 cc

4) Follow Up Tanggal 22 Oktober 2015

Subjektif Tidak ada keluhan, rencana rawat jalan

Objektif TSS. CM.

TD : 120/70 mmHg FN : 84 x/menit RR : 22 x/menit T : 36,5 oCMata : Konjungtiva anemis +/+, sklera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB

Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Page 18: Preskas Sirhep Edited

Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Buncit, Bising usus (+) normal, splenomegali Schuffner 2, hepatomegali 2 jari bac

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/- / -/-, crt <2 dtk

Assessment 1. Sirosis Hepatis Child Pugh Score B et causa hepatitis C Kronis

2. Riwayat melena et causa pecahnya varises esophagus

3. Hepatitis C Kronik

4. Riwayat pansitopenia et causa Splenomegali

Planning Rdx/ -

Rtx/

NaCl 0,9% 500cc dalam 24 jam

Diet hati 1900kkal/hari

Omeprazole 1x40 mg IV

Vitamin K 3x10mg IV

Furosemide 1x20 mg PO

Spironolakton 1x100 mg PO

Domperidone 3x10 mg

Sucralfat 3x15 cc

Page 19: Preskas Sirhep Edited

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Sirosis Hepatis

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai

dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif

(benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang

rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya

fungsi hati.1,2,3

3.1.1 EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga

pada pas i en ya ng be rus i a 45 – 46 t a hun ( se t e l a h penyak i t ka rd iova sku l e r

dan kanke r ) . D i seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.

Sekitar 25.000 orangmeninggal setiap tahun akibat penyakit ini.4

Leb i h da r i 40% pa s i en s i ro s i s a s i mtom a t i s . K es e lu ruha n in s idens i

s i r o s i s d i Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya

sebagian besar akibatpenyakit ahti alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia,

data prevalensi sirosishati belum ada, hanya laoporan dari beberapa pusat

pendidikan saja. Di RS Dr.SardjitoYogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar

4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun

(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun d i jum pa i pa s i en s i ro s i s ha t i

s e banyak 819 (4%) pas i e n da r i s e l u ruh pas i en d i Ba g ian Penyakit Dalam.2

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan

dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan

umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.

3.1.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara

fungsional danetiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3

jenis, yaitu :

Page 20: Preskas Sirhep Edited

1 . Mi k ronodu la r d itandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam

septa parenkim hati mengandung  nodul  halus  dan  kecil  merata  di  seluruh

lobus. Pada  sirosis mikronodular, besar nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini

biasanya disebabkan alkohol atau penyakit saluran empedu.2,4,5

2 . Ma kronodu la r  Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan

bervariasi, mengandungnodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul

besar didalamnya, ada daerah luasdengan pa renk i m ya ng m as i h ba ik

a t a u t e r j ad i r ege ne ra s i pa r e nk im. T ipe i n i biasanya tampak pada

perkembangan hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.2,4,5

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular).2,4,5

S edangkan s eca ra fungs iona l , s i r o s i s hepa t i s d iba g i me n jad i

kompens a t a dan dekompensata.

Page 21: Preskas Sirhep Edited

1. Sirosis hati kompensata

Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium

kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini

ditemukan pada saat pemeriksaan skrining.2,4,5

2. Sirosis hati dekompensata

Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-

gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.2,4,5

3.2.3 ETIOLOGI

1. Alcoholic liver disease

Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat.

Alkohol tampaknya melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal protein,

lemak,dan karbohidrat.2,3

2. Hepatitis C kronis

Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang selama

beberapa  dekade  dapat mengakibatkan  sirosis.  Dapat didiagnosis

dengan tesserologi yang mendeteksi antibodi hepatitis C atau RNA virus.2,3

3. Hepatitis B kronis

Vi ru s he pa t i t i s B me nyebabkan pe radangan da n ke rusa kan ha t i

yang s e l a ma beberapa  dekade  dapat  mengakibatkan  sirosis. Hepatitis  D

tergantung pada kehadiran hepatitis B, tetapi mempercepat sirosis melalui

ko-infeksi. Hepatitis Bkronis  dapat  didiagnosis  dengan  deteksi  HBsAg>  6

bulan  setelah infeksi awal. HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai apakah

pasien perlu terapi antiviral.2,3

4. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)

Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi penyebab

jaringanparut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan dengan diabetes,

kekurangan gizi protein,  obesitas,  penyakit  arteri  koroner,  dan  pengobatan

dengan obat kortikosteroid. Penyakit ini mirip dengan penyakit hati alkoholik tetapi

pasien tidak memiliki riwayat alkohol. Biopsi diperlukan untuk diagnosis.6

5. Sirosis bilier primer 

Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus, dan

nonikterik hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya disertai elevasi

Page 22: Preskas Sirhep Edited

alkali fosfatase serta peningkatan kolesterol dan bilirubin. Hal ini lebih umum pada

perempuan.2,3

6. Kolangitis sklerosis primer 

P SC ada l ah ga ngguan ko l e s t a s i s p rog re s i f denga n ge j a l a p ru r i t u s ,

s t e a t o r rhea , kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit tulang metabolik.2,3

7. Autoimmune hepatitis

Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati yang

menyebabkan inflamasi dan akhirnya jaringan parut dan sirosis. Temuan yang

umum didapatkan yaitu peningkatan globulin dalam serum, terutama globulin gamma.

8 . S i ro s i s j an tung .

Ka rena gaga l j a n tung k ron i s s i s i ka nan ya ng m enga rah pada

kemacetan hati.2,3

9. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain:2,3,5

a) Defisiensi alpha1-antitripsin

Merupakan gangguan autosomal resesif. Pasien juga mungkin memiliki PPOK,

terutama jika mereka memiliki riwayat merokok tembakau. Serum AAT selalu

rendah.

b) Hemakhomatosis herediter 

Biasanya hadir dengan riwayat keluarga sirosis, hiperpigmentasi kulit, diabetes

mellitus, pseudogout, dan / atau cardiomyopathy, semua karena tanda-

tanda overload besi. Labor akan menunjukkan saturasi transferin

puasa> 60% danferritin >300 ng/mL.

c ) P enyak i t Wi l son

Kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan ceruloplasmin serum rendah dan

peningkatan kadar tembaga pada biopsi hati hati.

d) Penyakit simpanan glikogen tipe IV

e) Tirosinemia herediter

f ) Ga lak t o se mia

g) Intoleransi fruktosa herediter  

10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.

3.1.4 PATOGENESIS

Page 23: Preskas Sirhep Edited

Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai

etiologinya.  Jika  etiologinya  ditangani  pada  tahap  ini,  perubahan  tersebut  masih

sepenuhnya reversibel.2,3

Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang menggantikan

parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan mengganggu

fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata, tipe sel

yang biasanya meny i mpan v i t am in A , da l am pengem bangan s i ro s i s .

Ke rusa kan pa da pa renk im ha t i menyebabkan  aktivasi  sel  stellata,  yang  menjadi

kontraktil  (myofibroblast)  dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini

mengeluarkan TGF-β1, yang mengarah pada  respon  fibrosis  dan  proliferasi  jaringan

ikat. Selain  itu,  juga  mengganggu kes e im bangan an t a r a m a t r ik s

me t a l l op ro t e i nase dan inh i b i to r a l ami (T IM P 1 dan 2 ) , menyebabkan

kerusakan matriks.2,3

Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada

akhirnya menggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada penurunan aliran darah di

seluruh hati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan peningkatan

sekuesterasi platelet. Hipertensi  portal  bertanggung  jawab  atas  sebagian  besar  komplikasi

parah sirosis.2,3

3.1.5 MANIFESTASI KLINIS

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktupas i en m e lakuka n peme r ik s aan ru t i n a t a u ka r ena ke l a ina n penyak i t

l a i n . G e ja l a aw a l sirosis (konpensata) meliputi perasaan mudah lelah dan

lemas, selera makan berkurang, perasaan perut  kembung,  mual,  berat badan

menurun, pada laki-laki  dapat  timbulimpotensi, testis mengecil, buah dada membesar,

serta menurunnya dorongan seksualitas.2

Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe

gangguanf i s io log i s : kegaga l an pa re nk im ha t i dan h i pe r t e ns i po r t a l .

Ke gaga l an pe renk i m ha t i memperlihatkan gejala klinis berupa :

1 . Ik t e ru s

2 . As i t e s

3. Edema perifer 

4. Kecenderungan perdarahan

5. Eritema Palmaris

Page 24: Preskas Sirhep Edited

6. Spider nevi

7. Fetor hepatikum

8. Ensefalopati hepatik 3,7,8

Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara lain:

1. Varises oesophagus dan lambung

2. Splenomegali

3. Perubahan sum-sum tulang

4. Caput medusa

5 . As i t e s

6. Collateral veinhemorrhoid 

7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)3,7,8

3.1.6 DIAGNOSIS

P ada saa t i n i , penegaka n d i agnos i s s i r o s i s ha t i t e rd i r i a t a s

peme r ik s aan f i s i s , l abo ra t o r ium, dan US G . P ada kas us t e r t en t u

d ipe r l ukan pem er ik s aan b i ops i ha t i a t au peritoneoskopi karena sulit

membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.2

a) Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik

Ha t i : p e rk i r a an bes a r ha t i , b i a s a ha t i m embes a r pa da aw a l

s i r o s i s , b i l a ha t i mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis

hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul

dan ada nyeri tekan pada perabaan hati.

1. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.

2. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan

ascites.

3. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada

tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae,

dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris,

ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.2,5

b) Laboratorium

Page 25: Preskas Sirhep Edited

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi,

dengan AST>ALT. Namun, aminotransferase normal tidak

menyingkirkan sirosis.

2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada

penyakithati kronis karena alkohol.

4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.

5 . Al bumin - r e ndah a k iba t da r i m enurunnya fungs i s i n t e t i s

o l eh ha t i de ngan sirosis yang semakin memburuk.

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.

7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke

jaringan limfoid.

8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk

mengeluarkan air bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.

9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan

menurunnya sintesis thrombopoietin  dari  hati. Namun,  ini  jarang

menyebabkan jumlah  platelet<50.000 / mL.

10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan marginasi

limpa.

11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor

koagulasidan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan

memburuknya penyakit hati.3,5

c) Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus

untuk konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi: dapat  dilihat  varises  esofagus  sebagai  komplikasi  sirosis

hati/hipertensi portal.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai

dilakukan sebagaialat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat

pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali,

gambaran vena hepatika, venaporta, pelebaran saluran empedu/HBD,

daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion).

Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama  stadium

Page 26: Preskas Sirhep Edited

dekompensata,  hepatoma/tumor,  ikterus  obstruktif  batu kandung

empedu dan saluran empedu, dan lain lain.

4. Pemeriksaan  penunjang  lainnya  adalah  pemeriksaan  cairan  asites

denganmelakukan  pungsi  asites.  Bisa  dijumpai  tanda-tanda  infeksi

(peritonitisbakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat,

dilakukan pemeriksaanmikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar

protein, amilase dan lipase.5

3.1.7 KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya.

Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan

komplikasinya.2,3,7

P er i t on i t i s bak t e r i a l s pon tan , ya i t u i n f e ks i c a i r a n a s i t e s o l eh

sa tu j en i s bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya

pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2,3,7

Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa

oligouri,peningkatan  ureum  damn  kreatinin  tanpa  adanya  kelaianan  organik

ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang

berakibat pada penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).2,3,7

Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah

yang  menimbulkan  perdarahan.  Angka  kematiannya  sangat  tinggi,

sebanyak dua per tiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun

dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2,3,7

Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.

Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat

timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.2,3,7

Sindrom  hepatopulmonal,  terdapat  hidrothoraks  dan  hipertensi

portopulmonal.2

3.1.8 PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi ditujukan

mengurangiprogresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik

Page 27: Preskas Sirhep Edited

diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000

kkal/hari.2

Tatalaksana pasien sirosis kompensata

Bertujuan  untuk  mengurangi  progresi  kerusakan  hati.  Terapi  pasienditujukan

untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:

Alkohol  dan  bahan-bahan  lain  yang  toksik  dan  dapat  mencederai  hati

dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbalbisa

menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.

Pada  hemokromatosis  flebotomi  setiap  minggu  sampai  konsentrasi  besi

menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

P ada penya k i t ha t i nona l koho l ik , m enurunkan be ra t bada n akan

menc egah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi

utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara

oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-

12 bulan menimbulkan  mutasi  YMDD  sehingga  terjadi  resistensi  obat.  IFN

Alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6

bulan.

P ada hepa t i t i s C k ron ik , kombi nas i i n t e r f e ron dengan r i ba v i r in

merupa kan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali

seminggu dan dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2

Tatalaksana pasien sirosis dekompensata

A s i t e s :

o Tirah baring

o Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.

o Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan

dosis200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor

dengan penurunanberat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema

kaki atau 1 kh/hari denganadanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat, bisa dikombinasi dengan furosemid dengan

dosis 20-40 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.

Page 28: Preskas Sirhep Edited

Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 Ldan dilindungi dengan

pemberian albumin.

Ensefalopati hepatik 

o Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

o Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil

amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama

diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

Varises esophagus

o Sebelum  berdarah  dan  sesudah  berdarah  bisa  diberikan  obat penyekat

beta (propranolol).

o Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin

atauoktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

Peritonitis bakterial spontan

o Diberikan  antibiotika  seperti  sefotaksim  IV,  amoksilin, atau

aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal

o Mengatasi  perubahan  sirkulasi  darah  di  hati,

mengatur keseimbangan garam dan air.

Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata.

Namunsebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang

harus dipenuhi resipien dahulu.2

3.1.9 PROGNOSIS

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.2

Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis

yangakan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada

tidaknya asites, ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari

Chil A, B dan C. KlasifikasiChild-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80,

dan 45%.2

Page 29: Preskas Sirhep Edited

Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan fungsi hati

Derajat kerusakan Mininal Sedang Berat

Bilirubin serum

(mu.mol/dl)

< 35 35-50 >50

Albumin serum

(gr/dl)

>35 30-35 <30

Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar

PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma

Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus

Di unduh dari: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Marcellus S, Setiati Siti.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit

dalam fakultas kedokteran universitas indonesia.2006. hal. 446

3.2 MELENA

3.3 HEPATITIS C10

3.3.1 Pendahuluan

Infeksi VHC merupakan masalah yang besar karena pada sebagian besar kasus

menjadi hepatitis ktonik yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati. Di

Negara maju, infeksi VHC merupakan salah satu indikasi utama transplantasi hati.

3.3.2 Epidemiologi

Infeksi VHC didapatkan di seluruh dunia. Dilaporkan lebih kurang 170 juta orang di

seluruh dunia terinfeksi virus VHC. Prevalensinya berbeda-beda di seluruh dunia. Di

Indonesia belum ada data resmi mengenai infeksi VHC tetapi dari laporan pada lembaga

transfuse darah didapatkan lebih kurang 2% positif terinfeksi oleh VHC. Pada studi populasi

umum di Jakarta prevalensi VHC lebih kurang 4%.

Umumnya transmisi terbanyak berhubungan dengan transfusi darah terutama yang

didapatkan sebelum dilakukannya penapisan donor darah untuk VHC oleh PMI. Infeksi dari

ibu ke anak juga dilaporkan namun jarang terjadi, biasanya dihubungkan dengan ibu yang

menderita HIV karena jumlah VHC di kalangan ibu-ibu yang menderita HIV biasanya tinggi.

Page 30: Preskas Sirhep Edited

Prevalensi yang tinggi didapatkan pada beberapa kelompok pasien seperti pengguna

narkotika suntik (>80%) dan pasien hemodialysis (70%). Pada kelompok pengguna narkotika

suntik ini selain infeksi VHC yang tinggi, ko-infeksi dengan HIV juga dilaporkan tinggi

(80%).

3.3.3 Patogenesis

Kerusakan sel hati akibat VHC atau partikel virus secara langsung masih belum jelas.

Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan

kerusakan sel-sel hati. Protein core misalnya ditengarai dapat menimbulkan reaksi pelepasan

radikal oksigen pada mitokondria. Selain itu, protein ini diketahui pula mampu beerinteraksi

pada mekanisme signaling dalam inti sel terutama berkaitan dengan penekanan regulasi

imunologik dan apoptosis. Adanya bukti-bukti ini menyebabkan kontroversi apakah VHC

bersifat sitotoksis atau tidak, terus berlangsung.

Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya

eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif

lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak

bias menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik VHC sehingga kerusakan sel hati

berjalan terus-menerus. Kemampuan CTL tersebut dihubungkan dengan aktivitas limfosit sel

T-helper (Th) spesifik VHC. Adanya pergeseran dominasi aktivitas Th1 menjadi Th2

berakibat pada reaksi toleransi dan melemahnya respons CTL.

Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α,

TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi

sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan ‘tenang’

(quiescent) kemudian berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang

dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam

menghasilkan sitokin-sitokin pro inflamasi. Mekanisme ini dapat timbul terus-menerus

karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin lama semakin

banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan

hati lanjut sirosis hati.

Pada gambaran histopatologis pasien hepatitis C kronik dapat ditemukan proses

inflamasi kronik berupa nekrosis gerigit maupun lobular, disertai dengan fibrosis di daerah

portal yang lebih lanjut dapat masuk ke lobulus hati (fibrosis septal) dan kemudian dapat

menyebabkan nekrosis dan fibrosis jembatan (bridging necrosis/fibrosis). Gambaran yang

agak khas untuk infeksi VHC adalah agregat limfosit di lobulus hati, namun tidak didapatkan

Page 31: Preskas Sirhep Edited

pada semua kasus inflamasi akibat VHC.

Gambaran histopatologis pada infeksi kronik VHC sangat berperan dalam

menentukan prognosis dan keberhasilan terapi. Secara histopatologis dapat dilakukan skoring

untuk inflamasi dan fibrosis di hati sehingga memudahkan untuk keputusan terapi, evaluasi

pasien maupun komunikasi antara ahli patologi.

3.3.4 Karakteristik Klinis dan Perjalanan Penyakit

Umumnya infeksi akut VHC tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal.

Hanya 20-30% kasus saja yang menunjukkan tanda hepatitis akut 7-8 minggu (berkisar 2-26

minggu) setelah terjadinya paparan. Walaupun demikian, infeksi akut sangat sukar dikenal

karena pada umunya tidak terdapat gejala sehingga sulit pula menentukan perjalanan

penyakit akibat infeksi VHC. Hepatitis fulminant sangat jarang terjadi. ALT meninggi sampai

berapa kali di atas batas atas nilai normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L.

Infeksi akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan

gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Hilangnya VHC setelah

terjadinya hepatitis kronik sangat jarang terjadi. Diperlukan waktu 20-30 tahun untuk

terjadinya sirosis hati yang akan terjadi pada 15-20% pasien hepatitis C kronik.

Kerusakan hati akibat infeksi kronik tidak dapat tergambar pada pemeriksaan fisik

maupun laboratorik kecuali bila sudah terjadi sirosis hati. Pada pasien di mana ALT selalu

normal, 18-20% sudah terdapat kerusakan hati yang bermakna, sedangkan di antara pasien

dengan peningkatan ALT, hampir semuanya sudah mengalami kerusakan hati sedang sampai

berat.

Progresifitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati terhantung beberapa faktor risiko

yaitu: asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus hepatitis B atau HIV, jenis kelamin laki-laki,

dan usia tua saat terjadinya infeksi. Setelah terjadi sirosis hati, maka dapat timbul kanker hati

dengan frekuensi 1-4% tiap tahunnya.

Ko-infeksi VHC dengan HIV diketahui menjadi masalah karena dapat memperburuk

perjalanan penyakit hati yang kronik, mempercepat terjadinya sirosis hati dan mungkin pula

mempercepat prenurunan sistem kekebalan tubuh. Adanya ko-infeksi VHC dengan HIV juga

menyulitkan terapi dengan obat-obatan anti retrovirus karena memperbesar proporsi pasien

yang menderita gangguan fungsi hati dibandingkan mereka yang tidak terdapat ko-infeksi

VHC-HIV. Di Indonesia, permasalahan ko-infeksi VHC dan HIV banyak ditemukan pada

pengguna narkotika suntik yang menggunakan alat suntik bergantian.

Ko-infeksi VHC dengan virus hepatitis B juga memperburuk perjalanan penyakit

Page 32: Preskas Sirhep Edited

pasien. Dilaporkan kejadian sirosis hati relatif lebih banyak ditemukan pada mereka yang

menderita ko-infeksi VHC-VHB dibandingkan dengan VHC atau VHB saja. Selain itu, risiko

terjadinya kanker hati meningkat menjadi amat tinggi pada mereka yang menderita ko-infeksi

ini dibandingkan hanya terinfeksi salah satu virus tersebut saja.

Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatik,

antara lain: krioglobulinemia dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan,

vaskulitis, purpura, atau arthralgia), porphyria cutanea tarda, sicca syndrome, atau lichen

planus. Patofisologi gangguan ekstra hepatik ini belum diketahui pasti, namun dihubungkan

dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respons

sistem imunologis.

3.3.5 Diagnosis

Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasi dengan memeriksa antibodi yang dibentuk

tubuh terhadap VHC bila virus ini menginfeksi pasien. Antibodi ini akan bertahan lama

setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif. Walaupun pasien dapat

menghilangkan infeksi VHC pada infeksi akut, namun antibody terhadap VHC masih terus

bertahan bertahun-tahun (18-20 tahun).

Deteksi antibody terhadap VHC dilakukan umumnya dengan teknik enzyme immune

assay (EIA). Antibody terhadap VHC dapat dideteksi pada minggu ke 4-10 dengan

sensitivitas mencapai 99% dan spesifisitas lebih dari 90%. Negative palsu dapat terjadi pada

pasien dengan defisiensi sistem kekebalan tubuh seperti pada pasien HIV, gagal ginjal, atau

pada krioglobulinemia.

Deteksi RNA VHC digunakan untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien

terutama dalam serum sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. Jumlah VHC

dalam serum maupun hati relatif sangat kecil sehingga diperlukan teknik amplifikasi agar

dapat terdeteksi. Teknik PCR dimana gen VHC digandakan oleh enzim polymerase

umumnya digunakan untuk menentukan adanya VHC (secara kualitatif) maupun menentukan

jumlah virus dalam serum (kuantitatif).

Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi VHC dilakukan

pada penapisan darah untuk transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah

menggunakan deteksi anti-VHC dengan EIA maupun dengan cara imunokromatografi,

namun masih terdapat kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh VHC walaupun deteksi anti-

VHC sudah dinyatakan negatif.

Page 33: Preskas Sirhep Edited

3.3.6 Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan infeksi VHC beberapa badan peneliti hati di dunia sudah

mengeluarkan panduan penatalaksanaan. Pasien biasanya diketahui terinfeksi VHC setelah

adanya pemeriksaan anti-HCV yang positif.

Indikasi terapi pada hepatitis C kronik apabila didapatkan peningkatan nilai ALT

lebih dari batas atas nilai normal. Menurut panduan penatalaksanaan, nilai ALT lebih dari 2

kali batas atas nilai normal. Hal ini mungkin tidak berlaku mutlak karena berapapun nilai

ALT di atas batas nilai normal biasanya sudah menunjukkan adanya fibrosis yang nyata bila

dilakukan biopsy hati. Bila nilai ALT normal, harus tetap diketahui terlebih dahulu apakah

nilai normal ini menetap (persisten) atau berfluktuasi dengan memonitor ALT setiap bulan

untuk 4-5 kali pemeriksaan. Nilai ALT yang berfluktuasi merupakan indikasi terapi, namun

pada nilai ALT yang normal perlu dilakukan biopsi untuk mengetahui fibrosis yang sudah

terjadi.

Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati (F0) atau hanya merupakan fibrosis hati

ringan (F1), mungkin terapi tidak perlu dilakukan karena mereka biasanya tidak berkembang

menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC. Nilai fibrosis hati pada tingkat

menengah atau tinggi, sudah merupakan indikasi untuk terapi sedangkan apabila sudah

terdapat sirosis hati, maka pemberian interferon harus berhati-hati karena dapat menimbulkan

penurunan fungsi hati secara bermakna.

Pengobatan hepatitis C kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan

ribavirin. Umumnya disepakati bila genotype VHC adalah genotype 1 dan 4 maka terapi

perlu diberikan selama 48 minggu dan bila genotype 2 dan 3, terapi cukup diberikan selama

24 minggu.

Kontra indikasi terapi adalah berkaitan dengan penggunaan interferon dan ribavirin

tersebut. Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun, Hb <10g/dL, leukosit darah <2500/uL,

trombosit <100.000/uL, adanya gangguan jiwa yang berat, dan adanya hipertiroid tidak

diindikasikan untuk terapi dengan interferon dan ribavirin. Pasien dengan gangguan ginjal

juga tidak diindikasikan menggunakan ribavirin karena dapat memperberat gangguan ginjal

yang terjadi.

Untuk interferon alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu

dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian interferon yang telah diikat dengan

poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-interferon, diberikan setiap minggu

dengan dosis 1,5 ug/kgBB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau 190 ug untuk Peg-

Interferon 40 KD).

Page 34: Preskas Sirhep Edited

Pemberian interferon diikuti dengan pemberian ribavirin dengan dosis pada pasien

dengan berat badan < 50 kg 800 mg setiap hari, 50-70 kg 1000 mg setiap hari, dan >70 kg

1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian.

Pada akhir terapi dengan interferon dan ribavirin, perlu dilakukan pemeriksaan RNA

VHC secara kualitatif untuk mengetahui apakah VHC resisten terhadap pengobatan dengan

interferon yang tidak akan bermanfaat untuk memberikan terapi lanjutan dengan interferon

dan tidak memerlukan pemeriksaan RNA VHC 6 bulan kemudian. Keberhasilan terapi dinilai

6 bulan setelah pengobatan dihentikan dengan cara memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila

ditemukan positif, maka pasien dianggap kambuh. Mereka yang tergolong kambuh ini dapat

kembali diberikan interferon dan ribavirin nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila

sebelumnya mengguunakan interferon konvensional, Peg-Interferon mungkin akan

bermanfaat.

Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala yang

menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak nafsu makan, dan sejenisnya), depresi dan

gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari noemal, depresi sumsum tulang,

hiperurisemia, dan kadang-kadang dapat timbul tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan

penurunan Hb. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping, pemantauan pasien mutlak

perlu dilakukan. Terapi tidak dilanjutkan bila Hb <8g/dL, leukosit <1500/uL atau kadar

netrofil <500/uL, trombosit <50.000/uL, depresi berat yang tidak teratasi dengan pengobatan

anti depresi, atau timbul gejala-gejala tiroiditis yang tidak teratasi.

Keberhasilan terapi dengan interferon dan ribavirin untuk eradikasi VHC lebih kurang

60%. Tingkat keberhasilan terapi tergantung pada beberapa hal. Pada pasien dengan genotype

1hanya 40% pasien yang berhasil dieradikasi, sedangkan pada genotype lain hampir lebih

dari 70%. Peg-Interferon dilaporkan mempunyai tingkat keberhasilan terapi yang lebih baik

daripada interferon konvensional. Hal-hal yang berpengaruh dengan respons terapi interferon

adalah semakin tua umur, semakin lama infeksi terjadi, jenis kelamin laki-laki, berat badan

berlebih (obese), dan tingkat fibrosis hati yang berat.

Pada hepatitis C akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik daripada pasien

hepatitis C kronik. Pada kelompok pasien ini interferon dapat digunakan secara monoterapi

tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menemukan infeksi akut

VHC karena tidak ada gejala akibat infeksi virus ini sehingga umumnya tidak diketahui.

Pada ko-infeksi HCV-HIV, terapi interferon dan ribavirin dapat diberikan bila jumlah

CD4 pasien ini >200 sel/mL. bila CD4 kurang dari nilai tersebut, respons terapi sangat tidak

memuaskan.

Page 35: Preskas Sirhep Edited

Untuk pasien ko-infeksi VHC-VHB, dosis pemberian interferon untuk VHC sudah

sekaligus mencukupi untuk terapi VHB, sehingga kedua virus dapat diterapi bersama-sama.

3.4 PANSITOPENIA

BAB IV

ANALISIS KASUS

Page 36: Preskas Sirhep Edited

4.1 DM Tipe 2 dengan Riwayat Hipoglikemia

Dasar diagnosis :

Anamnesis : lemas, penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS dan riwayat DM tipe 2 sejak 4 bulan yang lalu dan mengkonsumsi OHO (metformin dan glibenklamid)

Pemeriksaan Fisik : kesadaran apatis

Pemeriksaan Penunjang : GDS: 38

DM pada pasien ditengarai didapatkan dari keturunan di mana ayah pasien juga menderita

DM dan pola hidup pasien yang tidak sehat. Hipoglikemia pada pasien ditengarai akibat dari

kurangnya asupan makan pasien karena mual dan muntah yang dialami pasien selama 1

minggu SMRS dan pasien tetap mengkonsumsi OHO yang dapat menyebabkan hipoglikemia,

yaitu golongan sulfonilurea (glibenklamid). Glibenklamid meningkatkan sekresi insulin yang

menyebabkan penyerapan gula darah meningkat namun tidak diimbangi dengan asupan

makanan yang adekuat karena mual dan muntah sehingga terjadi penurunan kadar gula darah

dibawah normal dan terjadilah hipoglikemia. Hipoglikemia pada pasien ini teratasi di IGD

dengan pemberian dextrose 40% disertai pemantauan GDS ketat dan penghentian OHO.

4.2 Dispepsia Sekunder e.c DILI e.c OAT

Dasar diagnosis :

Anamnesis : Mual muntah (dispepsia) pada pasien disertai mata dan kulit berwarna kuning sejak 1 minggu SMRS dan riwayat minum OAT sejak 1 bulan SMRS. Tidak ada riwayat alkoholik dan sakit kuning

Pemeriksaan Fisik : nyeri tekan epigastrium, sklera ikterik +/+, kulit kuning sekujur tubuh

Page 37: Preskas Sirhep Edited

Pemeriksaan Penunjang : bilirubin total (12,80), direk (10,50) dan indirek (2,30) dan kenaikan SGOT/SGPT (82/43)

DILI menyebabkan perangsangan pada ENS. OT/PT serta mediator inflamasi karena

kerusakan hepar merangsang CTZ di area postrema sehingga merangsang mual dan muntah

pada pasien. Kerusakan pada hepar juga menyebabkan statis pada bile duct di hepar sehingga

terjadi peningkatan bilirubin yang terakumulasi di perifer menyebabkan gejala ikterik pada

pasien. Dari hasil data laboratorium dan pemeriksaan fisik di atas maka dapat disimpulkan

DILI yang terjadi adalah cholestasis karena OT/PT meningkat tidak terlalu tinggi dan terjadi

peningkatan bilirubin yang cukup tinggi serta ikterik yang jelas di mata dan kulit pasien.

DILI pada pasien kemungkinan besar disebabkan oleh OAT (Rifampisin, Isoniazid,

Pirazinamid) yang pasien konsumsi dalam 1 bulan terakhir, karena tidak adanya faktor lain

seperti Hepatitis dan riwayat alkoholik serta konsumsi obat-obatan lain yang dapat

menyebabkan DILI. Oleh akrena itu pemberian OAT sempat dihentikan. Untuk mengatasi

adanya gangguan akibat kerusakan hepar ini diberikan obat hepatoprotektor yaitu curcuma

dan pemberian asam ursodeoksikolik sebagai pengganti asam empedu. Sedangkan untuk

mencegah mual dan muntah pada pasien diberikan ranitidine dan domperidon untuk

menghilangkan rasa tidak nyaman di lambung serta mual.

Selanjutnya setelah DILI membaik, OAT diberikan kembali. OAT yang diberikan sendiri merupakan OAT yang jarang menyebabkan DILI yaitu streptomicin dan ethambutol

4.3 TB Paru on OAT Kategori I

Dasar diagnosis :

Anamnesis : riwayat batuk lama berdarah disertai penurunan berat badan dan diagnosa TB sejak 1 bulan SMRS dan telah diberikan OAT selama 1 bulan

Pemeriksaan Fisik : -

Pemeriksaan Penunjang : -

Page 38: Preskas Sirhep Edited

4.4 Anemia NN e.c ACD

Dasar diagnosis :

Anamnesis : riwayat batuk lama berdarah disertai penurunan berat badan dan diagnosa TB sejak 1 bulan SMRS

Pemeriksaan Fisik : CA +/+

Pemeriksaan Penunjang : Hb 9,6; VER/HER/KHER normal

Anemia NN ec ACD pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh penyakit kronis pasien

serta kerusakan hepar sehingga menghambat pelepasan eritropoietin yang mengakibatkan

pembentukan eritrosit menjadi lebih lambat dan menyebabkan anemia normositik

normokrom.

4.5 Hiponatremia Hipoosmolar Berat ec GI loss, Hipokalemia Sedang ec GI loss

Dasar diagnosis :

Anamnesis : muntah >3x sehari, susah makan selama 1 minggu

Pemeriksaan Fisik : -

Pemeriksaan Penunjang : Na 115 mmol/l, K 2.25 mmol/l, Cl 72 mmol/l

Mual dan muntah pada pasien juga menyebabkan terjadinya hiponatremia hipoosmolar hipovolemik (115) dan hipokalemia (72) sehingga dilakukan koreksi dengan pemberian NS, KCl, KSR dan NaCl 3% secara perlahan untuk melakukan koreksi Na dan K pada pasien.

4.6 Neuropati DM

Dasar diagnosis :

Anamnesis : Tangan sering kesemutan

Pemeriksaan Fisik : -

Pemeriksaan Penunjang : -

Page 39: Preskas Sirhep Edited

Pasien juga mengeluhkan tangan sering kesemutan yang ditengarai adalah akibat dari

neuropati DM. Kenaikan gula darah akan membuat penumpukan sorbitol di neuron perifer

sehingga mengganggu proses penghantaran impuls di neuron perifer sehingga tangan akan

terasa kesemutan. Oleh karena itu pasien diberikan Mecobalamin sebagai neuroprotektor.

4.7 Dislipidemia

Dasar diagnosis :

Anamnesis : riwayat jarang berolahraga dan makan tidak terkontrol

Pemeriksaan Fisik : -

Pemeriksaan Penunjang : TGA245 mg/dl

Kemungkinan dislipidemia pada pasien disebabkan oleh gaya hidup pasien yang jarang

berolahraga dan makan yang tidak diatur sehingga kadar TGA bebas di darah meningkat

seiring dengan meningkatnya asupan lemak pasien dan pembakaran serta pemakaian lemak

yang kurang. Untuk menurunkan kadar TGA pada pasien diberikan simvastatin untuk

menghambat HMG Co-A reduktase sehingga menghambat pembentukan kolestrol.

4.8 Infeksi Saluran Kemih

Dasar diagnosis :

Anamnesis : -

Pemeriksaan Fisik : Nyeri tekan suprapubik

Pemeriksaan Penunjang : Bakteri + pada urin, nitrit + pada urin

ISK kemungkinan terjadi karena hygiene pasien selama dirawat kurang baik sehingga mudah terjadi ISK. Tingginya kadar gula pasien akibat DM juga dapat mempermudah terjadinya ISK. Namun karena keluhan yang minimal serta hasil lab yang menunjukkan bahwa ISK

Page 40: Preskas Sirhep Edited

tidak terlalu masif, sehingga pengobatan tidak dilakukan secara radikal dan dijalankan bersama pengobatan OAT sambungan yaitu Ethambutol dan Streptomycin.

Secara keseluruhan pasien tertangani dengan baik. Namun ada 1 masalah yang kurang

diperhatikan pada kasus ini yaitu alkalosis metabolik e.c GI loss sesuai hasil AGD pada

18/9/15 (pH: 7,527 HCO3: 30,6) yang tidak dimasukkan ke dalam daftar masalah. Namun hal

ini telah ditangani dengan pemberian larutan isotonik NaCl yang ditambahkan KCl.

Page 41: Preskas Sirhep Edited

BAB V

KESIMPULAN

DILI adalah salah satu penyebab kerusakan hepar non-infeksi paling banyak di dunia

Obat-obatan anti tuberkulosis (OAT) adalah salah satu penyebab tersering DILI di Indonesia berhubung tingginya angka tuberkulosis di Indonesia

Tipe patologi hepar yang terjadi pada DILI adalah sitotoksik (hepatitis), kolestasis, dan campuran

Gejala klinis HCC adalah mual, muntah, dan ikterik

Pemeriksaan DILI meliputi enzim transaminase, alkali fosfatase dan bilirubin

Sebelum menegakkan diagnosis DILI, penyebab lain harus terlebih dahulu disingkirkan

Prinsip pengobatan DILI adalah menghentikan obat-obatan pencetus dan terapi suportif sesuai keadaan klinis pasien.

Page 42: Preskas Sirhep Edited

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Cirrhosis. 2009; http://www.mayoclinic.com/print/cirrhosis

[d i aks e s 19 J un i 2011].

2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.

443-4463.

3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications.

Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005.

Newyork: McGraw-Hill Companies. 1844-1855.

4. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003; http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam

srimaryani5.pdf   [ d i aks e s 19 J un i 2011].

5. Anonim Sirosis Hepatis. 2008; http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosis-

hepatis/ [d i aks e s 19 J un i 2011]

6. Dufour  J  F.  Non  alcoholic  Steatohepatitis.  http://orpha.net/data/patho/GB/uk-

NASH.pdf  [d i aks e s 19 J un i 2011].

7 . S c h i a n o T h o m a s D , B o d e n h e i m e r H e n r y C . C o m p l i c a t i o n o f

C h r o n i c L i v e r   Disease. Dalam: Current Doagnosis and Treatment

Gastroenterology. Edisi II.USA:  McGraw-Hill Companies, 2003. 639-6638.

8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-prosesPenyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005. 493-501.9.

9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Kiver Disease. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-Hill Companies. 1813

10. Ipd hepatitis c